Anda di halaman 1dari 20

SISTEM HUKUM ISLAM DI KALANGAN MASYARAKAT INDONESIA

Di susun oleh:
Ahmad Faiq Iftikharuddin (220201110128)

HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
NOVEMBER/2022

ABSTRACT
Dalam membicarakan Hukum Islam di tengah-tengah Hukum Nasional pusat perhatian
akan ditujukan pada kedudukan Hukum Islam dalam sistem Hukum Nasional. Sistem Hukum
Indonesia, sebagai akibat dari perkembangan sejarahnya bersifat majemuk. Disebut demikian
karena sampai sekarang di negara Republik Indonesia berlaku beberapa sistem hukum yang
mempunyai corak dan susunan sendiri. Sistem hukum itu adalah sistem hukum Adat, sistem
hukum Islam dan sistem hukum Barat. Sejak awal kehadiran Islam pada abad ke tujuh Masehi
tata hukum Islam sudah dipraktikkan dan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat dan
peradilan Islam. Hamka mengajukan fakta berbagai karya ahli Hukum Islam Indonesia. Misalnya
Shirat al-Thullab, Shirat al-Mustaqim, Sabil al-Muhtadin, Kartagama, Syainat al-Hukm, dan
lain-lain.1 Akan tetapi semua karya tulis tersebut masih bercorak pembahasan fiqih, masih
bersifat doktrin hukum dan sistem fiqih Indonesia yang berorientasi kepada ajaran Imam
Mazhab.
Pada era kekuasaan kesultanan dan kerajaan-kerajaan Islam peradilan agama sudah hadir
secara formal. Ada yang bernama peradilan penghulu seperti di Jawa. Mahkamah Syar’iyah di
1
Hamka, Antara Fakta dan Khayal “Tuanku Rao”, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, hlm. 324
Kesultanan Islam di Sumatera. Peradilan Qadi di Kesultanan Banjar dan Pontianak. Namun
sangat disayangkan, walaupun pada masa Kesultanan telah berdiri secara formal peradilan
Agama serta status ulama memegang peranan sebagai penasehat dan hakim, belum pernah
disusun suatu buku hukum positif yang sistematik. Hukum yang diterapkan masih abstraksi yang
ditarik dari kandungan doktrin fiqih.

BAB I

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara yang terdiri dari pulau-pulau, dimana di setiap pulau
beranekaragam suku,ras,dan agama. Islam adalah salah satu agama yang dianut oleh masyarakat
dunia termasuk diantara agama-agama besar di dunia, di Indonesia menjadi agama yang dianut
oleh mayoritas penduduk, lebih dari 85% jumlah penduduk.

Sebagai negara hukum, Indonesia menganut tiga sistem hukum sekaligus yang hidup dan
berkembang di masyarakat yakni sistem hukum civil,sistem hukum adat, dan sistem hukum
Islam. Ketiga sistem hukum tersebut saling melengkapi, harmonis dan romantis. Hukum Islam
mempengaruhi corak hukum di Indonesia karena mayoritas penduduk di Indonesia menganut
agama Islam yang memungkinkan hukum Islam menjadi bagian yang penting dan berpengaruh
dalam sistem hukum di Indonesia. Sedangkan hukum adat sebagai hukum yang asli yang tumbuh
dan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat mempengaruhi proses berlakunya hukum
di Indonesia.

Dalam kesempatan ini, saya menulis makalah ini dengan alasan agar para pembaca dapat
mengenal lebih dalam apa itu hukum islam.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara kita untuk menumbuhkembangkan kesadaran untuk taat hukum?
2. Bagaimana peran agama dalam perumusan dan penegakkan dan penegakkan hukum yang
adil di negara Indonesia ini?
3. Kedudukan hukum islam di Indonesia dan prospektif hukum islam?

METODE PENELITIAN.
Dalam metode penulisan artikel ini melakukan metode pendekatan dengan metode
kualitatf yaitu pendekatan yang tidak menggunakan perhitungan-perhitungan seacara sistematis
dan statistik, melainkan lebih menekankan kepada kajian interpretatif. Teknik pengumpulan data
yang dilakukan adalah dengan teknik kajian pustaka yang menggunakan media tulis seperti
buku, jurnal dan berita-berita yang banyak di media masa. Tujuan dari penulisan ini adalah
memberikan deskripsi tentang bagaimana penerapan hukum islam di Indonesia secara sistematis,
faktual, dan akurat, fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena terkait agar penulisan
ini bisa mendeskripsikan secara rinci dan mendalam serta sistemastis dan akurat maka penulisan
artikel ini bersumber dari media massa seperti buku-buku dan jurnal yang membahas tentang
hukum di Indonesia dan prespektif hukum di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep hukum dalam islam
hukum (peraturan/norma) adalah suatu hal yang mengatur tingkah laku manusia
dalam suatu masyarakat, baik perturan tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat,
baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat maupun peraturan atau norma yang di buat dengan cara tertentu dan di
tegakkan oleh penguasa.
Hukum islam adalah hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang
dibawa oleh seorang nabi, baik hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan)
atau qauliyah (perkataan).
Dengan adanya hukum dalam islam berarti ada batasan-batasan yang harus di patuhi
dalam kehidupan. Karena tidak bisa dibayangkan jika hukum, seseorang akan
semauannya melakukan sesuatu perbuatan termasuk perbuatan maksiat.
Sedangkan hukum islam dibagi menjadi dua yaitu:
 Bidang Ibadah (‫)عبادة محضح‬

Ibadah mahdah adalah tata cara beribadah yang wajib dilakukan oleh seorang
muslim dalam berhubungan dengan Allah seperti, puasa, zakat, dan haji.

