Anda di halaman 1dari 18

RANGKUMAN

SYARIAH ISLAMIAH
KONSEP DASAR SYARIAH

Dosen Pengampu:
Dr. Amir Mahrudin, M.Pdi.

Disusun Oleh:

Muhamad Syahrul Fadilah C.2010234

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT.
Dengan segala pemberian-Nya manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang
bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia
lupa akan dzat Allah SWT yang telah memberikannya. Untuk hal tersebut
manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga di dalam kehidupannya
dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Hidup yang dibimbing
syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan tuntutan
dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah yang
Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan Kauniyah).

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

1. Syariah
Syariah secara etimologi (asal kata) berarti sumber air atau jalan yang
lurus. Sedangkan secara terminologi, syariah adalah kumpulan norma Illahi yang
mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
sesama manusia, juga hubungan manusia dengan alam, dan norma-norma ini
sudah pasti benar dan lurus.

Dari dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian syariah


Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai

1
1.1 Pengertian Fiqih

Secara harfiah dalam bahasa Arab, fiqih adalah pemahaman yang


mendalam tentang suatu hal. Sedangkan arti fiqih secara istilah adalah
suatu ilmu yang mendalami hukum Islam yang diperoleh melalui Al-
Quran dan hukum sunnah. Fiqih juga merupakan ilmu yang membahas
hukum syari’ah dan hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-
hari.

2
2.2Lingkup Kajian Syariat

1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan


Allah SWT (ritual), yang terdiri dari

a. Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan


haji.

b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rukun Islam.Badani (bersifat fisik) :


bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum, pengaturan menghilangkan najis,
peraturan air, istinja, adzan, qomat, I’tikaf, do’a, sholawat, umroh, tasbih,
istighfar, khitan, pengurusan mayit, dan lain-lain.Mali (bersifat harta) : qurban,
aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan lain-lain.

2. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang


lainnya dalam hal tukar-menukar harta (jual beli dan yang searti), diantaranya :
dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan,
penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-piutang, pungutan, warisan,
wasiat, nafkah, titipan, jizah, pesanan, dan lain-lain

3. unakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang


lain dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya),
diantaranya : perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan,
memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin, berkabung dari suami yang
wafat, meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam walimah, wasiyat, dan lain-lain.

4. Inayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishsash, diyat,


kifarat, pembunuhan, zinah, minuman keras,murtad, khianat dalam perjuangan,
kesaksian dan lain-lain.
5. Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik),
diantaranya : ukhuwa (persaudaraan) musyawarah (persamaan), ‘adalah
(keadilan), ta’awun (tolong menolong), tasamu (toleransi), takafulul ijtimah
(tanggung jawab sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan dan lain-lain.

3
6. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, sabar,
tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen), syaja’ah
(berani), birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.

7. Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan,


berburu, nazar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid,
da’wah, perang, dan lain-lain.

2.3Sumber Hukum Syariat

1. Al Quran

Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad


SAW. Tulisannya berbahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril. Al
Quran juga merupakan hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi
Muhammad SAW dalam menyampaikan risalah kerasulan dan pedoman
hidup bagi manusia serta hukum-hukum yang wajib dilaksanakan. Hal ini
untuk mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat serta untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.

2. Hadits

Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui


bahwa sabda, perbuatan dan persetujuam Rasulullah Muhammad SAW
tersebut adalah sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al Quran.

3. Ijma

Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al


Quran dan sunah Rasul. Dalam moraref atau portal akademik
Kementerian Agama bertajuk Pandangan Imam Syafi'i tentang Ijma
sebagai Sumber Penetapan Hukum Islam dan Relevansinya dengan
perkembangan Hukum Islam Dewasa Ini karya Sitty Fauzia Tunai, Ijma'
adalah salah satu metode dalam menetapkan hukum atas segala
4
permasalahan yang tidak didapatkan di dalam Al-Quran dan Sunnah.
Sumber hukum Islam ini melihat berbagai masalah yang timbul di era
globalisasi dan teknologi modern. Jumhur ulama ushul fiqh yang lain
seperti Abu Zahra dan Wahab Khallaf, merumuskan ijma dengan
kesepakatan atau konsensus para mujtahid dari umat Muhammad pada
suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW terhadap suatu hukum
syara' mengenai suatu kasus atau peristiwa.

