Anda di halaman 1dari 30

Nama : Diah Ayu Atmajani

NIM : 12020219130082
Kelas : Akuntansi syariah B
BAB II
1. Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Nabi Muhammad Saw
sendiri menjelaskan jika Islam adalah apabila telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah serta menegakkan salat, menunaikan
zakat, melaksanakan puasa Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah, jika
berkesempatan.
2. Hubungan Syariah dan hukum Islam
Secara terminologi, syariah berarti pokok-pokok aturan hukum yang digariskan oleh
Allah Swt. untuk dipatuhi dan dilalui oleh seorang muslim dalam menjalani segala
aktivitas hidupnya (ibadah) di dunia. Sehingga terlihat jelas bahwa syariah juga
merupakan pokok hukum dalam Islam, dimana mencakup hukum Islam itu sendiri.
Namun secara rinci, syariah merupakan hukum Islam yang bersumber dari al-Quran dan
as-Sunnah dan belum tercampur dengan daya nalar manusia.
3. Hubungan antara akidah, syariah dan akhlak. Aqidah sebagai konsep atau sistem
keyakinan yang bermuatan elemen-elemen dasar iman, menggambarkan sumber dan
hakikat keberadaan agama. Syariah sebagai konsep atau sistem hukum berisi peraturan
yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistemnilai etika
menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai oleh agama. Oleh karena itu, ketiga
kerangka dasar tersebut harus terintegrasi dalam diri seorang Muslim. Integrasi ketiga
komponen tersebut dalam ajaran Islam ibarat sebuah bangunan, pondasinya adalah
aqidah, sementara tiang penyangganya adalah syariah, sedangkan atapnya adalah akhlak.
4. Jelaskan hukum islam dan sebutkan hukum islam
Definisi sumber menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah asal sesuatu. Sumber
hukum Islam adalah asal tempat pengambilan hukum Islam. Dalam kepustakaan hukum
Islam, sumber hukum Islam sering diartikan dengan dalil hukum Islam atau pokok
hukum Islam atau dasar hukum Islam.
Menurut Abdul Wahhab Khallaf, di antara dalil-dalil yang disepakati oleh jumhur ulama
sebagai sumber-sumber hukum Islam adalah:
a. Al-Quran
b. As-Sunnah
c. Ijmâ’
d. Qiyas
5. Apa yang menjadi dasar pengambilan hukum islam?
a. Al-quran, al-quran adalah dasar utama dari hukum Islam, karena memang segala
sesuatu dalam Islam atas izin dan ketetapan Allah. Alquran adalah mushaf yang
dijamin kebenarannya oleh Allah, yang tidak mungkin dibuat oleh manusia manapun.
b. As-sunnah, Sunah adalah dasar dari hukum Islam yang kedua setelah Alquran.
Kebenaran sunah sama dengan Alquran, karena setiap apa yang berasal dari Nabi
juga merupakan wahyu dari Allah SWT.
c. Ijma, adalah salah satu metode dalam menetapkan hukum atas segala permasalahan
yang tidak didapatkan di dalam Al-Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini
melihat berbagai masalah yang timbul di era globalisasi dan teknologi modern.
d. Qiyas, adalah bentuk sistematis dan yang telah berkembang fari ra'yu yang
memainkan peran yang amat penting.
6. Apa perbedaan wajib ain dan wajib kifayah?
a. Wajib Ain