 Bidang mu`amalah (‫)عبادة غير محضح‬


Mu`almah adalah ketetapan Allah yang langsung berhubungan dengan kehidupan
social manusia, yang sifatnya terbuka untuk dikembangkan melaluii ijtihad manusia
yang memenuhi syarat untuk melakukan usaha itu.
Dengan adanya hukum ibadah mahdah dan muamalah ini jika diamalkan oleh
manusia akan dapat terpelihara Agama, jiwa, dan akalnya.
B. Sumber hukum islam
Pembahasan sumber-sumber syariat islam, termasuk masalah pokok (ushul) karena dari
sumber-sumber itulah terpancar seluruh hukum/syariat islam. Oleh karenanya untuk
menetapkan sumber syariat islam harus berdasarkan ketetapan yang qath`I (pasti)
kebenarannya, bukan sesuai yang bersifat dengan (dzanni). Berikut sumber hukum islam:
 Al-Qur`an

Al-Qur`an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat


jibril kepada Rasulullah saw dengan menggunakan bahsa arab disertai kebenaran agar
dijadikan hujjah (argumentasi) dalam hal pengakuannya sebagai rasul dan agar
dijadikan sebagai pedoman hukum bagi yang membacanya. Sebagaimana dalam ayat
105 surat An-nisa

‫ۗ ِاَّنٓا َاْنَز ْلَنٓا ِاَلْيَك اْلِكٰت َب ِباْلَح ِّق ِلَتْح ُك َم َبْيَن الَّناِس ِبَم ٓا َاٰر ىَك ُهّٰللا‬
“Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu
(Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia
dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu.”
Al-Qur`an diriwayatkan dengan cara tawatur (mutawatir) yang artinya
diriwayatkan oleh orang sangat banyak semenjak dari generasi sahabat ke
generasinya selanjutnya secara berjamaah. Jadi apa yang diriwayatkan oleh
per orang tidak dapat dikatakan sebagai Al-Qur`an. Orang-orang yang
memusuhi Al-Qur`an dan membenci islam telah berkali-kali mencoba
menggugat nilai keasliannya. Akan tetapi realitas sejarah dan pembuktian
ilmiah telah menolak segala bentuk tuduhan yang mereka lontarkan.
Al-Qur`an adalah kalamullah, bukan ciptaan manusia, bukan karangan
Muhammad saw ataupun saduran dari kitab-kitab sebelumnya. Al-Qur`an
tetap menjadi mu`jizat sekaligus sebagai bukti keabadian dan keabsahan
risalah islam sepanjang masa dan keabsahan risalah islam sepanjang masa dan
segala sumber segala sumber hukum bagi setiap bentuk kehidupan manusia di
dunia.
 As-Sunnah
Sunnah adalah perkataan, perbuatan dan tqrir (ketetapan/persetujuan/diamnya)
Rasulullah saw terhadap sesuatu hal/perbuatan seorang sahabat yang diketahuinya.
Sunnah merupakan sumber syariat islam yang nilai kebenarannya sama dengan
Al-Qur`an karena sebenarnya Sunnah juga berasal dari wahyu. Berikut iini
sebagaimana yang terdapat pada surat Al-hasyr ayat 7
‫َو َم ٓا ٰا ٰت ىُك ُم الَّر ُسْو ُل َفُخ ُذ ْو ُه َو َم ا َنٰه ىُك ْم َع ْنُه َفاْنَتُهْو ۚا‬
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah.

 Al-Ijtihad
Al-Ijtihad sebagai sumber hukum islam yang ketiga berdasar pada QS. 4 : 59

‫ٰۤی َاُّی َہ ا اَّلِذ ۡی َن ٰا َم ُنۤۡو ا َاِط ۡی ُعوا َہّٰللا َو َاِط ۡی ُعوا الَّر ُس ۡو َل َو ُاوِلی اَاۡلۡم ِر ِم ۡن ُکۡم ۚ َفِاۡن َتَن اَز ۡع ُتۡم ِفۡی َشۡی ٍء‬
‫َفُر ُّد ۡو ُہ ِاَلی ِہّٰللا َو الَّر ُس ۡو ِل ِاۡن ُک ۡن ُتۡم ُتۡؤ ِم ُنۡو َن ِباِہّٰلل َو اۡل َی ۡو ِم اٰاۡل ِخِر ؕ ٰذ ِلَک َخ ۡی ٌر َّو َاۡح َس ُن َت ۡا ِو ۡی ًل‬
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Yang berisi perintah kepada orang-orang yang beriman agar patuh, taat
kepada ketentuan-ketentuan rasul (Sunnah/hadits) serta taat mengikuti
ketentuan-ketentuan ulil amri (Ijtihad). Berikut ini potongan surat yang
menjelaskan tentang ijtihad.

‫اذا حكم الحاكم فاجتهد ثم اصاب فله اجران واذا حكم فاجتهد ثم اخطأفله‬
‫أجر‬
Apabila seorang hakim memutuskan masalah dengan jalan ijtihad kemudian
benar, ia akan mendapat dua pahala dan apabila dia memutuskan dengan
jalan ijtihad kemudian keliru maka ia hanya mendapat satu pahala
Al-ijtihad yaitu berusaha dengan keras untuk menetapkan hukum suatu
persoalan yang tidak di tegaskan secara langsung oleh al-quran dan atau
hadits dengan cara istinbath (menggali kesesuainnya pada al-quran dan
ataupun hadits) oleh ulama-ulama yang ahli setelah wafatnya rasulullah.
Ijtihad dapat dilakukan dengan menggunakan ijtima`, qiyas, istihsan,
istishab, mashalah mursalah, `urf (tradisi)
Syarat mujtahid:
 Umum: islam, baligh dan berakal
 Pokok: mengetahui al-qur`an, Sunnah, maqasid syari`ah dan qawaid al-
fiqhiyah
 Penting: menguasai Bahasa arab, ushul fiqh dan logika, mengetahui
khalifiyah dan masalah-masalah yang sudah diijma`kan.