4. Qiyas

Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah


bentuk sistematis dan yang telah berkembang fari ra'yu yang memainkan
peran yang amat penting. Sebelumnya dalam kerangka teori hukum Islam
Al- Syafi'i, qiyas menduduki tempat terakhir karena ia memandang qiyas
lebih lemah dari pada ijma.

2.4 Tujuan Di Terapkannya Syariat

Setiap pemeluk agama Islam wajib mentaati, mengamalkan dan


menjalankan Syari'at Islam secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari dengan
tertib dan sempurna, baik melaui diri pribadi, keluarga, masyarakat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Demi terwujudnya pelaksanaan Syari'at
Islam dalam masyarakat, maka banyak hal yang mendasar yang harus dibenahi
dan ditata ulang terlebih dahulu dan untuk itu diperlukan suatu aturan atau
Undang-Undang yang menjadi pembatas terhadap berhasilnya pelaksanaan
Syari'at Islam tersebut.
Islam merupakan agama yang sempurna dan universal. Hal tersebut
disebabkan agama Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan
khaliqnya, akan tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan
sesamanya, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan
alam sekitar.
Untuk menata semua hubungan-hubungan tersebut, manusia telah
diberikan kesempurnaan yaitu kemampuan berfikir yang disebut dengan akal.
Akallah yang membedakan dirinya dengan makhluk-makhluk yang lain. Dalam

5
menjalankan dan menjaga keutuhan hubungan-hubungan tersebut, manusia perlu
kepada pendidikan, karena pendidikan itu merupakan kebutuhan naluriyah
manusia. Di samping itu juga pendidikan berfungsi untuk mengangkat martabat
dan harga diri manusia pada posisi terhormat dan termulia, baik di sisi manusia
maupun di sisi Allah SWT.
2.5 Karakteristik dan Keistimewaan Syariat Islam
1. Al Rabbaniyah
Yang dimaksud dengan al Rabbaniyah ialah hukum-hukum atau peraturan-
peraturan Islam buatan sang pencipta. Hukum Ini bukanlah buatan manusia
yang memiliki kelemahan dan Dapat berubah karena tempat, waktu, budaya,
adat istiadat, nafsu, serta berbagai macam campuran hasil cipta manusia.
Hukum Ar Rabbaniyah dibuat oleh Allah yang Maha Pencipta Dan Maha
Kuasa atas segala apa yang ada di alam raya.Hukum Islam bersumber dari
Allah SWT, ia tidak terbatas Pada sesuatu masa tertentu, tetapi, ia sesuai
untuk sepanjang zaman, waktu, ruang dan musim tidak mempunyai pengaruh
dan kuasa untuk merubah prinsip dan dasar syariat islam. Syariat Islam
mengatur hidup manusia supaya benar-benar menepati kehendak Allah SWT.
Untuk memberikan ajaran dan arahan yang sesuai dengan Fitrah manusia,
Allah SWT mengangkat Nabi dan Rasul untuk mengajarkannya.

a) Tiap-tiap ummat mempunyai Rasul, maka apabila telah datang Rasul


mereka dibertkanlah keputusan Sedangkan manusia adalah Makhluk yang
lemah dan terbatas kemampuannya. Mereka mengetahui bahwa Allah SWT
adalah yang paling tahu Kebaikan buat hambanya,Maha bijaksana sehingga
apapun akan tampak sesuai dan serasi, menimbulkan kemaslahatan bukan
kemudaratan.

b) Manusia adalah mahkluk yang tidak mungkin mencapai tingkat yang


sempurna walaupun telah tinggi ilmu peradaban dan teknologi.

c) Manusia adalah mahkluk yang dapat berubah karena lingkungan, perasaan,


hawa nafsu, warisan adat istiadat dan kepercayaan yang dipercayainya.

