Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ibadah

MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DISUSUN OLEH:
NUR BUDIAJI
SUKO RAHARJO
CATUR WAHYONO

MAHASISWA SEMESTER 1
PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
Tahun 2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta danPemelihara
alam semesta ini, atas karunianya kami dapat menyelesaikan MakalahAgama yang berjudul
Syariah, Ibadah, dan Muamalah. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan bagi nabi
Muhammad SAW, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman termasuk
kita semua.
Makalah ini kami susun sebagai bahan diskusi bagi mahasiswa dan diharapkan dengan
disusunnya makalah ini akan menjadi acuan untuk mendukung proses pembelajaran Agama
Islam secara sederhana dan mengena padapermasalahan yang ada di masyarakat.
Disadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam pembahasanmakalah ini dari
teknis penulisan sampai dengan pembahasan materi untuk itubesar harapan kami akan saran dan
masukan yang sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing pada mata
kuliah pendidikan Agama Islam yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah ini dan
tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa Teknik Arsitektur kami ucapkan terima kasih semoga
apa yang saya susun bermanfaat.

Pasir Pengaraian Oktober 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan segala
pemberian-Nya manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh
dirinya. Tapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang
telah memberikannya. Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan
sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Hidup
yang dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan
tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah yang
Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan Kauniyah).
Sebagian dari syariat terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun
ibadah umum. Sumber syariat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang
belum diatur secara pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariat
dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam Aqidah atau keimanan.
Semoga dengan bimbingan syariah hidup kita akan selamat dunia dan akhirat.

B.Rumusan Masalah
A. Apakah yang dimaksud dengan Syariah
B. Apakah yang dimaksud dengan ibadah
C. Apakah yang dimaksud dengan Muamalah

C.Tujuan
1.Tujuan umum
Secara umum pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami
Hukum Islam tentang Syariah dan Muamalah

2.Tujuan khusus
Tujuan khusus pembuatan makalah ini yaitu untuk mengikuti prosedur pengajaran dalam
mata pelajaran Agama Islam .

D.Manfaat
Menambah pengetahuan Hukum Islam tentang Syariah,Muamalah dan Ibadah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syariah

Syari’ah adalah sebutan terhadap pokok ajaran Allah dan Rasulnya yang merupakan jalan
atau pedoman hidup manusia dalam melakukan hubungan vertical kepada Pencipta, Allah
SWT, dan juga kepada sesame manusia.

Ada dua pendekatan dalam mendefinisikan Syari’ah, yaitu antara lain:


Dari segi tujuan, Syari’ah memiliki pengertian ajaran yang menjaga kehormatan manusia
sebagai makhluk termulia dengan memelihara atau menjamin lima hal penting, yaitu:

a) Menjamin kebebasan beragama (Berketuhanan Yang Maha Esa)


b) Menjamin kehiupan yang layak (memelihara jiwa)
c) Menjamin kelangsungan hidup keluarga (menjaga keturunan)
d) Menjamin kebebasan berpikir (memelihara akal)
e) Menjamin kehidupan dengan tersedianya lapangan kerja yang pantas (memelihara harta)
Lima hal pemeliharaan itu akan menjadi ukuran dari lima hukum Islam, seperti wajib,
sunnat, haram, makruh, dan mubah.
Ditinjau dari segi klasifikasi.
Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran Islam itu
sendiri (42 :13). Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek hukum dari ajaran
Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum demikian karena Islam
merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa dilepaskan dari aqidah sebagai
fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari syariah itu sendiri.

Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri manusia
dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban (masyarakat madani).

Syariah meliputi 2 bagian utama :

1. Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah (vertikal).
Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat, zakat, puasa
2. Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungannya) . Dalam
hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat, dagang,
bernegara, dll.

Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqh.

Dalam menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan :

a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan as Sunnah (24 :51, 4:59) menjauhi bid'ah (perkara
yang diada-adakan)

b. Syariah Islam telah memberi aturan yang jelas apa yang halal dan haram (7 :33, 156-157),
maka :

-Tinggalkan,yang,subhat(meragukan)
- ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan bertele-tele

c. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286), dan menghendaki
kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga terhadap kekeliruan yang tidak disengaja & kelupaan
diampuni Allah, amal dilakukan sesuai kemampuan

d. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syari’ah (3:103,


8:46).