C. .Tujuan hukum islam


1. Menjaga agama (hifdz ad-din). Agama wahyu diturunkan Allah SWT melalui
malaikat sejak nabi Adam AS sampai kepada nabi Muhammad SAW untuk
disampaikan kepada umat manusia. Namun demikian, dalam penyampaiannya
tidak boleh ada paksaan. Sebab merupakan hak manusia untuk memilih atau tidak
memiliki agama dan keyakinannya itu.
2. Menjaga jiwa (hifdz an-nafs). Hak hidup sangat dijamin dan di junjung tinggi
dalam islam. Karenanya, ada hukum qishos yang membunuh orang yang telah
membunuh orang lain, kecuali keluarganya memaafkan dan membayar denda.
Untuk bisa hidup, maka manusia harus mampu mencukupi sandang, pangan dan
papan, sehingga dapat hidup layak dan berkesinambungan.
3. Menjaga akal (hifdz al-`aql). Hal ini yang membedakan manusia dengan
binatang adalah akalnya. Tanpa akal maka manusia sama saja dengan binatang.
Akal harus dijaga dengan sebaik-baiknya supaya tetap sehat dan kuat. Akal yang
sehat terletak pada jiwa yang sehat (‫)العقل السليم في جسم السليم‬. Karena itu, hal-hal
yang dapat merusak dan menghilangkan akal wajib dihindari, seperti minuman
keras, narkoba, perjudian, dan lain-lain.
4. Menjaga keturunan (hifdzan nasb). Salah satu kebahagian hidup adalah
menakalahmemiliki keturunan dari hasil perkawinan legal/sah, baik secara hukum
agama maupun hukum negara, sehingga menjadi keturunan yang indah dipandang
mata (qurrata a`yun). Sebab ia akan menjadi generasi penerus, dan yang akan
mendoakan kedua orang tuanya setelah wafat.
5. Menjaga harta (hifdzalmaal). Harta yang kita miliki, sesungguhnya adalah milik
allah, karena itu hanyalah titipan saja. Namun demikian, kita wajib untuk
menjaganya agar tidak hilang atau rusak, apalagi sampai menimbulkan
kemudharatan. Bahkan, kalua harta kita dirampok, kemudian melakukan
perlawanan dan sampai terbunuh, maka matinya syahid. Maka wajib bagi kita
untuk memperhatikan dari mana harta itu diperoleh dan menggunakannya dengan
baik dan benar sehingga memberikan manfaat bagi orang lain.
Tujuan hukum islam secara umum adalah untuk mencegah kerusakan
pada manusia dan mendatangkan maslahah bagi mereka, mengarahkan
kepada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat,
dengan perantara segala yang bermanfaat serta menolak yang medarat atau
tidak berguna bagi kehidupan manusia.

D. Menumbuhkan kesadaran untuk taat hukum

Menurut ahli ushul fiqh, islam adalah ketentuan allah yang berkaitan dengan
perbuatan yang mukallaf yang mengandung suatu tuntunan, pilihan atau menjadikan
sesuatu sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.
Menurut ahli fiqh, hukum syar`i (islam) adalah akibat yang timbul dari perbuatan
orang yang mendapat beban allah SWT, dan ini dibagi menjadi menjadi 2 bagian: hukum
taklifi, dan hukum wad`i
a. Hukum taklifi
Hukum taklifi adalah ketentuan allah yang mengandung ketentuan untuk
dikerjakan oleh mukallaaf atau ditinggalkannya atau yang mengandung pilihan antara
dikerjakan dan ditinggalkan. Hukum taklifi dibagi menjadi 5 macam:
1) Ijab, adalah ketentuan allah yang menuntut untuk dilakukan suatu perbuatan
dengan tuntutan pasti, disebut wajib
2) Nadb, adalah ketentuan allah yang menuntut agar dilakukan suatu perbuatan
dengan tuntutan yang tidak harus dikerjakan. Sedangkan kerjaan yang dikerjakan
secara sekarela disebut Sunnah.
3) Tahrim, adalah ketentuan allah yang menuntut untuk ditinggalkan suatu perbuatan
dengan tuntutan tegas. Perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkan disebut haram.
4) Karahah, adalah ketentuan untuk meninggalkan suatu perbuatan dengan tidak tegas
untuk ditinggalkannya, sedangkan perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkannya
disebut makruh
5) Ibahah, adalah ketentuan allah yang mengandung hak pilihan orang muakllaf
antara mengerjakan dan meninggalkannya. Pekerjaan yang diperkenankan untuk
dikerjakan dan ditinggalkan disebut mubah.
b. Hukum wad`i
Hukum wad`i adalah ketentuan allah yang mengandung pengertian bahwa
terjadinya sesuatu itu sebab, syarat, atau penghalang sesuatu.
Misalnya:

1) Sebab sesuatu, menjalankan sholat menjadi sebab kewajiban wudhu


2) Syarat seusatu, kesanggupan mengadakan perjalanan ke baitullah menjadi syarat
wajibnya menunaikan haji.
3) Penghalang sesuatu, berbeda agama menjadi penghalang harta pusaka-mempusakai
Kesimpulannya, hukum islam adalah hukum yang ditetapkan oleh allah melalui
wahyun-Nya yang kini terdapat dalam al-qur`an dan dipertegas oleh nabi
Muhammad melalui sunah-Nya yang kini terhimpun dengan baik dalam hadist.

E. Kontribusi umat islam dalam perumusan hukum.


Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang bebas dan merdeka, karena ingin
memperkuat kedudukan pribadinya untuk memenuhi keinginan dan kegemarannya,
mereka tidak sanggup menhadapi tantangan alam untuk menyatukan diri dengan sodara
sesame manusia dan menyatakan diri dengan orang lain. Untuk mengatasi itu tidak ad
acara lain.
Ada 3 program yang harus dicermati dan difahami, yaitu:
1. Terwujudnya masyarakat yang agamis, berperadaban luhur, berbasis hati nurani
yang diilhami dan disinari firman ajaran agama allah.
2. Terhindarnya perilaku radkal, ekstrim, tidak toleran dan eksklusif dalam
kehidupan beragama.
3. Terbinanya masyarkat yang dapat menghayati, mengamalkan ajaran-ajaran agama
dengan sebenarnya, mengutamakan persamaan, menghargai HAM dan
menghormati perbedaan melalui internalisasi ajaran agama.
Aspek kehidupan sosial keadaanya selalu berubah-ubah mengikuti
perubahan waktu, tempat, keadaan, maka syariat atau hukum yang merupakan
salah satu aspek sosial dengan sendirinya anatara kehidupan sosial dengan hukum
mempunyai aspek yang saling mempengaruhi, maka kita akan mendapatkan sebab
perbedaan dianta berbagai hukum karena perbedaan waktu dan tempat dan adnya
bermacam-macam hukum yang diwarnai oleh faktor khusus dan sifatnya
tradisional.
Sistem hukum yang mewarnai hukum nasional kita di Indonesia selama ini
dasarnya terbentuk atau dipengaruhi oleh tiga pilar subsistem hukum yaitu sistem
hukum barat, hukum adat dan sistem hukum islam, yang masing-masing menjadi
sub-sistem hukum dalam sistem hukum islam, yang masing-masing menjadi sub-
sistem hukum dalam sistem hukum Indonesia. Sistem hukum barat merupakan
wariasan penjajah kolonial belanda yang selama 350 tahun menjajah Indonesia.
Penjajahan tersebut sangat berpengaruh pada sistem hukum nasional kita.
Sementara sistem hukum adat bersendikan atas dasar-dasar pikiran bangsa
Indonesia, dan untuk dapat sadar akan sistem hukum adat orang harus menyelami
dasar-dasar alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Kemudian
sistem hukum islam, yang merupakan sistem hukum yang bersumber pada kitab
suci al-qur`an dan yang dijelaskan oleh nabi Muhammad dengan hadis/Sunnah-
Nya serta dikonkretkan oleh para mujtahid dengan ijtihadnya.

