Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam merupakan agama yang paling sempurna, yang diturunkan oleh Allah SWT
melalui baginda nabi Muhammad SAW. Indonesia menjadi salah satu Negara
dengan mayoritas penduduknya beragama islam. Islam juga mengatur hubungan
manusia dengan sang pencipta atau biasa disebut dengan habluminallah dan juga
hubungan manusia dengan manusia lainya atau biasa disebut habluminannas.
Dengan demikian disebut juga ibadah yaitu hubungan manusia dengan sang
pencipta juga muamalah sebagai hubungan antar manusia.

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri. Kehadiran orang lain
dalam kehidupan sangatlah penting. Oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari,
kita tidak akan terlepas dengan muamalah, adapun mumalah sendiri itu sudah
melekat pada diri setiap manusia yang hidup dibumi ini. Muamalah sendiri itu
banyak sekali cakupannya (seperti haji, sholat, zakat, dan lain sebagainya).
Fiqhibadah merupakan aspek yang sangat penting untuk membangun
silaturrahim seorang hamba dengan Allah SWT sehingga lebih dekat kepada-Nya.
Untuk membangun dan menumbuhkan nilai-nilai terhadap setiap muslim terutama
mahasiwa, maka perlu pembelajaran tentang rukun Islam yang merupakan pilar-
pilar Islam yang akan memperkokoh aspek ibadah setiap muslim kepada Allah
SWT. Pilar-pilar Islam tersebut adalah syahadat, salat, zakat, puasa dan haji ke
baitullah bagi yang sudah mampu melaksanakannya. Nilai-nilai fiqh ibadah dapat
diimplementasikan dalam ranah fiqh mu’amalah yang merupakan hubungan antara
manusia dalam usaha mendapatkan alat-alat kebutuhan jasmaniyah dengan cara
sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran dan tuntutan agama Islam. Mu’amalah dapat
bersifat umum mencakup semua kegiatan yang dilakukan oleh setiap muslim
untuk mendapat kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Muamalah adalah hukum ekonomi syariah, yang mengatur segala ketetapan
tentang ekonomi antara hubungan manusia dengan manusia, yang mencakup
persoalan harta benda dan aturan aturan yang menyertainya.Muamalah difokuskan

1
pada dua bidang, yang kemudian dibagi menjadi dua konsentrasi, yaitu; hukum
bisnis dan hukum perbankan. Fiqh muamalah merupakan segenap aturan hukum
Islam mengenai perilakumanusia di dunia yang berkaitan dengan harta.Fiqh
mu’amalah mencakup masalah transaksi komersil (al-mu’awadat) seperti jual beli,
sewa-menyewa, mencakup masalah transaksi sosial.1

1.2    Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan ibadah dan muamalah ?
2. Apa saja dasar-dasar ibadah dan muamalah?
3. Apa saja macam-macam ibadah dan muamalah?
4. Apakah yang dimaksud keterampilan ibadah praktis?

1.3    Tujuan Penulisan
1. untuk mengetahui apakah pengertian ibadah dan muamalah
2. untuk mengetahui dasar-dasar ibadah dan muamalah
3. untuk mengetahui jenis-jenis ibadah dan muamalah
4. untuk mengetahui apakah ibadah paraktis dan implementasinya

1
Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontenporer, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2016),h. 8

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ibadah
1. Pengertian Ibadah

Pengertian ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta 


tunduk. Sedangkan menurut Syara’ (terminology), ibadah mempunyai banyak
definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah sebagai
berikut:
1)  Ibadah adalah taat kepada Allah SWT. Dengan melaksanakan perintah-Nya melalui
lisan para Rasul-Nya.
2)   Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk
yang  paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3)   Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai oleh
Allah Azza Wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dhahir maupun yang
bathil. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.

Ibadah secara bahasa adalah ithaa’ah atau ketaatan, sedangkan menurut Ibnu
Taimiyyah adalah kerendahan hati dan rasa cinta kepada Allah SWT yang timbul dari
hati seorang hamba, sedangkan menurut syekh Yusuf Al-Qardhawi segala hal apapun
itu dalam kehidupan manusia jika didasari dengan niat kebaikan maka akan termasuk
sebagai bagian daripada ibadah.
Ibadah wajib berpedoman pada sumber ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah,
yaitu harus ada  contoh (tatacara dan praktek) dari Nabi Muhammad SAW. Ibadah ini
antara lain meliputi shalat, zakat, puasa, dan haji. Sedangkan masalah mu’amalah
(hubungan kita dengan sesama manusia dan lingkungan), masalah-masalah dunia,
seperti makan dan minum, pendidikan, organisasi, dan ilmu pengetahuan dan
teknologi, berlandaskan pada prinsip selama tidak ada larangan yang tegas dari Allah
swt dan Rasul-Nya.
Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan atau contoh
tatacara, atau aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Apabila hal itu

3
tidak ada, maka tidakan yang kita lakukan dalam ibadah itu akan jatuh
kepada bid’ah dan setiap perbuatahbid’ah adalah sesat (dhalalah).

B. Muamalah
1. Pengertian Muamalah

Muamalah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu ‘Amala-


Yu’amiluMu’amalatan wa ‘Imalan,yang memiliki arti berinteraksi, bekerja. Menurut
bahasa muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan selain ibadah.
Sedangkan pengertian muamalah secara terminologi memiliki beberapa pengertian,
yaitu:

1. Muamalah adalah hubungan antara manusia dalam usaha mendapatkan alat-alat


kebutuhan jasmaniah dengan cara sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran-ajaran dan
tuntutan agama.2

2. Muamalah adalah hukum yang mengatur hubungan individu dengan individu lain,
atau individu dengan negara Islam, dan atau negara Islam dengan negara lain. 3

3. Muamalah adalah peraturan-peraturan yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup
bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia. 4

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa muamalah adalah  suatu kegiatan
yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan sesama umat manusia
dengan tujuan terciptanya hubungan yang harmonis antara sesama manusia, sehingga
tercipta masyarakat yang rukun dan tentram.

