Anda di halaman 1dari 13

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Akhlak Tasawuf Drs. H. Arni, M.Fil,I

SYARI’AT, TAREKAT, HAKIKAT

Disusun Oleh :

Kelompok 11

Alifia Nur Rizkilah (220103020102)

Khairun Nisak Al Kamil (220103020090)

Valisa (220103020060)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

BANJARBARU

2022
PENDAHULUAN

Untuk mencapai derajat kemuliaan menjadi kekasih Allah (waliyullah),


dalam dunia sufi dikenal istilah taraqi, yaitu jalan yang ditempuh dalam
melaksanakan suatu ibadat.1

Langkah ini merupakan sebagai jalan supaya tercapai kedudukan insan


kamil yang sangat dekat dengan Tuhan. Jalur taraqi ini ditempuh dengan
menjalani perjalanan Syari’at, thariqat, dan hakikat, Dalam hal ini tujuan
pendakiannya adalah mencapai ma’rifatullah. Sebagaimana telah disebutkan
dalam kitab Kifayatu al-Adzqhiya wa Minhaj al-Ashfiya. Karya Abu Bakar ibn
Muhammad Syatha al-Dimyathi, sebagai berikut. .

”Sesungguhnya jalan menju akhirat itu melalui jalan Syari’at, tahriqat, dan
hakikat; maka dengarlah contoh-contoh dari ketiganya.”2

Tentang Syari’at, thariqat, dan hakikat telah banyak dibicarakan dalam


kitab-kitab tashawuf yang merupakan bagian tak terpisahkan antara satu dengan
lainnya dalam kajian ini untuk mengantar dan mendahului pembicaraan
selanjutnya, ada baiknya ke-empat bagian pokok ini diketengahkan..

1
. Basyar Isya, Menggapai Derajat Kekasih Allah, (Bandung: Qalbun Salim press, 1997),
cet .I, h. 9.
2
. kitab Kifayatu al-Adzqhiya wa al- Minhaj al-Ashfiya ini di syarh oleh Zainuddin bin Ali
al-Malibari dalam kitabnya Hidayatul al-Adzkiya ila Thariqi al-Awliya, (ttp: Syirkah al-Nur Asiya,
tt.), h.8-9.
PEMBAHASAN

A. SYARI’AT
1. Pengertian Syariat

Syariat yaitu segala hal yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW dalam bentuk wahyu yang ada dalam al-Qur’an dan sunah.
Adapun Syariat diartikan dalam bahasa yaitu jalan menuju sumber air yang
tidak pernah kering. Namun pada aras yang sama Syariat juga dapat diartikan
sebagai pokok kehidupan, sedangkan Syariat menurut istilah adalah aturan-
aturan yang diciptakan oleh Allah untuk dipenomani manusia dalam
mengatur hubungan dengan tuhan.

Apabila Kata Syariat yang artinya berjalan menuju sumber air, lalu
disatukan dengan kata islam secara bahasa artinya selamat, damai, sejahterah.
Lalu disatukan dalam kalimat Syariat islam maka itu berarti jalan menuju
sumber air sebagai pokok kehidupan yang menjanjikan atau memberi
keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan. Ini berarti bahwa manusia yang
menaati syariat islam mereka akan memperoleh sumber kehidupan yang di
dalamnya terdapat keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan.3

2. Posisi Syariat Islam

Kedudukan syariat islam yang termasuk hukum islam dalam al-Qur’an


terdapat beberapa perintah untuk menaati Allah dan Rasul. Perintah tersebut
ditujukan kepada orang beriman, karena bagi orang yang beriman
kepatuhannya terhadap Allah dan Rasul itu mutlak dan ini menjadi bagian
yang tidak dapat terpisah atau selalu melekat pada diri mereka. Akan tetapi
tidak patut disebut orang beriman bila menyimpangi ketentuan Allah dan
Rasul dalam urusan kehidupan mereka.4

3
Prof. Dr. Luth Thohir, MA. Syariat Islam, Universitas Brawijaya, Malang 65145
indonrsia, hlm, 15-16
4
Prof. Dr. Luth Thohir, MA. Syariat Islam, Universitas Brawijaya, Malang 65145
indonrsia, hlm, 21-22
Sikap ini dipandang sebagi perbuatan durhaka kepada Allah dan Rasul-
Nya, dan durhaka itu menjadikan mereka orang-orang yang beriman menjadi
sesat secara nyata. Karena orang beriman tentunya taat, patuh pada ketentuan
Allah dan Rasul-Nya itulah yang menjadi tolok ukur kehidupan.