1. UUD 1945
Hukum islam dalam bentuk peraturan khusus yang berlaku bagi umat
islam misalnya adalah undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang pengadilan
agama dan keberadaan kompilasi hukum islam (KHI) yang penyebar luasannya
dilakukan berdasarkan inpres No.1 tahun 1991.sedangkan hukum islam dalam
hukum nasional yang berlaku umum misalnya pada undang-undang nomor 5
tahun 1960 tentang pokok-pokok agraria khusunya mengatur tentang perwakafan
tanah, undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Undang-undang yang berlaku saat ini seperti, UU perkawinan, UU
peradilan agama, UU penyelenggaraan ibadah haji, UU pengelolaan zakat, dan
UU otonomi khusus naggroe aceh Darussalam serta beberapa mengundang
lainnya yang langsung memuat hukum islam seperti UU nomor 10 tahun 1998
tentang perbankan yang mengakui keberadaan bank syari`ah dengan prinsip
syaria`hnya, atau UU no. 3 tahun 2006 tentang peradilan agama yang semakin
memperluas kewenanangannya, dan UU nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan
syari`ah.

2. Undang-undang perkawinan
Dalam ikatan perkawinan sebagai salah satu bentuk perjanjian (suci)
antara pria dan wanita, yang mempunyai segi-segi perdata, berlaku beberapa asas,
diantaranya adalah:
a. Kesukarelaan
b. Perseetujuan kedua belah pihak
c. Kebabasan memilih
d. Kemitraan suami-istri
e. Untuk selama-lamanya
f. Monogami terbuka

3. Undang-undang peradilan agama


Peradilan adalah proses pemberian keadilan di suatu lembaga yang disebut
pengadilan. Pengadilan adalah lembaga atau badan yang bertugas menerima,
memeriksa, mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.
Peradilan agama adalah proses pemberian keadilan berdasarkan hukum islam
kepada dewan perwakilan rakyat untuk di bicarakan dan di setujui sebagai undang-
undang menggatikan semua peraturan perundang-undangan tentang peradilan
agama yang tidak sesuai lagi dengan undang-undang dasar 1945 dan undang-
undang tentang pokok=pokok kekuasaan hakim 1970.
Pada hari kamis tanggal 14 desember 1989, rancangan undang-undang
peradilan agama itu di setujui oleh dewan perwakilan rakyat menjadi undang-
undang republic Indonesia. Pada tanggal 29 desember 1989, oleh presiden republic
Indonesia dalam lembaran bagian nomor 49 tahun 1989. Pemeluk agama islam
yang telah menjadi bagian penduduk Indonesia, dengan undang-undang itu di beri
kesempatan untuk menaati hukum islam yang menjadi bagian mutlak ajaran
agamanya, sesuai dengan jiwa pasal 29 undang-undang dasar 1945 terutama ayat 2-
nya. Undag-undang peradilan agama yang telah di sahkan dan di undang-undang
kan itu terdiri atas VII bab dan 108 pasal dengan sistematika dan garis besar isinya
sebagai berikut:
1. Bab 1 : memuat ketentuan umum tentang pengertian, kedudukan, tempat
kedudukan dan pembinaan pengadilan dalam lingkungan peradilan agama.
2. Bab 2 : mengatur susunan pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama
3. Bab 3 : mengatur kekuasaan pengadilan dalam lingkungan peradilan agama
4. Bab 4 : mengatur tentang hukum acara
5. Bab 5 : menyebut ketentuan-ketentuan lain mengenai administrasi pengadilan,
pembagian tugas para hakim dan panitera dalam melaksanakan tugas nya
masing-masing.
6. Bab 6 : mengenai ketentuan peralihan.
7. Bab 7 : tentang ketentuan penutup.
Dengan disahkannya undang-undang peradilan agama ini, perubahan
penting dan mendasar telah terjadi dalam lingkungan peradilan agama.
Diantaranya sebagai berikut:

 Peradilan agama telah menjadi peradilan mandiri, kedudukannya benar-


benar telah sejajar dan sederajat dengan peradilan umum, peradilan
militer, dan peradilan tat usaha negara.
 Nama, susunan, wewenang (kekuasaan) dan hukum acaranya telah sama
dan seragam di seluruh Indonesia. Terciptanya unifikasi hukum acara
peradilan agama itu akan memudahkan terwujudnya ketertiban dan
kepastian hukum yang berintikan keadilan dalam lingkungan peradilan
agama.
 Perlindungan terhadap wanita lebih di tingkatkan dengan jalan, antara
lain, memberikan hak yang sama kepada istri dalam berproses dan
membela kepentingannya di muka peradilan agama.
 Lebih memantapkan upaya penggalian berbagai asas dan kaidah hukum
islam sebagai salah satu bahan baku dalam penyusunan dan pembinaan
hukum nasional melalui yurispundensi

4. Undang-undang pengelolaan zakat


Undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 september 1999 (lembaran negara republic
Indonesia tahun 1999 No. 164 tambahan lembaran negara republik Indonesia no.
3885).2
Negara menjamin warganya melaksanakan ajaran agamanya, melindungi fakir
miskin dan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia sebagaimana
tercantum dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 29 dan Pasal 34 UUD
1945, maka pemerintah perlu membuat perangkat yuridis yang akan mendukung
upaya tersebut. Kemudian lahirlah UU Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat. Untuk melaksanakan UU tersebut muncul Keputusan Presiden Nomor 8
tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional, yang di dalamnya mencantumkan
perlunya tiga komponen untuk melaksanakan pengelolaan zakat, yaitu Badan
Pelaksana, Dewan Pertimbangan dan Komisi Pengawas. Sebelum berlakunya UU di
atas, sejak masa penjajahan Belanda sudah ada perundang-undangan yang berkaitan
dengan zakat, yaitu Bijblad Nomor 2 tahun 1893 tanggal 4 Agustus 1893 dan
Bijblad Nomor 6200 tanggal 28 Februari 1905.3
Dalam Peringatan Nuzulul Qur’an tahun 1422 H, Presiden Republik Indonesia
Megawati Soekarnoputri telah mensosialisasikan Peraturan Pemerintah tentang
kekeringan 2,5% pajak bagi wajib pajak yang telah membayar zakat melalui
Rekening Bank yang ditunjuk oleh Badan Amil Zakat Nasional. Bahkan hal
tersebut sudah dilaksanakan di Dirjen Pajak.