Fardhu ain merupakan kewajiban dari setiap orang muslim di mana amalan atau
ibadah yang harus dilakukan tidak dapat diwakilkan. Kewajiban ini diemban
setiap muslim apabila ia telah memenuhi syarat yang telah ditentukan secara
syariat di antaranya baligh dan berakal.
Contoh ibadah atau amalan yang hukumnya fardhu ain dan tidak bisa diwakilkan
itu seperti salat lima waktu, puasa di bulan Ramadan, zakat dan lain-lain.
b. Wajib Kifayah
Fardhu kifayah merupakan suatu amalan wajib yang dibebankan kepada umat
Islam tetapi bisa diwakilkan. Maksudnya, jika amalan atau ibadah itu sudah ada
yang mengerjakan meski hanya satu orang, maka gugurlah kewajiban orang lain
untuk melakukan amalan tersebut.
Contoh amalan yang hukumnya fardhu kifayah adalah pengurusan jenazah.
Apabila ada seorang muslim yang meninggal dunia, maka harus ada yang
mengurusnya mulai dari memandikan, mengkafani, mensalati, hingga
dimakamkan.
7. Apa yang dimaksud dengan sunnah dan berikan contohnya.
Kata sunah diserap dari bahasa Arab, as-sunnah. Kata sunah bermakna: 1) kebiasaan; 2)
aturan agama Islam yang didasarkan atas segala apa yang dinukilkan dari Nabi -
Muhammad SAW, baik perbuatan, perkataan, sikap, maupun kebiasaan yang tidak
pernah ditinggalkan beliau; hadis; 3) perbuatan yang apabila dilakukan mendapat pahala
dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.
Contohnya adalah puasa senin-kamis, jika tidak dijalankan tidak berdosa dan jika
menjalankan maka mendapatkan pahala.
8. Apa yang dimaksud dengan haram? Berikan contohnya.
Haram atau muharram secara bahasa berarti mamnu atau yang dihalangi dan dilarang.
Sedangkan secara istilah adalah sesuatu yang dilarang oleh syari’ secara ilzam (wajib)
untuk ditinggalkan. Jika kamu meninggalkannya maka mendapat pahala, sedangkan jika
dikerjakan mendapatkan dosa.
Contoh : Berzina, berjudi, membunuh, fitnah, dan mabuk.
9. Apa yang dimaksud dengan makruh? Berikan contohnya
Makruh secara bahasa berarti mubghadh atau yang dibenci. Sedangkan secara istilah
makruh adalah sesuatu yang dilarang syari’ berarti tidak mencakup yang wajib, sunnah,
dan mubah. Tidak secara ilzzam untuk ditinggalkan yang haram. Jika kamu
meninggalkannya makan mendapat pahala, sedangkan jika melakukannya tidak
mendapatkan apa-apa atau tidak berdosa.
Contoh : Makan sambil berdiri, berkumur saat sedang berpuasa.
10. Apa yang dimaksud dengan mubah? Berikan contohnya.
Al-Mubah secara bahasa berasal dari kata bauh yang berarti tampak jelas, tidak tertutup.
Dari kata ini muncul kata abaaha yang berarti menghalalkan atau membolehkan, dan dari
kata terakhir inilah diturunkan kepada kata mubaah (‫اح‬DD‫ )مب‬yang berarti sesuatu yang
dihalalkan atau dibolehkan.
Secara istilah, Imam al-Haramain mendefenisikan al-Mubah itu sebagai “suatu perbuatan
tan yang tidak diberikan pahala jika dikerjakan, dan tidak diberikan hukuman jika
ditinggalkan”.
Contoh : Memakai busana bagus atau pun mengonsumsi makanan yang lezat. Hal
tersebut mubah atau diperbolehkan namun sifatnya tidak dapat mendatangkan pahala
namun juga tidak mendatangkan dosa untuk umat muslim.
11. Sebutkan 3 tujuan hukum islam, dan jelaskan masing-masing.
a. Penyucian Jiwa
Penyucian jiwa dimaksudkan agar manusia mampu berperan sebagai sumber
kebaikan-bukan sumber keburukan-bagi masyarakat dan lingkungannya. Hal ini
dapat tercapai apabila manusia dapat beribadah dengan benar yaitu dengan hanya
mengabdi kepada Tuhan yang benar-bena merupakan pencipta, pemilik,
pemelihara, dan penguasa alam semesta dengan cara yang benar pula, bukan
kepada yang mengaku Tuhan.
b. Menegakkan Keadilan dalam Masyarakat
Keadilan di sini meliputi segala bidang kehidupan manusia termasuk keadilan dari
sisi hukum. sisi ekonomi, dan sisi persaksian. Semua manusia akan dinilai dan
diperlakukan Allah secara sama, tanpa melihat kepada latar belakang strata sosial,
agama, kekayaan, keturunan, warns kulit, dan sebagainya. Keadilan adalah
harapan dan fitrah semua manusia, sehingga Allah melarang manusia berlaku
tidak adil. Dalam peperangan, Islam mengajarkan manusia untuk tidak boleh
berbuat keji, serta harus tetap menjunjung tinggi bak asasi manusia dan akhlak
mulia.
c. Mewujudkan Kemaslahatan Manusia
Semua ketentuan Alquran dan sunah mempunyai manfaat yang hakiki yaitu
mewujudkan kemah manusia. Alquran berasal dari Allah yang sangat mengetahui
tabiat dan keinginan manusia, se sunah berasal dari Rasulullah yang mendapat
himbingan langsung dari Allah Swt. Nilai yang terkand dalam Alquran berupa
perintah, larangan, anjuran, kisah nabi-nabi, kisah kaum terdahulu, sebagainya
pasti memiliki manfaat, baik langsung maupun tidak langsung, bagi umat
manusia.
12. Mewujudkan kemaslahatan manusia di dalam Islam dikenal sebagai maqashidus syariah
(tujuan syariah). Dari segi bahasa, maqasid syariah berarti maksud dan tujuan adanya
huku Islam yaitu untuk kebaikan dan kesejahteraan (maslahah) umat manusia di dunia
dan di akhira Untuk mencapai tujuan ini ada lima unsur pokok yang harus dijaga yaitu
agama, jiwa, ak keturunan, dan harta.
a. Menjaga Agama (Al Muhafazhah 'alad Dien)
Untuk menjaga agamanya, Allah mewajibkan manusia untuk melaksanakan salat, za
puasa, dan haji. Apabila manusia tidak melakukan peribadatan tersebut maka di mata
Allah akan mendapatkan dosa karena tidak menjalankan apa yang diperintahkannya.
b. Menjaga Jiwa (Al Muhafazhah ‘alan Nafs)
Menjaga jiwa ialah menjaga hak untuk hidup secara terhormat agar manusia terhindar
dari pembunuhan, penganiayaan baik fisik maupun psikis, fitnah, caci maki, dan
perbuatan lainnya.
c. Menjaga Akal (Al Muhafazhah ‘alan Aql)
Menjaga akal bertujuan agar tidak terkena kerusakan yang dapat mengakibatkan
seseora menjadi tak berguna lagi di masyarakat sehingga dapat menjadi sumber
keburukan.
d. Menjaga Keturunan (Al Muhafazhah ‘alan Nasl)
Menjaga keturunan adalah menjaga kelestarian manusia dan membina sikap mental
generasi enerus agar terjalin rasa persahabatan dan persatuan di antara sesama umat
manusia.
e. Menjaga Harta (Al Muhafazhah ‘alan Mal)
Menjaga harta, bertujuan agar harta yang dimiliki oleh manusia diperoleh dan
digunakan sesuai sia dengan binatang lengan syariah. Aturan syariah mengatur proses
perolehan dan pengeluaran harta.
BAB III
1. Sumber hukum merupakan dasar atau referensi untuk menilai apakah perbuatan manusia
sesuai dengan syariah (ketentuan yang telah digariskan oleh Allah Swt.) atau tidak.
Sumber hukum Islam dapat berupa al-Quran; as-Sunnah; Ijmak dan Qiyas.
2. Terdapat empat sumber diantaranya, Al-Quran, Sunnah, Ijmak, dan Qiyas.
3. Allah SWT menurunkan Al-Quran secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad
SAW melalui malaikat Jibril selama 23 tahun. Setiap ayat yang diturunkan akan
dihapalkan oleh Nabi dan para sahabat. Alasan mengapa ayat Al-Quran diturunkan secara
berangsur-angsur adalah (1) untuk menguatkan hati, supaya Nabi merasa senang karena
dapat berkomunikasi dengan Allah SWT; dan (2) untuk menartilkan, jadi Nabi dan para
sahabat dapat dengan mudah menghapal ayat-ayatnya.
4. Al-Quran digunakan sebagai pedoman hidup semua muslim, karena Al-Quran berasal