2. Al-Alamiyah
6
Al-alamiyah berarti universal, Bahwa segala hukum dan asas Syariat Islam
memiliki sifat universal, insaniyah yaitu rahmat bagi seluruh alam, hidayah
untuk seluruh manusia di muka bumi Ini dan diturunkan untuk segenap umat
manusia. Syariat Islam bukanlah terbatas untuk satu jenis manusia saja atau
untuk satu daerah di bumi tertentu saja, atau untuk satu golongan ras manusia
tertentu saja, akan tetapi ia untuk “sekalian manusia” tanpa melihat
bangsa,warna kulit, jenis, bahasa dan daerah. Tidak ada kaum dan suku,
pangkat, serta derajat di dalam syariat Islam ini Semua Manusia sama
kedudukannya Dan tidak ada kelebihan antara satu sama lainnya kecuali
dengan takwa.

3. Syumul

Syumul berarti menyeluruh atau sifatnya melingkupi keseluruhan. Syariat


Islam melingkupi semua hukum dan peraturan di segala sudut dari berbagai
sudut pembentukan, pembinaan serta perbaikan hukum tersebut. Hukumnya
menyeluruh dan melingkupi segala unsur kehidupan, baik berkenaan tentang
keyakinan (agidah), peribadatan ataupun akhlak perilaku, kehidupan pribadi
maupun masyarakat luas, lahir maupun batin masalah-masalah umum seperti
perdata, pidana, peradilan, kenegaraan, ekonomi, keuangan, dll.

Syariat Islam merupakan peraturan yang melingkupi seluruh bentuk


kehidupan yang menggambarkan kepada manusia jalan-jalan keimanan,
menjelaskan dasar keyakinan dan aturan yang berhubungan dengan ketuhanan,
menyuruh kepada jalan kebersihan jiwa dan badan. Syariat Islam secara
menyeluruh ini dapat dibagi pada tiga aspek:

1. Hukum yang berkenaan dengan keimanan dan kepercayaan. Hukum ini


dinamakan I’tigadiyah, bidang kajiannya di dalam ilmu kalam atau tauhid
2. Hukum yang berkaitan dengan akhlak seperti kewajiban bersikap jujur,
amanah,Menepati janji. Ini dinamakan dengan hukum hukum Akhlagiyah
dan bidang kajiannya di dalam ilmu akhlak atau tasawwuf
3. Hukum yang berkaitan deNgan perbuatan manusia

7
Dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesama, ini Dinamakan dengan
hukum A’maliyah yang bidang kajiannya ialah ilmu fiqih. Hukum ibadah
yang mengAtur hubungan manusia dengan Tuhannya seperti shalat dan puasa
dan hukum mu’amalah Yang mengatur hubungan sesama manusia.

Hukum Muamalat Terbagi atas:

1) Hukum-hukum yang berkenaan dengan keluarga, seperti pernikahan,


perceraian, adopsi atau di sebut hukum privat hukum-hukum yang
berkenaan dengan harta benda, seperti jual beli, sewa, gadai, tanggungan
dll atau disebut hukum perdata dan hukum dagang
2) Hukum-hukum yang berkenaan dengan pelanggaran, perbuatan jahat dll.
atau disebut hukum pidana
3) Hukum-hukum yang berkenaan dengan kehakiman, persidangan,
persaksian dll. atau disebut hukum acara peradilan
4) Hukum-hukum yang berkenaan dengan keuangan dan pengurusan harta
atau disebut hukum ekonomi
5) Hukum-hukum yang berkenaan dengan perang, hubungan dengan non
muslim atau disebut ilmu politik
6) Hukum-hukum yang berkenaan dengan dasar hak-hak seseorang dalam
hidup dan bernegara, atau Hak asasi manusia.