Syari’ah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma'ruf nahi
munkar.

1.2.1. Perbedaan Syari’ah dan Fiqh

Sepintas kita melihat bahwa syari’ah dan Fiqh tidak jauh berbeda, Ilmu Fiqh memang
membahas tentang tata cara beribadah yang termasuk dalam syari’ah. Keduanya ada
untuk saling melengkapi. Namun, tetap ada perbedaan diantara keduanya.

Berikut ulasannya, Syari’ah terdiri dari dua bagian yaitu:

(1). Ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya

(2). Muamalah yang mengatur hubungan dengan sesama dan makhluk lainnya (binatang dan
tumbuhan). Sedangkan Fiqh menurut bahasa berarti ‘paham’ dan secara istilah adalah
pengetahuan tentang hukum-hukum syari’ah yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan
mukallaf dan mengkaji secara mendalam ilmu Syari’ah yang terdiri dari ibadah, baik yang
bersifat mahdhah maupun ghairmahdhah. Syari'ah memiliki pengertian yang amat luas.
Tetapi dalam konteks hukum Islam, makna Syari'ah adalah Aturan yang bersumber dari nash
yang qat'i. Sedangkan Fiqh adalah aturan hukum Islam yang bersumber dari nash yang z

Untuk memahami hal ini, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui arti dari Ibadah
dan Muamalah itu sendiri. Ibadah.
Berikut di bawah ini adalah pengertian dari Ibadah, menurut Ustadz Yazid bin Abdul Qadir
Jawas.

B.RuangLingkup Syariah
Ruang lingkup syariah antara lain mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut :
1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT
(ritual),yangterdiridari:
a. Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan haji.
b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rumun Islam.
1. Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum, pengaturan
menghilangkan najis, peraturan air, istinja, adzan, qomat, I’tikaf, do’a, sholawat, umroh,
tasbih, istighfar, khitan, pengurusan mayit, dan lain-lain.
2. Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan lain-lain.
2. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang lainnya
dalam hal tukar-menukar harta (jual beli dan yang searti), diantaranya : dagang, pinjam-
meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan, penemuan, pengupahan, rampasan
perang, utang-piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, titipan, jizah, pesanan, dan lain-
lain.
3. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam
hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya), diantaranya : perkawinan,
perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan, memelihara anak, pergaulan suami istri, mas
kawin, berkabung dari suami yang wafat, meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam walimah,
wasiyat, dan lain-lain.
4. Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishsash, diyat, kifarat,
pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad, khianat dalam perjuangan, kesaksian dan lain-
lain.
5. Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik), diantaranya :
ukhuwa (persaudaraan) musyawarah (persamaan), ‘adalah (keadilan), ta’awun (tolong
menolong), tasamu (toleransi), takafulul ijtimah (tanggung jawab sosial), zi’amah
(kepemimpinan) pemerintahan dan lain-lain.
6. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, sabar, tawadlu,
(rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen), syaja’ah (berani), birrul walidain
(berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.
7. Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar,
pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid, da’wah, perang, dan lain-lain.

C.Sumber-Sumber,Syariah
1. Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan merupakan
Undang-Undang,yang.sebagianbesarberisihukum-hukum,pokok.
2. Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan penjelasan dan rincian
terhadaphukum-hukum,Al-Qur’an,yang,bersifat,umum.
3. Ra’yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menetapkan
hukum yang belum ditetapkan secara pasti dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

B.Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan
maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-
Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa
Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Ibadah inilah
yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
“Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha
Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat : 56-58].
Allah SWT. memberitahukan hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka
agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.dan Allah SWT. Maha Kaya, tidak
membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi mereka yang membutukan-Nya. Karena
ketergantungan mereka kepada Allah SWT. maka mereka menyembah-Nya sesuai aturan
syari’at-Nya. Maka siapa yang menolak ibadah kepada Allah SWT. ia adalah sombong. Siapa
yang menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan maka ia adalah mubtadi
(pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia
adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut),
raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakal (ketergantungan), raghbah (senang), dan
rahbah (takut) adalah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji
dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati).

