Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KEBIJAKAN PEMERINTAHAAN ACEH TENTANG SYARIAT

ISLAM

(TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PEMERNTAH LOKAL)

NAMA : YULI NUR FAUZIAH

NPM : 41153040210021

PRODI : D3 KEPOLISIAN

SEM/KELAS : V/A

PROGRAM STUDI D III KEPOLISIAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN


POLITIK UNIVERSITAS LANGLANGBUANA

TAHUN 2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN SYARI’AT ISLAM


Secara etimologis, syariat islam terdiri dari dua kata, syariat artinya hukum
agama dan islam artinya agama yang diajarkan oleh nabi muhammad SAW,
berpedoman pada kitab suci al-quran, yang diturunkan kedunia melalui wahyu
Allah SWT. Dapat disimpulkan bahwa Syariat islam adalah Ajaran islam yang
berpedoman pada kitab suci al-qur‟an. Jadi pengertian tersebut harus bersumber
dan berdasarkan kitab suci al-qur‟an, pandangan normative dari syariat islam
harus bersumber dari nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang tercantum dalam al-
qur‟an. Al-qur‟an lah yang menjadi pangkal tolak dari segala pemahaman tentang
syari‟at islam. Kerangka dasar ajaran islam adalah akidah,
syar’iyah dan akhlak.Ketiganya bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang
bersumber pada tauhid, sebagai inti akhidah yang kemudian
melahirkansyar’iyah, sebagai jalan berupa ibadah dan muamalah, serta akhlak
sebagai tingkah laku baik kepada Allah SWT maupun kepada makhluk ciptaan-
Nya yang lain.
Menurut M. Daud Ali, Syariat adalah jalan yang harus ditempuh, dalam arti
teknis, syariat adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan social,
hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. Akhlak adalah
peringai atau tingkah laku yang berkenaan dengan sikap manusia, terbagi
atas akhlak terhadap Allah SWT dan terhadap sesama makhluk. Akhlak terhadap
sesama makhluk terbagi atas akhlak terhadap manusia, yakni diri sendiri,
keluarga, dan masyarakat, serta akhlak terhadap makhluk bukan manusia yang
ada di sekitar lingkungan hidup, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan, bumi, air, serta
udara. Menurut M. Daud Ali, Syariat adalah jalan yang harus ditempuh. Dalam
arti teknis, syariat adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan
sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. Syariat
islam ini berlaku bagi hamba-Nya yang berakal, sehat, dan telah menginjak usia
baligh atau dewasa. (dimana sudah mengerti/memahami segala masalah yang
dihadapinya). Tanda baligh atau dewasa bagi anak laki-laki, yaitu apabila telah
bermimpi bersetubuh dengan lawan jenisnya, sedangkan bagi anak wanita adalah
jika sudah mengalami datang bulan (menstruasi). Bagi orang yang mengaku
Islam, keharusan mematuhi peraturan ini diterangkan dalam firman Allah SWT.
"kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari
agama itu, maka ikutilah syariat itu, dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-
orang yang tidak mengetahui." (QS. 45/211-Jatsiyah: 18).
B. SYARIAT ISLAM DAN QANUN
Syari‟at Islam adalah tuntunan ajaran Islam dalam semua aspek
kehidupan.Pelaksanaan Syari‟at Islam diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi
Daerah Istimewa Aceh nomor 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari‟at
Islam(Dinas Syari‟at Islam,2009: 257). Adapun aspek-aspek pelaksanaan
Syari‟at Islam adalah seperti terdapat dalam Perda Daerah Istimewa Aceh nomor
5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari‟at Islam. Bab IV Pasal 5 ayat 2,
yaitu: Aqidah, Ibadah, Muamalah, Akhlak, Pendidikan dandakwah
Islamiyah/amar makruf anhi munkar, Baitulmal, kemasyarakatan, Syiar
Islam, Pembelaan Islam, Qadha, Jinayat, Munakahat, dan Mawaris. Dasar hukum
dan pengakuan Pemerintah untuk pelaksanaan Syari‟at Islam di Aceh,didasarkan
atas UU No. 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi
Daerah Istimewa Aceh dan UU No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Pelaksanaan Syari‟at Islamdi Aceh telah diatur dalam Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai Nanggroe Aceh Darussalam, pasal 31 disebutkan:
1. Ketentuan pelaksanaan undang-undang ini yang menyangkut
kewenangan Pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. Ketentuan Pelaksanaan undang-unang ini yang menyangkut
kewenangan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ditetapkan
dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.Peraturan
pelaksanaan untuk penyelenggaraan otonomi khusus yang
berkaitandengan kewenangan pemerintah pusat akan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

