SYARIAH ISLAMIAH
KONSEP DASAR SYARIAH
Dosen Pengampu:
Dr. Amir Mahrudin, M.Pdi.
Disusun Oleh:
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
1. Syariah
Syariah secara etimologi (asal kata) berarti sumber air atau jalan yang
lurus. Sedangkan secara terminologi, syariah adalah kumpulan norma Illahi yang
mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
sesama manusia, juga hubungan manusia dengan alam, dan norma-norma ini
sudah pasti benar dan lurus.
1
1.1 Pengertian Fiqih
2
2.2Lingkup Kajian Syariat
3
6. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, sabar,
tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen), syaja’ah
(berani), birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.
1. Al Quran
2. Hadits
3. Ijma
4. Qiyas
5
menjalankan dan menjaga keutuhan hubungan-hubungan tersebut, manusia perlu
kepada pendidikan, karena pendidikan itu merupakan kebutuhan naluriyah
manusia. Di samping itu juga pendidikan berfungsi untuk mengangkat martabat
dan harga diri manusia pada posisi terhormat dan termulia, baik di sisi manusia
maupun di sisi Allah SWT.
2.5 Karakteristik dan Keistimewaan Syariat Islam
1. Al Rabbaniyah
Yang dimaksud dengan al Rabbaniyah ialah hukum-hukum atau peraturan-
peraturan Islam buatan sang pencipta. Hukum Ini bukanlah buatan manusia
yang memiliki kelemahan dan Dapat berubah karena tempat, waktu, budaya,
adat istiadat, nafsu, serta berbagai macam campuran hasil cipta manusia.
Hukum Ar Rabbaniyah dibuat oleh Allah yang Maha Pencipta Dan Maha
Kuasa atas segala apa yang ada di alam raya.Hukum Islam bersumber dari
Allah SWT, ia tidak terbatas Pada sesuatu masa tertentu, tetapi, ia sesuai
untuk sepanjang zaman, waktu, ruang dan musim tidak mempunyai pengaruh
dan kuasa untuk merubah prinsip dan dasar syariat islam. Syariat Islam
mengatur hidup manusia supaya benar-benar menepati kehendak Allah SWT.
Untuk memberikan ajaran dan arahan yang sesuai dengan Fitrah manusia,
Allah SWT mengangkat Nabi dan Rasul untuk mengajarkannya.
2. Al-Alamiyah
6
Al-alamiyah berarti universal, Bahwa segala hukum dan asas Syariat Islam
memiliki sifat universal, insaniyah yaitu rahmat bagi seluruh alam, hidayah
untuk seluruh manusia di muka bumi Ini dan diturunkan untuk segenap umat
manusia. Syariat Islam bukanlah terbatas untuk satu jenis manusia saja atau
untuk satu daerah di bumi tertentu saja, atau untuk satu golongan ras manusia
tertentu saja, akan tetapi ia untuk “sekalian manusia” tanpa melihat
bangsa,warna kulit, jenis, bahasa dan daerah. Tidak ada kaum dan suku,
pangkat, serta derajat di dalam syariat Islam ini Semua Manusia sama
kedudukannya Dan tidak ada kelebihan antara satu sama lainnya kecuali
dengan takwa.
3. Syumul
7
Dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesama, ini Dinamakan dengan
hukum A’maliyah yang bidang kajiannya ialah ilmu fiqih. Hukum ibadah
yang mengAtur hubungan manusia dengan Tuhannya seperti shalat dan puasa
dan hukum mu’amalah Yang mengatur hubungan sesama manusia.
9
tinggi daripada malaikat. Dengan demikian manusia butuh makan minum,
kawin, dan kenikmatan dunia lainnya bahkan Islam mejadikan kebutuhan itu
sebagai bentuk ibadah Juga. Dalam Islam. Perkawinan adalah ibadah begitu
juga mencari nafkah adalah jihad.