4. Al-Ishalah Wal Khulud


Hukum Islam adalah hukum yang asli dan tidak berubah akibat zaman. Ia
tidak dapat ditandingi oleh seluruh hukum yang ada karena ia masih asli
bukan bikinan atau tambahan dan benar-benar berasal dari pencipta(wahyu
ilahi). Keasliannya dapat ditinjau dari sudut sumber, metode, dan
muamalatnya syariat Islam bersumber dari wahyu yang menggariskan usul
dan kaedah, memperjelas tujuan dan maksud, membawa manusia kepada
contoh teladan, menerangkan jalan dan menjadi petunjuk jalan yang lurus
metode. Syariat Islam di program oleh Allah SWT untuk manusia dan
kemanusiaan. Secara fitrahnya menghargai, memelihara kemuliaan manusia.
Metode yang digunakan berbeda dengan penerapan hukum dunia Lainnya.
Tujuan dari syariat Islam itu jelas yaitu peribadatan kepada Allah SWT, untuk
8
mengharapkan ridha Allah SWT. Syariat Islam tidak berubah karena zaman
itu bukan berarti tidak dapat memenuhi kepentingan manusia di zaman
tertentu akan tetapi hukumnya tetap dan tidak berubah-ubah, ia tidak dapat
menerima penyelewengan, campur aduk dan pemalsuan.
5. At-Taisir Wa Raf’ul Kharaj
Syariat Islam berdasarkan pada kemudahan dan tidak membebani manusia.
Allah SWT mengangkat kewajiban yang menyulitkan manusia dalam
pelaksanaanya. Riâayatul Masholih Al-Basyarayah
Syariat Islam memperhatikan pemeliharaan kemaslahatan manusia dan
perikemanusiaan. Syariat Islam tidak membedakan manusia dari segi
kebangsaan, keturunan, warna kulit, dll. Hukum Islam menyatakan bahwa
manusia adalah umat yang satu oleh karena itu pemeliharan terhadap
kemaslahatan manusia adalah sama. Allah SWT berfirman :
Sesungguhnya inilah ummatmu (sekalian manusia) ummat yang ia satu dan
aku adalah rab kamu sekalian.
Maslahat manusia dapat di tinjau dari tiga jenis yaitu DharuRiyat, Hajiyat,
Tahsiniyat.
DharuRiyat, artinya kebutuhan yang mesti ada bagi manusia yaitu
pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan kehormatan. Hajiyat,
artinya kebutuhan manusia yang apabila tidak ada ia dapat menimbulkan
kesulitan baginya. Tahsiniyat yaitu kebutuhan yang disesuaikan dengan
kebiasaan dan keindahan seperti kewajiban melakukan keindahan dalam
berpakaian shalat, menutup aurat dll.
6. At-Tawazun Bainal Madah War Ruh
Syariat Islam selalu memperhatikan keseimbangan antara materialisme
dan spiritualisme. Keseimbangan (tawazun) dalam Syariat Islam bersifat
moderat Dan seimbang. Seimbang antara duniawi dan ukhrawi, antara
individualisme dan kolektivisme, antara tanggung jawab dan kebebasan,
antara kewajiban dan hak serta lain-lain.
Islam memandang manusia Itu makhluk yang memiliki berbagai tabiat dan
perangai tersendiri. Ia bukan malaikat dan bukan juga binatang. Sekalipun
pada waktu tertentu ia dapat menjadi lebih buruk daripada hewan dan lebih

9
tinggi daripada malaikat. Dengan demikian manusia butuh makan minum,
kawin, dan kenikmatan dunia lainnya bahkan Islam mejadikan kebutuhan itu
sebagai bentuk ibadah Juga. Dalam Islam. Perkawinan adalah ibadah begitu
juga mencari nafkah adalah jihad.
7. At-T alazum Baina Agidah Wal Hayah
Syariat Islam saling berkaitan antara aqidah dan kehidupan nyata. Ini
sesuai dengan konsep Islam yaitu hidup adalah ibadah , Oleh karenanya segala
aktifitas akan dinilai ibadah apabila selaLu diniati untuk mencari keridhaan
Allah SWT.
8. Al Akhlagiyah
Syariat Islam selalu memandang perbuatan baik dan menjadi tolak ukur
dan penilaian atas segala aktifitas manusia. Suatu hukum dianggap baik
apabila hukum itu menambah baik perilaku manusia, sebaliknya jika hukum
peraturan itu menjadikan manusia lebih buruk bahkan menjadikan manusia
tidak mempunyai kesopanan dan tata krama maka hukum itu jelas bukan
hukum yang baik bagi manusia.
Contohnya Islam menyuruh pemeluknya untuk bersih, sehat dan memakan
makanan yang bersih lagi baik. Ini menunjukan bahwa syariat Islam
memandang manusia memiliki tata kesopanan dalam kehidupan. Manusia
dilarang makan najis, bangkai, darah, binatang bertaring dan lain sebagainya
karena ini dapat merusak kepribadian manusia. Manusia yang selalu
mengkonsumsi miras dan barang haram lainnya cenderung akan bersikap tidak
baik dan kasar. bahkan manusia yang mabuk biasanya lebih ganas dari pada
binatang buas sekalipun.