C. TUJUAN SYARI’AT ISLAM


Tujuan Allah SWT merumuskan hukum islam adalah untuk kemaslahatan
umat manusia, baik didunia maupun di akhirat. Tujuan dimaksud hendak dicapai
melalui taklif. Taklif itu baru dapat dilaksanakan bila memahami sumber hukum
islam, kemudian tujuan itu tidak akan tercapai kecuali dengan keluarnya
seseorang dari diperbudak oleh hawa nafsunya, menjadi hamba Allah dalam arti
tunduk keada-Nya. Salah satu ayat al-quran yang menunjukkan pernyataan bahwa
tujuan hukum islam adalah untuk kemaslahatan umat manusia yaitu surat al-
anbiya ayat 107 yang berbunyi: ”dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Untuk mewujudkan kemaslahatan
ada lima hal pokok yang harus diwujudkan dan dipelihara, yaitu agama, nyawa,
akal,keturunan, dan harta. Lima masalah pokok ini wajib dipelihara oleh setiap
manusia. Untuk itu, didatangkan hukum islam berupa perintah, larangan, dan
keijinan yang harus dipatuhi oleh setiap mukallaf. Masing-masing lima pokok
tersebut dalam mewujudkan dan memeliharanya dikategorikan kepada beberapa
klasifikasi menurut tingkat prioritas kebutuhan, yaitu kebutuhan daruriyat,
kebutuhan hajiyat, dan kebutuhan tahsiniat. Ketiganya harus terwujud dan
terpelihara. Memelihara kebutuhandaruriyat dimaksudkan perwujudan dan
perlindungan terhadap lima pokok yang telah diuraikan dalam batas jangan
sampai terancam eksistensinya. Memelihara kebutuhan hajiyat dimaksudkan
perwujudan dan perlindungan terhadap hal-hal yang diperlukan dalam kelestarian
lima pokok tersebut, tetapi di bawah kadar batas kepentingan daruriyat. Tidak
terpeliharanya kebutuhan ini, tidak akan membawa terancamnya eksistensi lima
pokok tersebut, tetapi membawa kepada kesempitan dan kepicikan, baik dalam
usaha mewujudkan maupun dalam pelaksanaannya; sedangkan kepicikan dan
kesempitan itu di dalam ajaran Islam perlu disingkirkan. Berdasarkan uraian di
atas, untuk mewujudkan dan melestarikan tiga kategori kebutuhan tersebut, Allah
SWT menurunkan hukum-Nya. Melaksanakan taklif hukum-Nya itu, maka
kebutuhan yang diperlukan oleh setiap manusia mukallaf akan terwujud dan
terpelihara, yang merupakan kebahagiaan bagi umat manusia atau yang biasa
disebut keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
D. PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM di ACEH
Dalam perjalanan Syariat Islam di Aceh, jika dibandingkan dengan daerah
lain di Indonesia, maka Aceh memiliki keunikan karena masyarakatnya mampu
menyerap budaya dan menyesuaikan diri. Dalam konsiderans UU no. 44 tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh
menempatkan ulama pada peran yang terhormat dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Contohnya, para ulama di Aceh mendapatkan tempat
yang istimewa dalam hal memberikan pandangan-pandangan, saran-saran, dan
masukan-masukan untuk menetapkan suatu kebijakan. Hal tersebut tidak
didapatkan para ulama di daerah lain. Contoh lain, para ulama Aceh sejak abad
ke-17 telah dapat menerima dan bahkan mendorong kehadiran perempuan dalam
ranah kegiatan publik, seperti menjadi anggota Dewan PerwakilanRakyat, hakim
pada mahkamah, panglima perang, sampai menjadi kepala negara (Sultan), yang
di banyak tempat dianggap sebagai tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Aceh dapat dikatakan sebagai daerah yang memiliki pengalaman sejarah