7. At-T alazum Baina Agidah Wal Hayah
Syariat Islam saling berkaitan antara aqidah dan kehidupan nyata. Ini
sesuai dengan konsep Islam yaitu hidup adalah ibadah , Oleh karenanya segala
aktifitas akan dinilai ibadah apabila selaLu diniati untuk mencari keridhaan
Allah SWT.
8. Al Akhlagiyah
Syariat Islam selalu memandang perbuatan baik dan menjadi tolak ukur
dan penilaian atas segala aktifitas manusia. Suatu hukum dianggap baik
apabila hukum itu menambah baik perilaku manusia, sebaliknya jika hukum
peraturan itu menjadikan manusia lebih buruk bahkan menjadikan manusia
tidak mempunyai kesopanan dan tata krama maka hukum itu jelas bukan
hukum yang baik bagi manusia.
Contohnya Islam menyuruh pemeluknya untuk bersih, sehat dan memakan
makanan yang bersih lagi baik. Ini menunjukan bahwa syariat Islam
memandang manusia memiliki tata kesopanan dalam kehidupan. Manusia
dilarang makan najis, bangkai, darah, binatang bertaring dan lain sebagainya
karena ini dapat merusak kepribadian manusia. Manusia yang selalu
mengkonsumsi miras dan barang haram lainnya cenderung akan bersikap tidak
baik dan kasar. bahkan manusia yang mabuk biasanya lebih ganas dari pada
binatang buas sekalipun.
10
2.6 Sistematika Hukum Syariat
1. Wajib
a. Pengertian Wajib
Secara sederhana “wajib” didefinisikan oleh ahli usul adalah sesuatu
perbuatan yang dituntut Allah untuk dilakukan secara tuntutan pasti,
yang diberi ganjaran dengan pahala orang yang melakukannya karena
perbuatannya itu telah sesuai dengan kehendak yang menuntut dan
diancam dosa orang yang meninggalkannya karena bertentangan
dengan kehendak yang menuntut. Wajib adalah suatu perintah yang
harus dikerjakan, dimana orang yang meninggalkannya adalah tercela.
b. Pembagian Wajib
1) Ditinjau dari segi waktu pelaksanaannya
a) Wajib Muthlaq atau bebas
Yaitu kewajiban yang tidak ditentukan waktu pelaksanaanya, dengan
arti tidak salah bila waktu pelaksanaannya ditangguhkan sampai waktu
yang ia sanggup melaksanakannya. Contoh : mengqadha puasa
Ramadhan yang tertinggal karena uzur. Ia wajib melakukannya dan
dapat dilakukan kapan saja ia mempunyai kesanggupan.
b) Wajib Muaqqad
Kewajiban yang pelaksanaanya ditentukan dalam waktu tertentu dan
tidak sah dilakukan diluar waktu yang telah ditentukan itu. Contoh:
sholat subuh dan zuhur.
2) Ditinjau dari segi pelaksana
a) Wajib ‘Aini, yaitu kewajiban secara pribadi.
Sesuatu yang dituntut oleh syar’i (pembuat hukum) untuk
melaksanakannya dari setiap pribadi dari pribadi mukallaf. Kewajiban
itu harus dilaksanakan sendiri dan tidak mungkin dilakukan oleh orang
lain atau karena perbuatan orang lain. Contoh: shalat dan puasa.
b) Wajib Kifa’i/Kifayah, yaitu kewajiban bersifat kelompok. Sesuatu yang
dituntut oelh pembuat hukum melakukannya dari sejumlah mukallaf
dan tidak dari setiap pribadi mukallaf. Hal ini berarti bila sebagian atau
beberapa orang mukallaf telah tampil melaksanakan kewajiban itu dan
11
telah terlaksana apa yang dituntut, maka lepaslah orang lain dari
tuntutan itu. Tetapi bila tidak seorangpun melakukannya hingga apa
yang dituntut itu terlantar, maka berdosa semuanya. Contoh: shalat
jenazah.