5. Undang-undang penyelenggaraan ibadah haji


Undang-undang nomor 17 tahun 1999 tentang penyelenggaraan ibadah haji
disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 mei 1999 (lembaran negara
republik Indonesia tahun 1999 nomor 53 tambahan lembar negara republic
Indonesia nomor 3832).

2
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
3
Muchsin, Masa Depan Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: STIH Iblam, 2004, hlm. 41
Indonesia termasuk negara yang paling banyak jamaah hajinya. Sebab kuota
yang ditentukan oleh arab saudi adalah 1 persen dari total jumlah penduduk suatu
negara. Indonesia berpenduduk sekitar 250 juta, maka kuota haji sekitar 250 ribu
jiwa.
Agar penyelenggaraan haji bisa berjalan lancer, tidak ada kesulitan, baik di
dalam negeri maupun ketika luar negeri, maka diperlukan manajemen yang baik.
Apalagi haji dilaksanakan jauh dari negeri Indonesia, yaitu lebih dari 10.000 mil,
melibatkan banyak orang dan departemen, dilaksanakan serentak dengan jutaan
manusia dari seluruh dunia dalam satu tempat dan waktu yang sama. Untuk itu,
pemerintah harus terlibat langsung dalam penyelenggaraannya, sebab menyangkut
nama baik negara Indonesia.
Untuk mendukung upaya penyelenggaraan ibadah haji yang efektif, efisien dan
terlaksana dengan sukses, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor
17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Kemudian ditindak lanjuti
dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 224 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh. Sebelum itu, pada masa penjajahan
Belanda pernah berlaku perundang-undangan penyelenggaraan haji, yaitu
Ordonansi Haji (Pelgrims Ordonantie Staatsblad) tahun 1922 Nomor 698 termasuk
perubahan dan tambahannya serta Pelgrims Verodening tahun 1938. 4

6. Undang-undang wakaf
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2004 oleh Presiden Susilo
Bambang Yudoyono (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
159).
Sebenarnya di Indonesia sudah ada beberapa Peraturan Perundangundangan
tentang wakaf, antara lain adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997
tentang perwakafan tanah milik. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1997 itu hanya mengatur tentang wakaf sosial (wakaf umum) di atas tanah milik
seseorang atau badan hukum. Tanah yang diwakafkan dalam Peraturan Pemerintah
itu dibatasi hanya tanah milik saja, sedangkan hak-hak atas tanah lainnya seperti
hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai tidak diatur. Di samping itu
benda-benda lain seperti uang, saham dan lain-lain juga belum diatur dalam
Peraturan Pemerintah. Oleh karena itu, pengembangan wakaf di Indonesia cukup
tersendat-sendat.
Jika dibandingkan dengan beberapa peraturan perundang-undangan tentang
wakaf ini terdapat beberapa hal baru dan penting. Beberapa di antaranya adalah
mengenai masalah nazhir, harta benda yang diwakafkan (mauquf bih), dan
peruntukan harta wakaf (mauquf ‘alaih), serta perlunya dibentuk Badan Wakaf
Indonesia. Berkenaan dengan masalah nazhir, karena dalam undang-undang ini
yang dikelola tidak hanya benda tidak bergerak yang selama ini sudah lazim
4
Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dan Tata Hukum
Indonesia, Jakarta: Gaya Mediapratama, 2001, hlm. 187
dilaksanakan di Indonesia, tetapi juga benda bergerak seperti uang, logam mulia,
surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan lain-lain,
maka nazhirnya pun dituntut mampu untuk mengelola benda-benda tersebut.
Dalam undang-undang ini harta benda wakaf tidak dibatasi pada benda tidak
bergerak saja tetapi juga benda bergerak seperti uang, logam mulia, surat berharga,
kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak lain sesuai
dengan ketentuan syari’ah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahkan dalam undang-undang ini, wakaf uang diatur dalam bagian tersendiri.
Dalam Pasal 28 UU ini disebutkan bahwa wewenang: a. melakukan pembinaan
terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf; b.
melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional
dan internasional; c. memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan
peruntukan dan status harta benda wakaf; d. memberhentikan dan mengganti nazhir;
e. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf; f. memberikan saran
dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang
perwakafan. Dalam pasal yang sama ayat (2) disebutkan bahwa dalam
melaksanakan tugasnya BWI dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik
Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan
pihak lain yang dianggap perlu.

7. Undang-undang otonomi khusus


Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Daerah
Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Agustus 2001 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 No. 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
No. 4134).5
8. Undang-undang tentang pemerintah aceh
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, semakin
menegaskan legalitas penerapan syariat Islam di Aceh. Syariat Islam yang
dimaksud dalam undang-undang ini meliputi ibadah, al-ahwal al-syakhshiyah
(hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha
(peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syi'ar, dan pembelaan Islam.
F. Prospektif hukum islam di Indonesia.
Prospektif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kemungkinan yang
terjadi atau harapan, demikian pula menurut Pius dalam Kamus llmiah Populer. Dalam
hal ini ada harapan bahwa di masa yang akan datang semakin banyak lagi muatan-muatan
Hukum Islam bisa masuk dan mewarnai perundang-undangan nasional.
Di dalam Islam ada lima hukm atau kaidah, yang dijadikan patokan perbuatan
manusia, baik beribadah maupun bermuamalah. Lima kaidah itu adalah (1) Wajib, (2)
Sunnah, (3) Mubah, (4) Makruh dan (5) Haram.
5
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Daerah Istimewa
Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Kelimanya bisa disebut Al Ahkam Al Khamzah atau hukum yang lima. Wajib
adalah suatu kaidah Hukum Islam yang mengandung perintah harus dilaksanakan dengan
mendapat pahala dan berakibat mendapat dosa bila meninggalkannya. Sunnah
mengandung suatu anjuran untuk melaksanakan sesuatu yang akan memberi manfaat
memperoleh pahala bagi pelaku dan tidak ada konsekuensi menanggung dosa bila
meninggalkannya. Makruh, merupakan kaidah yang mengandung muatan selayaknya
tidak dilakukan dengan mendapatkan pahala dan bila dilakukan akan mendapatkan
kerugian bagi pelaku tidak berdosa. Sedang kaidah yang memberikan kewenangan
kebebasan memilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu adalah mubah.
Sementara haram merupakan kaidah yang mengandung larangan untuk dilakukan dengan
konsekuensi mendapat dosa, namun bila ditinggalkan akan mendapat pahala.
Orang sering menyamakan Istilah Hukum Islam dengan Syari'at atau fiqh.
Padahal jika dicermati lebih dalam akan jelas pengertian dan perbedaan masing-masing
serta cakupan bahasannya.
Bahkan Hukum Islam dengan agama Islam sering disalah pahami. Dalam hal ini,
menurut Mohammad Daud Ali ada tiga hal yang menyebabkannya.
1. Salah memahami ruang lingkup ajaran islam.
2. Salah menggambarkan dasar ajaran islam.
3. Salah mempergunakan metode mempelajari islam.

