BAB I
PENGERTIAN DAN PELAKSANAAN
SYARIAT ISLAM DI ACEH
Secara etimologis, syariat islam terdiri dari dua kata, syariat artinya hukum agama dan
islam artinya agama yang diajarkan oleh nabi muhammad SAW, berpedoman pada kitab suci al-
quran, yang diturunkan kedunia melalui wahyu Allah SWT.
Dapat disimpulkan bahwa Syariat islam adalah Ajaran islam yang berpedoman pada kitab
suci al-qur’an. Jadi pengertian tersebut harus bersumber dan berdasarkan kitab suci al-qur’an,
pandangan normative dari syariat islam harus bersumber dari nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang
tercantum dalam al-qur’an. Al-qur’an lah yang menjadi pangkal tolak dari segala pemahaman
tentang syari’at islam. Kerangka dasar ajaran islam adalah akidah,
syar’iyah dan akhlak.Ketiganya bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang bersumber
pada tauhid, sebagai inti akhidah yang kemudian melahirkansyar’iyah, sebagai jalan berupa
ibadah dan muamalah, serta akhlak sebagai tingkah laku baik kepada Allah SWT maupun kepada
makhluk ciptaan-Nya yang lain.
Menurut M. Daud Ali, Syariat adalah jalan yang harus ditempuh, dalam arti teknis,
syariat adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan
manusia dengan manusia lain dalam kehidupan social, hubungan manusia dengan benda dan alam
lingkungan hidupnya.
Akhlak adalah peringai atau tingkah laku yang berkenaan dengan sikap manusia, terbagi
atas akhlak terhadap Allah SWT dan terhadap sesama makhluk. Akhlak terhadap sesama makhluk
terbagi atas akhlak terhadap manusia, yakni diri sendiri, keluarga, dan masyarakat,
serta akhlak terhadap makhluk bukan manusia yang ada di sekitar lingkungan hidup, yakni
tumbuh-tumbuhan, hewan, bumi, air, serta udara.
Menurut M. Daud Ali, Syariat adalah jalan yang harus ditempuh. Dalam arti teknis, syariat
adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan
manusia dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam
lingkungan hidupnya. Syariat islam ini berlaku bagi hamba-Nya yang berakal, sehat, dan telah
menginjak usia baligh atau dewasa. (dimana sudah mengerti/memahami segala masalah yang
dihadapinya). Tanda baligh atau dewasa bagi anak laki-laki, yaitu apabila telah bermimpi
bersetubuh dengan lawan jenisnya, sedangkan bagi anak wanita adalah jika sudah mengalami
datang bulan (menstruasi).
Bagi orang yang mengaku Islam, keharusan mematuhi peraturan ini diterangkan dalam
firman Allah SWT. "kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan)
dari agama itu, maka ikutilah syariat itu, dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang
tidak mengetahui." (QS. 45/211-Jatsiyah: 18).
Syari’at Islam adalah tuntunan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan.Pelaksanaan
Syari’at Islam diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh nomor 5 tahun
2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam(Dinas Syari’at Islam, 2009: 257). Adapun
aspek-aspek pelaksanaan Syari’at Islam adalah seperti terdapat dalam Perda Daerah Istimewa
Aceh nomor 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam. Bab IV Pasal 5 ayat 2,
yaitu: Aqidah, Ibadah, Muamalah, Akhlak, Pendidikan dandakwah Islamiyah/amar makruf anhi
munkar, Baitulmal, kemasyarakatan, Syiar Islam, Pembelaan Islam, Qadha, Jinayat, Munakahat,
dan Mawaris.
Tujuan Allah SWT merumuskan hukum islam adalah untuk kemaslahatan umat manusia,
baik didunia maupun di akhirat. Tujuan dimaksud hendak dicapai melalui taklif.
Taklif itu baru dapat dilaksanakan bila memahami sumber hukum islam, kemudian tujuan
itu tidak akan tercapai kecuali dengan keluarnya seseorang dari diperbudak oleh hawa nafsunya,
menjadi hamba Allah dalam arti tunduk keada-Nya. Salah satu ayat al-quran yang menunjukkan
pernyataan bahwa tujuan hukum islam adalah untuk kemaslahatan umat manusia yaitu surat al-
anbiya ayat 107 yang berbunyi: ”dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam”.
Untuk mewujudkan kemaslahatan ada lima hal pokok yang harus diwujudkan dan
dipelihara, yaitu agama, nyawa, akal,keturunan, dan harta. Lima masalah pokok ini wajib
dipelihara oleh setiap manusia. Untuk itu, didatangkan hukum islam berupa perintah, larangan,
dan keijinan yang harus dipatuhi oleh setiap mukallaf.
Dalam perjalanan Syariat Islam di Aceh, jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia,
maka Aceh memiliki keunikan karena masyarakatnya mampu menyerap budaya dan
menyesuaikan diri. Dalam konsiderans UU no. 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh menempatkan ulama pada peran yang terhormat
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Contohnya, para ulama di Aceh
mendapatkan tempat yang istimewa dalam hal memberikan pandangan-pandangan, saran-saran,
dan masukan-masukan untuk menetapkan suatu kebijakan. Hal tersebut tidak didapatkan para
ulama di daerah lain. Contoh lain, para ulama Aceh sejak abad ke-17 telah dapat menerima dan
bahkan mendorong kehadiran perempuan dalam ranah kegiatan publik, seperti menjadi anggota
Dewan PerwakilanRakyat, hakim pada mahkamah, panglima perang, sampai menjadi kepala
negara (Sultan), yang di banyak tempat dianggap sebagai tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Aceh dapat dikatakan sebagai daerah yang memiliki pengalaman sejarah seperti yang telah
disebutkan di atas dalam penyesuaiannya sudah relatif sangat lentur dengan budaya lokal dan dapat
menjadi tempat untuk pelaksanaan Syariat Islam secara kaffah. Senada dengan hal tersebut, Daud
Rasyid mengatakan bahwa Aceh seharusnya menjadi pilot project bagi perjuangan Syariat.
Menurut Rusdi Ali Muhammad dalam pidato pengukuhan Guru Besar Rektor UIN Ar-
Raniry Banda Aceh bahwa kurangnya pemahaman terhadap Al-Qur’an akan membawa kepada
pola penalaran yang tidak memiliki semangat universalitas, fleksibilitas, kering akan nuansa
sosiologis dan bahkan akan menyulitkan penerapan Syariat Islam dalam kehidupan manusia.
Padahal hakekat keberadaan Syariat Islam adalah membawa kemaslahatan bagi manusia baik di
dunia maupun di akhirat.