3) Ditinjau dari segi tuntutannya
a) Wajib Mu’ayyan, ialah suatu kewajiban
yang hanya mempunyai satu tuntutan. Contoh: membayar hutang,
memenuhi akad, membayar zakat.
b) Wajib Mukhayyar
Ialah suatu kewajiban yang tidak hanya mempunyai satu macam
tuntutan, tetapi mempunyai dua atau tiga alternatif yang dapat dipilih.
Contoh : Penguasa.
2. Mandub dan Pembagiannya
1. Pengertian Mandub
Mandub (nadb=recomendation) dalam arti bahasa adalah seruan
untuk sesuatu yang penting. Adapun dalam artian istilah adalah sesuatu
yang dituntut untuk memperbuatnya secara hukum syar’i tanpa ada
celaan terhadap orang yang meninggalkan secara mutlak. Tidak adanya
celaan terhadap orang yang meninggalkan tuntutan itu adalah karena
tuntutan itu tidaklah secara pasti. Artinya, tuntutan itu tidak diiringi
oleh suatu sanksi terhadap yang meninggalkannya. Mandub juga
dinamakan nafilah, sunnah, tathawwu’, mustahab dan ihsan, yang
semua sebutan ini mengacu pada pengertian mandub yaitu perbuatan
yang dianjurkan oleh syar’i untuk dikerjakan, atau suatu perintah yang
apabila dilaksanakan maka akan diberi pahala, sedang jika
ditinggalkan akan tidak disiksa.
b. Pembagian Mandub
1) Dari segi selalu dan tidak selalunya Nabi melakukan perbuatan sunnah.
a) Sunnah Muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan)
Yaitu perbuatan yang selalu dilakukan oleh Nabi disamping ada
keterangan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu
yang fardu. Contoh : shalat witir
12
b) Sunnah Ghair Muakkad (sunnah biasa)
Yaitu perbuatan yang pernah dilakukan oleh Nabi, tetapi Nabi tidak
melazimkan dirinya untuk berbuat demikian. Contoh : shalat sunnah 4
rakaat sebelum zuhur dan sebelum ashar.
2) Dari segi kemungkinan meninggalkan perbuatan.
a) Sunnah Hadyu, perbuatan yang dituntut untuk melakukannya karena
begitu besar faidah yang didapat darinya dan orang yang
meninggalkannya dinyatakan sesat dan tercela, bahkan bila satu
kelompok kaum sengaja meninggalkannya secara terus menerus, maka
kelompok ini harus diperangi. Contoh : shalat hari raya.
b) Sunnah Zaidah, yaitu sunah yang bila dilakukan oleh mukallaf
dinyatakan baik tetapi bila ditinggalkan, yang meninggalkannya tidak
diberi sanksi apa-apa. Contoh: caracara yang biasa dilakukan oleh Nabi
dalam kehidupan sehari-harinya.
c) Sunnah Nafal, yaitu suatu perbuatan yang dituntut sebagai tambahan
bagi perbuatan wajib. Contoh: shalat tahajud
b. Pembagian Haram
1) Dari segi pengaruhnya terhadap hukum wadh’i
a) Haram zati, bila berkaitan dengan rukun akad mengakibatkan
batalnya akad tersebut.Muharram ashalah lidzatihi (haram secara
13
asli menurut zatnya).Contoh: larangan memakan babi atau bangkai
dan meminum khamar, membunuh dan mencuri.
b) Haram Ghairu Zati
Bila berkaitan dengan akad tidak menyebabkan batalnya akad
tersebut. Muharram li’Aridhi (haram karena sesuatu yang
baru).Contoh: larangan jual beli dalam waktu khutbah jumat,
menjual sesuatu dengan mengandung penipuan.
