Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MATA KULIAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“SUMBER AJARAN ISLAM”

DISUSUN OLEH :
ARI BUDI PRASETYO (135061100111014)
DANING KINANTI SUTAMA (135061100111022)
MOCHAMMAD WAHYU M (135061100111028)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dengan melihat keadaan dunia yang semakin rusak karena
kurangnya pengetahuan tentang agama , membuat dunia ini seakan sudah
mati , semakin hari semakin banyak manusia yang berbuat kemaksiatan ,
ini membuat tuhan marah dan memberikan cobaan – cobaan kepada kita
supaya kita sadar. Tidak terkecuali umat islam yang ada di indonesia ,
banyak umat islam di indonesia lupa akan tuhannya dan tidak mengerjakan
apa yang diperintahkanNya. Mulai dari tidak Sholat , tidak membaca ayat
– ayat suci Al - Qur’an dan tidak bersedekah, mereka malah bermaksiat ,
minum – minuma khamar dan berjudi , ini membuat Allah,SWT mungkar
dan menurunkan musibah – musibah yang bertubi – tubi kepada umat
yang tidak mematuhi perintahnya. Agar tidak semakin Allah,SWT
mungkar , perlu adanya pertaubatan atas kesalahan kita dan mulai berubah
untuk memulai mematuhi perintah – perintah Allah,SWT dan menjauhi
larangan – laranganNya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apakah pengertian dari hukum islam ?
1.2.2 Apakah fungsi dari hukum islam itu sendiri ?
1.2.3 Apakah prinsip dan sumber dari dari hukum islam ?
1.2.4 Bagaimana umat muslim melakukan penerapan hukum islam
yang ada ?
1.2.5 Apakah kontribusi yang dilakukan oleh umat islam dalam
perundang – undangan yang ada di indonesia ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan umat muslim tentang pentingnya mengetahui hukum islam ,
mulai dari pengertian hingga fungsinya dan diharapkan bermanfaat bagi
kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
2.1.1 PENGERTIAN HUKUM ISLAM
Pengertian Hukum Islam (Syari’at Islam) - Hukum syara’
menurut ulama ushul ialah doktrin (kitab) syari’ yang bersangkutan
dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang bersangkutan dengan
perbuatan orang-orang mukallaf secara perintah atau diperintahkan
memilih atau berupa ketetapan (taqrir). Sedangkan menurut ulama fiqh
hukum syara ialah efek yang dikehendaki oleh kitab syari’ dalam
perbuatan seperti wajib, haram dan mubah.
Menurut Prof. Mahmud Syaltout, syariat adalah peraturan yang
diciptakan oleh Allah supaya manusia berpegang teguh kepadaNya di
dalam perhubungan dengan Tuhan dengan saudaranya sesama Muslim
dengan saudaranya sesama manusia, beserta hubungannya dengan alam
seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupan.
Hukum Islam berarti keseluruhan ketentuan-ketentuan perintah
Allah yang wajib diturut (ditaati) oleh seorang muslim. Dari definisi
tersebut syariat meliputi:
1. Ilmu Aqoid (keimanan)
2. Ilmu Fiqih (pemahan manusia terhadap ketentuan-ketentuan Allah)
3. Ilmu Akhlaq (kesusilaan)
2.1.2 SUMBER – SUMBER HUKUM ISLAM
Kata-kata sumber dalam hukum Islam merupakan terjemah dari
kata mashadir yang berarti wadah ditemukannya dan ditimbanya norma
hukum. Sumber hukum Islam yang utama adalah Al Qur’an dan sunah.
Selain menggunakan kata sumber, juga digunakan kata dalil yang berarti
keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran. Selain itu,
ijtihad, ijma’, dan qiyas juga merupakan sumber hukum karena sebagai
alat bantu untuk sampai kepada hukum-hukum yang dikandung oleh Al
Qur’an dan sunah Rasulullah SAW
Macam – macam sumber hukum islam yaitu :
A. Al Qur’an
Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan
secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah,
diakhiri dengan surat An Nas.
Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat
manusia yaitu :
1. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg
berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar
2. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim
memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
3. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan
haji.
4. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam
masyarakat.