seperti yang telah disebutkan di atas dalam penyesuaiannya sudah relatif sangat
lentur dengan budaya lokal dan dapat menjadi tempat untuk pelaksanaan Syariat
Islam secara kaffah. Senada dengan hal tersebut, Daud Rasyid mengatakan bahwa
Aceh seharusnya menjadi pilot project bagi perjuangan Syariat. Menurut Rusdi
Ali Muhammad dalam pidato pengukuhan Guru Besar Rektor UIN Ar-Raniry
Banda Aceh bahwa kurangnya pemahaman terhadap Al-Qur‟an akan membawa
kepada pola penalaran yang tidak memiliki semangat universalitas, fleksibilitas,
kering akan nuansa sosiologis dan bahkan akan menyulitkan penerapan Syariat
Islam dalam kehidupan manusia. Padahal hakekat keberadaan Syariat Islam
adalah membawa kemaslahatan bagi manusia baik di dunia maupun di akhirat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. sejarah penerapan syariat islam di aceh.
1. Masa kerajaan Aceh.
Kerajaan Aceh mencapai gemilang masa pemerintahan iskandar muda
(1607-1636). Salah satu usaha beliau adalah meneruskan perjuangan sultan
sebelumnya untuk melawan kekuasaan portugis yang sangat membenci
islam. Dia juga mendorong penyebaran agama islam keluar kerajaan Aceh,
seperti malaka dan pantai barat pulau sumatera. (Zakaria Ahmad, 1973:20-
22). Peradilan islam dibentuk untuk mengatur tatanan hokum yang di atur
oleh ulama. Pengadilan diberikan kewenangan sepenuhnya untuk mengatur
jalan roda hokum tanpa meminta persetujuan pihak atasan, peranan Qadhi
malikul Adil (hakim agung kesultanan) di pusat kerajaan Aceh memiliki
kewenangan seperti Mahkamah Agung sekarang ini.
Setiap kawasan ada Qadhi ulee baling yang memutuskan perkara di
daerah tersebut. Jika ingin mengajukan banding diteruskan pada Qadli
Maliku Adil. Kedua Qadhi ini diangkat dari kalangan ulama yang cakap dan
berwibawa. Sultan Aceh merupakan pelindung ajaran islam sehingga
banyak ulama dating ke Aceh. Pada masa itu hidup ulama seperti Hamzah
fansuri, Syamsuddin As-samathrani dan syekh Ibrahim as-syami. Pada masa
iskandar thani (1636-1641) dating Nuruddin arraniri. Pada tahun 1603,
bukhari al jauhari mengarang buku tajussalatih (mahkota raja-raja), sebuah
buku yang membahas tata Negara yang berpedoman pada syariat islam (
zakaria ahmad, 1973: 22)
Di bawah perintah sultan juga ditulis buku mit‟at-uttullah karangan
syekh abdurra‟uf disusun pada masa pemerintahan sultanah safiattuddin
syah ( 1641-1675 ), dan buku safinat-ulhukkamyi takhlish khashham
karangan syekh jalaluddin at-tarussani disusun masa pemerintahan sultan
alaiddin johansyah (1732-1760). Buku ini ditulis sebagai pegangan hakim
dalam menyelesaikan perkara yang berlaku di seluruh wilayah di seluruh
kerajaan Aceh sendiri dan di seluruh rantau takluknya. Kedua buku ini
bersumber pada buku-buku fiqih bermazhab syafi‟i. Hukum berlaku untuk
setiap lapisan masyarakat termasuk kaum bangsawan dan kerabat raja. Dari
cerita mulut ke mulut iskandar muda menjatuhkan hukuman rajam kepada
anak kandungnya sendiri karena terbukti berzina dengan salah seorang isteri
bangsawan di lingkungan istana. Raja ling eke XIV masa sultan ala‟uddin
ri‟ayatsyah-al qahhar (1537-1571) di jatuhi hukuman oleh qadli malikul adil
untuk membayar 100 ekor kerbau kepada keluarga adik tirinya yang dia
bunuh dengan sengaja ( al yasa‟ abu bakar, 2006:389-390) berlaku di