C. Dasar dan Ayat-Ayat Tentang Muamalah

1. Prinsip-Prinsip (Fikih) Mu’amalah

2
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hlm.1
3
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat: Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam, terj. Nadirsyah
Hawari (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 6.
4
Qamarul Huda, Fiqh Mu’amalah (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 3.

4
Prinsip mendasar dari muamalah adalah manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi
untuk mengembangkan dan melestarikan bumi. Bumi ditundukkan untuk diambil
manfaatnya oleh manusia. Firman Allah dalam surat al-An’âm ayat 165

“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia


meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu
amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.

Juga firman Allah pada surat al-Mulk ayat 15 “Dialah Yang menjadikan bumi itu
mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian
dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”.
Untuk mengelola bumi, manusia diberikan aturan main oleh agama. Ada hal-hal yang
harus dikerjakan oleh manusia tetapi ada pula larangan yang harus ditinggalkannya.
Ada yang halal dan ada pula yang haram. Semua ini dibuat untuk mendatangkan
kemaslahatan bagi manusia.

Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan
manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha mendialektikkan
nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya, kegiatan ekonomi
yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai materialisme dan
spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis nilai materi,
akan tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya, sehingga akan bernilai
ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah (ekonomi) juga
sangat konsen terhadap nilai-nilai humanisme.

Dalam melakukan perniagaan, Allah SWT. Juga telah mengatur adab yang
perlu  dipatuhi dalam perdagangan, dimana apabila telah datang waktunya untuk
beribadah, aktivitas perdagangan perlu ditinggalkan untuk beribadah kepada Allah
SWT seperti firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya  :
“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar
untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah).
Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan
perniagaan", dan Allah Sebaik-baik pemberi rezki.” (Q.S. Al-Jumu’ah: 11).

Dan dalam ayat lain seperti surat An-Nur: 37, dijelaskan bagaimana orang
tidak lalai dalam mengingat Allah SWT hanya karena perniagaan dan jual beli.

5
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli
dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan
zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
goncang.” (Q.S. An-Nur: 37).

Beberapa kaidah dasar muamalah adalah sebagai berikut:

a. Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah.

‫ ِإالَّ َما َد َّل ال َّدلِ ْي ُل َعلَى ِخالَفِ ِه‬،ُ‫احة‬ ِ َ‫اََألصْ ُل فِى اَأْل ْشيَا ِء (فِى ْال ُم َعا َمال‬
َ َ‫ت) اِإل ب‬
“Pada dasarnya (asalnya) pada segala sesuatu (pada persoalan mu’amalah) itu
hukumnya mubah, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan atas makna lainnya.”

b. Mumalalah dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan.

َ‫ان‬ee‫ ُك ْم ِإ َّن هللاَ َك‬e‫وْ ا َأ ْنفُ َس‬eeُ‫ض ِم ْن ُك ْم َوالَ تَ ْقتُل‬ ِ َ‫يآيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا الَ تَْأ ُكلُوْ ا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
ٍ ‫اط ِل ِإالَّ َأ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا َرةً ع َْن تَ َر‬
29 :‫النساء‬- .‫بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri kamu sekalian,
sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’: 29)

c. Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan


menghindari mudharat dalam bermasyarakat.

َ َ‫ضى َأ ْن ال‬
ِ َ‫ض َر َر َوال‬
‫رواه أحمد وابن ماجة‬- .‫ض َرا َر‬ َ ِ‫ت َأ َّن َرسُوْ َل هللا‬
َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َ ‫ع َْن عُبا َ َدةَ ا ْب ِن‬
ِ ‫صا ِم‬
“Dari Ubadah bin Shamit; bahwasanya Rasulullah saw menetapkan tidak boleh
berbuat kemudharatan dan tidak boleh pula membalas kemudharatan”. (HR. Ahmad
dan Ibnu Majah)
Dalam kaidah fiqhiyah juga disebutkan;

َّ ‫اَل‬
‫ض َر ُر يُـزَ ا ُل‬
“Kemudharatan harus dihilangkan”
d. Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai-nilai keadilan, menghindari
unsur-unsur penganiayaan dalam pengambilan kesempatan.

ْ ُ‫َظلِ ُموْ نَ َوالَ ت‬


279 :‫البقرة‬- . َ‫ظلَ ُموْ ن‬ ٍ ْ‫فَِإ ْن لَ ْم تَ ْف َعلُوْ ا فَْأ َذنُوْ ا بِ َحر‬
ْ ‫ب ِمنَ هللاِ َو َرسُوْ لِ ِه َوِإ ْن تُ ْبتُ ْم فَلَ ُك ْم ُرُؤ وْ سُ َأ ْم َوالِ ُك ْم الَ ت‬
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari

6
mengambil riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya”. (QS. Al-Baqarah: 279)

Menurut al ghazaly ada juga beberapa kaidah dsar dalam muamalah:

1. Hukum asal dalam Muamalah adalah mubah (diperbolehkan). Ulama fikih


sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah diperbolehkan
(mubah), kecuali terdapat nash yang melarangnya. Dengan demikian, kita
tidak bisa mengatakan bahwa sebuah transaksi itu dilarang sepanjang
belum/tidak ditemukan nash yang secara sharih melarangnya. Berbeda dengan
ibadah, hukum asalnya adalah dilarang. Kita tidak bisa melakukan sebuah
ibadah jika memang tidak ditemukan nash yang memerintahkannya, ibadah
kepada Allah tidak bisa dilakukan jika tidak terdapat syariat dari-Nya. Pokok
dari kegiatan muamalah hukumnya mubah (boleh). Kegiatan transaksi apapun
hukumnya halal, selama tidak ada nash yang mengharamkannya. Berbeda
dengan ibadah, yang pokoknya hukumnya haram, tidak boleh menjalankan
suatu ibadah yang tidak ada tuntunan syari’ahnya. Seperti firman Allah dalam
surat Yunus ayat 59:

Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah


kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal".
Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu
mengada-adakan saja terhadap Allah?" Kaidah ini menjadikan fikih muamalah
fleksibel dan up to date. Sehingga syari’ah dapat menangkap segala transaksi
muamalah. Fikih muamalah fleksibel, tidak kaku, dan tidak ketinggalan dalam
menjawab perkembangan kontemporer interaksi dan transaksi sosial. Fleksibilitas
fikih muamalah ini ditunjukkan dalam kaidah yang lain, yaitu: “Hukum asal sesuatu
itu boleh, hingga ada dalil yang mengharamkannya”. Ibnu al-Qayyim melansir
pendapat jumhur ulama bahwa “Hukum asal dari akad dan persyaratan adalah sah
selama tidak dibatalkan dan dilarang oleh agama”. Konsekwensi dari hukum asal
muamalah boleh ini adalah memilah dan memilih mana yang halal dan haram. Prinsip

7
mengedepankan yang halal dan menjauhi yang haram, termasuk menjauhi transaksi
berbau riba. Firman Allah pada surat al-Baqarah ayat 175: “Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba”.

2. Konsentrasi Fikih Muamalah untuk Mewujudkan Kemaslahatan Fikih


muamalah akan senantiasa berusaha mewujudkan kemaslahatan, mereduksi
permusuhan dan perselisihan di antara manusia. Allah tidak menurunkan
syariah, kecuali dengan tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan hidup
hamba-Nya, tidak bermaksud memberi beban dan menyempitkan ruang gerak
kehidupan manusia. Ibnu Taimiyah berkata: “Syariah diturunkan untuk
mewujudkan kemaslahatan dan menyempurnakannya, mengeliminasi dan
mereduksi kerusakan, memberikan alternatif pilihan terbaik di antara beberapa
pilihan, memberikan nilai maslahat yang maksimal di antara beberapa
maslahat, dan menghilangkan nilai kerusakan yang lebih besar dengan
menanggung kerusakan yang lebih kecil”.
Prinsip dari fikih muamalah adalah mendatangkan kemaslahatan dan
menghindari kemudharatan bagi manusia. Pada dasarnya prinsip ini
merupakan prinsip utama dari syari’ah Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan
bagi manusia dan menghindarkan kesulitan dan kemudharatan bagi mereka.
Ibnu Taimiyah mengatakan: “Syari’ah datang dengan membawa kemaslahatan
dan menyempurnakannya, menghilangkan kerusakan dan meminimalisirnya,
mengutamakan kebaikan yang lebih dan kemudharatan yang sedikit, memilih
kemaslahatan yang lebih besar dengan membiarkan yang lebih kecil, dan
menolak kemudharatan yang lebih besar dengan memilih yang lebih kecil).

3. Mendahulukan barang-barang kebutuhan pokok dengan harga murah Barang-


barang kebutuhan pokok/barang produksi (‫ ( المنتجة السلعة‬diperlukan oleh semua
orang, baik kaya-miskin, tinggi-rendah. Untuk itu, harus diberikan harga yang
murah kepada mereka dan itu akan terjadi jika beban produksi murah. Untuk
itu, Islam mengedepankan meringankan beban kewajiban produksi dan
menghindari biaya tinggi pada produksi barang kebutuhan pokok. Islam
mengharamkan penimbunan karena dapat menimbulkan kenaikan harga. Nabi
Muhammad saw bersabda: “Penjual (aljâlim diberkahi dan penimbun
dilaknat”). Hadis lain mengatakan: “Sejelekjelek manusia adalah penimbun,
jika harga murah dia sedih, dan jika harga naik dia bahagia”.

8
4. Tidak mencampuri transaki orang lain Islam mengajarkan bahwa segala
sesuatu sudah ditentukan takdirnya oleh Allah. Islam juga mengajarkan agar
seorang muslim mengutamakan pertalian dan persaudaraan dengan sesama
ketimbang mencari keuntungan materi semata. Oleh karena itu, merampas dan
mengambil transaksi orang lain merupakan sikap tercela yang harus dihindari
karena dapat mengganggu hubungan sosial dengan sesama. Nabi
mengingatkan: “Seseorang jangan menjual/menawarkan kepada orang yang
sedang ditawari orang lain”.

5. Tidak berlebihan/membuahkan dalam kebutuhan Islam mengajarkan kepada


umatnya agar saling menolong antar sesama dan membantu memenuhi
kebutuhan orang lain. Perintah ini sesuai dengan hadis Nabi saw yang
mengatakan: “Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, tidak
menzalimi dan membiarkannya. Barangsiapa menolong kebutuhan saudaranya,
maka Allah akan memenuhi kebutuhannya, dan barangsiapa meringankan
kesulitan orang lain, Allah akan meringankannya kesulitan-kesulitan di hari
kiamat”. (HR. Tirmidzi dari Abu Dawud) Untuk itu, mempersulit seseorang
untuk mendapatkan sesuatu dengan tujuan kenaikan harga atau tujuan lain,
merupakan sikap tercela yang dilarang oleh agama. Rasulullah melarang jual
beli dengan paksaan. Allah juga melarang hal demikian dalam al-Qur’an surat
al-A’raf ayat 85:

“Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu


kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah
kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman".