dari Allah SWT yang maha mengetahui yang terbaik bagi umatnya dan menuntun
umatnya agar selamat di dunia dan akhirat.
5. Al-Qur’an sebagai sumber hukum utama dalam Islam memuat hukum dalam beberapa
aspek yang meliputi Akidah (berkaitan dengan kepercayaan/keimanan), Syari’ah
(berkaitan dengan ibadah dan muamalah), dan akhlak (berkaitan dengan perilaku baik
atau buruk).
Contoh :
a. Akidah : kewajiban mempercayai rukun iman
b. Syari’ah:
1) Ibadah: perintah menjalankan rukun islam
2) Muamalah: hukum jual beli, hukum keluarga, dan hukum pidana
c. Akhlak: Perilaku sopan santun, adil, dan jujur
7. Sunah merupakan hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an yang meliputi ucapan,
perbuatan dan ketetapan Rasulullah. Sunah berfungsi untuk menguatkan hukum dalam
Al-Quran, menjelaskan dan menguraikan hukum-hukum dalam Al-Quran secara lebih
terperinci, membatasi hukum dalam Al-Quran yang masih bersifat global, menakhsiskan /
mengkhususkan keumuman hukum Al-Quran, dan menetapkan hukum yang tidak
dijelaskan dalam Al-Quran.
8. Periwayatan hadis merupakan suatu proses yang dilakukan oleh rawi yang
menyampaikan atau menuliskan hadis yang didengarnya dari seseorang atau dari
gurunya.
Berdasarkan tingkatannya, hadis dibagi menjadi tiga jenis:
1) Hadis Muttawatir. Menurut istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah
banyak orang yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan dusta
mulai dari awal hingga akhir sanad.
2) Hadis Ahad adalah hadits yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir.
a. Hadits Masyhur adalah yang diriwayatkan oleh tiga perawi atau lebih pada
setiap thabaqat ( tingkatan ) dan belum mencapai tingkat mutawatir.
b. Hadits ‘Aziz adalah suatu hadits yang diriwayatkan dengan minimal dua
sanad yang berlainan rawinya.
c. Hadits gharib menurut istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang
perawi secara sendiri.
9. Ijmak adalah kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah
saw. terhadap hukum syara' yang bersifat praktis, dan merupakan sumber hukum Islam
ketiga setelah Alquran dan sunah.
Menurut Imam Syafi'i dalam Zahroh (1999), tingkatan, ijmak adalah sebagai berikut.
1) Ijmak sharih, ialah jika engkau atau salah seorang ulama mengatakan, "hukum ini
telah disepakati" maka, niscaya setiap ulama yang engkau temui juga mengatakan
seperti apa yang engkau katakan.
2) ljmak sukuti, ialah suatu pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid,
kemudian pendapat tersebut telah diketahui oleh para mujtahid yang hidup semasa
dengan mujtahid di atas, akan tetapi tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.
3) Ijmak pada permasalahan pokok, jika para ahli fikih (fuqaha) yang hidup dalam
satu (generasi) berbeda dalam berbagai pendapat, akan tetapi bersepakat dalam
hukum yang pokok maka seseorang tidak perlu memperdebatkan pendapat-
pendapat yang berbeda tersebut.
10. Faktor-faktor yang harus terpenuhi sehingga ijmak dapat dijadikan sebagai dasar hukum
adalah sebagai berikut.
1) Pada masa terjadinya peristiwa itu harus ada beberapa orang mujtahid.
2) Kesepakatan itu haruslah kesepakatan yang bulat.
3) Seluruh mujtahid menyetujui hukum syara' yang telah mereka putuskan itu
dengan tidak memandang negara, kebangsaan, dan golongan mereka.
4) Kesepakatan itu diterapkan secara tegas terhadap peristiwa tersebut baik lewat
perkataan maupun perbuatan.
11. Qiyas menurut bahasa ialah pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan
sesuatu dengan sejenisnya. Sedangkan menurut terminologi, definisi qiyas secara umum
adalah suatu proses penyingkapan kesamaan hukum suatu kasus yang tidak disebutkan
dalam suatu dalil, baik hukum di Alquran maupun sunah, dengan suatu hukum yang
disebutkan dalam dalil tersebut karena ada kesamaan dalam alasannya atau 'illat
(Syafi'ie, 2007).
Qiyas dapat dianggap sebagai sumber hukum, jika memenuhi persyaratan sebagai
berikut.
1) Sepanjang mengacu dan tidak bertentangan dengan Alquran dan sunah, qiyas
diperlukan karena dalil-dalil dalam Alquran dan sunah itu universal dan global.
Sedangkan kejadian-kejadian pada manusia akan berkembang terus. Oleh karena
itu, tidak mungkin ag Alquran yang universal itu dijadikan sebagai satu-satunya
sumber hukum terhad kejadian-kejadian yang berkembang mengikuti zaman.
2) Qiyas juga sesuai dengan logika yang sehat. Misalnya, orang Islam meminum
minum yang memabukkan. Sangatlah masuk akal, bila setiap minuman atau
makan memabukkan yang di-qiyas-kan dengan minuman tersebut, menjadi haram
hukumnya.
BAB IV
1. Harta yang baik harus memenuhi dua kriteria yaitu, diperoleh dengan cara yang sah dan
benar (legal and fair), serta dipergunakan dengan dan untuk hal yang baik-baik di jalan
Allah Swt. Allah Swt adalah pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di dunia ini (QS.
Al-Hadid: 2), sedangkan manusia adalah wakil (khalifah) Allah Swt. di muka bumi ini
yang diberi kekuasaan untuk mengelolanya
Sudah seharusnya, sebagai pihak yang diberi amanah (titipan), pengelolaan harta titipan
tersebut disesuaikan dengan keinginan dari pemilik mutlak atas harta kekayaan yaitu,
Allah Swt. Untuk itu, Allah telah menetapkan ketentuan syariah sebagai pedoman bagi
manusia dalam memperoleh dan membelanjakan/menggunakan harta kekayaan tersebut,
dan di hari akhir nanti yang haram.
Jadi, menurut Islam, kepemilikan harta kekayaan pada manusia terbatas pada
kepemilikan kemanfaatannya selama masih hidup di dunia, bukan kepemilikan secara
mutlak. Saat in meninggal, kepemilikan tersebut berakhir dan harus didistribusikan
kepada ahli warisnya sesuai ketentuan syariah.
2. Cara penggunaan harta:
a. Tidak boros dan tidak kikir (dalam batas kewajaran). Allah Swt. sebagai Sang
Pencipta mengajarkan kepada kita suatu konsep hidup "pertengahan yang luar biasa.
Dengan kata lain, untuk hidup dalam batas-batas kewajaran (tidak borox/berlebih-
lebihan dan tidak kikir).
b. Membelanjakan harta dengan tujuan untuk mencari rida Allah dengan berbuat
kebajikan. Misalnya, untuk mendirikan tempat peribadatan, rumah yatim piatu,
menolong kaum kerabat, memberi pinjaman tanpa imbalan, atau memberikan bantuan
dalam bentuk apa pun yang diperlukan oleh mereka yang membutuhkan
c. Membayar zakat sesuai ketentuan. Setiap manusia beriman yang memiliki harta
melampaui ukuran tertentu, diwajibkan untuk mengeluarkan sebagian hartanya
(zakat) untuk orang yang tidak mampu, sehingga dapat tercipta keadilan sosial, rasa
kasih sayang, dan rasa tolong-menolong.
d. Memberi pinjaman tanpa bunga (qardhul hasan). Memberikan pinjaman kepada
sesama muslim yang membutuhkan, dengan tidak menambah jumlah yang harus
dikembalikan (bunga/riba). Bentuk pinjaman seperti ini bertujuan untuk
mempermudah pihak yang menerima pinjaman, tidak memberatkan ng dapat
menggunakan modal pinjaman tersebut untuk hal-hal yang produktif dan
e. Meringankan kesulitan orang yang berutang. “Dan jika (orang berutang itu) dalam
kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika
kamu menyedekahkan, uu lebih baik bagimu. Jika kamu mengetahui." (QS. Al-
Baqarah 180)

3. Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga, dan menghindari kegiatan
meminta ainta dalam mencari harta kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan
sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk memenuhi
sebagian perintah Allah, seperti infak zakat, pergi haji, perang (had), dan sebagainya.

4. Akad dalam bahasa Arab al-'aqd (jamaknya al-'uqud) berarti ikatan atau mengikat (al-
rabth). Menurut terminologi hukum Islam, akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab)
dan penerimaan (qabul) yang dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum
terhadap objeknya (Ghufron Mas'adi, 2002). Menurut Abdul Razak Al-Sanhuri dalam
Nadhariyatul 'aqdi. akad adalah kesepakatan dua belah pihak atau lebih yang
menimbulkan kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban, yang mengikat
pihak-pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam kesepakatan tersebut
(Ghufron Mas'adi, 2002). Akad yang sudah terjadi (disepakati) harus dipenuhi dan tidak
boleh diingkari.
5. Akad dari segi ada atau tidak adanya kompensasi, fikih muamalat membagi lagi akad
menjadi dua bagian, yakni akad tabarru' dan akad tijarah/mu'awadah.
a. Akad tabarru' (gratuitous contract) adalah perjanjian yang merupakan transaksi yang
tidak ditujukan untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi ini
adalah tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru' berasal dari kata
birr dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad tabarru', pihak yang
berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apa pun kepada pihak
lainnya karena ia hanya mengharapkan imbalan dari Allah Swt., bukan dari manusia.
Namun, tidak mengapa bila pihak yang berbuat kebaikan tersebut meminta (imbalan)
sekadar menutupi biaya yang ditanggung atau dikeluarkan untuk dapat melakukan
akad tabarru' tersebut, sepanjang tidak mengambil laba dari akad tabarru' tersebut.
Ada 3 (tiga) bentuk akad tabarru', sebagai berikut.
1) Meminjamkan Uang. Meminjamkan uang termasuk akad tabarru' karena tidak
boleh melebihkan pembayaran atas pinjaman yang kita berikan, karena setiap
kelebihan tanpa iwad adalah riba. Sedikitnya, terdapat 3 (tiga) jenis pinjaman,
yaitu sebagai berikut.
a) Qardh, merupakan pinjaman yang diberikan tanpa mensyaratkan apa pun,
selain mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu.
b) Ralin, merupakan pinjaman yang mensyaratkan suatu jaminan dalam bentuk
atau jumlah tertentu.
c) Hiwalah adalah bentuk pinjaman dengan cara pengalihan utang/piutang dari
pihak lain.

2) Meminjamkan Jasa
Meminjamkan jasa berupa keahlian atau keterampilan termasuk akad tabarru'
Minimal ada 3 (tiga) jenis pinjaman, yaitu sebagai berikut.
a) Wakalah (mewakili): memberikan pinjaman berupa kemampuan kita saat ini
untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain. Pada konsep ini maka yang
kita lakukan hanya atas nama orang tersebut.
b) Wadi'ah (titipan): merupakan bentuk turunan akad wakalah, di mana pada
akad ini telah dirinci/didetailkan tentang jenis pemeliharaan dan penitipan.
Sehingga selama pemberian jasa tersebut kita juga bertindak sebagai wakil
dari pemilik barang
c) Kafalah (pinjaman bersyarat): juga merupakan bentuk turunan akad wakalah,
di mana pada akad ini terjadi atas wakalah bersyarat (contingent wakalah).
3) Memberikan Sesuatu
Dalam akad ini, pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Ada minimal 3
(tiga) bentuk akad ini.
a) Wakaf, merupakan pemberian dan penggunaan pemberian yang dilakukan
tersebut untuk kepentingan umum dan agama, serta pemberian itu tidak dapat
dipindahtangankan.
b) Hibah/sedekah, merupakan pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang
lain.
c) Hadiah.
b. Akad Tijarah (compensational contract) merupakan akad yang ditujukan untuk
memperoleh keuntungan. Dari sisi kepastian hasil yang diperoleh, akad ini dapat
dibagi 2 (dua), yaitu:
1) Natural Uncertainty Contract, merupakan kontrak yang diturunkan dari teori
pencampuran, di mana pihak yang bertransaksi saling mencampurkan aset yang
mereka miliki menjadi satu, kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk
mendapatkan keuntungan. Oleh sebab itu, kontrak jenis ini tidak memberikan
imbal hasil yang pasti, baik nilai imbal hasil (amount) maupun waktu (timing).
Contoh yang termasuk dalam kontrak ini adalah: musyarakah termasuk di
dalamnya mudarabah, muzaraah, musaqah, dan mukhabarah.
2) Natural Certainty Contract, merupakan kontrak yang diturunkan dari teori
pertukaran, di mana kedua belah pihak saling mempertukarkan aset yang
dimilikinya, sehingga objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus
ditetapkan di awal akad dengan pasti tentang jumlah (quantity), mutu (quality),
harga (price), dan waktu penyerahan (time delivery). Dalam kondisi ini secara
tidak langsung kontrak pihak (an jenis ini akan memberikan imbal hasil yang
tetap dan pasti karena sudah diketahul ketika akad. Contoh akad ini adalah: akad
jual beli (baik penjualan tunai, penjualan tangguh, salam, dan istishna') maupun
akad sewa (ijarah maupun IMBT).
6. Rukun dan syarat sahnya suatu akad ada 3 (tiga), yaitu sebagai berikut.
a) Pelaku, yaitu para pihak yang melakukan akad (penjual dan pembeli, penyewa dan
yang menyewakan, karyawan dan majikan, shahibul maal dan mudharib, mitra
dengan mitra dalam musyarakah).
Untuk pihak yang melakukan akad harus memenuhi syarat yaitu orang yang
merdekaksi mukalaf, dan orang yang sehat akalnya.
b) Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukannya
suatu transaksi tertentu. Objek jual beli adalah barang dagangan, objek mudarabah
dan musyarakah adalah modal dan kerja, objek sewa-menyewa adalah manfaat atas
barang yang disewakan.
c) Ijab qabul (serah terima) merupakan kesepakatan dari para pelaku dan menunjukka
mereka saling rida. Tidak sah suatu transaksi apabila ada salah satu pihak yang
terpaksa melakukannya (QS. An-Nisa: 29), dan oleh karenanya akad dapat menjadi
batal. Dengan demikian bila terdapat penipuan (tadlis), paksaan (ikhrah) atau terjadi
ketidaksesuai objek akad karena kesemuanya ini dapat menimbulkan ketidakrelaan
salah satu pihak maka akad dapat menjadi batal walaupun ijab qabul telah
dilaksanakan.

7. Hal yang termasuk transaksi yang dilarang adalah sebagai berikut.


Semua aktivitas bisnis terkait dengan barang dan jasa yang diharamkan Allah
a. Riba
b. Penipuan
c. Perjudian
d. Gharar
e. Ikhtikar
f. Monopoli
g. Bai'an Najsy
h. Suap
i. Talluq
j. Bai al inal
k. Talaqqi al-rukban

8. Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (al-ziyadah), berkembang (an-
nuwuw) meningkat (al-irtifa'), dan membesar (al-'uluw). Imam Sarakhzi mendefinisikan
riba sebagai tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan
('iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.
Setiap penambahan yang diambil tanpa adanya suatu penyeimbang atau pengganti (iwad
yang dibenarkan syariah adalah riba. Hal yang dimaksud transaksi pengganti atau
penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersil yang melegitimasi adanya penambahan
secara adil, seperti jual-beli, sewa-menyewa, atau bagi hasil proyek, di mana dalam
transaksi tersebut ada faktor penyeimbangnya berupa ikhtiar/usaha, risiko, dan biaya.
Jenis Riba
a. Riba Dayn (Riba dari Utang Piutang)
Riba Dayn adalah riba yang muncul karena utang-piutang, dan dapat terjadi dalam
segala jenis transaksi kredit atau utang-piutang di mana satu pihak harus membayar
lebih besar dari pokok pinjamannya. Kelebihan dari pokok pinjamannya dengan nama
apa pun (bunga/interest/bagi hasil), dihitung dengan cara apa pun (fixed rate atau
floating rate), besar atau kecil semuannya itu tergolong riba; sesuai (QS. Al-Baqarah:
278-280) sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya.
b. Riba Fadhl

Riba fadhl adalah riba yang muncul karena transaksi pertukaran atau barter Riba jenis ini
dapat terjadi apabila terdapat kelebihan/penambahan pada salah satu dari barang
ribawi/barang sejenis yang dipertukarkan, baik pertukaran yang dilakukan dari tangan ke
tangan (tunai) maupun kredit. Contoh, menukar perhiasan perak seberat 40 gram dengan
uang perak (dirham) senilai 3 gram. Selain itu Riba fadhl juga dapat terjadi akibat
pertukaran/barter barang tidak sejenis secara nontunal. Contoh, transaksi jual beli valum
asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai (spot).