3. Tujuan Syariat Islam

Abdul Wahab Khallaf menyebutkan tujuan hukum islam (Maqashid Al-


Syari) adalah untuk menjaga agama (hifdz Al-Din) jiwa (Hifdz Al-Nafs) akal
(hifdz ala al a’ql) keturunan (hifdz al-nasl) dan harta benda (hidz al-mal).

Gambaran yang lebih detail dijabarkan sebagai berikut:

a. Menjaga agama (hifdz Al-Din) tujuan ini mempunyai kekuatan


hukumm syar’I dimana adanya wahyu Allah berupa ayat-ayat Al-
Qur’an maupun Al-Hadist sebagai muatannya. Keseluruhan muatan
tersebut pada intinya menjaga agama dan aplikasi keagamaan pada
manusia, sehingga nama baik agama akan tetap terjaga dan terus lestari
pada setiap zaman.

b. Menjaga jiwa (Hifdz Al-Nafs) kepedulian syariah islam terhadap jiwa


manusia tersebut terkandung maksud agar manusia dapat berperan
secara optimal sebagai hamba. Katakanlah (QS. Al- Hasyr:18) Allah
SWT memerintahkan kepada orang beriman untuk setiap diri (nafs)
untuk memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok. Ayat
tersebut dengan tegas memberi tahu atau memerintahkan kepada setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya bagi hari esok
(akhirat)

c. Menjaga akal (hifdz ala al a’ql) Al-Qur’an secara tegas menyebutkan


kata-kata akal dengan berbagai peran dan fungsinya, apabila akal ini
melekat pada manusia akan menjadikan menusia yang berakal (Ulu al-
bab) maka akan terjadi berbagai perbuatan positif (saleh) sebagaimana
yang ditetapkaan dalam Al-Qur’an.
d. Memelihara keturunan (hifdz al-nasl) memelihara keturunan bagi
kontinuitas hidup manusia adalah satu diantara kewajiban agama
kepada manusia. mengabaikan kewajiban ini tanpa halangan agama
merupakan suatu penyimpangan serius terhadap syariat islam. Al-
Qur’an sebagai satu sumber hukum dan ajaran islam telah menetapkan
ketentuan-ketentuan hukum-hukumnya sebagai berikut:

 Larangan berzina sebagai upaya menjaga kehormatan harga


diri manusia, menghindarkan manusia dari fitnah sosial dan
sangsi spiritual (dosa) serta melindungi manusia dari
berbagai kejahatan (QS. Al-Isra:36).

e. Memelihara harta (hidz al-mal) memelihara harta merupakan salah


satu kewajiban penting sebagaimana kewajiban penting lainya seperti
Shalat, Puasa, Zakat, Haji dan lain-lainnya. Al-Qur’an telah banyak
menetapkan hukum-hukumnya yang berkaitan dengan hal tersebut
demikian pula hadist-hadist.

 Perintah mencari dan memperoleh harta dengan cara-cara


yang benar dan halal (QS. Al-Maidah:87-88)

 Larangan makan riba (QS. Al-Baqarah:275-278 dan QS. Ali


Imran:130)

 Perintah memberi infak, sadaqah, zakat (QS. Al-


Baqarah:254, QS. Al-Munafiqun:10, QS Al-Taubah:103).5

Kelima tujuan syariah islam tersebut diatas adalah untuk memenuhi


kebutuhan manusia. Sesungguhnya sangat mulia tujuan syariat islam
sebagaimana tersebut diatas, dan akan lebih mulia lagi bila kita sebagai hamba
Allah dapat mematuhi dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam urusan pribadi, sosial, maupun berbangsa dan bernegara. Kepatuhan
melaksanakan tujuan syariat islam tersebut sudah pasti akan mewujudkan
5
Prof. Dr. Luth Thohir, MA. Syariat Islam, Universitas Brawijaya, Malang 65145 indonrsia,
hlm 11-15.
harapan dari setiap manusia, yaitu keadilan, kesejahteraan, kemakmuran serta
keimanan.

Perlu diketahui bahwa semua syariat langit diturunkan empat tujuan utama:

 Mengenal Allah, mengesakan-Nya, mengagungkan dan menyifati-Nya


dengan sifat-sifat kesempurnaan, sifat-sifat yang wajib, mustahil dan
boleh.

 Mengatur tatacara ibadah dan penghambaan sebagai pernyataan


pengagungan dan rasa syukur atas segala nikmatnya yang tiada
terhingga.

 Menghiasi diri dengan akhlak mulia, dan sifat-sifat yang dapat


mengangkat kita ketingkat kemuliaan.