Isi kandungan Al Qur’an

Isi kandungan Al Qur’an dilihat dari segi kuantitas dan kualitas.

1. . Segi Kuantitas

Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan 77.439 kosa
kata
2. Segi Kualitas

Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:

1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur hubungan


rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang berkaitan dengan
keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu
Kalam
2. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur hubungan
dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin
dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang mempelajarinya
disebut Ilmu Fiqih

3. Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap muslim
memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku – perilaku tercela.

Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok:

1. Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat,
haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan hubungan
manusia dengan tuhannya.
2. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah) seperti
perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian, pendidikan,
perkawinan dan lain sebagainya.

Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:

1. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam berkeluarga,


yaitu perkawinan dan warisan
2. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan dengan
jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan lain-lain.
Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara dengan tertib
3. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang berhubungan
dengan keputusan, persaksian dan sumpah

4. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan dengan


penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan kriminalitas

5. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu hubungan


antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai kedamaian dan
kesejahteraan.

6. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda, seperti


zakat, infaq dan sedekah.

B. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik
berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan
sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah
mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang
disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.
C. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al
Qur’an maupun Hadits, dengan menggunkan akal pikiran yang sehat dan
jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukumyang
telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga.
HUKUM TENTANG PERNIKAHAN DI AGAMA ISLAM
1. PERNIKAHAN BERBEDA AGAMA
Dalam Islam, pernikahan merupakan salah satu pelaksanaan dari
syariat Islam, menjalankan sunnah nabi dan sebagai tahap awal
pembentukan keluarga Islami untuk selanjutnya membentuk masyarakat
yang Islami. Dengan demikian, pernikahan tidak semata-mata
mempertemukan seorang laki-laki dengan seorang wanita, tapi memiliki
tujuan jangka panjang, tidak hanya di dunia ini saja, tapi sampai ke akhirat
nanti.

“Karena visi besar pernikahan begitu agung, maka diperlukan lelaki


dan wanita yang kelak menjadi suami dan isteri yang satu visi dengannya.
Karena itu, ketika seseorang masih memiliki komitmen keislaman, rasanya
tidak mungkin ia menikah dengan non muslim, sebab dalam Islam,
jangankan memilih non muslim, memilih yang muslim saja harus yang
shaleh atau shalehah.” Demikian dikatakan Ketua Lembaga Dakwah
Khairu Ummah, Drs. H. Ahmad Yani kepada voa-islam di Jakarta.
Rasulullah saw bersabda: Wanita dinikahi karena empat hal, yaitu
karena hartanya, kemuliaannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka,
pilihlah karena agamanya maka engkau akan beruntung.“ ( HR Bukhari
dan Muslim ).
Berdasarkan hadits tersebut, faktor yang amat mendasar dalam Islam
adalah aqidah atau tauhid (yakni mengakui Allah swt sebagai Tuhan,
beriman dan taat kepada-Nya). Bila seseorang menikah dengan orang
kafir, musyrik atau non muslim, bagaimana hal ini bisa berjalan menurut
syariat Islam. Sebab, tidak mungkin ada titik temu antara akidah tauhid
murni dan akidah musyrik, penyembah berhala, atau yang tidak
mempercayai adanya Tuhan sama sekali. Karena itu, Allah swt tidak
membenarkan adanya pernikahan antara muslim dan non muslim sehingga
bila itu tetap dilakukan menjadi tidak sah.
Allah swt berfirman: “Dan, janganlah kamu menikahi wanita-
wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik walaupun dia menarik
hatimu. Dan, janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak
yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik
hatimu. Mereka mengajak ke neraka sedangkan Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. Dan, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran.“ ( QS al-Baqarah [2]: 221) .