9. Undian melalui SMS untuk acara seperti ajaang pencarian bakat di televisi diharamkan
karena merupakan salah satu bentuk perjudian. Berjudi atau dalam bahasa Arab disebut
maisir arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu atau mendapat keuntungan dengan sangat
mudah tanpa kerja keras (Afzalur Rahman, 1996). Transaksi perjudian adalah transaksi yang
melibatkan dua pihak atau lebih, di mana mereka menyerahkan uang/harta kekayaan
lainnya, kemudian mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, hal tersebut memili
adu ketangkasan, kuis sms, tebak skor bola, atau media lainnya. Pihak yang menang berhak
asuk faktor waktu atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya.
Sebaliknya, bila dalam menerima tambau undian itu kalah, maka uangnya pun harus
direlakan untuk dian oleh pemenang.

10. Pendapat mahasiswa KKN tersebut benar, karena sistem ijon mengandung unsur ketidak
pastian atau gharar. Dimana dalam sistem ijon terdapat ketidak pastian dalam kuantitas hasil
pertanian, kualitas hasil pertanian, harga pada saat akhir hasil pertanian, dan waktu pasti
penyerahan hasil pertanian. Meskipin transaksi terjadi dengan

11. Berikut ini prinsip sistem keuangan Islam menurut Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhof (2008).
a. Pelarangan riba. Riba (dalam bahasa Arab) didefinisikan sebagai "kelebihan" atas
sesuatu akibat penjualan ataupun pinjaman. Riba/Ribit (bahasa Yahudi) telah dilarang
tanpa adanya perbedaan pendapat di antara para ahli fikih, Riba merupakan pelanggaran
atas sistem keadilan sosial, persamaan dan hak atas barang. Oleh karena sistem riba ini
hanya menguntungkan para pemberi pinjaman/pemilik harta, sedangkan pengusaha tidak
diperlakukan sama. Padahal "untung" itu baru diketahui setelah berlalunya waktu bukan
hasil penetapan di muka,
b. Pembagian risiko. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari pelarangan riba yang
menetapkan hasil bagi pemberi modal di muka. Sedangkan melalui pembagian risiko
maka pembagian hasil akan dilakukan di belakang yang besarannya tergantung dari hasil
yang diperoleh. Hal ini juga membuat kedua belah pihak akan saling membantu untuk
bersama sama memperoleh laba, selain lebih mencerminkan keadilan.
c. Menganggap uang sebagai modal potensial. Dalam masyarakat industri dan
perdagangan yang sedang berkembang sekarang ini (konvensional), fungsi uang tidak
hanya sebagai alat tukar saja, tetapi juga sebagai komoditas (hajat hidup yang bersifat
terbatas) dan sebagai modal potensial. Dalam fungsinya sebagai komoditas, uang
dipandang dalam kedudukan yang sama dengan barang yang dijadikan sebagai objek
transaksi untuk mendapatkan keuntungan (laba). Sedang dalam fungsinya sebagai modal
nyata (capital), uang dapat menghasilkan sesuatu (bersifat produktif) baik menghasilkan
barang maupun jasa. Oleh sebab itu, sistem keuangan Islam memandang uang boleh
dianggap sebagai modal kalau digunakan bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk
memperoleh laba.
d. Larangan Melakukan Kegiatan Spekulatif. Hal ini sama dengan pelarangan untuk
transaksi yang memiliki tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi, judi dan transaksi yang
memiliki risiko sangat besar.
e. Kesucian Kontrak. Oleh karena Islam menilai perjanjian sebagai suatu yang tinggi
nilainya sehingga seluruh kewajiban dan pengungkapan yang terkait dengan kontrak
harus dilakukan. Hal ini akan mengurangi risiko atas informasi yang asimetri dan
timbulnya moral hazard.
f. Aktivitas Usaha Harus Sesuai Syariah. Seluruh kegiatan usaha tersebut haruslah
merupakan kegiatan yang diperbolehkan menurut syariah. Dengan demikian, usaha
seperti minuman keras, judi, peternakan babi yang haram juga tidak boleh dilakukan.