C. Muamalah
Secara Etiomologi Muamalah berasal dari kata (‫ )العمل‬yang merupakan istilah yang
digunakan untuk mengungkapkan semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf. muamalah
mengikuti pola (‫ ) ُمفَا َعلَة‬yang bermakna bergaul (‫)التَّ َعا ُمل‬.
Secara Terminologi Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan
selain ibadah.
Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi
manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli,
sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan
lain-lain.
Ibadah wajib berpedoman pada sumber ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, yaitu harus
ada contoh (tatacara dan praktek) dari Nabi Muhammad SAW. Konsep ibadah ini
berdasarkan kepada mamnu’ (dilarang atas haram). Ibadah ini antara lain meliputi shalat,
zakat, puasa, dan haji. Sedangkan masalah mu’amalah (hubungan kita dengan sesame
manusia dan lingkungan), masalah-masalah dunia, seperti makan dan minum, pendidikan,
organisasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, berlandaskan pada prinsip “boleh” (jaiz)
selama tidak ada larangan yang tegas dari Allah dan Rasul-Nya.
Berkaitan dengan hal di atas (mu’amalah), Nabi Muhammad SAW mengatakan:
“Bila dalam urusan agama (aqidah dan ibadah) Anda contohlah saya. Tapi, dalam urusan
dunia Anda, (teknis mu’amalah), Anda lebih tahu tentang dunia Anda.”
Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan atau contoh
tatacara, atau aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Apabila hal itu tidak ada,
maka tindakan yang kita lakukan dalam ibadah itu akan jatuh kepada bid’ah, dan setiap
perbuatan bid’ah adalah dhalalah (sesat). Sebaliknya dalam mu’amalah yang harus dan
penting untuk diketahui adalah apakah ada larangan tegas dari Allah dan Rasul-Nya, karena
apabila tidak ada, hal tersebut boleh saja dilakukan.
Dalam hal ini, Dr. Kaelany juga menjelaskan adanya dua prinsip yang perlu kita
perhatikan, yaitu:
Pertama: Manusia dilarang “menciptakan agama, termasuk system ibadah dan tata caranya,
karena masalah agama dan ibadah adalah hak mutlak Allah dan para Rasul-Nya yang
ditugasi menyampaikan agama itu kepada masyarakat. Maka menciptakan agama dan
ibadah adalah bid’ah. Sedang setiap bid’ah adalah sesat.
Kedua: Adanya kebebasan dasar dalam menempuh hidup ini, yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan masalah mu’amalah, seperti pergaulan hidup dan kehidupan dalam masyarakat dan
lingkungan, yang dikaruniakan Allah kepada umat manusia (Bani Adam) dengan batasan
atau larangan tertentu yang harus dijaga. Sebaliknya melarang sesuatu yang tidak dilarang
oleh Allah dan Rasul-Nya adalah bid’ah.
Dalam menjalankan keseharian, penting bagi kita untuk mengingat dua prinsip di atas.
Ibadah tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati kita karena semua ketentuan dan aturan
telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, serta contoh dan tatacaranya telah diajarkan
oleh Rasulullah SAW semasa hidupnya. Melakukan sesuatu dalam ibadah, yang tidak ada
disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah berarti melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan
oleh Allah SWT, dan ini sungguh merupakan perbuatan yang sesat.
Namun dalam beberapa hal, tentu ada hal yang harus diperhatikan sesuai dengan
perkembangan zaman. Di sini lah implikasi dari mu’amaah itu sendiri. Selama tidak ada
larangan secara tegas di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hal yang dipertimbangkan itu boleh
dilakukan. Hal ini telah diterangkan oleh Rasul dalam sabdanya yang sudah ditulis di atas.
Sebagai contoh adalah dalam kehidupan sehari-hari, pada zaman hidupnya Rasulullah,
masyarakat yang mengadakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain menggunakan
binatang Unta sebagai kendaraan. Akan tetapi hal itu tidak mungkin sama dalam kehidupan
zaman modern ini. Dan karenanya, menggunakan kendaraan bermotor diperbolehkan karena
tidak ada larangan dari Allah dan Rasul-Nya (tidak tertera larangan yang tegas dalam Al-
Qur’an dan Sunnah).
Syariat Islam adalah ajaran islam yang membicarakanamal manusia baik
sebagai makluk ciptaan Allah maupun hamba Allah.
Terkait dengan susunan tertib Syari’at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan
bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam
tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami
bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan RasulNya belum menetapkan
ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman
makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-
hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkanAllah.