 Mendatangkan hukum dan sangsi-sangsi terkait dengan mu’amalah


untuk menghentikan berbagai pelanggaran dan penyelewengan,
sehingga tercipta rasa aman ditengah masyarakat.6

Syariat adalah keadilan Allah di tengah-tengah hamba-hambah-Nya, kasih


sayang Allah diantara makhluk-makhluknya. Jadi jelas sekali rumusan tersebut
diatas, sekaligus memeberikan inspirasi kepada kita umat islam betapa
istimewa dan muliannya tujuan syariat islam itu. Persoalan fundamental yang
menajdi dambaan setiap muslim, yaitu Bahagia di dunia dan di akhirat.

B. TAREKAT

Tarekat (Arab: ‫طريقة‬, transliterasi: Tharīqah) merupakan sebuah istilah yang

merujuk kepada aliran-aliran dalam dunia tasawuf atau sufisme Islam. Secara


bahasa berarti "jalan" atau "metode", dan secara konseptual bermakna "jalan
kering di tengah laut" ini juga di anggap "merujuk kepada sebuah ayat dalam

6
Jurjawi Ahmad Ali Syaikh, Indahnya Syariat Islam, PUSTAKA AL-KAUTSAR, Jakarta timur
13420, hlm 1.
Alquran": "Dan sungguh, telah Kami wahyukan pada Musa, ‘Tempuhlah
perjalanan di malam hari bersama para hamba-hamba-Ku, [dan] buatlah untuk
mereka jalan kering di tengah laut'." (Q.S. Thāhā [20]: 77).

Pemimpin sebuah tarekat biasa disebut sebagai Mursyīd (dari akar


kata rasyada, yang artinya: "penuntun"). Adapun para pengikut tarekat biasa
disebut sebagai Murīd (dari akar kata arāda, yang artinya: "yang menginginkan"),
yang bermakna orang yang menginginkan untuk mendekat kepada Tuhan;
atau Sālik (dari akar kata salaka, yang artinya "yang memasuki"), yang bermakna
orang yang memasuki atau menempuh jalan menuju Tuhan.

Metafora tarekat sebagai "jalan" harus dipahami secara khusus, sehubungan


dengan istilah syariat yang juga memiliki arti "jalan". Dalam hal
ini tarekat bermakna sebagai jalan yang khusus atau individual, yang merupakan
fase kedua dari skema umum tahapan perjalanan
keagamaan: syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat.7

Penekanan dalam thariqat itu merupakan petunjuk dalam melakukan ibadat


sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi SAW dan
dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun sampai kepada guru-guru
(mursyidin). Dengan demikian peraturanperaturan yang terdapat dalam ilmu
syari’at dapat dikerjakan pelaksanaannya.

Ada banyak aliran tarekat yang berkembang di dunia Islam, beberapa


diantaranya lahir dan besar di Indonesia. Pengertian di atas menunjukkan Tarekat
sebagai cabang atau aliran dalam paham tasawuf. Pengertian itu dapat ditemukan
pada berbagai tarekat yang ada, seperti al-Ahadiyyah, Qadiriyah,
Naqsyabandiyah, Rifa'iah, Samaniyah, dan lain-lain. Untuk di Indonesia ada juga
yang menggunakan kata tarekat sebagai sebutan atau nama paham mistik yang
dianutnya, dan tidak ada hubungannya secara langsung dengan paham tasawuf
yang semula atau dengan tarekat besar dan kenamaan.

7
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, (solo : Ramadhani, 1995), cet. XI, h.
1. Cabang-cabang atau Aliran-Aliran dalam Tarekat

Ada banyak aliran tarekat yang berkembang di dunia Islam. Tarekat yang
ada di Indonesia diantaranya:

1) Tarekat Qadiriyah, didirikan Syekh Abdul Qadir Jailani (1077-1166).


Dituturkan melalui manaqib pada acara-acara tertentu. Isi manaqib adalah
riwayat hidup dan perjalanan sufi Syekh Abdul Qadir sebanyak 40
episode. Berkembang di pulau Jawa.
2) Tarekat Rifaiyah, didirikan Syekh Rifai (1106-1118). Cirinya
menggunakan tabuhan rebana dalam wiridnya yang diikuti dengan tarian
dan permainan debus. Berkembang di Aceh, Smatera Barat, Jawa,
Sulawesi.
3) Tarekat Naqsyabandiyah, didirikan oleh Muhammad Ibn Bahauddin al-
Uwaisi. Berkembang di Sumatera, Jawa, Sulawesi.
4) Thariqat Sammaniyah, Pembawa ajarannya Muhammad Samman Qs
(wafat 1720 M.)
5) Thariqat Syadzaliyah, Pembawa ajarannya Syekh Abu Hasan As-Syadzili
Qs (591-615 H).