2) Dari segi pengecualian terhadap hukum larangan
a) Sesuatu yang terlarang secara zati
Adalah haram dan berdosa melakukannya. Yang dikecualikan dari
hukum dosa itu hanyalah terhadap orang-orang yang melanggar
larangan karena darurat, dalam arti akan merusak salah satu unsur
daruri yang lima bila tidak dilakukan. Lima hal yang harus dijaga
(ad-dharuriyat al-khams), yakni badan, keturunan, harta benda, akal
dan agama. Contoh: haram meminum khamar termasuk haram zati
yang berdosa. orang yang melakukannya karena akan merusak
akal. Tetapi bila ia melakukannya karena memelihara jiwanya,
maka boleh ia minum khamar tersebut.
b) Sesuatu yang dilarang karena bukan zatnya atau hanya pada hal-hal
sampingan, diperkenankan penyimpangan atas larangan karena
hajat atau keperluan dan tidak harus sampai darurat. Contoh:
larangan melihat aurat yang dilakukan dokter terhadap pasiennya.
4. Karahah dan Pembagiannya
a. Pengertian Karahah
Karahah secara bahasa adalah sesuatu yang tidak disenangi
atau sesuatu yang dijauhi.90 Dalam istilah ulama ushul, karahah
adalah sesuatu yang dituntut oleh pembuat hukum untuk
ditinggalkan dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti. Pengaruh
tuntutan ini terhadap perbuatan yang dilarang disebut karahah dan
perbuatan yang dilarang secara tidak pasti itu disebut dengan
makruh. Pada dasarnya makruh itu adalah sesuatu yang dilarang,
tetapi larangan itu disertai oleh sesuatu yang menunjukkan bahwa
14
yang dimaksud dengan larangan itu bukanlah “haram” tetapi
sebagai “sesuatu yang dibenci”.Menurut para jumhur fuqaha’,
makruh adalah suatu larangan syara’ terhadap suatu perbuatan,
tetapi larangan tersebut tidak bersifat pasti, lantaran tidak ada dalil
yang menunjukkan atas haramnya perbuatan tersebut.
b. Pembagian Karahah
1) Makruh Tahrim
Yaitu tuntutan meninggalkan suatu perbuatan secara pasti
tetapi dalil yang menunjukkannya bersifat zhanni. Makruh tahrim
ini kebalikan dari wajib sekaligus juga kebalikan arti fardhu
dikalangan jumhur ulama.
2) Makruh Tanzih, yaitu pengertian makruh menurut istilah jumhur
ulama. Makruh tanzih ini kebalikan dari hukum mandub. Orang
yang melanggar larangan makruh tahrim diancam dengan dosa,
sedangkan orang yang melanggar larangan makruh tanzih tidak
mendapat ancaman dosa.
5. Mubah dan Pembagiannya
a. Pengertian Mubah
Mubah berasal dari fi’il madhi ”Ibah”, dengan arti
menjelaskan dan memberitahukan. Kadang-kadang muncul dengan
arti melepaskan dan mengizinkan. Mubah adalah hukum asal dari
segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalah. Terlarangnya
suatu perbuatan muamalah hanyalah jika ada dalil yang
melarangnya dengan jelas dan tegas. Dalam istilah hukum, mubah
berarti sesuatu yang diberi kemungkinan oleh pembuat hukum
untuk memilih antara memperbuat dan meninggalkan. Ia boleh
melakukan atau tidak. Mubah ialah suatu hukum dimana Allah
SWT memberikan kebebasan kepada orang mukallaf untuk
memilih antara mengerjakan suatu perbuatan atau
meninggalkannya,sesuatu yang dibolehkan atau diizinkan.
15
b. Pembagian Mubah
Mubah bentuk ini disebut mubah secara juz’i tetapi dilarang secara
keseluruhan. Contoh: bermain
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Syariah secara etimologi (asal kata) berarti sumber air atau jalan yang
lurus. Sedangkan secara terminologi, syariah adalah kumpulan norma Illahi yang
mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
sesama manusia, juga hubungan manusia dengan alam, dan norma-norma ini
sudah pasti benar dan lurus.,Dari dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup
manusia untuk mencapai keridhaan Allah SWT.
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, tentunya masih banyak kekurangan
dan kesalahan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun bagi para pembacanya sebagai kesempurnaan makalah ini. Dan
semoga makalah ini bisa menjadi acuan untuk meningkatkan makalah-makalah
selanjutnya dan bermanfaat bagi para pembaca dan terkhusus buat kami. Amin.
17