D. Macam – macam Ibadah dan Mu’amalah


Persamaan pengertian muamalah dalam arti sempit dengan muamalah dalam arti luas
ialah sama sama mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitan dengan
pengaturan harta.
Pembagian Muamalah
Menurut Ibn Abidin, fiqh muamalah terbagi menjadi lima bagian, yaitu:
a. Mu'awadlah Matiyah (Hukum Kebendaan),
b. Munakahat (Hukum Perkawinan),
c. Muhasanat (Hukum Acara),
d. Amanat dan ‘Aryah (pinjaman),
e. Tirkah (Harta Peninggalan).
Ibn Abidin adalah salah seorang yang mendefinisikan muamalah secara luas sehingga
munakahat termasuk salah satu bagian fiqh muamalah, padahal munakahat diatur dalam
disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqh munakahat.

E. Perkara yang Dihadapi Umat Islam


Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani
hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa
yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara’ dan perkara yang
masuk dalam kategori Furu’ Syara’.
1. Asas Syara’
Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al
Hadits. Kedudukannya sebagaiPokok Syari’at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama
Syara’ dan Al Hadits itu Asas Kedua Syara’. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam
seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga akhir zaman,
kecuali dalam keadaan darurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang
memungkinkan umat Islamtidak mentaati syari’at Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau
dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak
diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan
keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali
kepada ketentuan syari’at yang berlaku.
2. Furu’ Syara’
Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al
Hadist.Kedudukannya sebaga Cabang Syari’at Islam.Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat
seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai
peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.
Perkara atau masalah yang masuk dalam furu’ syara’ ini juga disebut sebagai
perkara ijtihadiyah.