Sebetulnya masih banyak lagi nama-nama thariqat yang dianggap sejalan


dengan apa yang difirmankan oleh Allah SWT: (١٦: )

”Jika mereka benar-benar istiqamah (tetap pendiria/terus menerus) di atas


Thariqat (jalan) itu, sesungguhnya akan kami beri minum mereka dengan air
(hikmah) yang berlimpah-limpah”. 8

Seseorang yang memasuki thariqat dinamakan salik (orang yang berjalan),


sedangkan cara yang ditempuh menurut cara-cara tertentu dinamakan Suluk.
Diantara hal yang harus dilakukan adalah : Khalwat (nyepi/semedi), Muhasabah
(perenungan diri), dan Mujahadah (tekun/rajin/sungguh-sungguh).9

8
. Dr. H. Badrudin, M.Ag, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Penerbit A-Empat Puri Kartika
Banjarsari C1/1 Serang : 2015)hlm : 37

9
. Dr. H. Badrudin, M.Ag, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Penerbit A-Empat Puri Kartika
Banjarsari C1/1 Serang : 2015)hlm : 38
Nicholson mengungkapakan hasil penelitiannya, bahwa sistem hidup bersih
(Zuhud) adalah dasar semua thariqat yang berbeda-beda itu, dan pada umumnya
thariqat-thariqat tersebut walaupun beragam nama dan metodenya, tetapi ada
beberapa ciri yang menyamakan, yaitu :

a. Ada upacara khusus ketika seseorang diterima menjadi murid


(penganut). Adakalanya sebelum yang bersangkutan diterima menjadi penganut,
dia harus terlebih dahulu menjalani masa persiapan yang berat.

b. Memakai pakaian khusus (sedikit ada tanda pengenal).

c. Menjalani riyadlah (latihan dasar) ber-khalwat. Menyepi dan


berkonsentrasi dengan shalat dan puasa selama beberpa hari (kadangkadang
sampai 40 hari).

d. Menekuni pembacaan dzikir tertentu (awrad) dalam waktu-waktu


tertentu setiap hari, ada kalanya dengan alat-alat bantu seperti musik dan gerakan
badan yang dapat membina konsentrasi ingatan.

e. Mempercayai adanya kekuatan gaib/tenaga dalam pada mereka yang


sudah terlatih, sehingga dapat berbuat hal-hal yang berlaku di luar kebiasaan.

f. Penghormatan dan penyerahan total kepada Syekh atau pembantunya


yang tidak bisa dibantah.

Dari sistem dan metode tersebut Nicholson menyimpulkan, bahwa tarekat-


tarekat sufiyah merupakan bentuk kelembagaan yang terorganisiasi untuk
membina suatu pendidikan moral dan solidaritas sosial. Sasaran akhir dari
pembinaan pribadi dalam pola hidup bertasawuf adalah hidup bersih, bersahaja,
tekun beribadah kepada Allah, membimbing masyarakat ke arah yang diridhai
Allah, dengan jalan pengamalan syari’ah dan penghayatan haqiqah dalam
sistem/metode thariqah untuk mencapai ma’rifah.

Ada beberapa term yang termasuk dalam lingkungan thariqat, yaitu: ikhlas
(niat yang suci), muraqabah (merasa diintai atau diawasi oleh Tuhan), Muhasabah
(koreksi diri atas pekerjaan yang dilakukan dalam hal kelalaian dan
kekurangannya), tajarrud (rindu kepada Tuhan lebih tinggi dari pada rindu kepada
yang selain-Nya), dan mahabbah (cinta yang sejati kepada Tuhan).

C. Hakikat
Hakikat berasal dari kata haq yang berarti kebenaran. Ilmu hakikat adalah
suatu ilmu untuk mencapai kebenaran. Sedangkan menurut terminology, hakikat
ini diartikan sebagai suatu kesaksian akan kehadiran peran ketuhanan di setiap sisi
kehidupan. Hakikat merupakan kesaksian sesuatu yang telah ditakdirkan dan
ditentukan-Nya serta yang ditampakkan dan yang disembunyikan-Nya.10 Para sufi
berkeyakinan, bahwa hakikat akan dicapai sesudah seseorang telah mendapatkan
ma’rifat yang sebenar-benarnya dan telah menjalani tarekat. Oleh sebab itu
bemula-mula manusia mencari sesuatu dengan ilmunya (ilmu yakin), kemudian
barulah dia sampai kepada akah serta jiwa (perasaan) atau dinamakan sebagai
ainul yakin, sehingga barulah seseorang tersebut sampai kepada haqul yakin
(keyakinan yang sebenar-benarnya). Demikianlah haqul yakin hanya dapat dicapai
seseorang dalam fana, yaitu setelah melalui dua tingkat, ilmu yakin dan ainul
yakin.11