Namun muncul pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan


dibolehkannya menikah dengan wanita ahli kitab? Allah swt berfirman:
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Alkitab itu halal bagimu dan makanan kamu
halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang
menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-
wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi
Alkitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka
dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak
( pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah
beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya
dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.“ (QS al-Maidah [5]:
5).
Dikatakan Ahmad Yani, pada dasarnya laki-laki muslim memang
dibolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab yang memang beriman
kepada Allah swt sebagai Tuhan.  Namun, itupun harus memperhatikan
syarat-syarat yang mesti dipenuhi agar ia dapat menikahi. Ia harus
perempuan baik-baik yang menjaga kehormatannya bukan perempuan
yang memerangi dan memusuhi Islam dan tidak ada fitnah.
Dalam konteks sekarang, kata Ahmad Yani, menjadi perdebatan besar
apakah orang kristen yang sekarang benar-benar ahli kitab yang tidak kafir
kepada Allah swt, ataukah mereka itu memang kafir dari kalangan ahli
kitab.  Maka, agar selamat dan demi kehati-hatian, lebih baik seorang
Muslim tidak menikahi perempuan ahli kitab karena sulitnya untuk
memenuhi syarat-syaratnya dan karena banyaknya mudarat yang akan
timbul karena perkawinan beda keyakinan tersebut. Karena itu, Rasulullah
saw dalam hadits di atas menekankan menikahi Muslimah saja yang baik
agamanya dan shalihah.

“Karena  itu, pernikahan orang yang berbeda agama haram hukumnya


dan tidak sah. Hal itu juga sesuai dengan fatwa MUI dalam Musyawarah
Nasional II pada 1980 yang mengharamkan pernikahan beda agama karena
mafsadah (keburukan) nya lebih besar dari manfaatnya.” 
Bila orang kafir mau menikah dengan orang Islam, hendaknya
didahului dengan masuk Islam terlebih dahulu, maka nikahnya sah yang
memang dilakukan secara Islam, namun bila ternyata ia murtad,
pernikahannya itupun menjadi batal demi hukum, sebagaimana anak yang
murtad tidak mendapat hak waris dari ayah muslim yang meninggal.
Begitu juga suami yang wafat otomatis pernikahannya menjadi cerai dan
sang janda boleh menikah dengan lelaki lain sesudah habis masa iddahnya,
meskipun suaminya tidak menceraikannya.  Wallahu a’lam bish shawab
Pembagian Hukum dalam Islam
Hukum dalam Islam ada lima yaitu :
1. Wajib,
Wajib adalah suatu perkara yang harus dilakukan oleh seorang muslima
yang telah dewasa dan waras (mukallaf), di mana jika dikerjakan
mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa.
Contoh : solat lima waktu, pergi haji (jika telah mampu), membayar zakat,
dan lain-lain.
Wajib terdiri atas dua jenis/macam :
a. Wajib ‘ain adalah suatu hal yang harus dilakukan oleh semua
orang muslim mukalaf seperti sholah fardu, puasa ramadan, zakat,