F. Filsafat Ibadah dan Muamalah


Pendahuluan Tujuan penciptaan manusia dan jin hanya tiada lain adalah untuk beribadah
kepada Allah SWT. Penciptaan itu bukan sekedar main-main atau hal yang percuma. Di balik
penciptaan itu, Allah SWT mempunyai rencana yang sungguh-sungguh. Setiap makhluk
diberi kesempatan untuk berkembang maju ke arah suatu tujuan itu, yaitu keridhaan-Nya.
Allah SWT adalah sumber dan pusat segala kekuasaan dan kesempurnaan. Kemajuan yang
kita capai tergantung kepada cara kita mendapatkan diri sesuai dengan kehendak-Nya. Inilah
sebaik-baik ibadah kita kepada-Nya. Gambaran tentang kemampuan syari'at Islam dalam
menjawab segala persoalan modern dapat diketahui dengan mengemukakan beberapa prinsip
syari'at Islam mengenai tatanan hidup secara vertikal (antara manusia dengan Tuhannya) dan
secara horizontal (antara sesama manusia). kebanyakan ahli fiqh teah menetapkan kaidah
bahwa hukum asal segala sesuatu dalam bidang material dan hubungan antara sesama
manusia (mu'amalat) adalah boleh, kecuali apabila ada dalil yang menunjukkan bahwa
sesuatu itu dilarang. Kaidah di atas berlawanan dengan kaidah hukum dalam bidang ibadah.
Dalam bidang ibadah, syari'at Islam menetapkan sendiri garis-garisnya.
Di sini dikemukakan nash yang tidak dapat ditafsirkan lain, sehingga terjaga dari
kesimpangsiuran. Dalam bidang yang disebut terakhir ini terdapat kaidah bahwa ibadah tidak
dapat dilakukan kecuali apabila ada dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu itu telah
diperintahkan oleh Allah SWT dan atau dicontohkan oleh Rasulullah. Sebagaimana yang
dikatakan oleh imam al-Syathibi, ibadah memiliki maksud asli dan maksud sekunder, maksud
asli adalah semata-mata menuju Allah SWT dengan tujuan tunduk, taat, mencintai dan
menuju kepada Allah SWT dalam setiap kondisi, kemudian diikuti dengan bukti berupa
beribadah untuk mendapatkan derajat di akhirat atau menjadi kekasih Allah SWT dan lain-
lain. Sedangkan maksud sekunder dalam ibadah adalah seperti meluruskan diri dan
mendapatkan keutamaan. Apabila makna-makna ibadah yang diberikan oleh masing-masing
ahli ilmu diperhatikan baik, nyatalah bahwa takrif yang diberikan oleh suatu golongan
berpaut untuk menyempurnakannya dengan takrif yang diberikan oleh golongan yang lain.
Jelasnya, tidaklah dipandang seorang mukallaf telah beribadah (sempurna ibadahnya)
kalau ia hanya mengerjakan ibadah-ibadah dalam pengertian fuqaha, atau ahli ushul saja. Di
samping ia beribadah dengan ibadah yang dimaksudkan oleh ahli tauhid, ahli hadits dan ahli
tafsir. Dan perlu pula ia beribadah dengan yang dimaksudkan oleh ahli akhlak, yaitu
memperbaiki budi pekerti. Maka apabila pengertian-pengertian tersebut telah menyatu,
barulah terdapat hakikat ibadah dan ruhnya : barulah rangka ibadahnya mempunyai motor
yang menggerakkan. Al-Qur'an dan Al-Sunnah yang menjadi sumber dan pedoman bagi umat
untuk beribadah mengandung ajaran-ajaran yang oleh Mahmud Syaltut dibagi kepada dua
bagian, yaitu : ajaran tentang akidah dan ajaran tentang syari'ah, kemudian syari'ah itu sendiri
terdiri atas ibadah dan mu'amalah.
Ajaran tentang akidah berkaitan dengan persoalan keimanan dan keyakinan seseorang
terhadap eksistensi Allah SWT, para malaikat, Rasul, kitab suci yang diturunkan Allah SWT,
tentang hari akhirat, dan lain sebagainya. Ajaran tentang akidah bersifat permanen, pasti dan
tidak berubah disebabkan terjadinya perubahan sosial-kultural Ajaran tentang ibadah
berkaitan dengan persoalan-persoalan pengabdian kepada Allah SWT dalam bentuk-bentuk
yang khusus seperti shalat, puasa, haji, zakat dan sebagainya. Ajaran tentang ibadah ini
bersifat permanen dan ditetapkan secara rinci baik oleh Al-Qur'an maupun oleh Al-Sunnah,
sikap seorang Muslim dalam persoalan ibadah adalah melaksanakannya sesuai dengan
petunjuk dalil yang ada dalam Al-Qur'an yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui
sunahnya. Ajaran tentang mu'amalah berkaitan dengan persoalan-persoalan hubungan antara
sesama manusia dalam memenuhi kebutuhan masing-masing, sesuai dengan ajaran-ajaran
dan prinsip-prinsip yang dikandung oleh Al-Qur'an dan Al-Sunnah, itulah sebabnya bahwa
bidang muamalah tidak bisa dipisahkan sama sekali dengan nilai-nilai ketuhanan.
Dengan demikian, akidah, ibadah, muamalah merupakan tiga rangkaian yang sama sekali
tidak bisa dipisahkan. Al-Syatibi mencoba mengembangkan lebih lanjut prinsip-prinsip di
atas, ia sebagaimana ahli fiqh lainnya, membedakan materi hukum Islam menjadi dua bagian,
bagian pertama, materi hukum Islam yang menyangkut ibadah daan bagian kedua materi
hukum Islam yang menyangkut muamalah (adat). Ia secara filosofis telah merumuskan
kaidah sebagai berikut : "Prinsip dalam persoalan ibadat bagi mukallaf adalah ta'abbud tanpa
perlu melihat kepada nilai atau hikmah, sedangkan prinsip dalam persoalan adat (muamalat)
adalah melihat kepada nilai atau hikmah" Perlu segera ditambahkan, bahwa Al-Syatibi
sendiri mengakui adanya beberapa bentuk muamalat yang mempunyai nilai ta'abbudi.
Kelihatannya yang dimaksud dengan ta'abbudi di sini adalah hukum yang ditetapkan
berdasarkan dalil yang terperinci. Berdasarkan prinsip di atas dapat dipahami bahwa
modernisasi, dalam arti meliputi segala macam bentuk muamalat, diizinkan oleh syari'at
Islam, selama tidak bertentangan dengan prinsip dan jiwa syari'at Islam itu sendiri.
Menyadari bahwa kehidupan dan kebutuhan manusia selalu berkembang dan berubah, syari'at
dalam bidang muamalat, pada umumnya hanya mengatur dan menetapkan dasar-dasar hukum
secara umum. Sedangkan perinciannya diserahkan kepada umat Islam, dimana pun mereka
berada.
Tentu prinsip dan jiwa syari'at Islam. Dapat dikatakan bahwa jiwa dan prinsip hukum
Islam bersifat konstant, permanen dan stabil, tidak berubah sepanjang masa, betapa pun
kemajuan peradaban manusia. Sementara itu peristiwa hukum, teknis, dan cabang-cabang
mengalami perubahan, berkembang sejalan dengan perkembangan zaman. Dengan tetap
teguhnya jiwa dan prinsip hukum, dibarengi oleh terbuka lebarnya perubahan dan kemajuan
ilmu pengetahuan secara leluasa, dengan tetap dilandasi oleh norma hukum yang ketat dan
kuat.
Dengan adanya perubahan dan perkembangan masyarakat, cabang-cabang hukum
Islam di bidang muamalat semakin bertambah materi hukumnya, semakin banyak
perbedaannya dan semakin sempurna pembahasannya. Berbeda dengan bidang muamalat,
hukum Islam dalam bidangibadah mahdah tidak terbuka kemungkinan adanya modernisasi,
melainkan materinya harus berorientasi kepada nash Al-Qur'an dan Hadits yang mengatur
secara jelas tentang tata cara pelaksanaan ibadah tersebut. Namun demikian, modernisasi
dalam bidang sarana dan prasarana ibadah mungkin untuk dilakukan.
BAB III
KESIMPULAN

