A. Tujuan Pembelajaran
1. Menjelaskan pengertian syariat Islam atau rukun Islam, seperti syahadat, shalat,
puasa, zakat, dan haji
2. Menjelaskan perbedaan syariat dan fiqih Islam serta cakupannya masing-masing.
3. Memahami praktik pelaksanaan syariat Islam, yaitu: syahadat, shalat, puasa, zakat,
dan haji.
4. Menganalisa manfaat dan hikmah pelaksanaan syariat Islam, yaitu: syahadat, shalat,
puasa, zakat, dan haji bagi kehidupan pribadi, keluarga, dan sosial.
B. URAIAN MATERI
1. Pengertian dan Ruang lingkup Syariah
Syariah menurut bahasa berarti jalan, sedangkan menurut istilah adalah sistem
norma yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
manusia dan hubungan manusia dengan alam. Syariah merupakan aspek norma atau
hukum dalam ajaran Islam yang keberadaanya tidak terlepas dari akidah Islam. Oleh
karena itu, isi syariah meliputi aturan-aturan implementasi dari kandungan Al-Quran dan
Al-Sunnah.
Aturan-aturan syariat yang sudah dikodifikasi disebut fiqih. Dengan demikian fiqih
dapat disebut sebagai hasil kodifikasi syariat Islam yang bersumber dari Al-Quran dan
Sunnah. Syariat Islam mengatur perbuatan seorang muslim, di dalamnya terdapat hukum-
hukum yang terdiri atas:
Wajib, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan diberi pahala apabila ditinggalkan
berdosa
Sunnat, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala apabila
ditinggalkan tidak berdosa
Mubah, yaitu perbuatan yang boleh dikerjakan atau ditinggalkan tidak diberi
pahala ataupun dosa
Makruh, yaitu apabila ditinggalkan mendapat pahala apabila dikerjakan tidak
berdosa
2. Fungsi Syariah
Syariat Islam diturunkan Allah kepada manusia sebagai pedoman yang
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada manusia agar mereka dapat melaksanakan
tugas hidupnya didunia dengan benar sesuai dengan kehendak Allah. Karena itu syariat
berfungsi sebagai berikut:
a. Mengarahkan pada pencapaian tujuan manusia sebagai hamba Allah
Syariat adalah aturan-aturan Allah yang berisi perintah Allah untuk ditaati dan
dilaksanakan, serta aturan tentang larangan Allah untuk dijauhi dan dihindari. Ketaatan
terhadap aturan tersebut menunjukkan ketundukan manusia terhadap Allah dan
perhambaan manusia kepada-Nya. Perhambaan secara total dan utuh merupakan tujuan
dari penciptaan manusia di muka bumi, sebagaimana firman Allah:
ت ا وا س ل ع دون وما خ
ْلجن ِْل ْن ِا ْل ب َلق
Tidaklah Kami ciptakan manusia dan Jin, melainkan agar mereka menyembah-Ku (QS
Adz-Dzariyat [51]: 56)
b. Mengarahkan manusia pada pencapaian tujuan sebagai khalifah Allah
Penyembahan dan penghambaan secara utuh dan total hanya kepada Allah
membebaskan manusia dari keterikatan dan ketundukan terhadap makhluk. Manusia akan
bebas bertindak dalam kaitan dengan makhluk lainnya, tidak diperbudak atau
memperbudak makhluk lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia dapat berperan
sebagai khalifah Allah dimuka bumi yang melaksanakan dan membumikan sifat-sifat Allah
dalam batas kemanusiaan.
Aturan-aturan syariah akan memberikan batasan yang jelas dari kebebasan yang
dimiliki manusia. Dengan demikian, kekhalifahan manusia diatur dalam tatanan
pencapaian kesejahteraan lahir batin manusia dan terhindar dari kesesatan. Firman Allah:
ح ِق
ْول س ض ْين ِفى#ًيدا ٗو د اِنَّا ج ْل خ ِل ْيفَة
ِبا ْل النَّا فَاحكم اْلَر ٰنك
ن س ّٰل ِال ك س ْيل ل ّالِٰ ن ن َيضلُّو ا ْل ه ٰو ى تَتَّ ِب
عن ِب َّذ ْي# ِا ال ضلَ عن#ُي
ْ يل
ࣖ وم ا س ا ب ما عذَاب شد لَهم
ْل ح َنسوا ْيد
“Hai Daud sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) dimuka
bumi,maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapatkan azab yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS As-Shaad [38]: 26)
4. Ibadah
Ibadah adalah perhambaan seorang kepada Allah sebagai pelaksanaan tugas hidup
sebagai makhluk. Ibadah meliputi ibadah khusus atau ibadah mahdhah dan ibadah umum
atau ibadah ghair mahdhah. Ibadah khusus adalah ibadah yang langsung ditujukan kepada
Allah. Ibadah ini telah ditentukan macam, tata cara, dalam rukunnya oleh Allah.