Ismail Nawawi mengutip Ustadz Ali Ad-Daqaq bahwa surat al-Fatihah ayat 4,
”Hanya pada-Mu kami menyembah” merupakan manifestasi dari syari’at.
Sedangkan surat al-Fatihah ayat 5, ”Hanya kepada-Mu kami memohon”
merupakan jelmaan pengakuan penetapan hakikat.12 Kebenaran bukan hanya
terletak pada akal pikiran dan hati, akan tetapi juga terletak pada rasa, yaitu rasa-
jasmani yang dapat dirasakan.

Jika tarikat telah dijalani dengan sungguh-sungguh, serta memegang dengan


segala syarat dan rukunnya, maka akhirnya bertemulah dengan hakikat.13 Intinya,
hakikat bertujuan agar membuka kesempatan untuk mengenal Tuhan dengan
sebenarnya.14 Ilmu hakikat dari segi jenisnya dapat disimpulkan dalam tiga
pembahasan, yaitu:

10
“PENGANTAR ILMU TASAWUF.Pdf.”
11
Assiraj, “Ajaran Tasawuf Naskah Suluk Daka : Suntingan Teks Beserta Kajian
Pragmatik.”
12
Ismail Nawawi, Op.Cit.,h. 60.
13
Hakikat merupakan kebenaran sejati sebagai akhir dari perjalanan, sehingga tercapai
musyahadatnural-tajalliatau terbukanya nur yang ghaib bagi hati seseorang. Lihat Labib MZ,
Memahami Ajaran Tashowuf,,(Surabaya : Tiga Dua, tt. ), h. 128.
14
“PENGANTAR ILMU TASAWUF.Pdf.”
1. Hakikat tasawuf, hakikat ini mengarahkan untuk membicarakan suatu
usaha untuk membatasi syahwat serta mengendalikan duniawi dengan
segala tipu daya dan keindahannnya.
2. Hakikat ma’rifat, yaitu mengenal nama-nama Allah dan segala sifat-
sifatnya dengan sungguh-sungguh dalam kehidupan sehari-hari, dan
menjaga kesucian akhlak.
3. Hakikat al-haq, merupakan batas kepada zat serta memberi makna yang
mukminat dalam ilmu Tuhan.

KESIMPULAN

A. Penutup
Jalan menuju Allah agar manusia berbahagia di akhirat itu ada tiga
jenis, dimulai dengan syariat, kemudian tarekat, dan buahnya, yaitu
hakikat. Ketiganya saling terkait dan tidak boleh dipisahkan salah satu
diantara ketiganya.

Syari’at adalah perintah-perintah Allah, dan larangan-larangannya.


Tarekat adalah perjalanan dan aplikasi Syariat. Sedangkan hakikat adalah
melihat dengan dimensi dalam.

DAFTAR PUSTAKA

Isya, Basyar, Menggapai Derajat Kekasih Allah, (Bandung: Qalbun Salim press,
1997), cet .I, h. 9.
kitab Kifayatu al-Adzqhiya wa al- Minhaj al-Ashfiya ini di syarh oleh Zainuddin
bin Ali al-Malibari dalam kitabnya Hidayatul al-Adzkiya ila Thariqi al-
Awliya, (ttp: Syirkah al-Nur Asiya, tt.), h.8-9.

Prof. Dr. Luth Thohir, MA. Syariat Islam, Universitas Brawijaya, Malang 65145
indonrsia, hlm, 15-16

Prof. Dr. Luth Thohir, MA. Syariat Islam, Universitas Brawijaya, Malang 65145
indonrsia, hlm, 21-22
Prof. Dr. Luth Thohir, MA. Syariat Islam, Universitas Brawijaya, Malang 65145
indonrsia, hlm 11-15.

Ali Syaikh, Jurjawi Ahmad, Indahnya Syariat Islam, PUSTAKA AL-KAUTSAR,


Jakarta timur 13420, hlm 1.

Bakar Aceh, Abu, Pengantar Ilmu Tarekat, (solo : Ramadhani, 1995), cet. XI, h.

Dr. H. Badrudin, M.Ag, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Penerbit A-Empat Puri Kartika
Banjarsari C1/1 Serang : 2015)hlm : 37

Dr. H. Badrudin, M.Ag, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Penerbit A-Empat Puri Kartika
Banjarsari C1/1 Serang : 2015)hlm : 38

Anda mungkin juga menyukai