10
2.6 Sistematika Hukum Syariat
1. Wajib
a. Pengertian Wajib
Secara sederhana “wajib” didefinisikan oleh ahli usul adalah sesuatu
perbuatan yang dituntut Allah untuk dilakukan secara tuntutan pasti,
yang diberi ganjaran dengan pahala orang yang melakukannya karena
perbuatannya itu telah sesuai dengan kehendak yang menuntut dan
diancam dosa orang yang meninggalkannya karena bertentangan
dengan kehendak yang menuntut. Wajib adalah suatu perintah yang
harus dikerjakan, dimana orang yang meninggalkannya adalah tercela.
b. Pembagian Wajib
1) Ditinjau dari segi waktu pelaksanaannya
a) Wajib Muthlaq atau bebas
Yaitu kewajiban yang tidak ditentukan waktu pelaksanaanya, dengan
arti tidak salah bila waktu pelaksanaannya ditangguhkan sampai waktu
yang ia sanggup melaksanakannya. Contoh : mengqadha puasa
Ramadhan yang tertinggal karena uzur. Ia wajib melakukannya dan
dapat dilakukan kapan saja ia mempunyai kesanggupan.
b) Wajib Muaqqad
Kewajiban yang pelaksanaanya ditentukan dalam waktu tertentu dan
tidak sah dilakukan diluar waktu yang telah ditentukan itu. Contoh:
sholat subuh dan zuhur.
2) Ditinjau dari segi pelaksana
a) Wajib ‘Aini, yaitu kewajiban secara pribadi.
Sesuatu yang dituntut oleh syar’i (pembuat hukum) untuk
melaksanakannya dari setiap pribadi dari pribadi mukallaf. Kewajiban
itu harus dilaksanakan sendiri dan tidak mungkin dilakukan oleh orang
lain atau karena perbuatan orang lain. Contoh: shalat dan puasa.
b) Wajib Kifa’i/Kifayah, yaitu kewajiban bersifat kelompok. Sesuatu yang
dituntut oelh pembuat hukum melakukannya dari sejumlah mukallaf
dan tidak dari setiap pribadi mukallaf. Hal ini berarti bila sebagian atau
beberapa orang mukallaf telah tampil melaksanakan kewajiban itu dan

11
telah terlaksana apa yang dituntut, maka lepaslah orang lain dari
tuntutan itu. Tetapi bila tidak seorangpun melakukannya hingga apa
yang dituntut itu terlantar, maka berdosa semuanya. Contoh: shalat
jenazah.
3) Ditinjau dari segi tuntutannya
a) Wajib Mu’ayyan, ialah suatu kewajiban
yang hanya mempunyai satu tuntutan. Contoh: membayar hutang,
memenuhi akad, membayar zakat.
b) Wajib Mukhayyar
Ialah suatu kewajiban yang tidak hanya mempunyai satu macam
tuntutan, tetapi mempunyai dua atau tiga alternatif yang dapat dipilih.
Contoh : Penguasa.
2. Mandub dan Pembagiannya
1. Pengertian Mandub
Mandub (nadb=recomendation) dalam arti bahasa adalah seruan
untuk sesuatu yang penting. Adapun dalam artian istilah adalah sesuatu
yang dituntut untuk memperbuatnya secara hukum syar’i tanpa ada
celaan terhadap orang yang meninggalkan secara mutlak. Tidak adanya
celaan terhadap orang yang meninggalkan tuntutan itu adalah karena
tuntutan itu tidaklah secara pasti. Artinya, tuntutan itu tidak diiringi
oleh suatu sanksi terhadap yang meninggalkannya. Mandub juga
dinamakan nafilah, sunnah, tathawwu’, mustahab dan ihsan, yang
semua sebutan ini mengacu pada pengertian mandub yaitu perbuatan
yang dianjurkan oleh syar’i untuk dikerjakan, atau suatu perintah yang
apabila dilaksanakan maka akan diberi pahala, sedang jika
ditinggalkan akan tidak disiksa.
b. Pembagian Mandub
1) Dari segi selalu dan tidak selalunya Nabi melakukan perbuatan sunnah.
a) Sunnah Muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan)
Yaitu perbuatan yang selalu dilakukan oleh Nabi disamping ada
keterangan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu
yang fardu. Contoh : shalat witir