Ada seorang yang menganggap semua agama mempunyai ruang lingkup ajaran
yang sama. Karena itu kemudian ia salah dalam menggambarkan kerangka dasar
agama Islam. Islam dipelajarinya dengan sepotong-sepotong. Apalagi metode yang
dipakai tidak benar. Agama Islam hanya dijadikan obyek, tidak untuk diamalkan.
Maka sangat tepat bila pakar hukum Islam Prof. Dr. H. Bustanul arifin, S.H.
mengatakan prospek Hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional sangat
positif karena secara Kultural, yuridis, dan sosiologis memiliki akar kuat. Hukum
Islam menurutnya menawarkan konsep hukum yang lebih universal dan mendasarkan
pada nilai-nilai esensial manusia sebagai khalifatullah, bukan sebagai homo
economicus.
Namun demikian, dalam prakteknya efektifitas pelaksanaan hukum tetap
tergantung kepada tiga komponen seperti yang disampaikan Robert B Seidman dalam
Model of Law and Development, yaitu peraturan perundang-undangan itu sendiri,
aparat pelaksana penegak hukum dan masyarakat sebagai pelaksana atau yang dikenai
hukum.
A. Islam kaffah
Di dalam ajaran agama Islam, manusia diciptakan semata-mata untuk mengabdi
atau beribadah kepada sang pencipta, Allah SWT. Sebagaimana dalam kitab suci
Al- Qur'an Surat Adza-Dzariyat, ayat 56 :
‫َو َم ا َخ َلْق ُت اْل ِجَّن َو اِإْلْن َس ِإاَّل ِلَي ْع ُبُد وِن‬
Artinya: "Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku." Melaksanakan ajaran agama Islam haruslah secara menyeluruh
(Kaffah) atau sempurna, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah,
ayat 208 :
‫َي ا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُن وا اْد ُخ ُلوا ِفي الِّس ْل ِم َك اَّف ًة َو ال َت َّت ِبُعوا ُخ ُط َو اِت الَّش ْي َط اِن ِإَّن ُه َلُك ْم َع ُد ٌّو ُم ِبيٌن‬

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam


keseluruhannya, dan janganlah kalian turuti langkah-langkah setan.
Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian. Tetapi jika kalian
tergelincir (dari jalan Allah) sesudah datang kepada kalian bukti-bukti
kebenaran, maka ketahuilah bahwasanya Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 208-209)”
Dalam konteks tersebut, pribadi muslim yang kaffah adalah mereka yang
bertakwa, yakni menjalankan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi
larangan-Nya. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan agama berarti
melaksanakan seluruh ajaran agama dengan segala konsekuensi-nya. Seperti telah
disebutkan di atas, bahwa perintah dan larangan termasuk dalam kaidah Hukum
Islam, yang disebut al-Ahkam Al-Khamsah.

B. Hukum nasional
Ada ungkapan yang mengatakan "Ubi societas ibis lus " yang artinya di
mana ada masyarakat di sana ada hukum. Karena itu bisa dikatakan, bahwa hukum
di Indonesia sudah ada sejak adanya masyarakat yang mendiami kepulauan
nusantara ini. Tentu saja hal ini berlangsung sudah cukup lama sekali.
Hanya saja, saat itu hukum yang berlaku mengikuti perjalanan sejarah
secara alami, mengikuti kebutuhan masyarakat tanpa ada perencanaan yang
matang tentang hukum sebagaimana saat ini.
Barulah setelah Negara Indonesia merdeka dan berdiri sendiri, mulai
terpikirkan perlunya suatu Hukum Nasional yang akan mengatur perjalanan bangsa
Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945, sebagai dasar Negara kita telah
memberikan arah yang mendasar bagaimana seharusnya hukum di Indonesia.
Kemudian muncul konsep hukum dalam pola fikir wawasan nusantara yang
mengatakan, bahwa seluruh kepulauan nusantara merupakan satu kesatuan hukum
dalam arti hanya ada satu Hukum Nasional yang mengabdi kepada kepentingan
Nasional.
Namun demikian, untuk membentuk satu system Hukum Nasional
diperlukan usaha yang serius dan terus menerus. Sebab dalam kenyataannya,
bahwa sebagian besar hukum yang berlaku belum membentuk satu system karena
adanya pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyebutkan : "Segala badan
Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini" Akibatnya adalah, bahwa tata
hukum kita masih beragam, misalnya:
1. Ada Hukum Barat dari zaman penjajahan yang individualistic
2. Ada Hukum Adat yang bersifat komunal
3. Ada Hukum Islam yang religius.
C. Hukum barat sebagai sumber hukum nasional
Tidak dapat dipungkiri, bahwa perjalanan hukum di Indonesia tidak lepas
dari perjalanan panjang bangsa Indonesia. Berbicara tentang sejarah bangsa berarti
berbicara tentang kemerdekaan bangsa itu sendiri dari penjajahan.
Negara Indonesia lebih dari tiga abad dijajah oleh Negara-negara Barat,
seperti Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda. Bahkan Belanda menduduki
Indonesia selama 350 tahun. Sebuah kurun waktu yang sangat panjang yang
melahirkan beberapa generasi dan diikuti munculnya perundang-undangan yang
mengatur tata kehidupan kawasan jajahan.
Melihat kenyataan itu, tidak pelak lagi kalau hukum kolonial masih begitu
banyak yang terdapat di dalam perundang-undangan di Negara kita.