haji bila telah mampu dan lain-lain.
b. Wajib Kifayah adalah perkara yang harus dilakukan oleh
muslimmukallaff namun jika sudah ada yang malakukannya maka
menjadi tidak wajib lagi bagi yang lain seperti mengurus jenazah.
2. Sunah,
Sunnat adalah suatu perkara yang bila dilakukan umat islam akan
mendapat pahala dan jika tidak dilaksanakan tidak berdosa.
Contoh : sholat sunnat, puasa senin kamis, solat tahajud, memelihara
jenggot, dan lain sebagainya.
Sunah terbagi atas dua jenis/macam:
a. Sunah Mu’akkad adalah sunnat yang sangat dianjurkan Nabi
Muhammad SAW seperti shalat ied dan shalat tarawih.
b. Sunat Ghairu Mu’akad yaitu adalah sunnah yang jarang dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW seperti puasa senin kamis, dan lain-
lain.
3. Haram,
Haram adalah suatu perkara yang mana tidak boleh sama sekali dilakukan
oleh umat muslim di mana pun mereka berada karena jika dilakukan akan
mendapat dosa dan siksa di neraka kelak.
Contohnya : main judi, minum minuman keras, zina, durhaka pada orang
tua, riba, membunuh, fitnah, dan lain-lain.
4. Makruh,
Makruh adalah suatu perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan akan
tetapi jika dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan akan mendapat
pahala dari Allah SWT.
Contoh : posisi makan minum berdiri, merokok (mungkin haram).
5. Mubah.
Mubah adalah suatu perkara yang jika dikerjakan seorang muslim
mukallaf tidak akan mendapat dosa dan tidak mendapat pahala.
Contoh : makan dan minum, belanja, bercanda, melamun, dan lain
sebagainya.
2.1.3 PRINSIP HUKUM ISLAM :
Macam – macam prinsip hukum islam yaitu :
1. Prinsip Hubungan dengan Allah swt
Hukum Islam mengacu pada hukuman yang seluas-luasnya tidak hanya
hubungan antar manusia (hamba) dengan Tuhan, tetapi hubungan antara
manusia dengan manusia.
2. Prinsip Khitbah kepada Allah swt
Dari prinsip ini, para ahli fikih senantiasa mendasarkan pada pikirannya
atas kebenaran wahyu, kemudian mereka menetapkan bahwa pembuat
hukum itu adalah Allah.
3. Prinsip Hubungan Akidah dengan Akhlak Karimah.
Prinsip ini berkaitan erat dengan kehormatan manusia, manusia
mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam kehormatan itu, manusia
paling mulia adalah yang paling bertakwa seperti dalam QS. Al-Hujarat:
13
4. Prinsip Kebaikan dan Kesucian Jiwa
Prinsip ini merupakan nilai akhlak yang merupakan dasar lain dalam
hubungan antara manusia (perseorangan atau golongan) prinsip inipun
ditetapkan terhadap seluruh mahkluk Allah dimuka bumi yang tercermin
dalam kasih sayang.
5. Prinsip Keselarasan
Ini menunjukkan bahwa seluruh hukum Islam yang terinci dalam berbagai
bidang hukum bertujuan meraih maslahat dan menolak keburukan.
Kemaslahatan dan keburukan dunia dapat diketahui dengan jelas.
6. Prinsip Persamaan
Manusia adalah umat yang satu yang termaktub dalam beberapa ayat al-
Quran seperti Qs. al-baqarah: 213, Qs. an-Nisa:1, Qs. al-A’raf:189, dan
perbedaan itu sebenarnya merupakan sunatullah dalam kejadian manusia
Qs. ar-Rum: 22.