seluruh Indonesia.
2. Syariat islam era otonomi khusus (sekarang).
Penerapan syariat islam era otonomi khusus untuk aceh akrab dengan
kata-kata “ penerapan syariat islam secara kaffah di Aceh”. Bisa di artikan
usaha untuk memberlakukan islam sebagai dasar hukum dalam tiap tindak-
tanduk umat muslim secara sempurna. Istilah kaffah digunakan karena
Negara akan melibatkan diri dalam pelaksanaan syariat islam di Aceh.
Membuat hukum positif yang sejalan dengan syariat, merumuskan
kurikulum yang islami, dan masalah-maslah lain yang berkaitan dengan
syariat. Dasar hukum pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah diundangkan
UU no 44 tahun 1999 dan UU no 18 tahun 2001. Dalam undang-undang
nomor 44 syariat islam didefinisikan sebagai semua aspek ajaran islam.
Dalam undang-undang nomor 18 disebutkan bahwa mahkamah syar‟iyah
akan melaksanakan syariat islam yang di tuangkan ke dalam qanun terlebih
dahulu. Qanun adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah Aceh
untuk melaksanakan syariat islam bagi pemeluknya di Aceh ( al yasa abu
bakar, 2004:61). Pelaksanaan syariat islam secara kaffah mempunyai
beberapa tujuan , di antaranya yaitu:
1. Alas an agama: pelaksanaan syariat islam merupakan perintah agama untuk
dapat menjadi muslim yang lebih baik,sempurna, lebih dekat dengan
ALLAH.
2. Alas an psikologis: masyarakat akan merasa aman dan tenteram karena apa
yang mereka jalani dalam pendidikan, dalam kehidupan sehari-hari sesuai
dan sejalan dengan kesadaran dan kata hati mereka sendiri.
3. Alasan hukum: masyarakat akan hidup dalam tata aturan yang lebih sesuai
dengasn kesadaran hukum, rasa keadilan dan nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang di tengah masyarakat.
4. Alas an ekonomi dan kesejahteraan sosial: bahwa nilai tambah pada
kegiatan ekonomi, serta kesetiakawanan sosial dalam bentuk tolong
menolong, baik untuk kegiatan ekonomi atau kegiatan sosial akan lebih
mudah terbentuk dan lebih solid.
B. Lembaga Yang Terkait Penerapan Syariat Islam
a. Dinas syariat islam.
b. Majelis permusyawaratan ulama (MPU)
c. Wilayatul hisbah (WH)
C. Sistem Penyusunan Hukum Syariat Islam Di Nad
Syariat islam yang akan menjadi hukum materil dituliskan dalam bentuk
qanun terlebih dahulu, untuk mencegah kesimpangsiuran. Penerapan hukum
jika hakim mengambil langsung dari buku-buku fikih dan berijtihad sendiri dari
al-quran dan sunnah rasul. Sebelum terbentuknya qanun terlebih dahulu di buat
rancangan oleh sebuah team untuk disosialisasikan kepada masyarakat untuk
memperoleh masukan dan tanggapan. Setelah itu dilakukan konsultasi antara
DPRD dengan MPU.
 Hukuman cambuk
Hukuman cambuk merupakan salah satu hukum yang berlaku dalam syariat
islam NAD. Ketentuan dlam hukum cambuk antara lain:
a. Terhukum dalam kondisi sehat.
b. Pencambuk adalah wilayatul hisbah yang di tunjuk jaksa penuntut umum.
c. Cambuk yang digunakan adalah rotan dengan diameter 0.75 s/d 1.00 cm.
d. Jarak pencambuk dengan terhukum kira-kira 70 cm.
e. Jarak pencambuk dengan orang yang menyaksikan paling dekat 10 meter.
f. Pencambukan di hentikan jika menyebabkan luka, di minta dokter atas
pertimbangan medis, atau terhukum melarikan diri.
g. Pencambukan akan dilanjutkan setelah terhukum dinyatakan sehat atau
setelah terhukum menyerahkan diri atau tertangkap.