BAB II
SEJARAH SYARIAT ISLAM DI ACEH
Kerajaan Aceh mencapai gemilang masa pemerintahan iskandar muda (1607-1636). Salah
satu usaha beliau adalah meneruskan perjuangan sultan sebelumnya untuk melawan kekuasaan
portugis yang sangat membenci islam. Dia juga mendorong penyebaran agama islam keluar
kerajaan Aceh, seperti malaka dan pantai barat pulau sumatera. (Zakaria Ahmad, 1973:20-22).
Peradilan islam dibentuk untuk mengatur tatanan hokum yang di atur oleh ulama. Pengadilan
diberikan kewenangan sepenuhnya untuk mengatur jalan roda hokum tanpa meminta persetujuan
pihak atasan, peranan Qadhi malikul Adil (hakim agung kesultanan) di pusat kerajaan Aceh
memiliki kewenangan seperti Mahkamah Agung sekarang ini.
Setiap kawasan ada Qadhi ulee baling yang memutuskan perkara di daerah tersebut. Jika ingin
mengajukan banding diteruskan pada Qadli Maliku Adil. Kedua Qadhi ini diangkat dari kalangan
ulama yang cakap dan berwibawa.
Sultan Aceh merupakan pelindung ajaran islam sehingga banyak ulama dating ke Aceh. Pada
masa itu hidup ulama seperti Hamzah fansuri, Syamsuddin As-samathrani dan syekh Ibrahim as-
syami. Pada masa iskandar thani (1636-1641) dating Nuruddin arraniri. Pada tahun 1603, bukhari
al jauhari mengarang buku tajussalatih (mahkota raja-raja), sebuah buku yang membahas tata
Negara yang berpedoman pada syariat islam ( zakaria ahmad, 1973: 22).
Di bawah perintah sultan juga ditulis buku mit’at-uttullah karangan syekh abdurra’uf disusun
pada masa pemerintahan sultanah safiattuddin syah ( 1641-1675 ), dan buku safinat-ulhukkamyi
takhlish khashham karangan syekh jalaluddin at-tarussani disusun masa pemerintahan sultan
alaiddin johansyah (1732-1760). Buku ini ditulis sebagai pegangan hakim dalam menyelesaikan
perkara yang berlaku di seluruh wilayah di seluruh kerajaan Aceh sendiri dan di seluruh rantau
takluknya. Kedua buku ini bersumber pada buku-buku fiqih bermazhab syafi’i.
Hukum berlaku untuk setiap lapisan masyarakat termasuk kaum bangsawan dan kerabat raja.
Dari cerita mulut ke mulut iskandar muda menjatuhkan hukuman rajam kepada anak kandungnya
sendiri karena terbukti berzina dengan salah seorang isteri bangsawan di lingkungan istana. Raja
ling eke XIV masa sultan ala’uddin ri’ayatsyah-al qahhar (1537-1571) di jatuhi hukuman oleh
qadli malikul adil untuk membayar 100 ekor kerbau kepada keluarga adik tirinya yang dia bunuh
dengan sengaja ( al yasa’ abu bakar, 2006:389-390)
Masa Aceh di bawah tampuk kerajaan masa dulu sudah di terapkan syariat islam,buktinya
adalah:
A. datangnya ulama-ulama besar, berarti kebutuhan dan penghargaan terhadap ulama masa itu
sangat besar.
B. Di bentuknya peradilan islam yang di atur oleh ulama tanpa campur tangan penguasa,
ada keleluasaan untuk menjalankan hukum syariah.
C. Pengadilan di buat sistematis, dari tingkat daerah hingga pusat. Masalah yang tidak selesai
di tingkat daerah( qadhi ulee baling) diteruskan ke mahkamah yang lebih tinggi (qadhi malikul
adil).
D. Jika kisah iskandar muda yang menghukum anaknya berzina adanya, berarti hukum rajam
bagi pelaku zina sudah diberlakukan pada saat itu.
Ketika kemerdekaan Indonesia di deklarasikan soekarno pada 17 agustus 1945, aceh belum
menjadi bagian dari NKRI. Kesediaan bergabung dalam wilayah RI karena adanya janji soekarno
yang ingin memberikan kebebasan untuk mengurus diri sendiri termasuk pelaksanaan syariat
islam. Janji itu terucap pada tahun 1948, bung karno dating ke aceh mencari dukungan moril dan
materil bagi perjuangan bangsa Indonesia melawan belanda. Kebebasan melaksakan syariat
merupakan imbalan jika bangsa Aceh bersedia memberikan bantuan.
Gayung pun bersambut. Di bawah komando daud beureueh berhasil terkumpul dana sebanyak
500.000 dolar AS. Untuk membiayai ABRI 250.000 dolar,50.000 dolar untuk perkantoran
pemerintahan,100.000 dolar untuk biaya pengembalian pemerintahan RI dari Yogya ke Jakarta.
Bangsa Aceh juga menyumbang emas lantakan untuk membelia oblogasi pemerintahan dan dua
pesawat terbang, selawah agam dan selawah dara.
Janji yang di lontarkan sang presiden RI di wujudkan malah provinsi Aceh di satukan dengan
provinsi sumatera utara tahun 1951. Hak mengurus wilayah sendiri dicabut. Rumah
rakyat,dayah,menasah yang hancur porak-porandaakibat peperangan melawam Belanda dibiarkan
begitu saja. Dari sinilah daud beureueh menggulirkan ide pembentukan Negara islam Indonesia(
DII ), april 1953 dia bergerilya ke hutan. Namun pada tahun 1962 bersedia menyerah karena di
janjikan akan di buatkan UU syariat Islam bagi rakyat Aceh (majalah Era Muslim “untold history”.
] 30 September 2009 jam 22:35)
Setelah itu di berikan otonomi khusus untuk menjalankan proses keagamaan, peradatan dan
pendidikan namun pelaksanaan syariat islam masih sebatas yang di izinkan pemerintah pusat. Hal
itu tertuang dalam keputusan penguasa perang (panglima militer 1 Aceh/ iskandar muda, colonel
M.Jasin) no KPTS/PEPERDA-061/3/1962 tentang kebijaksanaan unsure-unsur syariat agama
islam bagi pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh yang berbunyi :
“ pertama: terlaksananya secara tertib dan seksama unsur-unsur syariat agama islam bagi
pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh, dengan mengindahkan peraturan perundangan Negara.
Kedua: penertiban pelaksanaan arti dan maksud ayat pertama di serahkan sepenuhnya kepada
pemerintah Daerah Istimewa Aceh. (al yasa Abu Bakar, 2006:33).
Pada tahun 1966 orde baru yang berkuasa, di sahkan peraturan daerah nomor 1 tahun 1966
tentang pedoman dasar majelis permusyawaratan ulama. Fungsi majelis ini adalah sebagai
lembaga pemersatu umat, sebagai penasehat pemerintah daerah dalam bidang keagamaan dan
sebagai lembaga fatwa yang akan memberikan pedoman kepada umat islam dalam hidup
keseharian dan keagamaanya.