Pelanggaran terhadap tata cara dan syarat rukun dalam ibadah ini menjadikan ibadah
tersebut tidak sah atau batal. Ibadah yang termasuk dalam jenis ini adalah shalat, puasa,
zakat dan haji.
Ibadah khusus sedapat mungkin dilaksanakan sesuai perintah Allah atau contoh
Rasulullah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam melaksanakan ibadah khusus, seorang
muslim harus berpegang teguh kepada ketentuan yang sudah pasti berdasarkan perintah
Allah dan contoh yang dilakukan oleh Rasulullah. Beribadah yang tidak sesuai dengan
perintah Allah atau contoh Rasulullah dapat dikategorikan sebagai perbuatan “bid‘ah”,
yaitu mengadakan sesuatu yang baru dan tidak memiliki dasar yang jelas dari Al-Quran
dan Sunnah. Perbuatan bid‘ah dalam ibadah khusus ditolak karena adanya tambahan atau
pengurangan dan tidak sesuai dengan perintah atau contoh yang ditentukan.
Ibadah umum atau ibadah ghair mahdhah adalah ibadah yang jenis dan macamnya
tidak ditentukan, baik dalam Al-Quran maupun sunah Rasulullah. Ibadah ini menyangkut
segala perbuatan yang dilakukan seorang muslim. Perbuatan tersebut dapat dipandang
sebagai ibadah apabila tidak termasuk yang dilarang Allah atau Rasul-Nya dan dilakukan
karena Allah.
Untuk melihat suatu perbuatan termasuk ibadah umum atau bukan, dapat dirujuk
pada kaidah: “Semua ibadah umum boleh dilakukan kecuali yang dilarang Allah atau
Rasul-Nya”. Ibadah umum berkaitan dengan segala kegiatan manusia atau muamalah yang
tidak dirinci jenisnya satu per satu.
5. Ibadah Khusus
a. Thaharah dan Hikmahnya
Thaharah atau bersuci merupakan syarat pelaksanaan ibadah lainnya, seperti shalat,
tawaf, dan sebagainya. Bersuci terdiri atas bersuci dari najis dan hadas. Bersuci dari najis
adalah menghilangkan najis dari badan, pakaian, dan tempat dengan bahan atau alat
penghilang najis, yaitu air, tanah, atau benda lain yang disahkan oleh syariat, seperti batu,
daun yang kasap, atau kertas.
Bersuci dari hadas adalah menghilangkan hadas kecil dan hadas besar. Hadas kecil
dihilangkan dengan wudhu dan hadas besar dengan mandi janabat (mandi wajib karena
bersetubuh, keluar air mani, usai haid atau nifas). Baik wudhu maupun mandi dapat
digantikan dengan tayamum, jika tidak didapatkan air, di perjalanan atau karena halangan
tertentu, seperti sakit.
Wudhu adalah menghilangkan hadas kecil dengan cara berniat, membasuh muka,
dua tangan, dan dua kaki sampai mata kaki. Firman Allah:
اغسُل ْوا ْ ه ْ َ كم ص يٓاَ;ُي ها ذ ْين امن ذَ;ا قُ;متُ; ْم اَِلى
و كم ي ي ِالَى ال ْٓوا َال
َوا وج ٰل;و
د
كم اَِلى ا ع َب ْي ِن وار ج
َ ْوسكم ق وامسح ا م
ْلك رء ل ْوا ْل را
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu hendak berdiri melakukan shalat, basuhlah
mukamu dengan tanganmu sampai ke siku, lalu sapulah kepalamu dan basuhlah kakimu
hingga dua mata kaki…. (QS Al-Ma’idah [5]: 6)
Mandi janabat dinyatakan sah ketika berniat dan mengalirkan air secara merata ke
seluruh tubuh.