7. Prinsip Penyerahan
Prinsip ini menunjukkan keadilan yang tertinggi, keadilan adalah hak
semua manusia baik kawan maupun lawan. Orang baik atau jahat
mendapat perlakuan yang adil dari hakim. Islam menganggap keadilan
terhadap musuh lebih dekat kepada taqwa (Qs. an-Nahl:102, Qs. An-
Nisa:135) semua rasul membawa tugas agar kehidupan manusia berjalan
dengan adil (Qs. al-Hadiid: 25). Islam tidak membenarkan perlakuan
sewenang-wenang terhadap si lemah.
8. Prinsip Toleransi
Toleransi atu tasamuh merupakan dasar pembinaan masyarakat dalam
hukum Islam , tasamuh dalam Islam adalah toleransi yang bertitik tolak
dari agamanya bukan tasamuh karena kebutuhan temporal.
9. Prinsip Kemerdekaan dan Kebebasan
Kemerdekaan dan kebebasan yang sesungguhnya dimulai dari pembebasan
diri dari pengaruh hawa nafsu dan syahwat serta mengendalikannya di
bawah bimbingan akal dan iman. Banyak hadits yang menyerukan
pengendalian nafsu oleh akal sehat dan iman. Dengan demikian kebebasan
bukanlah kebebasan mutlak melainkan kebebasan yang bertanggung jawab
terhadap Allah dan terhadap kehidupan yang melihat dimuka bumi. Seperti
alam Qs. al-Baqarah: 256, Qs. Yunus: 99, Qs. an-Naml: 60-64.18
10. Prinsip Ta’awun
Berdasarkan prinsip ta ’awun insani (kerjasama kemanusiaan) Allah
memerintahkan kita membantu dan menolong di dalam kebijakan dan
ketaqwaan serta melarangnya di dalam kejelekan (dosa) dan permusuhan
(Qs. al-Rahman: 2).
2.1.4 FUNGSI HUKUM ISLAM
Macam – macam fungsi hukum islam yaitu :
1. Fungsi Ibadah
Hukum Islam adalah aturan Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia dan
kepatuhan merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi
keimanan seseorang.
2. Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat karena ia adalah
bagian dari kalam Allah yang qadim. Namun dalam prakteknya hukum
Islam tetap bersentuhan dengan masyarakat. Penetapan hukum tidak
pernah mengubah atau memberikan toleransi dalam hal proses
pengharamannya. Contoh: Riba dan khamr tidak diharamkan secara
sekaligus tetapi secara bertahap oleh karena itu kita memahami fungsi
kontrol sosial yang dilakukan lewat tahapan riba dan khamr.
3. Fungsi Zawajir
Fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga
masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang
membahayakan.
4. Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah
Fungsi tersebut adalah sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan
memperlancar proses interaksi sosial sehingga terwujudnya masyarakat
harmonis, aman dan sejahtera.
2.1.5 PENERAPAN HUKUM ISLAM DI DALAM KEHIDUPAN
MUSLIM
Ketika syariat Islam didengungkan, bagaikan tamparan petir yang
menakutkan bagi orang-orang yang tidak memahaminya, termasuk di
kalangan umat Islam itu sendiri.
Padahal syariat itu, apabila diterapkan, tidak hanya berkisar antara
hukum qishash dan potong tangan, atau merubah konstitusi negara (al-
ahkâm al-wadh'iyyah) menjadi undang-undang yang berlandaskan Qur’an
dan Hadist, karena hal itu, tidak cukup menciptakan masyarakat yang
diinginkan, akan tetapi bagaimana menaburkan nilai-nilai keislaman dan
ketuhanan dalam jiwa setiap anggota masyarakat, sehingga masyarakat itu
hidup tumbuh karena Islam dan berjuang demi Islam, bukan sebaliknya.
Bila demikian halnya, kiranya dapat terwujud satu kesatuan yang
tak terpisahkan dalam tubuh Islam, senada dengan firman Allah: "udkhulû
fî as-silmi kâffah" (masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan), bahwa
ummat Islam bukan ummat Yahudi yang membangkang sebagaimana
firman Allah: "afatu'minûna bi ba'dhi al-kitâbi wa takfurûna bi ba'dh"
(apakah kamu sekalian mengimani kitab itu sebagian dan mengigkari
sebagian lainnya). Ini senada dengan sebuah pernyataan yang tidak asing
lagi: "khudzû al-islâma jumlatan aw da'ûhu" (ambillah Islam itu secara
keseluruhan atau tinggalkan).
Namun tidak harus dipahami bahwa setiap orang yang tidak
menerapkan syariat Islam secara sempurna harus ditolak dan tidak
termasuk golongan mukmin. Niat melaksanakan Islam secarah kaffah
(keseluruhan) merupakan titik tolak dan modal utama setiap muslim,
adapun prakteknya tergantung kemampuan menghadapi rintangan-
rintangan yang mengangkang di depan mata, termasuk di dalam diri kita
sendiri. Allah berfirman: "bertaqwalah kepada Allah sesuai dengan
kemampuanmu".