Syari’ah adalah sebutan terhadap pokok ajaran Allah dan Rasulnya yang
merupakan jalan atau pedoman hidup manusia dalam melakukan hubungan vertical kepada
Pencipta, Allah SWT, dan juga kepada sesame manusia.
Muamalah adalah Hukum Islam yang berkaitan dengan hak dan harta yang muncul
dari transaksi antara seseorang dengan orang lain , atau antara seseorang dengan badan
hukum , atau antara badan hukum yang satu dengan badan hukum yang lainnya .
Semoga Ibadah yang kita perbuat dapat merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu
tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling
tinggi.
Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah
Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Syariah Islam memberikan tuntunan hidup khususnya pada umat Islam dan umumnya
pada seluruh umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Muamalah dalam
syariah Islam bersifat fleksibel tidak kaku. Dengan demikian Syariah Islam dapat terus
menerus memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam menyongsong setiap perubahan
yang terjadi di masyarakat dalam semua aspek kehidupan.
Syariah Islam dalam muamalah senantiasa mendorong penyebaran manfaat bagi semua
pihak, menghindari saling merugikan, mencegah perselisihan dan kesewenangan dari pihak
yang kuat atas pihak-pihak yang lemah. Dengan dikembangkannya muamalah berdasarkan
syariah Islam akan lahir masyarakat marhamah, yaitu masyarakat yang penuh rahmat.
DAFTAR PUSTAKA

- Prof. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Fakta Keagungan Syari'at Islam, Tintamas, Jakarta, 1992
- Harun Nasution "Dasar Pemikiran Pembaharuan dalam Islam", Pustaka Pajimas, Jakarta,
1985. - Prof. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, Pustaka Rizki Putra, Semarang,
2000 - DR. H. Fathurrahman Djamil, MA, Filsafat Hukum Islam, Logos, Jakarta, 1999 -
Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Maqashid Syari'ah, Pustaka Kautsar, Jakarta, 2007 - DR. H. Nasruh
Haroen, MA, Fiqh Mua'malah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000 .
www.2012/08/makalah-hukum-islam-tentang-muamalah.html

Anda mungkin juga menyukai