Langkah untuk mewujudkan syariat islam melalui PERDA yang mengatur rambu-rambu
pelaksanaan stariat islam di Aceh ditempuh dengan membuat panitia khusus yang terdiri dari
cendekiawan dan ulama di luar DPRD. Rancangan ini disahkan DPRD menjadi peraturan daerah
nomor 6 tahun 1968 tentang pelaksanaan unsure syariat islam Daerah Istimewa Aceh. Ketika
peraturan daerah ini di ajukan kedepartemen dalam negeri untuk mengesahkan namun di tolak dan
secara halus (tidak resmi) meminta DPRD dan PEMDA Aceh mencabut PERDA tersebut.
Tahun 1974 pemerintah mengesahkan undang-undang tentang pokok pemerintahan didaerah
yang antara lain menyatakan bahwa sebutan Daerah Istimewa Aceh hanyalah sekedar nama,
peraturan sama dengan daerah lain. Syariat islam yang berlaku di tingkat gampong dig anti dengan
undang-undang no:5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa ( alyasa abu bakar, 2006:31-39)
Tidak ada penerapan syariat islam sama sekali baik pada masa orde lama maupun orde baru.
Syariat islam Cuma senjata politik untuk memuluskan rencana penguasa.
Periode orde lama, soekarno menggunakan janji keleluasaan penerapan syriat islam untuk
mencari dukungan dari pemimpin Aceh, Abu Beureueh dan berhasil. Saat janji yang tak pernah di
tepati itu ditagih melalui perlawanan bersenjata, kembali jurus syariat islam yang di pergunakan
dan sekali lagi berhasil. Beberapa PERDA yang mengatur tata pelaksanaan syariat namun sebatas
yang di bolehkan penguasa. Masa orde lama pun tak jauh beda. Syariat islam Cuma sekedar usaha
penguatan kedudukan di mata masyarakat yang sudah hilang kesabaran menanti janji pemerintah.
Setelah kepercayaan masyarakat tumbuh malah syariat islam yang di laksnakan turun-temurun
tingkat desa malah di hapuskan dan di ganti dengan peraturan yang berlaku di seluruh Indonesia.
Penerapan syariat islam era otonomi khusus untuk aceh akrab dengan kata-kata “ penerapan
syariat islam secara kaffah di Aceh”. Bisa di artikan usaha untuk memberlakukan islam sebagai
dasar hukum dalam tiap tindak-tanduk umat muslim secara sempurna.
Istilah kaffah digunakan karena Negara akan melibatkan diri dalam pelaksanaan syariat islam
di Aceh. Membuat hukum positif yang sejalan dengan syariat, merumuskan kurikulum yang
islami, dan masalah-maslah lain yang berkaitan dengan syariat.
Dasar hukum pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah diundangkan UU no 44 tahun 1999
dan UU no 18 tahun 2001. Dalam undang-undang nomor 44 syariat islam didefinisikan sebagai
semua aspek ajaran islam. Dalam undang-undang nomor 18 disebutkan bahwa mahkamah
syar’iyah akan melaksanakan syariat islam yang di tuangkan ke dalam qanun terlebih dahulu.
Qanun adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah Aceh untuk melaksanakan syariat
islam bagi pemeluknya di Aceh ( al yasa abu bakar, 2004:61).
Pelaksanaan syariat islam secara kaffah mempunyai beberapa tujuan , di antaranya yaitu:
1. Alas an agama: pelaksanaan syariat islam merupakan perintah agama untuk dapat menjadi
muslim yang lebih baik,sempurna, lebih dekat dengan ALLAH.
2. Alas an psikologis: masyarakat akan merasa aman dan tenteram karena apa yang mereka jalani
dalam pendidikan, dalam kehidupan sehari-hari sesuai dan sejalan dengan kesadaran dan kata hati
mereka sendiri.
3. Alasan hukum: masyarakat akan hidup dalam tata aturan yang lebih sesuai dengasn kesadaran
hukum, rasa keadilan dan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.
4. Alas an ekonomi dan kesejahteraan sosial: bahwa nilai tambah pada kegiatan ekonomi, serta
kesetiakawanan sosial dalam bentuk tolong menolong, baik untuk kegiatan ekonomi atau kegiatan
sosial akan lebih mudah terbentuk dan lebih solid.
Hukuman cambuk
Hukuman cambuk merupakan salah satu hukum yang berlaku dalam syariat islam NAD. Ketentuan
dlam hukum cambuk antara lain:
a. Terhukum dalam kondisi sehat.
b. Pencambuk adalah wilayatul hisbah yang di tunjuk jaksa penuntut umum.
c. Cambuk yang digunakan adalah rotan dengan diameter 0.75 s/d 1.00 cm.
d. Jarak pencambuk dengan terhukum kira-kira 70 cm.
e. Jarak pencambuk dengan orang yang menyaksikan paling dekat 10 meter.
f. Pencambukan di hentikan jika menyebabkan luka, di minta dokter atas pertimbangan medis, atau
terhukum melarikan diri.
g. Pencambukan akan dilanjutkan setelah terhukum dinyatakan sehat atau setelah terhukum
menyerahkan diri atau tertangkap.
BAB III
Kajian modern tentang warisan intelektual Islam klasik umumnya berakhir dengan Ibn khaldun,
kebetulan atau tidak, kenyataannya bahwa Dunia Islam, tidak seberapa lama sesudah kepergian
pemikir besar itu, berada dalam hubungan yang tidak menguntukan dengan dunia luar Islam,
khususnya Eropa barat. Kehebatan prestasi Ibn Khaldun dikontraskan dengan situasi Dunia Islam
dalam konteks global yang kurang beruntung tersebut memang dapat menimbulkan kesan amat
kuat tentang mendekatnya kegiatan Intelektual Umat sesudah pemikir besar itu.
Kelompok ini lebih cendrung kepada sufisme yang kental bercampur dengan filsafat. Mereka
lahir dan berkembang setelah Perang Dunia II, F. Schuon, Hossein Nasr, Hamid Algar, Roger
Garaudy, Martin Lings, Muhammad Naquib Al-Attas, barang kali dapat digolongkan kelompok
ini. Kecuali Nasr dan Al-Attas yang memang berasal dari kultur Islam, yang lain adalah sarjana-
sarjana barat yang menyebrang menjadi muslim setelah mereka dewasa.