9
6. Kemudahan dan Murah hati Murah hati merupakan ajaran dan etika Islam.
Murah hati dalam muamalah juga sangat dianjurkan dalam Islam. Contoh
toleransi dalam muamalah antara lain: a. Toleransi dalam jual beli dengan
memaafkan kesalahan kecil dan tidak ramah. Nabi saw bersabda: “Allah
merahmati orang yang ramah ketika menjual, membeli dan
meminta/menuntut”. (HR. Bukhari)
7. Jujur dan Amanah Sifat jujur dan amanah merupakan sifat Nabi tatkala
berdagang. Dengan sifat ini, dagangan Nabi menjadi laris, dipercaya dan
diminati oleh pembeli. Akan tetapi sifat ini sudah memudar di kalangan
pedagang. Justru yang banyak kita temukan adalah sikap kebohongan, seperti
membohongi konsumen dari sisi kualitas barang, produsen, menutupi
cacatnya, mengurangi timbangan dan sebagainya. Sikap bohong ini tidak saja
merugikan konsumen tetapi juga pada akhirnya akan merugikan produsen dan
penjual. Nabi sangat menganjurkan agar pedagang menerapkan prinsip
kejujuran dan amanah ini. Bahkan Nabi menyatakan, pedagang yang memiliki
dua sifat terpuji ini ditempatkan dengan nabi-nabi di hari kiamat. Hadis Nabi
mengatakan: “Pedagang yang amanah dan jujur bersama para nabi, orang-
orang jujur dan syuhada”. (HR. Tirmidzi)
8. Menjauhi Penipuan/gharar Gharar dimaksud di sini adalah ketidakjelasan baik
dari sisi barang, harga, ataupun penerimaan. Menipu, membohongi,
mengurangi timbangan hukumnya haram. Sebagai contoh jual beli ijon (buah
yang belum matang yang masih ada di pohon) yang tidak pasti hasilnya
buahnya. Contoh lain adalah membeli barang dengan syarat pembayaran
dilakukan setelah orang tua datang, sementara kapan kedatangan orang tua
tidak diketahui.
9. Memenuhi Akad/transaksi Menepati janji dan memenuhi transaksi/akad
hukumnya wajib sebagaimana membayar hutang. Allah berfirman dalam surat
al-Maidah ayat 1: ُ “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”.
10. Tidak Bersumpah Terhadap Barang Dagangan Sumpah hanya berlaku dengan
menggunakan Asma Allah dan digunakan untuk menyelesaikan permusuhan.
Sumpah dalam jual beli tidak diajarkan dalam Islam karena dapat
mendatangkan keburukan dikemudian hari. Sabda Nabi melarang hal
demikian:
“Jauhilah dirimu dari berbanyak sumpah dalam jual beli, karena akan
mengurangi dan menghabiskan”. (HR. Muslim)

10
11. Kerja Keras Keras keras dibarengi dengan sikap ihlas adalah kunci
keberhasilan dalam berusaha. Kerja keras menunjukkan semangat dan
kemauan yang tinggi untuk maju dan berkembang. Sementara sikap ihlas
mengiringi kerja keras agar tidak terperosok ke jurang kesalahan dan dosa.

D. Dasar dan Ayat-ayat tentang Ibadah

1. Dasar Fiqih Ibadah

Dasar ilmu Fiqih Ibadah adalah yakni al-Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbulah. As-
Sunnah Al-Maqbulah artinya sunnah yang dapat diterima. Dalam kajian hadis sunnah
al-Maqbulah dibagi menjadi dua, Hadis Shahih dan Hadis Hasan. Hal ini disandarkan
pada hadis berikut;

‫َاب هَّللا ِ َو ُسنَّةَ نَبِيِّ ِه‬ ِ ‫ت فِي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت‬


َ ‫َضلُّوا َما تَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكت‬ َ ِ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل تَ َر ْك‬

Bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku meninggalkan untukmu dua perkara, kamu
tidak akan tersesat jika berpegang pada keduanya, yakni: Kitab Allah (al-Qur’an)
dan Sunah Nabi.
2.     Prinsip Ibadah

Adapun prinsip melaksanakan Ibadah sebagai berikut:


1.      Niat lillahi ta’ala (Al-Fatihah/1:5)

َ ‫د َوِإيَّا‬eُ eُ‫ك نَ ْعب‬


‫ك‬ َ ‫) ِإيَّا‬٤( ‫ِّين‬
ِ ‫ك يَوْ ِم الد‬ ِ ‫) الرَّحْ َم ِن الر‬٢( َ‫) ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬١( ‫بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن ال َّر ِح ِيم‬
ِ ِ‫) َمال‬٣( ‫َّح ِيم‬
)٥( ُ‫نَ ْستَ ِعين‬
1. dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 2.
segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam. 3. Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. 4. yang menguasai di hari Pembalasan. 5. hanya Engkaulah yang Kami
sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.
2.      Ikhlas (Al-Bayinah/98:5)

ِ ِ‫َو َما ُأ ِمرُوا ِإال لِيَ ْعبُدُوا هَّللا َ ُم ْخل‬


‫صينَ لَهُ ال ِّدينَ ُحنَفَا َء َويُقِي ُموا الصَّالةَ َويُْؤ تُوا ال َّز َكاةَ َو َذلِكَ ِدينُ ْالقَيِّ َم ِة‬

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
(ikhlas) ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama
yang lurus.