Apabila mandi dan wudhu tidak bisa dilakukan karena sakit atau tidak ada air,
dapat diganti dengan tayamum. Tayamum, baik untuk menggantikan wudhu atau mandi
adalah mengusap tanah (debu) ke muka atau telapak tangan dengan niat mengganti wudhu
atau mandi. Thaharah atau bersuci mengandung hikmah, yaitu:
Hikmah Thaharah adalah sebagai berikut:
Membiasakan hidup bersih yang menjadi syarat hidup sehat
Wudhu yang di dalamnya terkandung kewajiban membasuh anggota, wudhu
mengisyaratkan kewajiban untuk mensucikan diri setiap saat dari dosa.
Tayamum menggunakan tanah mengisyaratkan manusia untuk rendah hati, tidak
sombong atau takabur
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari
jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS Al-Jumuah, 62:9)
Di samping shalat wajib seperti yang telah disebutkan di atas, terdapat juga shalat
sunnat, yaitu shalat yang dianjurkan untuk dilakukan.
Macam-macam shalat sunnat, antara lain:
Shalat sunnat yang mengiringi waktu shalat fardhu, yaitu shalat rawatib (shalat
sunnat yang dilakukan sebelum atau sesudah shalat fardhu) baik yang sunnat muakkad
maupun yang bukan muakkad.
Shalat sunnat malam hari, yaitu shalat tahhajud, shalat istikharah, shalat witir, dsb.
Shalat sunnat yang dilakukan pada hari-hari tertentu, yaitu shalat idul fitri dan idul
adha.
Shalat sunnat yang hanya dilakukan pada bulan Ramadhan saja, yaitu shalat
tarawih.
Shalat sunnat yang dilakukan pada peristiwa-peristiwa tertentu saja, seperti shalat
gerhana (bulan maupun matahari) dan shalat istisqa (meminta hujan).
Shalat-shalat sunnat tersebut merupakan ibadah yang seyogyanya dilakukan untuk
mendekatkan diri kepada Allah, membina pribadi, dan menjaga diri, tidak terjerumus
kepada dosa, dan kemungkaran serta selalu dalam perlindungan Allah Swt.
ْون#ص نَ ُع#َك َبر َ لٰوُّال َيعَلم ما ت#َ ْن ٰهى عن ا ْلَفحش ۤاء وا ْلم ْنكر َوَل ِذكر ل ّالِٰ ا# َت#َِان الص ٰلوة
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar dan sesungguhnya
mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain) . (QS Al-
‘Ankabut [29]: 45)
ْي ص
ّلُوال س ِم ْ س; ك ص ُ ْ وتُ; َز ّ ِ;ك َ وصل علَ ْي ِه ْم اَ ْم َوا ِل خ ْذ
ٌم
ْيع م ن ٰلوتَ;ك ن َدَقةً ت ر م ْي ِه ْم ه ِه ْم من
ع
ا ط
ِل
ه ه
ِه
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersikan dan
menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka, sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS
At-Taubah [9]: 103)
Bagi orang yang megeluarkannya (muzakki), zakat yang memiliki fungsi sebagai
pelaksana perintah dan ibadah kepada Allah dan sekaligus merupakan cara pembersihan
dan penyucian harta yang dimilikinya. Segala yang dimakan dan digunakan adalah harta
yang telah bersih dari hak-hak orang lain yang melekat pada hartanya. Dengan demikian,
ia akan terhindar dari memakan harta yang bukan haknya.