Tokoh-tokoh kelompok ini antara lain Al-Afghani, Muhammad Abduh, Ahmad Khan,
Syibli, Nu’mani, Namik Kemal, H.Agus Salim, Muhammad Natsir, Buya Hamka, Fazlur Rahman
dan Ali Syariati. Kelompok ini dikenal sebagai kelompok pembela ijdtihad sebagai metode utama
untuk meretas kebekuan berfikir umat Islam. Mereka sadar sepenuhnya bahwa kejatuhan umat
Islam sama sekali bukan karena agamanya, tapi semata-mata karena keasalah pahaman dan ketidak
cerdasan meraka dalam membaca ajaran Islam.
Tokoh-tokoh utama kelompok ini, diantaranya adalah Ali Abd Raziq, Kemal Atturk,
Sukarno, Bassam Tibi, Abdullah Laroui, Detlev H. Khalid. Mungkin juga Abu Kalam Azad dapat
pula dimasukkan dalam kelompok ini. Atribut sekularis disini hendaklah dibatsi dalam pandangan
mereka tentang hubungan Islam dan politik. Bagi mereka, agama (termasuk Islam) harus
dipisahkan menjadi sistem etika belaka. Bassam Tibi, misalnya, melalui karya-karyanya dalam
bahasa Jerman (sebagian telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris), telah mengangkat kembali
masalah hubungan Islam dengan kekuasaan.
BAB IV
POKOK PEMBAHASAN DAN JINAYAT
B. Jinayat
Secara teoritis, jinayat atau hukum pidana Islam didefinisikan sebagai hukum syara’ yang
berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang yang lazimnya disebut
dengan jarimahatau tindak pidana dan ancaman hukumannya(uqubah). Uqubah adalah
pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat karena adanya pelanggaran atas
ketentuan-ketentuan syara’.dalam hukum pidana Islam dikenal tiga macam ketentuan pidana
yaituhudud, qishash/diyat, dan ta’zir.
1. Hudud
Hudud atau alhudud adalah bentuk jamak dari kata hadd yang berarti batas, rintangan,
halangan dan pagar. Dalam Al-qur’an, hudud sering kali diartikan sebagai hukum atau ketetapan
Allah SWT. Dalam ilmu fiqh, hudud atau hadd ialah hukuman atas perbuatan pidana
tertentu(jarimah hudud) yang jenis dan bentuk hukumannya telah ditentukan syar’i .yang
termasuk ke dalam hudud adalah sebagai berikut :
a. Zina ,adalah hubungan seksual antara seorang laki-laki dengan perempuan diluar akad
nikah. hukuman bagi pezina ghairu muhsan ialah dicambuk seratus kali.
b. Qadhaf ,adalah tuduhan berzina terhadap seseorang tanpa menghadirkan saksi yang memenuhi
syarat. Hukuman bagi penuduh zina ini aalah didera delapan puluh kali.
c. Pencurian (sariqa), seseorang yang secara sengaja diam-diam mencuri harta orang lain . si
pencuri dikenakan had potong tangan.
d. Perampokan(qat’ul al thariq), merupakan suatu perbuatan yang sangat di benci dalam Islam karena
dapat merusak keamanan masyarakat. Pemberontakan(al-bughyi), suatu perbuatan yang berusaha
untuk menghancurkan negara islam dan imamnya yang adil dengan tujuan menjadikan negara
tersebut sebagai negara kafir.orang-orang atau kelompok yang melakukan pemberontakan tersebut
disebut dengan bughat.
e. Al riddah atau murtad,berarti keluar dari agama Islam . hukumannya tidak disebutkan secara jelas.
f. Minum khamar(syurb),merupakan salah satu kesalahan jinayah dalam Islam .hukumannya biasanya
ialah disebat dengan tali atau di cambuk.
2. Qishash
Qishash merupakan suatu ketentuan Allah yang berkenaan dengan pembunuhan sengaja
dimana pelakunya dikenakan hukuman mati.akan tetapi keluarga si korban dapat menurunkan
hukuman mati menjadi hukuman denda atau diyat.diyat ialah denda yang harus di bayarkan oleh
seseorang dikarenakan telah melakukan pembunuhan, jumhur ulama sepakat bahwa jumlah diyat
yang harus dibayarkan kepada keluarga terbunuh ialah 100 ekor unta. qisash/diyat, meliputi :
pembunuhan dan penganiayaan.
3. Ta’zir yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang melakukan pelanggaran syariat selain
hudud dan qishash/diyat.ta’zir adalah perbuatan pidana yang jenis dan hukumannya tidak
ditentukan lebih dahulu dalam nash. Seperti: maisir (perjudian), penipuan, pemalsuan,
khalwat(mesum),dan meniggalkan salat fardhu dan puasa Ramadhan.
a. Maisir atau perjudian, Pada tanggal 15 juli 2003,Gubernur provinsi NAD mengesahkan qanun
provinsi nomor 13 tentang maisir dengan persetujuan DPRD Provinsi NAD . khasus pertama yang
sampai ke pengadilan terjadi di Aceh Tenggara , di ajukan ke mahkamah syariah Kutacane serta
diputuskan tanggal 19 Januari dengan putusan nomor:01/JN.S/2005/MSY-KC.
b. Khalwat/mesum, adalah perbuatan yang dilakukan oleh dua orang yang berlawanan jenis atau
lebih, tanpa ikatan nikah atau bukan muhrim pada tempat tertentu yantg sepi yang memungkinkan
terjadinya perbuatan maksiat di bidang seksual atau yang berpeluang pada terjadinya perbuatan
perzinaan .
BAB V
QANUN, EKSITENSI DAN ESENSI SYARIAT ISLAM DI ACEH
A. DEFINISI QANUN
Kata Qanun berasal dari bahasa Arab yang berarti Undang-Undang. Qanun dapat juga
bermakna kumpulan materi hukum yang tersusun secara sistematis dalam suatu lembaga yang
dikenal dengan Undang-Undang. Jadi, Qanun adalah hukum materil yang menghimpun ketentuan-
ketentuan pidana.
Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Peraturan Daerah sebagai pelaksana
undang-undang di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam penyelenggaraan otonomi
kuhus (pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001). Dari pengertian tersebut, dapat
dipahami bahwa isi muatan Qanun hanya mengatur ketentuan-ketentuan yang bersifat delegasi
suatu Undang-undang dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus. Dengan kata lain, Qanun hanya
dapat mengatur atas dasar pendelegasian suatu ketentuan undang-undang dalam penyelenggaraan
otonomi khusus.
1. PERDA No. 5 tahun 2000. Peraturan tersebut masih disebut sebagai PERDA, seperti di provinsi
lainnya, sebelum kemudian disebut sebagai Qanun semenjak UU otonomi khusus disahkan pada
tahun 2001.