3.      Tidak menggunakan perantara (washilah) (Al-Baqarah/2: 186)

11
َ‫اع ِإ َذا َدعَا ِن فَ ْليَ ْست َِجيبُوا لِي َو ْليُْؤ ِمنُوا بِي لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ُش ُدون‬ ‫ُأ‬ َ َ‫َوِإ َذا َسَأل‬
ِ ‫ك ِعبَا ِدي َعنِّي فَِإنِّي قَ ِريبٌ ِجيبُ َد ْع َوةَ ال َّد‬
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.

4.Dilakukan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan sunnah

5.      Seimbang antara dunia akherat (Al-Qashash/28:77)

ِ ْ‫ا َد فِي األر‬ee‫ك َوال تَب ِْغ ْالفَ َس‬


‫ض‬ َ ‫ك ِمنَ ال ُّد ْنيَا َوَأحْ ِس ْن َك َما َأحْ َسنَ هَّللا ُ ِإلَ ْي‬ َ ‫ك هَّللا ُ ال َّدا َر اآل ِخ َرةَ َوال تَ ْن‬
ِ َ‫س ن‬
َ َ‫صيب‬ َ ‫َوا ْبت َِغ فِي َما آتَا‬
ْ
َ‫ِإ َّن هَّللا َ ال يُ ِحبُّ ال ُمف ِس ِدين‬
ْ

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
6.      Tidak berlebih-lebihan (Al-A’raf/7:31)

ِ ‫ْرفُوا ِإنَّهُ ال ي ُِحبُّ ْال ُمس‬


َ‫ْرفِين‬ ِ ‫يَا بَنِي آ َد َم ُخ ُذوا ِزينَتَ ُك ْم ِع ْن َد ُك ِّل َم ْس ِج ٍد َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َوال تُس‬
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534],
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

7.      Mudah (bukan meremehkan) dan Meringankan Bukan Mempersulit (Al-


Baqarah/2:286)
ْ‫ل‬e‫ا َوال تَحْ ِم‬eَ‫ا َربَّن‬eَ‫ينَا َأوْ َأ ْخطَْأن‬e‫ذنَا ِإ ْن ن َِس‬e ْ ‫ا ال تَُؤ ا ِخ‬eَ‫ت َربَّن‬
ْ َ‫ت َو َعلَ ْيهَا َما ا ْكتَ َسب‬ْ َ‫ال يُ َكلِّفُ هَّللا ُ نَ ْفسًا ِإال ُو ْس َعهَا لَهَا َما َك َسب‬
َ‫ا َأ ْنت‬eeَ‫ا َوارْ َح ْمن‬eeَ‫رْ لَن‬eeِ‫فُ َعنَّا َوا ْغف‬ee‫ ِه َوا ْع‬eِ‫طاقَةَ لَنَا ب‬
َ ‫َعلَ ْينَا ِإصْ رًا َك َما َح َم ْلتَهُ َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِنَا َربَّنَا َوال تُ َح ِّم ْلنَا َما ال‬
َ‫َموْ النَا فَا ْنصُرْ نَا َعلَى ْالقَوْ ِم ْال َكافِ ِرين‬
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): “Ya Tuhan Kami, janganlah
Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah
Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan
kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma’aflah kami;
ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah
Kami terhadap kaum yang kafir.”

E. Macam-macam Ibadah

12
Ibadah sebagai bagian integral hukum islam dan sekaligus menjadi objek kajian
fiqih, mempunyai aspek yang mengikat kepada pelakunya yang telah mencapai
tingkat mukalaf.5 Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam islam terbagi menjadi dua
jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya.

1) Ibadah Mahdhah

Ibadah mahdhah adalah ibadah yang tidak memiliki perubahan apapun dari apa
yang telah digariskan, baik berupa penambahan atau pengurangan. Penambahan
atau pengurangan dalam ibadah mahdhah merupakan bid‟ah (mengada-ada),
sesuatu yang terlarang. Ibadah mahdhah adalah ibadah dalam arti khusus, segala
pengabdian manusia (hamba) kepada Allah secara langsung sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, seperti shalat dan puasa.
Ibadah mahdhah juga disebut dengan muamalah ma‟a al-khaliq (ibadah dalam arti
hubungan hamba dengan Allah) atau ibadah ghairu ma‟qulati al-ma‟na (ibadah
yang tidak dapat dipahami maknanya).

Ibadah dalam arti khusus (ibadah mahdhah) adalah termasuk bidang kajian fiqih
al-nabawi , yang meliputi:
(1) bersuci/berwudhu
(2) shalat, termasuk doa, zikir, dan tilawatil Al Qur‟an
(3) puasa (termasuk ibadah badaniyyah atau ibadah dzatiyyah
(4) zakat (termasuk ibadah maliyyah)
(5) haji (termasuk ibadah ijtimaiyyah)
(6) pengurusan jenazah (termasuk ibadah badaniyyah)
(7) penyembelihan hewan
(8) sumpah dan nazar
(9) makanan dan minuman (termasuk ibadah maliyyah).

Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah
ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya.
Bentuk-bentuk ibadah mahdhah antara lain:
a) Berwudhu Wudhu merupakan salah satu menghilangkan hadast dalam rangka
sahnya shalat. Cara wudhu yang benar adalah sebagaimana dicontohkan
Rasulullah SAW yang diungkapkan dalam hadisthadistnya, baik hadist qauli
(perkataan) maupun hadis fi‟li (perbuatan). Secara berurutan cara wudhu
adalah sebagai berikut: niat, membaca basmallah, mencuci tangan, menggosok
gigi, berkumur dan menghirup air, mencuci muka, mencuci kedua tangan
hingga sikut, mengusap kepala, mengusap telinga, mencuci kaki, dan membaca
doa setelah berwudhu.6

5
Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), 6
6
Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, ... 33-41

13
b) Shalat Secara etimologis (lughah), shalat‟ doa. Adapun menurut terminologis,
shalat merupakan suatu bentuk ibadah mahdhah, yang terdiri dari gerak
(hai‟ah) dan ucapan (qauliyyah), yang diawali dengan takbir dan diakhiri
dengan salam. Sebagai ibadah shalat merupakan suatu bentuk kepatuhan
hamba kepada Allah yang dilakukan untuk memperoleh rida-Nya, dan
diharapkan pahalanya kelak di akhirat. Shalat merupakan tata cara mengingat
Allah secara khusus, di samping akan menghindarkan pelakunya dari berbagai
perbuatan tercela dan shalat juga bisa menjadikan kehidupan ini tenteram.
c) Puasa Istilah puasa secara etimologis berarti: menahan diri, maksudnya diam
dalam segala bentuknya termasuk tidak berbicara. Secara terminologis
sebagaiman diungkapkan dalam Subul As Salam bahwa puasa adalah menahan
diri dari makan, minum, dan melakukan hubungan suami istri, dan lain-
lainnya, sepanjang hari menurut ketentuan syarat, disertai dengan menahan diri
dari perkataan yang sia-sia, perkataan jorok, dan lainnya, baik yang
diharamkan maupun dimakruhkan, pada waktu yang telah ditetapkan dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan pula.
d) Zakat Zakat secara etimologis (lughat), zakat dari kata “zaka” berarti: suci,
bersih, tumbuh, dan berkah. Digunakannya kata zaka dengan arti
“mensucikan”, atau “membersihkan”, karena zakat mengandung hikmah
membersihkan atau mensucikan jiwa dan harta orang yang berzakat.
Sedangkan zakat menurut Syaukani dalam Hassan Saleh zakat adalah
pemberian sebagai harta yang sudah mencapai nisab kepada orang fakir dan
lain-lainnya, tanpa ada halangan syarat yang melarang kita melakukannya.
Tujuan ditetapkannya ketentuan zakat kepada manusia adalah agar harta
kekayaan itu tidak hanya beredar dikalangan orang-orang kaya saja. Adapun
hikmah pengeluaran zakat untuk membersihkan dan mensucikan diri.7
e) Haji Haji berarti berkunjung atau ziarah. Yang dimaksudkan ialah berkunjung
atau ziarah ke tanah suci (Baitullah dan sekitarnya) dalam rangka melaksankan
rukun islam yang kelima. Ibadah haji dilaksanakan hanya pada bulan
Dzulhijjah, yaitu dari tanggal 8 s/d 13. Tempat melaksanakan ibadah haji
adalah di Masjidilharam, Makkah. Tawaf dan sai dilakukan di Masjidilharam,
wukuf di Arafah, dan jumrah di Mina. Ibadah haji dilakukan untuk memenuhi
kewajiban yang diperintahkan Allah. Beribadah haji itu merupakan kewajiban
manusia kepada Allah, yaitu bagi yang mampu melaksanakan perjalanan
menuju Baitullah.
f) Pengurusan Jenazah Jika kita sendiri menyaksikan atau mendengar seseorang
meninggal, maka sikap yang paling dahulu diungkapkan adalah ucapan “Inna
lillah wa inna ilaihi raji‟un” (Sesungguhnya kita berasal dari Allah dan kita
pun akan kembali kepada Allah). Selanjutnya jika kita menyaksikan mata atau
mulut orang yang meninggal itu terbuka, hendaklah segera ditutup, demikian
pula tubuhnya terbuka harus segera ditutupi kain. Kita juga diperintahkan
untuk menutupi atau merahasiakan cacat tubuh serta aib orang yang telah
meninggal dunia, dan dilarang berburuk sangka terhadapnya. Sedangkan

7
Ibid., 156-158

14
kewajiban kita umat muslim terhadap jenazah antara lain: kewajiban
memandikan jenazah, mengkafani jenazah, mensholati jenazah, dan
menguburkan jenazah.
g) Penyembelihan Hewan Qurban Kurban atau “udlhiyah” jamak dari “dlahiyah”
adalah penyembelihan hewan di pagi hari. Yang dimaksudkan ialah
mendekatkan diri atau beribadah kepada Allah dengan cara menyembelih
hewan tertentu pada Hari Raya Haji dan tiga hari tasyriq berikutnya, yaitu 11,
12 dan 13 Dzulhijjah, sesuai dengan ketentuan syara‟. Melalui ibadah kurban
(pemotongan hewan), diharapkan seluruh umat islam, bahkan seluruh umat
manusia, kaya maupun miskin bergembira di hari raya Idul Adha menikmati
daging kurban seraya memuji Allah. Hewan yang dapat dijadikan hewan
qurban, haruslah hewan yang mempunyai ciri atau sifat sebagaimanan
diungkapkan oleh Rasulullah.
h) Sumpah dan Nazar Sumpah dalam bahasa Arab disebut: aiman atau qasm atau
half, dan ila adalah pernyataan seseorang untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu perbuatan yang dikuatkan dengan kata-kata ketergantungan
kepada sesuatu yang sesuai dengan ketentuan syarak. Kata-kata sumpah yang
sesuai dengan ketentuan syarak dalam bahasa Indonesia adalah: “Demi Allah”,
atau dalam bahasa Arab: “Wa‟llah”, “Billah”, dan “Ta‟llah”. Ulama sepakat
bahwa sumpah yang dibenarkan atau sesuai dengan ketentuan syari‟at islam
adalah sumpah yang kalimat sumpahnya menggunakan atau menyebut nama
atau sifat-sifat Allah. Seperti: “Demi Allah”, “Demi iradat Allah”, atau “Demi
yang diriku dalam kekuasann-Nya”, dan bertujuan untuk kebaikan, bukan
penipuan. Sedangkan nazar berarti: mengingat, atau mewajibkan diri.
Maksudnya, seseorang mewajibkan dirinya untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu perbuatan dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub)
kepada Allah, dengan ucapan yang sesuai dengan ketentuan syarak.
Contohnya: “Saya bernazar untuk membelikan kendaraan beroda empat, jika
lamaran kerja anak saya di perusahaan agrobisnis diterima.” Atau: “Saya
bernazar memperistri engkau, jika lamaran kerja saya sebagai guru di sekolah
ini diterima.
i) Makanan dan Minuman Makanan yang dibolehkan adalah makanan yang halal
dan baik. Firman Allah: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik
dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan. Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu”.
j) Doa Doa berarti permohonan. Untuk tercapainya sesuatu yang diinginkan, kita
harus berdoa disamping berikhtiar. Allah mencintai orang yang berdoa. Doa
merupakan bentuk ibadah yang khas. Doa hanya kepada Allah secara langsung
tanpa perantara. Doa merupakan bagian dari kehidupan orang-orang yang
beriman. Al quran maupun hadis sangat menganjurkan kita berdoa.
k) Membaca Al Qur‟an Al Qur‟an adalah kalam Allah yang bersifat mu‟jizat
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat
Jibril dengan lafal dan maknanya dari Allah SWT, yang dinukilkan secara