12
b) Sunnah Ghair Muakkad (sunnah biasa)
Yaitu perbuatan yang pernah dilakukan oleh Nabi, tetapi Nabi tidak
melazimkan dirinya untuk berbuat demikian. Contoh : shalat sunnah 4
rakaat sebelum zuhur dan sebelum ashar.
2) Dari segi kemungkinan meninggalkan perbuatan.
a) Sunnah Hadyu, perbuatan yang dituntut untuk melakukannya karena
begitu besar faidah yang didapat darinya dan orang yang
meninggalkannya dinyatakan sesat dan tercela, bahkan bila satu
kelompok kaum sengaja meninggalkannya secara terus menerus, maka
kelompok ini harus diperangi. Contoh : shalat hari raya.
b) Sunnah Zaidah, yaitu sunah yang bila dilakukan oleh mukallaf
dinyatakan baik tetapi bila ditinggalkan, yang meninggalkannya tidak
diberi sanksi apa-apa. Contoh: caracara yang biasa dilakukan oleh Nabi
dalam kehidupan sehari-harinya.
c) Sunnah Nafal, yaitu suatu perbuatan yang dituntut sebagai tambahan
bagi perbuatan wajib. Contoh: shalat tahajud

3. Haram dan Pembagiannya


1. Pengertian Haram
Secara bahasa berarti sesuatu yang lebih banyak kerusakannya.
Dalam istilah hukum, haram ialah sesuatu yang dituntut syari’
(pembuat hukum) untuk tidak memperbuatnya secara tuntutan yang
pasti. Beberapa ahli ushul mengartikan haram itu dengan sesuatu yang
diberi pahala orang yang meninggalkannya dan dikenai dosa dan
ancaman orang yang memperbuatnya.Haram ialah larangan Allah yang
pasti terhadap suatu perbuatan, baik ditetapkan dengan dalil yang
qath’i maupun dalil zhanni.

b. Pembagian Haram
1) Dari segi pengaruhnya terhadap hukum wadh’i
a) Haram zati, bila berkaitan dengan rukun akad mengakibatkan
batalnya akad tersebut.Muharram ashalah lidzatihi (haram secara

13
asli menurut zatnya).Contoh: larangan memakan babi atau bangkai
dan meminum khamar, membunuh dan mencuri.
b) Haram Ghairu Zati
Bila berkaitan dengan akad tidak menyebabkan batalnya akad
tersebut. Muharram li’Aridhi (haram karena sesuatu yang
baru).Contoh: larangan jual beli dalam waktu khutbah jumat,
menjual sesuatu dengan mengandung penipuan.
2) Dari segi pengecualian terhadap hukum larangan
a) Sesuatu yang terlarang secara zati
Adalah haram dan berdosa melakukannya. Yang dikecualikan dari
hukum dosa itu hanyalah terhadap orang-orang yang melanggar
larangan karena darurat, dalam arti akan merusak salah satu unsur
daruri yang lima bila tidak dilakukan. Lima hal yang harus dijaga
(ad-dharuriyat al-khams), yakni badan, keturunan, harta benda, akal
dan agama. Contoh: haram meminum khamar termasuk haram zati
yang berdosa. orang yang melakukannya karena akan merusak
akal. Tetapi bila ia melakukannya karena memelihara jiwanya,
maka boleh ia minum khamar tersebut.
b) Sesuatu yang dilarang karena bukan zatnya atau hanya pada hal-hal
sampingan, diperkenankan penyimpangan atas larangan karena
hajat atau keperluan dan tidak harus sampai darurat. Contoh:
larangan melihat aurat yang dilakukan dokter terhadap pasiennya.
4. Karahah dan Pembagiannya
a. Pengertian Karahah
Karahah secara bahasa adalah sesuatu yang tidak disenangi
atau sesuatu yang dijauhi.90 Dalam istilah ulama ushul, karahah
adalah sesuatu yang dituntut oleh pembuat hukum untuk
ditinggalkan dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti. Pengaruh
tuntutan ini terhadap perbuatan yang dilarang disebut karahah dan
perbuatan yang dilarang secara tidak pasti itu disebut dengan
makruh. Pada dasarnya makruh itu adalah sesuatu yang dilarang,
tetapi larangan itu disertai oleh sesuatu yang menunjukkan bahwa