PERDA tersebut menyebutkan bahwa seluruh elemen pelaksanaan syariat islam akan
dilaksanakan termasuk didalamnya hal-hal yang berhuungan dengan aqidah, ibadah, mua’amalah,
akhlak, pembelaan islam, qadha, pendidikan, masalah perdata dan pidana, dan perayaan hari besar
islam, pendidikan dan dakwah, dan baitulmal. Peraturan tersebut juga menyiapkan/mengatur
sebuah lembaga pengawas pelaksanaan syariat islam di masyarakat, yang kemudian disebut
dengan Wilayatul Hisbah (WH).
2. Qanun yang kedua berhubungan langsung dengan pelaksanaan syariat islam adalah qanun No. 10
tahun 2002 tentang pembentukan makahma syar’iyah yang kewenangannya tidak hanya sebatas
permasalahan keluarga dan perwarisan. Kewenangan lebih luas yang diberikan ke sistem
pengadilan yang baru di Indonesia ini adalah kewenangan terhadap kriminal (jinayah).
3. Qanun yang ketiga adalah No. 11 tahun 20026 tentang pelaksanaan syariat islam dalam bidang
aqidah, ibadah, dan penerapan simbo-simbol islam.
4. Qanun keempat yang mengatur langsung pelaksanaan syariat islam adalah qanun No. 12 tahun 2003
tentang khamar. yang melarang semua jenis minuman yang dapat mengganggu kesehatan,
kesadaran, dan pikiran.
5. Qanun kelima adalah qanun No. 7 tahun 2004 tentang manajemen zakat.
Qanun tersebut memberikan mandate pembentukan baitul mal, yang diatur untuk dapat
menerima/menyimpan denda dari para pelanggar syariat Islam.
1. Menghidupkan meunasah
Dalam kehidupan masyarakat Aceh, sebagai salah satu landasan pilar budaya,terdapat satu
lembaga yang di namakan dengan meunasah,sebagai simbol masyarakat Aceh. pada setiap
kampung atau lingkungan yang berdekatan senantiasa dijumpai uatu bangunan meunasah yang
bentuknya sama dengan rumah kediaman biasa. Namun tanpa dilengkapi dengan
jendela,lorong,atau sekatan-sekatan. Bentuk dan kondisi meunasah semacam itu pada kurun
sekarang ini mungkin sudah sedikit dan kondisi sudah jauh berbeda mengikuti arus kemajuan
zaman.
2. Pemberdayaan zakat
Wujud dari pemberdayaan zakat adalah terbentuknya Baitul mal pada tingkat
Kampung,Kabupaten/Kota dan Provinsi. Sumber zakat pada tingkat kampung di fokuskan pada
hasil pertanian kampung dan usaha-usaha pada tingkat kampung, sedang sumber zakat Baitul mal
Kabupaten adalah dari hasil perdagangan dan usaha pada tingkat Kabupaten/Kota. Dan untuk
sumber zakat Baitul mal Provinsi adalah dari perusahaan yang bergerak pada level provinsi.
Sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia di dalam mengatur diri dan masyarakat
Alat penyeimbang antara unsur yang baik dan yang tidak baik yang terdapat dalam diri manusia.
Alat mendidik manusia menjadi suci lahir bathin.sayriat turun menuntun dan membimbing manusia
untuk membersihkan diri agar ia mampu membaca arti sebuah kehidupan. Karena
itulah,kebahagiaan abadi hanya dapat di gapai oleh manusia yang bersih.
BAB VII
[1] Rusjdi Ali Muhammad. Revitalisasi Syari’at Islam di Aceh. Ciputat : Logos Wacana Ilmu.
Qanun Intruksi Gubernur Edaran Gubernur Berkaitan Pelaksanaan Syariat Islam. Aceh.2008.hlm 40
[3] Safwan Idris. Syariat di Wilayah Syariat. Aceh : Yayasan Ulul Urham. 2002.hlm 21
BAB VIII
Fungsi, Tugas, Kedudukan dan Kewenangan Majelis Permusyawaratan
Ulama (Mpu) dan Baitul Mal
A. Fungsi MPU
Fungsi MPU sebagai penasehat yang memberi saran, pertimbangan kepada pemerintahan
daerah (eksekutif dan legislatif) dan sebagai pengawas terhadap pelaksanaan kebijakan daerah,
baik bidang pemerintahan, pembangunan maupun pembinaan kemasyarakatan serta tatanan
hukum dan tatanan ekonomi yang islami.
Meskipun secara yuridis MPU kedudukannya sebagai mitra sejajar pemerintah daerah dan
DPRD, tetapi dalam prakteknya belum berjalan secara maksimal, hanya sebatas hubungan
konsultatif. Sebagai badan konsultatif maka produk utama MPU adalah berupa saran.
MPU mempunyai kedudukan yang bebas dan tidak tergantung pada Kepala Daerah dan
DPRD atau kekuatan-kekuatan sosial dalam masyarakat.Dalam melaksanakan fungsinya tersebut,
MPU mempunyai hak dan kewajiban yaitu:
pertama, MPU berhak mengajukan usul kepada pemerintahan daerah (Eksekutif dan
legislatif). Kedua, MPU berkewajiban memberi masukan, pertimbangan dalam menentukan
kebijakan daerah dari aspek syariat Islam secara kaffah serta memberi jawaban atas pertanyaan
kepala daerah.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, MPU bersifat pasif dalam memberikan
pertimbangan, usulan kepada pemerintah daerah dan DPRD. Selama ini MPU memberi fatwa tapi
pelaksanaanya tidak berjalan secara efektif. Hal ini karena MPU tidak cukup mempunyai aparat
yang dapat mengamati seluruh kebijaksanaan Kepala Daerah yang telah dilaksanakan sejalan
dengan pertimbangan yang telah diberikan.
Hal penting adalah fungsi atau tugas MPU telah dilaksanakan walaupun tidak seluruhnya
diterima oleh Kepala Daerah. Diterima atau tidaknya pertimbangan-pertimbangan MPU menjadi
tanggungjawab moral Kepala Daerah untuk diperhatikan.
Secara normatif pertimbangan-pertimbangan MPU yang disampaikan kepala daerah tidak
terikat, namun sangat dipengaruhi atas kesadaran kepala daerah, sebagai penyelenggaraan
pemerintahan yang bertanggunggunjawab, sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang
layak, dan kualitas pertimbangan yang disampaikan oleh MPU yang menyebabkan kepala deaerah
tidak ada pilihan lain untuk tidak menerimanya.
B. Tuagas MPU Ditingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota
a. Tugas MPU ditingkat Propinsi
1. Memberikan masukan, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah Aceh dan DPRA dalam
menetapkan kebijakan berdasarkan syari’at Islam.
2. Melakukan pengawasn terhadap penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan daerah
berdasarkan syari’at Islam.