D. Esensi Syariat Islam Di Aceh


syariat Islam bukanlah hal baru, karena sejatinya masyarakat Aceh telah
menerapkan syariat Islam sejak Islam pertama sekali masuk dan berkembang di
Aceh. Syariat Islam sudah diterapkan sejak Aceh masih dalam bentuk kerajaan.
Dalam penerapannya Ulama merupakan ujung tombak pelaksanaan hukum tanpa
harus meminta persetujuan dari penguasa.. Masyarakat Aceh sangat menjunjung
tinggi ajaran agama Islam, teguh dalam aqidah dan taat menjalankan Syariat Islam.
Penerapan Syariat Islam tersebut berlandaskan pada hukum Al-Qur‟an dan Hadist
yang telah mengatur segala aspek dari hal-hal yang telah diwajibkan dan dilarang
Allah SWT. seperti kewajiban dalam aspek beribadah, beraqidah, berakhlaktul-
karimah, membela Islam jika terdapat individu atau sekelompok individu melecehkan
agama Islam. Adapun larangannya seperti berzina, berjudi, membunuh, minum-
minuman keras, mencuri, yang bagi pelanggarnya mendapatkan hukuman sesuai
dengan perbuatannya atau di denda seperti hukuman rajam bagi pelaku zina dan
denda dengan membayar diyat oleh pelaku pembunuhan. Majelis
Permusyawaratan Ulama (MPU) sebagai lembaga independen yang bertugas
memberikan masukan dan kritikan terhadap jalannya hukum syariat, dan polisi
wilayatul hisbah yang bertugas mensosialisasikan qanun, menangkap pelanggar
qanun serta menghukum pelaku yang melanggar syariat.
E. Pelaksanaan Syariat Islam Di Ace
1. Pilar Pelaksanaan Syariat Islam
Untuk mempercepat pelaksanaan syariat Islam Prof.Dr.Al-yasa Abu
Bakar,M.A sebagai kepala dinas Syariat Islam pertama bersama Kabag Litbang
dan program Dinas Syariat Islam yaitu Drs.M.Saleh Suhaidi (Alm) membuat
program Lima sasaran utama pelaksanaan syariat islam di Aceh. Lima
Pilar Pelaksanaan Syariat Islam adalah
a. MenghidupkanMeunasah
b. Pemberdayaan Zakat
c. Lingkungan Kantor danSekolah yang Islami
d. PengawasanPelaksanaanSyariat Islam, dan
e. PerluasanKewenanganMahkamahSyar‟iyah
F. Fungsi pilar pelaksanaan syari’at islam di Aceh
 Sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia di dalam mengatur diri dan
masyarakat
 Alat penyeimbang antara unsur yang baik dan yang tidak baik yang terdapat
dalam diri manusia.
 Alat mendidik manusia menjadi suci lahir bathin.sayriat turun menuntun dan
membimbing manusia untuk membersihkan diri agar ia mampu membaca arti
sebuah kehidupan. Karena itulah,kebahagiaan abadi hanya dapat di gapai oleh
manusia yang bersih.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kedudukan, Tugas Dan Wewenang Dinas Syariat Islam Dalam Pelaksanaan