D. Hukum adat sebagai hukum nasional


Adat merupakan cerminan kepribadian suatu bangsa dan penjelmaan jiwa
bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, adat berarti kebiasaan, aturan atau perbuatan yang lazim ditutur atau
dilakukan sejak dahulu kala. Sedangkan Prof. Kusumadi Pudjosewojo mengartikan
adat sebagai tingkah laku yang oleh dan dalam suatu masyarakat (sudah, sedang,
akan) diadakan.
Hukum Adat pertama kali diperkenalkan oleh C Snouck Hurgronje di
Indonesia dari bahasa Belanda "adatrecth", yang selanjutnya dipakai oleh Van
Vollenhoven dengan Istilah tehnis-juridis. Istilah Hukum Adat baru muncul dalam
perundang- undangan pada tahun 1920, yaitu dalam UndangUndang Belanda
mengenai perguruan tinggi di negeri Belanda. Dalam bukunya De Atjehers, yang
menampilkan Istilah Adatrecht pada tahun 1893, Snouck menunjukkan hukum
yang mengendalikan kehidupan masyarakat Aceh adalah adat yang mempunyai
konsekuensi hukum. Karena itu, dalam teori Receptie yang diberlakukan Belanda
menegaskan Hukum Islam hanya berlaku bagi orang Indonesia bila ia telah
diterima oleh hukum adat.
Hukum adat adalah non-statutair, dimana sebagian besar adalah hukum
kebiasaan dan sebagian kecil Hukum Islam. Karena itu dalam seminar Hukum
Adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta pada tahun 1975
berpendapat, bahwa hukum adat merupakan hukum Indonesia asli yang tidak
tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia, yang di sana-sini
mengandung unsur agama.

E. Hukum islam sebagai hukum nasional


Menurut sejarahnya, sebelum penjajahan Belanda datang ke Indonesia
mereka mengira Indonesia (Hindia Belanda) masih berupa hutan belantara, hanya
dihuni satwa dan tidak ada hukum didalamnya. Padahal kenyataannya, sudah ada
hukum yang berlaku, yaitu hukum Islam.
Islam telah diterima oieh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah datang
ke Indonesia. Ada yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia pada abad I
Hijriyah ada pula yang mengatakan pada abad ke-7 Hijriah atau abad ke-13
Masehai. Yang jelas Islam datang sekaligus hukum Islam telah diikuti dan
dilaksanakan oleh pemeluknya di Indonesia.
Fakta sejarah menunjukkan pada pertengahan abad ke 14 Masehi telah
muncul seorang ahli agama dan hukum Islam dari Samudra Pasai, yaitu Sultan
Malik Zahir. Bahkan pada zaman itu, para ahli hukum Kerajaan Malaka datang ke
Samudra Pasai untuk memecahkan permasalahan-permasalahan hukum.
Ada juga ahli Hukum Islam, Nuruddin Ar-Raniri menulis sebuah buku
yang berjudul as Sirath al-Mustaqim pada tahun 1628. juga pada abad ke 16
Masehi sudah muncul kerajaan-kerajaan Islam, seperti Mataram, Banten dan
Cirebon yang lambat laun bisa mengislamkan penduduknya.
Bahkan kenyataan lain telah diakui oleh Belanda, setelah melihat banyak
pemberontakan terhadap penjajahannya. Perang Diponegoro yang begitu dahsyat
ternyata merupakan perlawanan untuk menegakkan Hukum Islam. Hal ini terkuak
dari memori seorang Letnan Kolonel Belanda pada masa Perang Diponegoro yang
mengisahkan bahwa tujuan perlawanan orang jawa terhadap Belanda sebenarnya
adalah agar hukam Islam berlaku untuk orang Jawa (Belanda menyebut Perang
Diponegoro sebagai Perang Jawa).
Tapi sebenarnya, sejak VOC, Belanda sudah mengakui Hukum Islam di
Indonesia. Adanya Regerings Reglemen, mulai tahun 1855 Belanda mempertegas
pengakuannya terhadap Hukum Islam di Indonesia. Apalagi diperkuat dengan teori
Receptio in Complexu oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg. Meskipun
pada akhirnya ada penyimpangan, namun teori tersebut telah menyatakan bahwa
Hukum Islam berlaku untuk keseluruhan umat Islam.
Meskipun pada mulanya kedatangan Belanda tidak ada kaitannya dengan
agama, namun dalam perkembangannya demi kepentingan penjajahan, tidak bisa
dihindari terjadi pergesekan dengan masalah hukum penduduk pribumi. Dengan
berlakunya hukum adat bagi bangsa Indonesia dan hukum agama bagi pemeluknya
muncul beberapa teori, seperti teori Receptio in Complexu, Receptie, Receptie
Exit, Receptio A Contrario dan Eksistensia.