12. Instrumen keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagai berikut :


a. Akad investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty
contact. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut :
1) Mudharabah, yaitu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih, dimana pemilik
modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola untuk melakukan kegiatan
usaha dengan nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di
muka.
2) Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara para pemilik modal untuk
menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan,
dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung
secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
3) Sukuk adalah surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah.
4) Saham syariah produknya harus sesuai syariah.
b. Akad jual beli / sewa menyewa yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk
certainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut :
1) Murahabah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya
perolehan dan keuntungan yang disepakati antara penjual dan pembeli.
2) Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada.
3) Istishna memiliki system yang mirip dengan salam, namun dalam istishna
pembayaran dapat dilakukan di muka, cicilan dalam beberapa kali atau ditangguhkan
dalam jangka waktu tertentu.
4) Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan manfaat atas objek sewa yang disewakan.
c. Akad lainnya
Jenis-jenis akad lainnya adalah ;
Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
1) Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang / barang kepada
pihak yang menerima titipan dengan catatan kapan pun titipan diambil pihak penerima
titipan wajib menyerahkan kembali uang / barang titipan tersebut.
2) Qardhul Hasan adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan.
3) Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuasa dari satu pihak ke pihak lain.
4) Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggugan atas pembayaran
utang satu pihak pada pihak lain.
5) Hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama kepada pihak
lain atas dasar saling mempercayai.
BAB V
1. Akuntansi merupakan salah satu profesi tertua di dunia. Dari sejak zaman prasejarah,
keluarga memiliki perhitungan tersendiri untuk mencatat makanan dan pakaian yang
harus mereka persiapkan dan mereka gunakan pada saat musim dingin. Ketika
masyarakat mulai mengenal pencatatan tentang adanya "perdagangan", maka pada saat
yang sama mereka telah mengenal konsep nilai (value) dan mulai mengenal sistem
moneter (monetary system). Bukti tentang pencatatan (bookkeeping) akan tersebut dapat
ditemukan sejak zaman kerajaan Babilonia (4500 SM), Firaun Mesir, dan kode Islan kode
Hammurabi (2250 SM), sebagaimana ditemukan adanya kepingan pencatatan akuntansi
temba di Ebla, Syria Utara.
2. Akuntansi adalah keperluan terhadap suatu sistem pencatatan tentang hak dan kewajiban
sehingga, menjadi pelaporan yang terpadu dan komprehensif. Sehingga terlihat jika
perkembangan di zaman Nabi Muhammad Saw didukung dengan turunnya QS Al
Baqarah: 282 tentang kewajiban mencatat suatu transaksi.
3. Perkembangan akuntansi, ditopang oleh ilmu lain, khususnya arithmatic, algebra,
mathematics, dan alghorithm pada abad ke-9 M. Ilmu ini lebih dahulu berkembang
sebelum perkembangan bahasa. Ilmu penting ini dikembangkan oleh filsuf Islam yang
terkenal yaitu Abu Yusuf Ya'kub bin Ishaq Al-Kindi yang lahir tahun 809 M. Al-
Khawarizmy, lahir tahun 780 M mengenalkan sistem nomor, desimal yang kita kenal dan
angka "0" (zero, sifr, kosong, nol) seperti yang kita pakai sekarang atau yang disebut
angka arab dan sudah dikenal sejak 830 M. Hal ini diakui oleh Hendriksen penulis buku
Accounting Theory sebagai sumbangan Arab Islam terhadap akuntansi.
4. Banyak pedagang Arab yang menjual dagangannya di Venice, sehingga tidak dapat
dipungkiri jika terjadi pertukaran budaya, salah satunya adalah dalam akuntansi. Lieber
(dalam Boydoun 1968), menyatakan bahwa pemikir di Italia memiliki pengetahuan
tentang bisnis yang baik disebabkan hubungannya dengan rekan bisnis muslimnya.
Bahkan, Have (1976) mengatakan bahwa Italia meminjam konsep double entry dari
Arab.
5. Pada masa Daulah Abbasiyah, berkembang Laporan Al Khitmah yang menunjukkan total
pendapatan dan pengeluaran yang dibuat setiap bulan. Selain itu terdapat Laporan Al
Khitmah Al Jami’ah yang merupakan laporan keuangan komprehansif yang berisikan
gabungan laporan laba rugi dan neraca yang dilaporkan pada akhir tahun.
BAB 6
1. Apakah perbedaan mendasar antara PSAK Syariah dan AAOIFI dalam kerangka dasar
penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah?
Jawab :
Perbedaan antara PSAK syariah dan AAOIFI dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian
laporan keuangan syariah yaitu kerangka pada PSAK berlaku untuk semua jenis transaksi syariah
yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas konvensional baik sektor publik maupun
sektor swasta sedangkan kerangka pada AAOIFI untuk lembaga keuangan syariah dengan cara
mengambil seluruh pemikiran akuntansi kontemporer yang berlaku kemudian melakukan tes dan
analisis.
2. Siapakah pengguna laporan keuangan syariah?
Jawab :
a. Investor sekarang dan investor potensial g. Karyawan
b. Pemilik dan qardh h. Pemasok dan mitra usaha
lainnya
c. Pemilik dana syirkah temporer i. Pelanggan
d. Pemilik dana titipan j. Pemerintah serta lembaganya
e. Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf k. Masyarakat
f. Pengawas syariah
3. Jelaskan asas dan karakteristik transaksi syariah!
Jawab : asas transaksi syariah yaitu:
a. Persaudaraan (ukhuwah) yaitu transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan
dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh mendapatkan keuntungan di
atas kerugian orang lain.
b. Keadilan (‘adalah) yaitu selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan sesuai
dengan posisinya.
c. Kemaslahatan (maslahah) yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi
duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
d. Keseimbangan (tawazun) yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara
aspek privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara bisnis dan sosial
serta antara aspek pemanfaatan serta pelestarian.
e. Universalisme (syumuliyah) yaitu dimana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan
untuk semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras dan
golongan sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
Karakteristik transaksi syariah, yaitu:
a. Berdasarkan prinsip saling paham dan saling rida
b. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib)
c. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai
d. Tidak mengandung unsur riba, kezaliman, masyir, gharar, dan haram
e. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang
f. Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar
g. Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy)
h. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap-menyuap (risywah)
4. Jelaskan bentuk laporan syariah menurut PSAK dan AAOIFI!
Jawab : Bentuk laporan syariah menurut PSAK, yaitu:
a. Posisi keuangan entitas syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajikan
informasi tentang sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan
solvabilitas serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
b. Informasi kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini
diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin
dikendalikan di masa depan.
c. Informasi perubahan posisi keuangan entitas syariah, yang dapat disusun berdasarkan
definisi dana seperti seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, asset likuid atau kas.
d. Informasi lain, seperti laporan penjelasan tentang pemenuhan fungsi sosial entitas
syariah.
e. Catatan dan skedul tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang
relevan termasuk pengungkapan tentang risiko dan ketidakpastian yang memengaruhi
entitas.
Bentuk laporan syariah menurut AAOIFI, yaitu:
a. Laporan perubahan posisi keuangan
b. Laporan laba rugi
c. Laporan perubahan ekuitas atau laporan perubahan saldo laba
d. Laporan arus kas
e. Laporan perubahan investasi yang dibatasi dan ekuivalennya
f. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta dana sumbangan