15
mutawatir, membacanya merupakan ibadah, dimulai dengan surah al fatihah
dan diakhiri dengan surat an-nas.8

2) Ibadah Ghairu Mahdah Ibadah dalam arti umum (muamalah) yang


termasuk bidang kajian Fiqih Ijtihadi adalah ibadah dalam arti:
a) Muamalah (habl min al-nas)
b) Sistem sosial kemasyarakatan (muamalah ma‟a al makhluq) atau sebuah
istilah yang mencakup segala hal yang disukai oleh Allah.

Dengan kata lain, muamalah atau ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah dalam
bentuk sikap, ucapan, dan tindakan seseorang yang dilakukan atas dasar:
(1) niat yang ikhlas
(2) dalam rangka mencapai „mardhatillah‟ rida Allah dan
(3) dalam bentuk amal saleh, yang pelaksanaannya diserahkan kepada
pelakunya sesuai dengan situasi dan kondisi.

Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah segala amalan yang diizinkan oleh
Allah. Misalnya ibadah ghairu mahdhah ialah belajar, dakwah, tolong-
menolong, salam, dan lain sebagainya.
Ibadah ghairu mahdhah ini tidak menyangkut hubungan antara manusia
dengan Allah, melainkan hubungan antara manusia dengan manusia atau
dengan alam sekitar yang memiliki nilai ibadah. Ibadah ini berupa aktifitas
manusia baik perkataan, perbuatan, tindakan, dan halal yang didasari dengan
niat karena Allah SWT. Bentuk-bentuk ibadah ghairu mahdhah antara lain:
a) Belajar
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam
berinteraksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Secara kuantitatif belajar berarti kegiatan pengisian atau
pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya.
b) Mengucapkan Salam Disunatkan untuk memulai mengucapkan salam. Dan
menjawabnya lebih ditekankan dibanding memulainya. Sunat bagi orang
yang berjalan memberi salam pada yang duduk, orang yang naik
kendaraan memberi salam pada yang berjalan kaki dan yang duduk.
c) Bersikap lemah lembut dan sopan santun Dalam pergaulan hidup sehari-
hari sangat diperlukan sikap lemah lembut dan sopan santun. Hal ini perlu
dilakukan tanpa memandang (membedakan) suku bangsa, ras, keturunan,
agama, golongan, kedudukan, tingkat sosial, maupun tingkat pendidikan.
Pada dasarnya setiap orang senang diperlakukan dengan lemah lembut dan
sopan santun. Hal itu merupakan kebutuhan tiap manusia. Setiap agama
juga sebenarnya mengajarkan sikap sopan santun serta kasih sayang
terhadap sesama manusia dan makhluk Tuhan.

8
M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulum Al Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), 13

16
d) Saling menolong dalam kebaikan Saling menolong tanpa memandang
(membedakan) ras, suku, bangsa, agama, keturunan, status sosial dan
pendidikan merupakan kewajiban manusia dalam hidupnya. Berbahagialah
mereka yang dalam hidupnya bisa hidup rukun, saling menolong, dan
bermanfaat bagi sekitarnya.9
e) Infaq
Secara bahasa infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan
sesuatu untuk kepentingan sesuatu. Sementara menurut istilah syariat,
infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan atau
penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan agama islam.
Jika zakat ada nisabnya, maka infaq dan sedekah terbebas dari nisab. Infaq
bisa dilakukan oleh siapapun, baik yang berpenghasilan rendah maupun
berpenghasilan sempit.