Syariat Islam Di Aceh
Pembentukan Dinas Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
adalah untuk meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas operasional Pemerintah
Daerah di bidang Pelaksanaan Syariat Islam sebagai tindak lanjut pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 44 tahun 1999. Dinas Syariat Islam adalah unsur
pelaksanaan Syariat Islam di lingkungan Pemerintah Daerah yang berada di bawah
Gubernur dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Tugas
dari Dinas Syariat Islam di provinsi Aceh di atur dalam Peraturan Daerah Provinsi
Aceh Nomor 33 tahun 2001 pada Pasal 3.Dinas Syariat Islam mempunyai tugas
melaksanakan tugas umum dan khusus Pemerintah Daerah dan pembangunan serta
bertanggung jawab di bidang pelaksanaan Syariat islam.
Untuk melaksanakan tugas tersebut di atas, Dinas Syariat Islam menjalankan
lima fungsi, yakni :
1. Perencanaan dan penyiapan qanun yan berhubungan dengan Syariat Islam;
2. Penyiapan dan pembinaan sumber daya manusia yang berhubungan dengan
pelaksanaan syariat Islam;
3. Pelaksanaan tugas yang berhubungan dengan kelancaran dan ketertiban
pelaksanaan peribadatan dan penataan sarananya serta penyemarakan
syiar Islam;
4. Bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Syariat Islam;
5. Bimbingan dan penyuluhan Syariat Islam.

B. Eksistensi Dan Kewenangan Mahkamah Syar’iyyah Dalam Pelaksanaan Syariat


Islam Di Aceh
1. Eksistensi Mahkamah Syar‟iyah
Eksistensi dan kewenangan Mahkamah Syar‟iyah dikuatkan dengan Keputusan
Badan Pekerja Dewan Perwakilan Rakyat Aceh No. 35 tanggal 03 Desember
1947. Setelah itu Mahkamah Syar‟iyah di Aceh berjalan dengan baik hingga
dikuatkan pula dengan Peraturan Pemerintah No.29 tahun 1957 setelah melalui
Perjuangan panjang masyarakat Aceh terutama para ulama dan tokoh masyarakat.
Peradilan Syari‟at Islam juga dilakukan oleh suatu lembaga pengadilan yang
disebut Mahkamah Syar‟iyah. Hal ini dengan tegas disebutkan oleh pasal 25 ayat
(2) UU No.18/2001 pasal 128 ayat (4) UU No. 11 tahun 2006 yang menentukan
kewenangan Mahkamah Syar‟iyah didasarkan atas syariat Islam dalam hukum
Nasional yang di atur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi Aceh.
Mahkamah Syar‟iyyah merupakan salah satu pengadilan khusus yang
berdasarkan Syariat Islam di Provinsi Aceh sebagai pengembangan dari peradilan
agama. Kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Syar‟iyyah selalu berkaitan
dengan kehidupan masyarakat dalam bidang ibadah dan Syariat islam yang
ditetapkan dalam Qanun.
2. Kewenangan Mahkamah Syar‟iyah
Adapun tugas dan wewenang Mahkamah Syar‟iyah antara lain ialah
memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara – perkara pada tingkat pertama
tertera pada pasal 49 Qanun No. 10 Tahun 2002,dalam bidang ahwal al –
syakhsiyah, mu‟amalah, dan jinayah. Selain itu Mahkamah Syar‟iyah juga
bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara yang menjadi
kewenangannya dalam tingkat banding juga tertera pada Pasal 50 ayat (1) :
mengadili dalam tingkat pertama dan terahir sengketa kewenangan antar
Mahkamah Syar‟iyah di Aceh.
C. Eksekutif dan Legislatif
1. Eksekutif
Esekutif adalah suatu pemerintahan negara yang memiliki kekuasaan untuk
menyelenggarakan pemerintahan dan perundang-undang. Dalam sistem
kabinet presidensial, presiden disamping berfungsi sebagai kepala negara juga
berfungsi sebagai kepala eksekutif.
2. Legislatif
Lembaga legislatif secara etimologi dalam kemelut politik adalah lembaga
yang memiliki kekuasaan untuk membuat/mengeluarkan UU sedangkan
Legislatif dalam terminology fiqh disebut sebagai lembaga penengah dan
pemberi fatwa. Istilah lembaga legislative dalam Islam lebih popular dengan
sebutan Afl al-Halli wa al-„aqd. Secara harfiah Ahl al-

Anda mungkin juga menyukai