Harta yang dikumpulkan dari para muzakki diberikan kepada orang-orang yang
berhak menerima zakat (mustahik). Mereka ini adalah:
a. Fakir (orang yang penghasilannya tidak cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari)
b. Miskin (orang yang penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari
dan tidak dapat membeli sandang dan papan)
c. Amilin (orang yang bertugas mengumpulkan, mengelola, dan mendistribusikan zakat
sampai ke mustahiknya)
d. Muallaf (orang yang tertarik untuk memeluk agama Islam sehingga apabila diberi zakat
akan memantapkan imannya)
e. Hamba sahaya (orang yang berstatus budak belian)
f. Gharim (orang yang banyak berutang atau yang bangkrut usahanya)
g. Fi Sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah dengan ikhlas)
h. Ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di jalan; yang terlantar atau terlunta-lunta di
jalanan)
Mustahik zakat dijelaskan dalam firman Allah berikut:
عل وا ؤلَّف قُل و ِفى ’رقَا وا سك وا ْل ام ِل ما الصد ل ر ن
ْ
ال ب ْيها ْلم ة ْوب م ْين ْلم ْين ٰقت ْل ُفَق ۤاء
ه
حك ع ٰ لِّٰال ْ ض ’م وا ا لس ِ ب ْ ي ٰ س ِب ارم ْين و وا ْل
ْيم ِل ْيم ّل َو ي ة ن ِل ْبن ْيل ِفي
ل ِلا
ُا ر
ي
وم ك َف ِان َٰ ِ عن ط ع ل س ِب#َت ست و ِ ه ا ْل َب
ن ف ر لّال ن من ا ا ْيه ًْيل ْي حج ِّ ِ ل
َ ل علَى النَّاس
غ
ا ع م ْين
ْل َل
….mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa (mengingkari kewajiban
haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
(QS Ali ‘Imran [3]: 97)
Ibadah haji adalah bentuk ibadah yang memiliki aspek-aspek keimanan, ritual, dan
fisik yang ditunjang oleh aspek ekonomi dan politik.
Aspek keimanan, berarti untuk berangkat naik haji seorang muslim dituntut untuk
berkorban harta, waktu, dan tenaga. Keimananlah yang mendorong seorang muslim untuk
berangkat ibadah haji. Kegiatan ritual, maksudnya ibadah haji berisi gerakan-gerakan,
pekerjaan-pekerjaan dan bacaan-bacaan yang bersifat ritual. Kegiatan ibadah haji dapat
dilakukan seorang muslim apabila ia memiliki kemampuan ekonomi yang dapat
digunakannya untuk membiayai haji. Aspek politik juga berperan dalam ibadah haji karena
tempat ibadah, yaitu Mekah dan Madinah berada dinegara lain dengan tata aturan hukum
tersendiri. Di sini diperlukan hubungan politik antara pemerintah Saudi dengan negara
kaum muslimin berada sehingga ibadah haji dapat berlangsung dengan aman dan tertib.
f. Muamalah
Muamalah adalah hubungan antar manusia, hubungan sosial atau hablun minan-
nâs. Dalam syariat Islam, hubungan antar manusia tidak dirinci jenisnya tetapi diserahkan
kepada manusia mengenai bentuknya. Islam hanya membatasi bagian-bagian yang penting
dan mendasar berupa larangan Allah dalam Al-Quran atau larangan Rasul-Nya yang
ditemukan di dalam As-Sunnah.
Ruang lingkup muamalah tidak terbatas. Al-Quran banyak membicarakan
persoalan muamalah dibandingkan ibadah ritual. Hal ini mengisyaratkan bahwa Al-Quran
merupakan pedoman hidup bagi manusia. Sebab, kegiatan yang paling banyak dilakukan
manusia adalah hubungan dengan sesamanya.
Para ahli telah mengkodifikasi sebagian persoalan muamalah dalam hukum-hukum
syariat yang berkaitan dengan aturan pernikahan, pewarisan, ekonomi, pidana, dan
sebagainya, yang menyangkut tata hukum dalam hubungan sosial. Hasil kodifikasi ini telah
tersusun secara sistematis dalam kitab-kitab fiqih, seperti fiqih mazhab Maliki, Syafi‘i,
Hanafi, Hanbali.
C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Shalat fardu merupakan ibadah pokok yang dilaksanakan lima kali sehari semalam.
Bagaimana Anda menjelaskan secara logis pelaksanaan shalat tersebut dengan upaya
pencegahan terhadap perbuatan dosa dan kemungkaran?
2. Jelaskan pendapat anda bagaimana sebenarnya Islam itu mengatur kaidah-
kaidah yang berkaitan dengan ibadah vertikal dan ibadah horizontal
(muamalah) ?
3. Jelaskan Konsep kebersihan (Thaharah) Menurut Islam dan Sebutkan Hikmah dari
pelaksanaan thaharah!
Untuk Non-Muslim
2. Jelaskan ibadah pokok apa saja yang Anda kerjakan dalam agama Anda? Apakah di
dalam agama Anda mengenal tuntunan/konsep kebersihan (thaharah) seperti wudhu
dan mandi wajib (jinabah) setelah menstruasi atau setelah berhubungan suami istri?
Jelaskan!