14
yang dimaksud dengan larangan itu bukanlah “haram” tetapi
sebagai “sesuatu yang dibenci”.Menurut para jumhur fuqaha’,
makruh adalah suatu larangan syara’ terhadap suatu perbuatan,
tetapi larangan tersebut tidak bersifat pasti, lantaran tidak ada dalil
yang menunjukkan atas haramnya perbuatan tersebut.
b. Pembagian Karahah
1) Makruh Tahrim
Yaitu tuntutan meninggalkan suatu perbuatan secara pasti
tetapi dalil yang menunjukkannya bersifat zhanni. Makruh tahrim
ini kebalikan dari wajib sekaligus juga kebalikan arti fardhu
dikalangan jumhur ulama.
2) Makruh Tanzih, yaitu pengertian makruh menurut istilah jumhur
ulama. Makruh tanzih ini kebalikan dari hukum mandub. Orang
yang melanggar larangan makruh tahrim diancam dengan dosa,
sedangkan orang yang melanggar larangan makruh tanzih tidak
mendapat ancaman dosa.
5. Mubah dan Pembagiannya
a. Pengertian Mubah
Mubah berasal dari fi’il madhi ”Ibah”, dengan arti
menjelaskan dan memberitahukan. Kadang-kadang muncul dengan
arti melepaskan dan mengizinkan. Mubah adalah hukum asal dari
segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalah. Terlarangnya
suatu perbuatan muamalah hanyalah jika ada dalil yang
melarangnya dengan jelas dan tegas. Dalam istilah hukum, mubah
berarti sesuatu yang diberi kemungkinan oleh pembuat hukum
untuk memilih antara memperbuat dan meninggalkan. Ia boleh
melakukan atau tidak. Mubah ialah suatu hukum dimana Allah
SWT memberikan kebebasan kepada orang mukallaf untuk
memilih antara mengerjakan suatu perbuatan atau
meninggalkannya,sesuatu yang dibolehkan atau diizinkan.

15
b. Pembagian Mubah

1) Mubah yang mengikuti suruhan untuk berbuat.

Mubah dalam bentuk ini disebut mubah dalam bentuk bagian,


tetapi dituntut berbuat secara keseluruhan. Contoh : makan-minum
2) Mubah yang mengikuti tuntutan untuk meninggalkan.

Mubah bentuk ini disebut mubah secara juz’i tetapi dilarang secara
keseluruhan. Contoh: bermain

3) Mubah yang tidak mengikuti sesuatu.

Mubah bentuk ini dituntut juga untuk meninggalkan karena berarti


ia mengikuti sesuatu yang menghabiskan waktu tanpa manfaat
agama maupun dunia.

4) Mubah yang tunduk kepada mubah itu sendiri.

Keadaannya adalah sebagaimana yang tersebut diatas, juga dituntut


untuk meninggalkannya.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Syariah secara etimologi (asal kata) berarti sumber air atau jalan yang
lurus. Sedangkan secara terminologi, syariah adalah kumpulan norma Illahi yang
mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
sesama manusia, juga hubungan manusia dengan alam, dan norma-norma ini
sudah pasti benar dan lurus.,Dari dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup
manusia untuk mencapai keridhaan Allah SWT.

3.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, tentunya masih banyak kekurangan
dan kesalahan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun bagi para pembacanya sebagai kesempurnaan makalah ini. Dan
semoga makalah ini bisa menjadi acuan untuk meningkatkan makalah-makalah
selanjutnya dan bermanfaat bagi para pembaca dan terkhusus buat kami. Amin.

17

Anda mungkin juga menyukai