g. Laporan sumber dan penggunaan dana Qard Hasan
5. Jelaskan asumsi dasar, karakteristik kualitatif, dan kendala laporan keuangan menurut PSAK!
Jawab : Asumsi dasar ada 2, yaitu:
a. Dasar akrual, yaitu pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian dan
diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada
periode yang bersangkutan.
b. Kelangsungan usaha (Going Concern), yaitu laporan keuangan yang disusun berdasarkan
asumsi kelangsungan usaha entitas syariah yang akan melanjutkan usahanya di masa
depan.
Karakteristik kualitatif laporan keuangan ada 4, yaitu:
a. Dapat dipahami, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan
keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi
tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.
b. Relevan, relevan berarti harus berguna untuk peramalan (predictive) dan penegasan
(confirmatory) atas transaksi yang berkaitan sau sama lain. Relevan juga dipengaruhi
oleh hakikat dan tingkat materialitasnya.
c. Keandalan agar dapat diandalkan maka informasi harus memenuhi hal sebagai berikut;
 Menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya
disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.
 Dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi yang sesuai
dengan prinsip syariah dan bukan hanya bentuk hukumnya.
 Harus diarahkan untuk kebutuhan umum pemakai dan bukan pihak tertentu saja.
 Didasarkan atas pertimbangan yang sehat dalam hal menghadapi ketidakpastian
peristiwa dan keadaan tertentu.
 Lengkap dalam batasan materialitas dan biaya.
d. Dapat dibandingkan, pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas
syariah antarperiode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan kinerja keuangan.
Kendala laporan keuangan menurut PSAK, yaitu;
a. Tepat waktu. Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka
informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya.
b. Keseimbangan antara biaya dan manfaat. Secara substansi, evaluasi biaya dan manfaat
merupakan suatu proses pertimbangan.
6. Jelaskan ukuran untuk unsur laporan keuangan menurut PSAK!
Jawab :
a. Biaya historis (historical cost)
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan
yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat
sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban atau dalam keadaan
tertentu, dalam jumlah kasyang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban
dalam pelaksanaan usaha yang normal.
b. Biaya kini (current cost)
Aset dinilai dalam jumlah kas yang seharusnya dibayar bila aset yang sama atau setara
aset diperoleh sekarang. Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas yang tidak
didiskontokan yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban sekarang.
c. Nilai realisasi/penyelesaian (orderly disposal)
Aset dinyatakan dalam jumlah kas yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset
dalam pelepasan normal. Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesain yaitu jumlah
kas yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi
kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.
7. Jelaskan tujuan akuntansi dan laporan keuangan menurut AAOIFI!
Jawab :
Tujuan akuntansi keuangan menurut AAOIFI:
a. Untuk menentukan hak dan kewajiban dari pihak yang terlibat dengan lembaga keuangan
tersebut
b. Untuk menjaga aset dan hak-hak lembaga keuangan syariah
c. Untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan produktivitas dari lembaga keuangan
syariah
d. Untuk menyiapkan informasi laporan keuangan yang berguna kepada pengguna laporan
keuangan
Tujuan laporan keuangan menurut AAOIFI:
a. Memberikan informasi tentang kepatuhan lembaga keuangan syariah terhadap syariah
Islam
b. Memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi dan kewajiban lembaga keuangan
syariah
c. Memberikan informasi kepada pihak yang terkait dengan penerimaan dan penyaluran
zakat pada lembaga keuangan syariah
d. Memberikan informasi untuk mengestimasi arus kas yang dapat direalisasikan, waktu
realisasi dan risiko yang mungkin timbul dari transaksi dengan lembaga keuangan syariah
e. Memberikan informasi agar pengguna laporan keuangan dapat menilai dan mengevaluasi
lembaga keuangan syariah apakah telah menjaga dana serta melakukan investasi dengan
tepat
f. Memberikan informasi tentang pelaksanaan tanggungjawab sosial dari lembaga keuangan
syariah
8. Jelaskan bentuk laporan keuangan menurut AAOIFI!
Jawab :
 Laporan perubahan posisi keuangan
 Laporan laba rugi
 Laporan perubahan ekuitas atau laporan perubahan saldo laba
 Laporan arus kas
 Laporan perubahan investasi yang dibatasi dan ekuivalennya
 Laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta dana sumbangan
 Laporan sumber dan penggunaan dana Qard Hasan
9. Jelaskan tentang syarat kualitatif laporan keuangan menurut AAOIFI!
Jawab :
 Relevan. Syarat ini berhubungan dengan proses pengambilan keputusan sebagai alasan
utama disusunnya laporan keuangan
 Dapat diandalkan. Syarat ini berhubungan dengan tingkat keandalan informasi yang
disajikan. Dalam syarat ini, harus memiliki penyajian yang wajar, objektif, dan netral
sesuai dengan perintah Allah
 Dapat dibandingkan. Informasi keuangan dapat dibandingkan antara lembaga keuangan
syariah dan di antara dua periode akuntansi yang berbeda bagi lembaga keuangan yang
sama
 Konsisten. Metode yang akan digunakan untuk perhitungan dan pengungkapan akuntansi
yang sama untuk dua periode penyajian laporan keuangan
 Dapat dimengerti. Informasi yang disajikan dapat dimengerti dengan mudah bagi rata-
rata pengguna laporan keuangan
10. Bagaimana bentuk laporan keuangan syariah di masa depan menurut pemikir akuntansi
Islam?
Jawab :
 Ada sebagian pemikir akuntansi Islam yang mengusulkan terobosan pemikiran yang agak
berbeda, diantaranya :
 Neraca yang menggunakan nilai saat ini, untuk mengatasi kelemahan dari historical cost
yang kurang cocok dengan pola perhitungan zakat yang mengharuskan perhitungan
kekayaan dengan nilai sekarang.
 Laporan nilai tambah sebagai pengganti laporan laba atau sebagai laporan tambahan atas
neraca dan laporan laba rugi
Soal Komprehensif
1. Bank ABC menerapkan kebijakan denda untuk mendisiplinkan nasabah yang membeli barang
dengan akad murabahah. Mengapa penerimaan denda dari nasabah tidak dilaporkan ke Laporan
Laba Rugi Bank ABC tetapi dilaporkan dalam Laporan Sumber dan Penggunaan Dana
Kebajikan?
Jawab :
Denda yang dikenakan bentuk dari kelalaian pembeli dalam melakukan kewajiban, denda
tersebut merupakan bentuk kebajikan dari Bank ABC. Denda tersebut membuat nasabah lebih
disiplin terhadap kewajibannya dan besarnya denda sesuai dengan perjanjian dalam akad. dana
yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).
2. Di pos manakah Dana Syirkah Temporer dilaporkan dalam Laporan Posisi Keuangan Bank
Syariah? Adakah perbedaan dengan pelaporan penerimaan dana pihak ketiga (tabungan,
deposito, dan giro) pada Laporan Posisi Keuangan Bank Konvensional?
Jawab :
Dana Syirkah Temporer disajikan di kolom passiva pada neraca/laporan posisi keuangan,
terpisah dengan liabilitas (kewajiban) dan ekuitas (modal). Dana Syirkah temporer tidak
digolongkan dengan liabilitas karena jika terjadi kerugian, pengelola dana tidak memiliki
kewajiban mengembalikan dana (kecuali karena kelalaian pengelola dana). Sedangkan liabilitas
memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana dalam kondisi apapun (untung/rugi). Dan, dana
syirkah temporer tidak digolongkan dengan ekuitas karena dana syirkah memiliki jangka
waktu/jatuh tempo dan pemiliknya tidak memiliki hak kepemilikan. Sedangkan modal tidak
memiliki masa jatuh tempo dan pemilik modal memiliki hak kepemilikan.
3. Jelaskan perbedaan utama penyaluran dana dari pihak ketiga di bank syariah dan bank
konvensional (petunjuk: analisis sisi kanan dari Laporan Posisi Keuangan Bank Syariah dan
Bank Konvensional)!
Jawab :
Pada Bank syariah penyaluran dana dari pihak ketiga meliputi skema pendanaan/penghimpunan
dana yang mencakup titipan/wadiah, investasi/mudharabah, qard, dan Qard UI Hasan, skema
pembiayaan/penyaluran dana yang mencakup jual beli/murabahah, sewa ijarah, sewa ta’jiri, dll,
serta skema layanan jasa keuangan yang mencakup wakalah, rahn, kafalah, sharf, ujr, dan
lainnya. Sedangkan pada Bank konvensional, penyaluran dana dari pihak ketiga berupa bunga
(baik untuk konsumtif, modal kerja/investasi).
BAB 7
Soal