G. Instruksi presiden no. 1 tahun 1991 tentang kompilasi hukum islam.


Perwujudan hukum bagi umat Islam di Indonesia terkadang menimbulkan
pemahaman yang berbeda. Akibatnya, hukum yang dijatuhkan sering terjadi
perdebatan di kalangan para ulama. Karena itu diperlukan upaya penyeragaman
pemahaman dan kejelasan bagi kesatuan hukum Islam.
Keinginan itulah kemudian memunculkan Kompilasi Hukum Islam (KHI),
yang suatu saat bisa dijadikan pegangan para hakim di lingkungan Peradilan
Agama. Sebab selama ini Peradilan Agama tidak mempunyai buku standar yang
bisa dijadikan pegangan sebagaimana halnya KUHP. Pembentukan KHI atas SKB
Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama, KHI yang di pimpin Bustanul
Arifin ini bertugas melaksanakan usaha pembangunan Hukum Isalm melalui
Yurisprudensi dengan jalan Kompilasi Hukum. Prioritas utama mengkaji kitab-
kitab yang dipergunakan sebagai putusan-putusan hakim agar sesuai dengan
perkembangan masyarakat Indonesia menuju Hukum Nasional.
Garis Besar Tentang Kompilasi Hukum Islam (Interuksi Presiden Nomor
1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991) sebagai berikut:
1. Latar belakang penyusunan kompilasi hukum islam.
Antara lain latarbelakangnya adalah untuk mempositifkan Abstraksi Hukum
Islam di Indonesia, sebagaimana diketahui hukum Islam dahulu berlaku secara
abstrak belum secara konkrit. Hukum Islam masih abstrak dalam kitab-kitab
fiqh yang masih belum terpadu.
2. Kompilasi hukum islam adalah fiqh Indonesia, hasil ijtihad jama`i
Kompilasi hukum Islam lebih mempunyai kekuatan sebagai kewajiban moral
dari masyarakat yang sekaligus sebagai upaya konkrit untuk membina
kesadaran hukum yang tinggi bagi masyarakat.
3. Demi menambah kekuatan moril yang ada
Islam lebih efektif dan memiliki kekuatan operasional, maka jalur formalnya
adalah instruksi presiden nomor 1 tahun 1991 jo keputusan menteri agama
nomor 154 tahun 1991 yaitu perintah meyebarluaskan kompilasi hukum Islam.
4. Pokok-pokok kompilasi hukum islam. Pokok-pokok materi kompilasi
Hukum terdiri dari tiga buku yaitu:
a. Buku I tentang hukum perkawinan.
b. Buku II tentang hukum kewarisan.
c. Buku III tentang perwakafan yang kesemuanya terdiri dari 229 pasal
5. Rumusan kompilasi hukum islam mempunyai sasaran yang jelas yaitu:
a. Demi memperluas cakrawala umat Islam mengenai hukum Islam
b. Upaya mengakhiri perbedaan-perbedaan yang tajam, justru pada
masalah-masalah yang tidak asasi atau untuk mengaktualisasikan
Qaidah :
‫حكم الحاكم إلزام یرفع الخالف‬
6. Kompilasi hukum islam adalah merupakan terobosan untuk mengatasi
kebekuan, karena telah merasa puas terhadap yang telah ada, ada dua hal
penting yang telah terjadi yaitu:
a. Terjadinya konsensus/ijma' ulama Indonesia mengenai hukum Islam,
dalam sejarah modern umat Islam Indonesia.
b. Rutinitas kearah terbentuknya sistem hukum Islam secara tertulis, yang
dalam hal ini adalah kompilasi hukum Islam adalah model permulaan
7. Efek posistif dari impres nomor 1 tahun 1991:
a. Menyamakan persepsi penerapan hukum.
b. Mempercepat proses taqribi bainal umat / mendekatkan umat dengan
hukum Islam.
c. Mengurangi sumber pertentangan diantara Umat.
d. Menghilangkan faham private affair (pelaksanaan hukum Islam secara
pribadi).
e. Langkah awal univikasi hukum Islam.
f. Melengkapi Peradilan Agama dengan hukum terapan.
8. Pembaharuan hukum yang dimuat dalam kompilasi hukum islam
a. Perkawinan harus dilakukan dan dicatat di hadapan dan oleh pegawai PPN
(KUA)
b. Poligami harus dengan ijin Pengadilan Agama, berdasar alasan-alasan
tertentu menurut Undang-Undang.
c. Pembatasan umur layak kawin untuk wanita (16 tahun) dan pria (19
tahun).
d. Harta bersama dibagi 1 : 1 antara suami dan isteri.
e. Kedudukan suami dan isteri sama dalam hal hukum perceraian
f. Diakuinya ahli waris pengganti di Mesir dengan Anak angkat dan ahli
waris' non muslim mendapat bagian dari wasiat wajibah
g. Pengaturan administrasi pelaksanaan hibah, wasiat dan wakaf yang tidak
terdapat dalam kitab-kitab kuning, telah diatur dalam kompilasi hukum
islam.
h. Hibah dari orang tua pada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.
i. Seorang yang cakap bertindak, hanya dapat menghibahkan hartanya
kepada orang lain yang sebanyak-banyaknya sepertiga bagian saja.

BAB III
KESIMPULAN
Perkembangan Hukum Islam di Indonesia merupakan wujud dari aktualita dinamika
masyarakatnya. Keterlibatan semua komponen bangsa telah memberikan andil besar dalam
perkembangannya. Hukum Islam, meski telah mengalami berbagai "tantangan", namun tetap
eksis dan terus berkembang. Ke depan, tentu saja memerlukan perhatian yang lebih serius
lagi dari semua pihak. Tantangan ke depan akan lebih besar, sebab masyarakat yang semakin
maju akan terbuka menerima segala bentuk informasi. Apalagi dengan kemajuan teknologi
informasi-komunikasi, segala informasi global akan dengan mudah diakses oleh masyarakat.
Dengan demikian hal ini akan memberikan alternatif bagi masyarakat, utamanya umat Islam
untuk lebih bisa mengaktualisasikan hukum Islam dalam kehidupan keseharian dalam
berbangsa dan bernegara. Utamanya umat Islam untuk lebih bisa mengaktualisasikan hukum
Islam dalam kehidupan keseharian dalam berbangsa dan bernegara.
Hukum Islam ialah ketentuan Allah yang berkaitan dengan perbuatan orang mukallaf
yang mengandung suatu tuntutan, pilihan, sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya sesuatu
yang lain. Syariat Islam menyamaratakan hukum dan keadilan antara sesama umat
Islam.Islam mengerahkan kekuatan manusia kepada tujuan besar, yaitu kepentingan
masyarakat dengan memanfaatkan segala bentuk kebajikan yang disumbangkan setiap
individu.
DAFTAR PUSTAKA

Amir Syarifuddin, “Pengertian dan Sumber Hukum Islam”, dalam Falsafah Hukum
Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta:
Kencana, 2004.
Abdul Manan, Drs.H. SH,SIP.M.Hum, Hukum Islam Dalam Berbagai Wacana, Penerbit
Pustaka Bangsa, Jakarta, 2003.
Abdurrahman, Beberapa Aspek Tentang Pembangunan Hukum Nasional, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1995. Nasir Yusuf, Problematika Manasik Haji, Penerbit
Pustaka, Bandung, 1994.
Bustanul Arifin, Prof.Dr.H. SH, Transformasi Hukum Islam Ke Hukum Nasional,
Yayasan Al-Hikmah, Jakarta, 2001.
Mohammad Daud Ali, Prof.H.SH, Hukum Islam Dan Peradilan Agama, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Muchsin, Prof.Dr.H.SH, Hukum Islam Dalam Perspektif Dan Prospektif, Al-Ikhlas,
Surabaya, 2003.
Mardani F.H universitas krisnad wipayana Jakarta,kedudukan hukum islam dalam sistem
hukum nasional.
Rifyal Ka’bah, Hukum Islam Di Indonesia, Universitas Yarsi, Jakarta, 1999.
Soleman B. Taneko, Hukum Adat Suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa Mendatang,
Eresco, Bandung, 1987.
Yahya Harahap, SH, Informasi Kompilasi Hukum Islam (makalah dalam seminar
nasional), tahun 1992, UII, Yogyakarta.
Zainal Abidin Abu Bakar, H.SH, Sejarah Kompilasi Hukum Islam (makalah dalam
seminar) tahun 1995.

Anda mungkin juga menyukai