3. Melakukan penelitian, pengembangan, penerjemahan, penerbitan, dan pendokumentasian
terhadap naskah-naskah yang berkenaan dengan syari’at Islam
4. Melakukan pengkaderan ulama.
C. Kedudukan MPU
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) merupakan lembaga yang bersifat
Independen dan merupakan mitra kerja Pemerintahan Aceh. Secara legal formal keberadaan MPU
di Aceh merujuk pada Pasal 18 B Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia yaitu:
1). Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.
2). Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-
hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Secara etimologis baitul mal terdiri dari dua kata, yaitu Bait, artinya rumah dan mal yang
berarti harta. Jadi kalau digabungkan kedua kata itu maka baitul mal dapat berarti satu rumah yang
di dalamnya berupa harta. Sedangkan menurut terminologis, sebagaiman diajelaskan dalam Qanun
nomor 7 tahun 2004 tentang pengelolaan Zakat, yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1), bahwa
Badan Baitul Mal merupakan lembaga daerah yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat
dan harta agama lainnyadi provinsi NAD, dan juga dalam Bab I Ketentuan umum oleh Qanun
Aceh Nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal adalah lembaga daerah non struktural yang diberi
kmewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf, harta agama dengan tujuan
untuk kemaslahatan ummat serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak yati piatu dan/atau
hartanya serta mengelola terhadap harta warisan yang tidak ada wali berdasarkan syari’at Islam.
Didalam literatur fiqh Islam, Baitul Mal adalah suatu badan atau lembaga yang bertugas
mengurusi kekayaan negara, terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan pemasukan maupun
pengelolaan, namun terhadap pembentukan lembaga Baitul Mal ini tidak disebutkan secara tegas
didalam Al-quran maupun Al-hadist, akan tetapi karena manfaatnya dirasakan sangat besar maka
Baitul Mal tetap dipertahankan didalam pemerintahan Islam semenjak Umar bin Khattab. Namun
bagaimana bentuk dan tatacara pengelolaannya juga tidak ada pengaturan yang tegas didalam
sumber-sumber hukum Islam sama halnya seperti pembentukan lembaga Baitul Mal itu sendiri.
Hukum Islam dalam hal ini memberikan kebebasan kepada pemerintah untuk membuat aturan-
aturan yang dianggap sesuai dan memberi manfaat bagi negara dan rakyat, dengan demikian maka
bentuk dan sistem pengelolaan Baitul Mal dapat saja berubah sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhannya disamping dapat pula berbeda-beda antara negara satu dengan yang lainnya.
Lembaga Baitul Mal di Propinsi Aceh adalah lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah
Daerah berdasarkan amanat perundang-undangan, Keberadaan Baitul Mal di Aceh sendiri tidak
terlepas dari perkembangan pengelolaan Zakat yang telah ada semenjak abad ke 7 Masehi, yaitu
sejak agama Islam masuk ke Aceh, namun pada masa itu keberadaan Baitul Mal belum terlembaga
dan hanya terbatas pengelolaan zakat secara tradisonal yang berbentuk pemungutan dan
penyaluran zakat oleh Ulama atau lembaga Pengajian.
Pada perkembangan selanjutnya penegasan tentang zakat sebagai sumber pendapatan Asli
daerah terdapat juga di dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
(UUPA) yang menggantikan Undang-undang Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
daerah Istimewa Aceh sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Penegasan tersebut terdapat
di dalam 3 pasal,yaitu, Pasal 180 ayat (1) Pasal 191 dan Pasal 192.
Khusus di propinsi Aceh, pengurusan dan pengelolaan zakat ini merupakan kewenangan dari
Baitul Mal, dasar hukumnya adalah qanun nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal. sedangkan
pajak dikenakan kepada penduduk yang non muslim, untuk menghindari dari kewajiban
pembayaran double duties (kewajiban rangkap) berupa zakat dan pajak.
G. Dasar Hukum
Adapun yang menjadi dasar hukum Baitul Mal di Provinsi Aceh adalah sebagai berikut:
1. U.U. No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh yang mengatur masalah Zakat dan Baitul Mal.
2. Qanun Aceh No. 10/2007 tentang Baitul Mal, menetapkan Baitul Mal sebagai Lembaga
Daerah non struktural dan bersifat Independen.
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 18/2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Keistimewaan Provinsi NAD (termasuk Baitul Mal) menetapkan Sekretariat Baitul Mal
Aceh (BMA) sebagai Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) dalam jabatan struktural (Eselon
II.b, III.b dan IV.a)
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.37/2009 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Keistimewaan Kabupaten/Kota Prov.Aceh menetapkan sekretariat Baitul Mal
Kabupaten/Kota (BMK) sebagai Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/Kota SKPK dalam jabatan
struktural eselon III.a dan IV.a
5. Peraturan Gubernur NAD No.33/2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat
Lembaga Keistimewaan Aceh.
6. Keputusan MPU Aceh No.451.12/15/SK/2009 tanggal 5 Januari 2009 (Diperbaiki tanggal 29
April 2009) tentang Pengangkatan/Penetapan Tim Pembina Baitul Mal Aceh.
Dan masih banyak lagi.
Setiap tingkat Baitul Mal empunyai struktur organisasi masing-massing, semakin tinggi
tingkat organisasi Baitul Mal semakin besar pula komponen struktur oranosasinya, sebagiama
disebutkan berikut:
a) Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh adalah terdiri dari: Kepala, Sekretaris, Bendahara, Bidang
Pengawasan, Bidang Pengumpulan, Bidang Pedistribusian dan Pendayagunaan Bidang Sosialisasi
dan Pengembangan dan Bidang Perwalian yang terdiri dari Sub Bidang dan Sub Bagian.
b) Badan Pelaksana Baitul Mal Kabupaten/Kota adalah terdiri dari: Kepala, Sekretaris, Bendahara,
Bagin Pengumpulan, Bagian Pedistribusian dan Pendayagunaan Bagian Sosialisasi dan Pembinaan
dan Bagian Perwalian yang terdiri dari Sub Bagian dan Seksi.
c) Badan Pelaksana Baitul Kemukiman adalah terdiri dari: Ketua yang karena jabatannya
dilaksanakan oleh Imuem Mesjid kemukiman atau nama lain, Sekretaris, Bendahara, Seksi
Perwalian, Seksi Perencanaan dan Pendataan dan Seksi Pewngawasan yang ditetapkan oleh
Imuem Mukim atau nama lain.
d) Badan Pelaksana Baitul Gampong atau nama lain, yang terdiri atas Ketua yang karena jabatannya
dilaksanakan oleh Imuem Meunasah atau Imuem Mesjid atau nama lain, Sekretaris, Bendahara,
Urusan Perwalian, Urusan Pengumpulan dan Urusan Penyaluran yang ditetapkan oleh Geuchik
atau nama lain.