1. PT. A menandatangani akad mudharabah dengan Bank Syariah Berjaya, Bank Syariah
Berjaya sebagai pemilikdana menyerahkan Rp 100.000.000. Buatlah jurnal penyerahan dana
tersebut oleh PT. A dan Bank Syariah Berjaya!

Jawab :

a. bank

Investasi Mudharabah Rp 100.000.000 (D)

Kas Rp 100.000.000 (K)

b. PT. A

Kas Rp 100.000.000 (D)

Dana Syirkah Temporer Rp 100.000.000 (K)

2. Jika bank syariah menyerahkan asset tetap dengan harga perolehan Rp 200.000.000,- dan
akumulasi penyusutan Rp 50.000.000,-. Saat diserahkan harga pasar asset tetap adalah Rp
125.000.000,-. Buatlah jurnal penyerahan tersebut oleh PT. A dan Bank Syariah Berjaya!
Jawab:
a. Bank

Investasi Mudharabah (D) Rp 125.000.000 (D)

Akumulasi penyusutan asset (D) Rp 50.000.000 (D)

Kerugian (D) Rp. 25.000.000 (D)

Aset non kas (K) Rp. 200.000.000 (K)


b. PT. A

Aset non kas (D) Rp 125.000.000 (D)

Dana Syirkah Temporer (K) Rp. 125.000.000 (K)


3. PT. B yang memiliki perjanjian pembiayaan mudharabah dengan Bank At Taufik selama 2
tahun dengan bagi hasil atas pendapatan 70 % dan 30 %. Pada tahun pertama menghasilkan
pendapatan yang dibiayai dari dana mudharabah adalah Rp 70.000.000 dan total beban Rp
40.000.000. Seluruh hak bank At Taufik langsung diberikan secara tunai terkait pembagian
laba tersebut. Buatlah jurnal untukpembagian laba serta penyajian bagian laporan keuangan
untuk PT. B dan bank At Taufik!
Jawab:
Berdasarkan bagi hasil yang disepakati berdasarkan pendapatan adalah 70 % dan 30 %
Maka, PT. B : 70 % x Rp. 70.000.000 = Rp. 49.000.000
Bank At Taufik : 30 % x Rp. 70.000.000 = Rp. 21.000.000
a. PT. B

Beban bagi hasil (D) Rp 21.000.000 (D)

Kas (K) Rp. 21.000.000 (K)


Terdapat bagi hasil yang dibagikan sehingga dibuat jurnal penutup

Pendapatan yang belum dibagikan (D) Rp 21.000.000 (D)

Beban Bagi Hasil (K) Rp. 21.000.000 (K)


Penyajian laporan keuangan
Utang :

Utang bagi hasil (D) Rp xxx

Dana Syirkah Temporer (D) Rp xxx

Penyisihan kerugian (K) Rp. xxx


b. Bank At Taufik

Kas (D) Rp 21.000.000 (D)

Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah (K) Rp. 21.000.000 (K)


Penyajian Laporan Keuangan
Aset:

Investasi Mudharabah (D) Rp xxx


Penyisihan kerugian (K) Rp. xxx

4. Terkait soal nomor 3, jika pola bagi hasil dilakukan atas laba operasi, buatlah jurnal untuk
pembagian laba tersebut serta penyajian laporan keuangan untuk PT. B dan At Taufik!
Jawab :
 Pendapatan dibukukan Rp 70.000.000
 Beban yang dihasilkan Rp 40.000.000
 Laba bersih (pendapatan - beban) sebesar Rp 30.000.000
Berdasarkan bagi hasil yang disepakati adalah 70 % dan 30 %
Maka, PT. B : 70 % x Rp 30.000.000 = Rp 21.000.000
Bank At Taufik : 30 % x Rp 30.000.000 = Rp 9.000.000
a. PT. B

Beban bagi hasil (D) Rp 9.000.000 (D)

Kas (K) Rp 9.000.000 (K)


Terdapat bagi hasil yang dibagikan sehingga dibuat jurnal penutup

Pendapatan yang belum dibagikan (D) Rp 9.000.000 (D)

Beban Bagi Hasil (K) Rp 9.000.000 (K)


Penyajian laporan keuangan
Utang :

Utang bagi hasil (D) Rp xxx

Dana Syirkah Temporer (D) Rp xxx

Penyisihan kerugian (K) Rp. xxx

b. Bank At Taufik
Kas (D) Rp 9.000.000 (D)

Pendapatan Bagi Hasil (K) Rp. 9.000.000 (K)


Penyajian Laporan Keuangan
Aset:

Investasi Mudharabah (D) Rp xxx

Penyisihan kerugian (K) Rp. xxx

5. PT. C memiliki perjanjian mudharabah dengan bank Al Imamah selama 1 tahun dengan pola
bagi hasil atas laba operasi 60 % dan 40 % senilai Rp 150.000.000. Pada akhir tahun
pertama menghasilkan pendapatan yang dihasilkan dari dana mudharabah adalah Rp
60.000.000 dan total beban Rp 40.000.000. Buatlah jurnal yang terkait dengan pengembalian
dana mudharabah oleh PT. C dan Bank Imamah
Jawab :
 Pendapatan dibukukan Rp 60.000.000
 Beban yang dihasilkan Rp 40.000.000
 Laba bersih (pendapatan dikurangi beban) sebesar Rp 20.000.000
Berdasarkan bagi hasil yang disepakati adalah 60 % dan 40%
Maka, PT. C : 60 % x Rp 20.000.000 = Rp 12.000.000
Bank Al Imamah : 40 % x Rp 20.000.000 = Rp 8.000.000
a. PT. C

Beban bagi hasil (D) Rp 8.000.000 (D)

Kas (K) Rp 8.000.000 (K)

Beban bagi hasil (D) Rp 8.000.000 (D)

Utang Bagi Hasil (K) Rp 8.000.000 (K)


Ketika melakukan setoran atas bagi hasil yang diterima oleh bank

Utang Beban bagi hasil (D) Rp 8.000.000 (D)

Kas (K) Rp 8.000.000 (K)


Ayat Jurnal Penutup
Pendapatan belum dibagikan (D) Rp 8.000.000 (D)

Beban Bagi Hasil (K) Rp 8.000.000 (K)


Penyajian laporan keuangan

Utang bagi hasil (D) Rp xxx

Dana Syirkah Temporer (D) Rp 150.000.000

Penyisihan kerugian (K) Rp. xxx


Pengembalian Investasi Mudharabah pada akhir akad

Dana Syirkah Temporer (D) Rp 150.000.000

Kas (K) Rp. 150.000.000

b. Bank Al Imamah

Kas (D) Rp 8.000.000 (D)

Pendapatan bagi hasil (K) Rp 8.000.000 (K)

Piutang bagi hasil (D) Rp 8.000.000 (D)

Pendapatan Bagi Hasil (K) Rp 8.000.000 (K)


Ketika penerimaan bagi hasil

Kas (D) Rp 8.000.000 (D)

Piutang bagi hasil (K) Rp 8.000.000 (K)


Penyajian laporan keuangan

Investasi mudharabah (D) Rp 150.000.000

Penyisihan kerugian (K) Rp. xxx


Pengembalian Investasi Mudharabah pada akhir akad

Kas (D) Rp 150.000.000

Investasi mudharabah (K) Rp. 150.000.000

SOAL KOMPREHENSIF
1.

Anda mungkin juga menyukai