F. Ruang Lingkup dan pembagian Fiqih Muamalah


Sebagaimana telah disampaikan di muka dimana fiqih muamalah diartikan
sebagai bagian hukum islam yang mengatur hubungan keperdataan antar manusia,
maka dapatlah dikatakan bahwa fikih mu’amalah lebih mudah dipahami sebagai
hukum perdata islam. Namun dibandingkan dengan istilah “hukum perdata” yang
berlaku dalam disiplin ilmu hukum umum, fikih muamalah lebih sempit. Dalam hal
ini ruang lingkup fikih muamalah secara garis besarnya hanya meliputi pembahasan
tentang al-mal (harta), al-buquq (hak-hak kebendaan), dan hukum perikatan (al-aqad).
Hukum benda, ruang lingkupnya terdiri dari dari tiga pokok pembahasan
masing-masing dalam satu bab : Pertama, konsep harta (al-mal), meliputi
pembahasan tentang pengertian harta, unsur-unsurnya dan jenis-jenis harta. Kedua,
konsep haq (al-huquq) meliputi pembahasan tentang pengeertian hak, sumber hak,
perlindungan pembatasan dan pembagian jenis-jenis hak. Ketiga, konsep tentang hak
milik (al-milkiyah), meliputi pembahasan tentang pengertian hak milik, sumber-
sumber pemilikan dan pembagian macam-macam hak milik.Keempat, konsep umum
akad meliputi pembahasan tentang pengertian akad dan tasharruf, unsur-unsur akad
dan syarat masing-maasing unsur, serta macam-macam akad. Kelima, aneka macam
akad khusus meliputi pembahasan tentang jual beli, sewa menyewa, utang piutang,
penanggungan, gadai, bagi hasil, persekutuan, pinjam meminjam, penitipan, dll.
9
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 40

17
Sesuai dengan pembagian Muamalah, maka ruang lingkup fiqih Muamalah
terbagi menjadi 2 yaitu:
1.    Mumalah yang bersifat Abadiyah
Adapun Muamalah yang bersifat Adabiyah ialah Ijab Qabul saling meridhoi, tidak
ada keterpaksaan dari salah satu pihak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan
pemalsuan, penimbunan dan segala sesuaru yang bersumber dari indera manusia yang
ada kaitannya dengan peredaran harta dalam hidup bermasyarakat
2.    Muamalah yang bersifat Madiyah
Adapun Muamalah yang bersifat Madiyah ialah masalah jual beli, jaminan dan
tanggungan pemindahan, hiwalah, sewa menyewa barang titipan, garapan tanah,
menyewa tanah, upah, gugatan, sayembara dan beberapa masalah Muasyiroh seperti
masalah bunga bank, asuransi dan kredit.

G. KETERAMPILAN IBADAH PRAKTIS

Ibadah praktis berarti suatu ibadah yang pelaksanaannya mudah dan menyenangkan.
Untuk memberikan pedoman ibadah yang bersifat final, maka di dalam ibadah praktis
ini terdapat prinsip-prinsip dan unsur ibadah.
Adapun prinsip-prinsip ibadah praktis adalah sebagai berikut:
1. Prinsip utama dalam beribadah adalah hanya menyembah kepada Allah semata
sebagai wujud hanya mengesakan Allah SWT.
2. Ibadah tanpa perantara. Hal ini dikarenakan Allah SWT berada sangat dekat
hamba-hamba-Nya dan Maha Mengetahui segala apa yang dilakukan hamba-Nya.
3. Ibadah harus dilakukan dengan ikhlas yakni dengan niat yang murni semata hanya
mengharap keridhaan Allah SWT.
4. Ibadah harus sesuai dengan tuntunan. Rasulullah SAW bersabda: “Barang: siapa
yang mengadakan sesuatudalam perkara kami in yang tidak ada tuntunan (Islam) di
dalamnya maka ditolak”. (HR. Bukhari- Muslim, Hasyim,1993: 304)
5. Seimbang antara unsur jasmani dan rohani.
6. Mudah dan meringankan. Syariat yang diciptakan Allah SWT pasti sudah sesuai
dengan porsi kemanusiaan manusia.

Sedangkan ruang lingkup ibadah praktis adalah sebagai berikut:


a) Tata cara bersuci dari hadas
b) Tata cara salat fardhu

18
c) Tata cara dzikir dan doa setelah salat fardhu
d) Tata cara azan dan iqamah
e) Tata cara salat bejama’ah
f) Tata cara salat jum’at
g) Tata cara salat jama’ dan qasar
h) Tata cara salat ketika skit
i) Tata cara salat sunat
j) Tata cara sujud syahwi
k) Tata cara merawat jenazah
l) Tata cara zakat
m)Tata cara haji dan umrah
n) Tata cara qurban dan aqiqah

Suatu perbuatan itu bisa dikatakan sebagai pebuatan ibadah, apabila memenuhi unsur
unsur sebagai berikut:
1. Ikhlas, artinya beramal semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. (Ilyas,
2007:29)
2. Dilakukan secara sah, artinya suatu perbuatan itu akan diterima sebagai amal
ibadah apabila dilkukan secara sah dalam artian sesuai dengan syariat yang telah
ditentukan dalam Al-Qur’an dan sunnah.

BAB III

19
KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah di atas, maka dapat  Penulis simpulkan


bahwa ibadah merupakan hal yang sangat penting bagi seorang hamba untuk
meningkatkan kecintaan dan ketaqwaanya terhadap sang pencipta.
Selain itu, dalam ayat-ayat muamalah ini manusia tidak terlepas dengan
ibadah, seperti puasa, zakat, haji,  dan shalat baik sholat wajib lima waktu maupun
sholat sunnah yang dikerjakan sesudah dan sebelum sholat wajib.
Masalah mu’amalah (hubungan kita dengan sesama manusia dan lingkungan),
masalah-masalah dunia, seperti makan dan minum, pendidikan, organisasi, dan ilmu
pengetahuan dan teknologi, berlandaskan pada prinsip selama tidak ada larangan
yang tegas dari Allah swt dan Rasul-Nya dengan tidak melepaskan Al-qur’an, hadist,
ijma’ dan qiyas sebagai pedoman.
Ibadah dan muamalah merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan dan
harus seimbang pengimplementasianya dalam kehidupan.

20

Anda mungkin juga menyukai