BAB IX
EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF
BAB X
SYARIAT DAN ADAT ACEH
Hubungan syariat Islam dan Adat Aceh, dalam adat pernikahan adanya KUA (penghulu)
yang mana tugas KUA mempersiapkan kartu nikah bagi kedua membelai. Seperti yang kita ketahui
dalam syariat Islam seperti itu cara pelaksanaannya, ketika memulai ijab kabul membelai wanita
tidak diharuskan mendampingi membelai pria, tetapi setelah dikatakan sah, maka membelai wanita
datang menghampiri membelai pria. Mahkamah Syar’iyah juga ikut berwenang dalam Adat
perkawinan.
Kemudian dalam adat bercocok tanam, adanya silaturahim antara masyarakat
dengan Keujruen Blang dan Petua Seuneubôk yang mengurus adat bercocok tanam. Dalam syariat
Islam mengharuskan adanya silaturahin agar terciptanya umat yang berbahagia.
Adat tron u laot, upacara dengan tujuan bersyukur kepada Allah SWT. Dalam syariat Islam
kita diwajibkan untuk selalu bersyukur atas apa yang telah Allah berikan kepada kita hamba-Nya.
Adat turun kesawah, Hal ini seperti hanjeut teumeubang watèe padé mirah. Maksudnya
adalah tidak boleh memotong kayu saat padi hendak dipanen. Kalau ini dilanggar, dipercaya akan
mendatangkan hama wereng (geusong).
BAB XI
ISU-ISU DALAM PELAKSANAAN SYARI’AT ISLAM DI ACEH
1. Syari’at Islam Dan Non Muslim Di Aceh
PLURALISME
Pengertian Pluralisme
Secara etimologi pluralisme berasal dari kata “plural” (inggris) yang berarti lebih dari satu
atau banyak dan berkenaan dengan keanekaragaman dan “ isme” yang berarti paham.Dengan
demikian pluralisme berarti paham kemajemukan Ada dua perspektif dalam memahami pluralisme.
b. Wilayah sosial.
Hampir setiap agama mengajarkan hal yang sama. Tiap pemeluk agama diharuskan untuk
dapat menghargai antar pemeluk agama.
Solusi Pluralisme
Bahwa perbedaan agama diantara mereka bukanlah penghalang untuk menjalin sebuah
kerjasama dan kedamaian dunia ini. Islam sendiri mengajarkan bahwa kebebasan memilih agama
merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati.
Adapun untuk memecahkan masalah pluralitas agama dan keyakinan, Islam memiliki sikap
dan pandangan yang jelas, yakni mengakui identitas agama-agama selain Islam, dan membiarkan
pemeluknya tetap dalam agama dan keyakinannya. Islam tidak akan menghilanghkan identitas
agama-agama selain Islam.
Definisi HAM
HAM merupakan upaya untuk mendudukkan manusia sebagaimana mestinya dengan
memberikan hak- haknya tanpa ada diskriminasi.
Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, di antara salah satu asasnya adalah
asas kebebasan/kemerdekaan (al-Hurriyah). Kebebasan ini meliputi kebebasan berfikir, kebebasan
menyatakan pendapat,
FEMINISME
Pengertian Feminisme.
Feminisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gerakan wanita yang menuntut
persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Sedangkan menurut dua orang feminis dari
Asia Selatan Kamla Bashin dan Nighat Said Khan,feminisme harus didefinisikan secara jelas agar
tidak terjadi kesalah pahaman.Mereka mendefinisikan feminisme secara lebih luas,yaitu sebagai
suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat , ditempat
kerja dan dalam keluarga serta tindakan sadar oleh perempuan atau laki-laki untuk mengubah kedaan
tersebut.
Solusi Feminisme
Perempuan merupakan sosok manusia yang mendapat peran ganda dalam konteks
kemerdekaan hidupnya.Ia dapat berkiprah dalam kehidupan rumah tangga,namun ia juga dapat
berkiprah di luar rumah dengan tetap menyeimbangkan kegiatannya pada ketentuan-ketentuan
syari’ah. Perempuan juga menjadi tokoh penentu keberhasilan sebuah rumah tangga yang di
dalamnya akan melahirkan generasi penerus kehidupan mendatang.
FUNDA MENTALISME
Pengertian Fundamentalisme
Kata “fundamental” adalah kata sifat yang berarti “bersikap mendasar/pokok” diambil dari
kata fundamen yang artinya “dasar, asas ,alas, fondasi”. Jika diartikan Sebagai sebuah gerakan
keagamaan, fundamentalis dipahami sebagai penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan
reaksioner, yang memiliki doktrin untuk kembali kepada ajaran agama yang asli seperti tersurat dalam
kitab suci.
Sikap dan Pemahaman Umat Islam Terhadap Fundamentalisme
Melihat perkembangan fundamentalisme sekarang ini, maka fundamentalisme dapat di bagi
menjadi 2 macam : Fundamentalisme Positif. Fundamentalisme yang sifatnya positif diartikan sebagai
suatu gerakan sosial, bukan sebagai gerakan keagamaan. Intinya mereka ingin memurnikan ajaran
Islam di tengah bahayanya ancaman dari Barat yang ingin menghancurkan Islam.
Banyak para sarjana muslim mengakui bahwa fundamentalisme sangat menjadi
problem.Fundamentalisme menunjuk pada sikap-sikap yang ekstrem,hitam putih, tidak toleran dan
tidak kompromi. Agama dijadikan alat untuk mengintimidasi dan menindas sekelompok orang yang
bertentangan dengan pahamnya. Padahal, agama manapun tidak mengajarkan demikian.
Solusi Fundamentalisme
Fundamentalisme merupakan sebuah fenomena secara sepintas dapat dirasakan
menakutkan dan mengganggu kehidupan masyarakat.Tetapi jika diperhatikan dengan seksama akan
kelihatan bahwa sebenarnya ia hadir sebagai sesuatu yang wajar dalam kehidupan masyarakat. Sikap
memusuhinya tidak akan menyelesaikan masalah, yang diperlukan adalah usaha memahaminya
dengan baik dan membawanya kepada dialog dan kebersamaan.
SETIAP 1 Juni kita peringati sebagai hari lahirnya Pancasila. Sebagai ideologi
negara, Pancasila harus dianggap sebagai bintang pemandu di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kebijakan-kebijakan yang akan dilaksanakan dalam
ketatanegaraan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila yang sudah disepakati
bersama sebagai dasar Negara. Beberapa ungkapan lain terhadap Pancasila adalah
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa; Pancasila sebagai kepribadian bangsa;
Pancasila sebagai falsafah hidup. Pancasila sebagai jiwa bangsa dan sebutan lainnya
yang menandakan bahwa Pancasila memang sebenarnya merupakan cerminan gaya
hidup bangsa Indonesia.