Bukankah penerapan Hukum Islam merupakan kewajiban setiap


muslim? Memang benar, beberapa ayat menunjukkan hal itu seperti:
"Potonglah kedua tangannya", "Jilidlah atau cambuklah setiap keduanya
seratus kali" dan "Maka jilidlah atau cambuklah mereka delapan puluh
kali".
Namun ini tidak akan mungkin terwujud, jika penerapannya
diserahkan kepada setiap muslim karena setiap orang akan menyatakan
dirinya sebagai hakim, mujtahid, dan munaffidz, yang berakibat terjadinya
kekacauan struktrur sosial.
Sebab itu, pemerintah (ûlu al-lamri) merupakan jalur terbaik untuk
menerapkan hukum-hukum itu. Jika cara ini tidak terwujud, maka umat
Islam harus turun tangan bekerja sama dengan ikhlas untuk melakukan
munâsahah, amar ma'ruf nahi munkar kepada mereka. Jika mereka tidak
menghiraukannya, maka umat Islam harus membentuk sebuah lembaga
(as-sulthah) yang memiliki kekuatan hukum sebagai wacana mewujudkan
hukum-hukum itu. Sulawesi Selatan dan Aceh merupakan contoh baik
mengenai hal ini.

HUKUM TENTANG POTONG TANGAN DI AGAMA ISLAM


Salah satu kebutuhan pokok yang harus ada dalam setiap tatanan
kehidupan manusia, dari kehidupan yang terkecil sampai yang terbesar adalah
adanya peraturan dengan segala konsekuensinya yang dijadikan sebagai pijakan
bagi semuanya. Karenanya, di setiap lini kehidupan pasti ada peraturan atau
undang-undang yang berlaku, baik tertuang ataupun tidak, tertulis ataupun tidak.
Begitu pula dengan agama ini yang berfungsi sebagai rambu-rambu bagi
seluruh manusia, yang telah Allah Azza wa Jalla pilihkan untuk makhluk-Nya.
Allah Azza wa Jalla adalah Dzat yang Maha Adil, Maha Mengetahui dan Maha
Penyayang kepada para makhluk-Nya. Apa saja yang telah diatur dan dipilihkan-
Nya buat manusia, tidak mungkin akan menyengsarakan mereka. 
Di antara peraturan yang telah ditegaskan Allah Azza wa Jalla demi
kemaslahatan seluruh manusia adalah peraturan tentang hal pencurian, yang
berupa sangsi tegas dengan hukuman potong tangan bagi para pelakunya.

Allah Azza wa Jalla menegaskan:


‫اب ِمن‬Q َ Qَ‫ ٌز َح ِكي ٌم فَ َمن ت‬Q‫َزي‬ َ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا َأ ْي ِديَهُ َما َجزَ ا ًء ِب َما ك‬
ِ ‫ ااًل ِّمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ ع‬Q‫بَا نَ َك‬Q‫َس‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
‫بَ ْع ِد ظُ ْل ِم ِه َوَأصْ لَ َح فَِإ َّن هَّللا َ يَتُوبُ َعلَ ْي ِه ۗ ِإ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َّر ِحي ٌم‬ 
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka
barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima
taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [al-
Mâidah/5:38-39]
Dan apa yang telah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan kepada
seseorang yang tertangkap basah ketika mencuri. ‘Abdullâh Ibnu Umar
Radhiyallahu ‘anhu berkata:
‫ََأنَّ َرسُوْ َل هَّللا ِ صّلى هّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَ َم قَطَ َع َسا ِرقًا فِي ِم َجنٍّ قِ ْي َمتُهُ ثَالَثَةُ َد َرا ِه َم‬
Bahwa Rasûlullâh memotong tangan seseorang yang mencuri
tameng/perisai, yang nilainya sebesar tiga dirham [Muttafaqun ‘Alaihi]
Ibnu Mundzir rahimahullah dalam hal ini berkata,”Para Ulama sepakat
bahwa hukum potong tangan bagi pencuri dilakukan bila ada dua orang saksi
yang adil, beragama Islam dan merdeka.”
‘Abdurrahmân al-Jazirî berkata, “Hukum had atas pencurian telah
ditetapkan oleh al-Qur’an dan Sunnah serta kesepakatan para ulama. Allah Azza
wa Jalla telah menyebutkan hukumannya dalam ayat-Nya yang mulia. Dia Azza
wa Jalla telah memerintahkan potong tangan atas pencuri baik laki-laki atau
perempuan, budak atau merdeka, Muslim atau non Muslim guna melindungi dan
menjaga harta. Hukum potong tangan ini telah diberlakukan pada zaman jahiliyah
sebelum Islam. Setelah Islam datang, Allah Azza wa Jalla menetapkannya dan
menambahnya dengan persyaratan yang telah diketahui.”

