Syariah
Syari’ah adalah sebutan terhadap pokok ajaran Allah dan Rasulnya yang merupakan jalan atau
pedoman hidup manusia dalam melakukan hubungan vertical kepada Pencipta, Allah SWT, dan
juga kepada sesame manusia.
C. Sumber-Sumber Syariah
1. Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan merupakan
Undang-Undang yang sebagian besar berisi hukum-hukum pokok.
2. Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan penjelasan dan rincian
terhadap hukum-hukum Al-Qur’an yang bersifat umum.
3. Ra’yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menetapkan hukum
yang belum ditetapkan secara pasti dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
B.Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya
satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-
Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa
Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
“Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki
Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat : 56-58].
Allah SWT. memberitahukan hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka
agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.dan Allah SWT. Maha Kaya, tidak
membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi mereka yang membutukan-Nya. Karena
ketergantungan mereka kepada Allah SWT. maka mereka menyembah-Nya sesuai aturan
syari’at-Nya. Maka siapa yang menolak ibadah kepada Allah SWT. ia adalah sombong. Siapa
yang menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan maka ia adalah mubtadi
(pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia
adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut)
adalah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji dan jihad adalah
ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati).
C. Muamalah
Secara Etiomologi Muamalah berasal dari kata ( )العملyang merupakan istilah yang
digunakan untuk mengungkapkan semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf. muamalah
mengikuti pola ( ) ُمفَا َعلَةyang bermakna bergaul ()التَّ َعا ُمل.
Secara Terminologi Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan selain
ibadah.
Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi
manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa
menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain.
Ibadah wajib berpedoman pada sumber ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, yaitu harus ada
contoh (tatacara dan praktek) dari Nabi Muhammad SAW. Konsep ibadah ini berdasarkan
kepada mamnu’ (dilarang atas haram). Ibadah ini antara lain meliputi shalat, zakat, puasa, dan
haji. Sedangkan masalah mu’amalah (hubungan kita dengan sesame manusia dan lingkungan),
masalah-masalah dunia, seperti makan dan minum, pendidikan, organisasi, dan ilmu
pengetahuan dan teknologi, berlandaskan pada prinsip “boleh” (jaiz) selama tidak ada larangan
yang tegas dari Allah dan Rasul-Nya.
Berkaitan dengan hal di atas (mu’amalah), Nabi Muhammad SAW mengatakan:
“Bila dalam urusan agama (aqidah dan ibadah) Anda contohlah saya. Tapi, dalam urusan dunia
Anda, (teknis mu’amalah), Anda lebih tahu tentang dunia Anda.”
Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan atau contoh tatacara,
atau aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Apabila hal itu tidak ada, maka
tindakan yang kita lakukan dalam ibadah itu akan jatuh kepada bid’ah, dan setiap
perbuatan bid’ah adalah dhalalah (sesat). Sebaliknya dalam mu’amalah yang harus dan penting
untuk diketahui adalah apakah ada larangan tegas dari Allah dan Rasul-Nya, karena apabila tidak
ada, hal tersebut boleh saja dilakukan.
Dalam hal ini, Dr. Kaelany juga menjelaskan adanya dua prinsip yang perlu kita
perhatikan, yaitu:
Pertama: Manusia dilarang “menciptakan agama, termasuk system ibadah dan tata caranya,
karena masalah agama dan ibadah adalah hak mutlak Allah dan para Rasul-Nya yang ditugasi
menyampaikan agama itu kepada masyarakat. Maka menciptakan agama dan ibadah adalah
bid’ah. Sedang setiap bid’ah adalah sesat.
Kedua: Adanya kebebasan dasar dalam menempuh hidup ini, yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan masalah mu’amalah, seperti pergaulan hidup dan kehidupan dalam masyarakat dan
lingkungan, yang dikaruniakan Allah kepada umat manusia (Bani Adam) dengan batasan atau
larangan tertentu yang harus dijaga. Sebaliknya melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh
Allah dan Rasul-Nya adalah bid’ah.
Dalam menjalankan keseharian, penting bagi kita untuk mengingat dua prinsip di atas.
Ibadah tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati kita karena semua ketentuan dan aturan
telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, serta contoh dan tatacaranya telah diajarkan oleh
Rasulullah SAW semasa hidupnya. Melakukan sesuatu dalam ibadah, yang tidak ada disebutkan
dalam Al-Qur’an dan Sunnah berarti melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allah
SWT, dan ini sungguh merupakan perbuatan yang sesat.
Namun dalam beberapa hal, tentu ada hal yang harus diperhatikan sesuai dengan
perkembangan zaman. Di sini lah implikasi dari mu’amaah itu sendiri. Selama tidak ada
larangan secara tegas di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hal yang dipertimbangkan itu boleh
dilakukan. Hal ini telah diterangkan oleh Rasul dalam sabdanya yang sudah ditulis di atas.
Sebagai contoh adalah dalam kehidupan sehari-hari, pada zaman hidupnya Rasulullah,
masyarakat yang mengadakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain menggunakan binatang
Unta sebagai kendaraan. Akan tetapi hal itu tidak mungkin sama dalam kehidupan zaman
modern ini. Dan karenanya, menggunakan kendaraan bermotor diperbolehkan karena tidak ada
larangan dari Allah dan Rasul-Nya (tidak tertera larangan yang tegas dalam Al-Qur’an dan
Sunnah).
Syariat Islam adalah ajaran islam yang membicarakanamal manusia baik
sebagai makluk ciptaan Allah maupun hamba Allah.
Terkait dengan susunan tertib Syari’at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan
bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak
diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa
jika terdapat suatu perkara yang Allah dan RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka
umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh
ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan
ketentuannya sudah dimaafkanAllah.