Sila-sila Pancasila yang meski hanya terdiri dari lima sila, namun butiran-butiran
yang terkandung di dalamnya sarat dengan makna dan makna tersebut sebenarnya
adalah merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang sudah turun-temurun. Karena itu,
meski dikatakan Bung Karno sebagai seorang perumus Pancasila, sebenarnya bukanlah
mereka yang melahirkan Pancasila tersebut, mereka hanya membidani lahirnya
Pancasila yang pada dasarnya sudah ada di dalam perut peradaban bangsa Indonesia.
Dasar ideologi Negara menghendaki apa pun yang dilakukan harus berdasarkan
Pancasila, termasuk tatanan hukum yang dijadikan dasar di dalam bertingkah-laku dalam
penataan kehidupan kenegaraan. Terkait dengan pembentukan hukum ini, maka hukum
yang akan dituangkan ke dalam perundang-undangan juga harus melihat kepada
Pancasila, seperti disebutkan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber
hukum. Sekali lagi, perlu diingat di sini Pancasila adalah ideologi Negara, pedoman di
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sila pertama dari Pancasila secara eksplisit sudah menyebutkan bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Ketuhanan
yang Maha Esa bermakna bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama,
dalam makna apa pun Agama adalah pedoman bertingkah-laku. Kalau dikatakan
pedoman, maka sudah barang tentu berisi tentang patokan-patokan, mana yang boleh
dan mana yang tidak boleh dilakukan.
Sebagai pelengkap
Dalam kajian hukum, ketika ilmu hukum diperkenalkan kepada mahasiswa hukum, maka
dijelaskan bahwa selain hukum ada norma-norma yang mengatur perilaku di dalam
masyarakat, yaitu selain norma agama, terdapat juga norma kesusilaan dan norma
kesopanan, kalau ada yang melanggar norma-norma tersebut, masing-masingnya
mempunyai sanksi. Kehadiran norma hukum adalah sebagai pelengkap yang menurut
hemat saya, kalau seseorang sudah menjalankan norma-norma agama dengan baik dan
benar, kiranya norma hukum tidak terlalu perlu. Terlebih di dalam ajaran Islam yang saya
yakini, yang sudah diatur secara komprehensif termasuk di dalamnya syariat dalam
pengertian hukum.
Hukum oleh beberapa ahli diartikan dalam beberapa arti, terlebih dikaitkan dengan
aliran-aliran di dalam filsafat hukum. Namun yang jelas adalah bahwa hukum tersebut
merupakan pedoman bertingkah laku. Pedoman bertingkah-laku ini tentu sesuai dengan
nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat yang bersangkutan. Makna nilaia dalah berisi
keluhuran kemanusian yang sudah mengkristal di dalam masyarakat dan berisi
keharusan-keharusan serta larangan-larangan, dalam sebutan lain juga dikatakan nilai
merupakan ukuran tertinggi dari prilaku manusia.
Keharusan dan larangan mana sudah barang tentu ditujukan untuk kemaslahatan
manusia. Kemaslahatan ini sudah barang tentu kemaslahatan yang hakiki, bukan dalam
pengertian kenikmatan sesaat. Jadi hukum bertolak dari keharusan dan larangan, bukan
dari kenyataan. Kalau ada istilah yang dikenal hokum responsif, ini bukan berarti bahwa
aturan hukum itu harus secara bulat-bulat merespons keinginan masyarakat dalam
kenikmatan sesaat. Makna landasan sosiologis di dalam landasan perundang-undangan
bukanlah diartikan apa maunya masyarakat secara keseluruhan seperti demokrasi yang
sekarang diterapkan.
Pertanyaannya, apa iya kalau ada 95 orang dari 100 orang di dalam satu negeri
hidup dari kecurangan, lantas yang 5 orang tersisa tersebut dianggap bodoh dan tidak
benar? Dan bagaimana kalau seandainya terhadap hal tersebut kita minta pendapat dari
negeri tersebut yang kemudian mereka akan menuangkannya ke dalam bentuk
kesepakatan bertingkah-laku? Dalam beberapa kesempatan, kepada mahasiswa saya
memberi contoh, dalam kondisi sekarang, seandainya menjelang ujian akhir saya
mengajak mahasiswa untuk membuat aturan-aturan tentang ujian, dan untuk pembuatan
aturan ini saya serahkan sepenuhnya kepada mahasiswa, maka kira-kita apa isi pasal 1-
nya?
Pengertian hukum responsive dan pengertian hukum adat, bukan bermakna
kenyataan-kenyataan yang di luar keharusan. Dan penuangan hukum ke dalam
perundang-undangan harus mengingat keharusan-keharusan atau larangan-larangan di
dalam nilai-nilai yang terdapat di dalam masyarakat. Hukum adalah kristalisasi dari nilai-
nilai yang hidup dalam masyarakat tersebut. Nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat
dipengaruhi oleh keyakinan yang di dalam masyarakat Indonesia merupakan keharusan
seperti tertuang di dalam sila pertama. Bagi orang Aceh yang yang beragama Islam
sudah barang tentu nilai-nilai agama Islam mutlak berpengaruh di dalam perilakunya.
Menuai protes
Penuangan nilai-nilai di dalam hukum agama ke dalam bentuk aturan tertulis sering diikuti
oleh protes dan dianggap akan menimbulkan pelanggaran HAM, seperti hukuman atau
pidana cambuk dikatakan sebagai bentuk hukuman (pidana) yang melanggar HAM.
Pedahal semua jenis pidana itu adalah memang melanggar HAM. Filosofinya adalah
melanggar HAM yang kecil untuk melindungi HAM yang kebih besar.
HAM adalah hak dasar yang universal. Apa makna universal di dalam HAM? Bagi
saya HAM merupakan hak-hak dasar yang universal adalah benar adanya, yang
universal adalah nilai-nilainya. Dicontohkan bahwa adalah hak orang tua untuk mendapat
penghormatan dari anak-anaknya, tetapi apakah sama cara orang Barat dengan orang
Aceh di dalam menghormati orang tuanya. Atau supaya universal apakah harus
disamakan? Kalau orang Barat dibolehkan memanggil nama ayahnya dan dianggap
bukan hal yang tidak sopan, lalu bagaimana dengan orang Aceh yang memanggil nama
ayahnya?
Contoh lain adalah hak setiap orang untuk meneruskan keturunan, apakah harus
disamakan antara belahan dunia yang satu dengan yang lainnya biar dianggap
universal? Kalau ada di Negara Barat orang boleh meneruskan keturunan tanpa pintu
nikah, sehingga dikenal ada undang-undang pengesahan anak. Anak bahkan anak-anak
yang lahir sebagai akibat hidup bersama tanpa ikatan perkawinan, kemudian dapat
disahkan sebagai anak. Tentu hal ini tidak boleh di tempat lain. Jadi yang universal adalah
nilai-nilainya, bukan caranya.