2.1.6 KONTRIBUSI UMAT ISLAM DALAM PERUNDANG –


UNDANGAN DI INDONESIA
Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hokum di
Indonesia tampak jelas setelah Indonesia merdeka. Sebagai hokum yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, hokum Islam telah menjadi
bagian dari kehidupan bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Penelitian yang dilakukan secara nasional oleh Universitas Indonesia dan
BPHN (1977/1978) menunjukkan dengan jelas kecenderungan umat Islam
Indonesia untuk kembali ke identitas dirinya sebagai muslim dengan
mentaati dan melaksanakan hokum Islam.
Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hokum
pada akhir-akhir ini semakin tampak jelas dengan diundangkannya
beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hokum
Islam, seperti Undang-undang Republik Indonesia Nomor I Tahun 1974
tentang perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik , Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Instruksi Presuden Nomor I tahun
1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan Undang-
undang Republik Indonesia Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji.
2.2 KONSEP PEMBAHASAN
Setelah kita menyimak dari bahasan yang diatas , kita bisa tahu apa
sajakah yang dimaksud dengan hukum islam dan isi dari hukum islam
tersebut. Kalau kita menyimak dan merangkumnya , sumber – sumber
hukum islam terdiri atas :
1. Al-Qur’an
2. Hadist
3. Ijtihad
Ini harus kita jaga dan kita amalkan , supaya kita tidak lupa akan isi
dari sumber – sumber hukum islam tersebut. Dan juga selain hukum –
hukum islam , kita jangan melupakan hukum yang ada di negara kita yaitu
UUD 1945 , kita harus memadukan keduanya supaya ada titik
keseimbangan antara hukum islam dengan UUD 1945 agar tidak terjadi
kesalahpahaman di dua hukum tersebut.
2.3 ANALISIS MASALAH
Banyak orang yang lupa akan agamanya , atau ingat dengan
agamanya tetapi tidak mengamalkan yang diperintahkanNya. Seperti saat
ini , banyak orang islam yang tidak Sholat dan mengaji tetapi mereka
malah melakukan maksiat , bagaimana tidak rusak dunia ini. Ini yang
harus di kita musnahkan segera , supaya tidak rusak dunia karena
kemaksiatan. Mungkin kita bisa mulai dengan mengajak orang sholat ,
mengaji dan berdzikir , cara ini akan berhasil kalau kita ada kemauan dari
dalam hati kita. Setelah itu kita bisa memadukan undang – undang di
negara kita di indonesia yaitu UUD 1945 dan hukum islam untuk
membuat orang tidak berbuat maksiat.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari uraian diatas , kami dapat menyimpulkan bahwa , kita sebagai
umat manusia yang dilahirkan dibumi ini sudah beragama islam , ini harus
kita pertahankan , karena dewasa ini banyak orang yang tidak suka dengan
agama islam dan mulai merusaknya , ini yang harus kita lawan dengan
cara mendekatkan diri pada Allah,SWT , Sholat , dzikir dan bersedekah.
Ini yang harus kita lakukan.

3.2 SARAN
Sebagai umat manusia kita harus memulai dari diri sendiri kalau
kita ingin sadar , karena dunia ini sudah rusak karena kemaksiatan , setelah
diri sendiri , baru kita bisa menyadarkan orang lain supaya mendekatkan
diri pada Allah,SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Ahmad . 1967. Asas-Asas Hukum Pidana Islam Jakarta: Bulan Bintang
http://www.referensimakalah.com/2013/04/tujuan-dan-fungsi-hukum-islam.html

http://www.referensimakalah.com/2013/04/prinsip-hukum-islam.html

http://www.sarjanaku.com/2011/08/pengertian-hukum-islam-syariat-islam.html
http://almanhaj.or.id/content/3132/slash/0/syariat-hukum-potong-tangan/

Anda mungkin juga menyukai