Diajukann untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Isu Isu Hukum Islam Kontenporer
Pada Program Studi Hukum Keluarga Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo
IAIN PALOPO
Oleh :
Dosen Pengampuh
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
masih diberikan nikmat yang tak terhingga sehinggah masi bisa Menyusun makalah dengan judul
Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dalam
alam jahilia menuju alam yang terus berkembang seperti sekarang ini. Makalah ini disusun
sebagai tugas pada Politik Hukum Islam. Penulis berharap agar Makala ini dapat menambah
Penulis menyadari betul bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini begitu pula dengan
makalah ini sehingga penulis menerima semua masukan juga kritik dan saran yang membangun
Palopo,
Penyusun,
Zulayka Muchtar
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai pengkajian tentang hukum Islam dalam konteks apapun dan dalam bentuk
apapun, pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memahami kemudian mendeskripsikan
serta menjelaskan berbagai dimensi dan substansi hukum Islam sebagai bagian dari kehidupan
manusia yang dapat digali dari berbagai sumber yang mudah ditemukan.
Peradilan Agama berkaitan erat dengan pelaksanaan hukum Islam di Indonesia. Dalam
UU no. 50 tahun 2009 pasal 1 dijelaskan bahwa Peradilan Agama adalah peradilan bagi
orang-orang yang beragama Islam. Peradilan Agama merupakan salah satu pranata hukum
Islam yang menjadi satu kesatuan dengan politik Hukum Islam di Indonesia sejak masa
kerajaan Islam1 seperti Mataram, Banten, Cirebon, Aceh, dan daerah lainnya. Undang-undang
Peradilan Agama baru menjadi bagian integral dan kelengkapan pelaksanaan Hukum Islam di
yang telah ada menjadi sesuatu yang baru, antara lain dengan penyesuaian dan perubahan.
Dalam bidang hukum, transformasi sering dipakai dalam arti penyesuaian hukum dengan
kebutuhan masyarakat. Proses atau upaya transformasi hukum Islam ke dalam tata hukum
nasional dimaksudkan sebagai usaha menerapkan hukum Islam yang normatif menjadi hukum
Islam yang positif atau yang sering disebut usaha positifisme hukum Islam ke dalam tata
hukum Indonesia. Dengan demikian mewarnai pikiran para pelaku pemerintah sehingga
peradilan diperankan melintas pada masa system ketatanegaraan. Peradilan agama diletakan
sebagai sebuah lembaga yudikatif. Sebagai salah satu alat kelengkapan pemerintah, peradilan
agama juga harus bertanggungjawab terhadap seluruh aspek penegakan hukum Islam.3
1 Abdul Ghani Abdulla, Peradilan Agama dalam pemerintahan Islam kesultanan Bima (1947-1957), Cet. I,
Bandung: Ulul Albab Press, 1998
2 Anwar Harjono, Indonesia kita; pemikiran berwawasan iman-islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995,
hlm. 121.
3 Abd.Gani Abdullah, PengantarKompilasiHukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gema
Insani Press, 1994, hlm. 35
Dari penjelasan diatas, kelompok kami akan membahas makalah tentang “Transformasi
Hukum Islam kedalam UU Peradilan Agama” untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan konsep peradilan agama dalam hukum islam.
BAB II
PEMBAHASAN
yang memiliki banyak makna antara lain al-faragu (menyelesaikan) al-adau (melaksanakan),
dan al-hukmu dengan pengertian al-man’u, yaitu mencegah atau memutus. Istilah peradilan
diambil dari kata al-hukmu yang berarti al-man’u. Oleh karena itu, al-qadla disebut juga al-
hukm (pencegahan atau pemutusan) dan al-qadli 4 disebut juga al-hakim karena mencegah atau
memutus orang berbuat tidak adil. Dalam konteks penafsiran Al-Qur’an pekerjaan mencegah
atau memutus tersebut menyangkut perbuatan Alloh dan perbuatan manusia. Al-Asfahani
menyimpulkan,5 qadla adalah pemutusan perkara baik melalui ucapan maupun perbuatan,
masing-masing terdiri atas dua pengertian : putusan bersifat ilahi (ketuhanan) dan bersifat
basiyari (kemanusiaan).
Berdasarkan hal di atas, putusan tersebut sebenarnya telah ada dalam teks-teks hukum
yang digariskan Allah dan rasa keadilan yang ditanam dalam sanubari manusia. Hakim
sebagai pemutus perkara di pengadilan berusaha secara maksimal untuk memutuskan putusan
tersebut. Sementara itu, peradilan dalam pengertian yang lain juga diartikan sebagai badan
kepadanya dan administrasi publik mengenai masalah keadilan. Dalam konteks sejarah
1. Hukum yang diterapkan adalah syariat Islam. Oleh karena itu peradilan Islam sering
disebut sebagai Peradilan Syari’ah atau Mahkamah Syari’ah atau Mahkamah Syar’iyyah;
2. Qadhi atau hakim diberikan otoritas untuk membuat keputusan dan menjatuhkan
hukuman;
4 Muhamad Salam Madkur, Al-Qadla Fi Al-Islam, Qairo : Dar Al-Fikr, t,t, hlm. 421
5 Al-Raghib Al-Asfahani, Mu’jam mufradat Al-Fazh, Al-Qur’an, Beirut: Dar Al-Fikr, tth, hlm. 421
6 Aden Rosadi, Peradilan Agama di Indosesia Dinamika Pembentukan Hukum, Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, hlm. 32
5. Adanya penggugat dan penuntut;
timbangan (mizan). Langit, bumi, seluruh alam, dan kehidupan ini ditegakan dengan
timbangan yang benar. Tanpa itu semua, sistem kehidupan secara makro tidak dapat berjalan
dengan baik. Peradilan Agama juga disebut sebagai sunatullah atau hukum Allah yang tidak
Konsep Hukum Peradilan Agama dalam Hukum Islam tercantum sebagaimana dalam
ْأ
ِه َب ٌس َش ِد يٌد َو َم َن اِفُع ِللَّن اِسIَلَقْد َأْر َس ْلَنا ُرُس َلَنا ِباْلَبِّيَناِت َو َأْنَز ْلَنا َم َع ُهُم اْلِكَتاَب َو اْلِم يَز اَن ِلَيُقوَم الَّناُس ِباْلِقْس ِط ۖ َو َأْنَز ْلَنا اْلَحِد يَد ِفي
َو ِلَيْع َلَم ُهَّللا َم ْن َيْنُصُر ُه َو ُرُس َلُه ِباْلَغْيِبۚ ِإَّن َهَّللا َقِو ٌّي َع ِزيٌز
Artinya: “Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-
bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan kami ciptakan besi yang padanya
terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka
mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya
dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi
Maha Perkasa.”
Surat Al-Hadid ayat 25 berbicara tentang 3 hal yang diturunkan Allah untuk kepentingan
manusia. Pertama kitab sebagai hukum yang menjadi pedoman utama. Kedua, timbangan
keadilan untuk menilai pelaksanaan hukum. Ketiga, besi sebagai kekuatan memaksa untuk
menegakkan hukum (law and forcement) yang memberikan manfaat bagi kehidupan. Ayat
dinamika dan perkembangan yang melandasi proses legistasi berlakunya hukum Islam di
Indonesia.7 Pada masa kolonial Belanda, muncul Teori Receptie In Complexu yang pada
hakikatnya telah mentransformasikan hukum yang hidup dimasyarakat (living law). Untuk
memenuhi politik hukum penjajahan, Snouck Hurgronje menggagas Teori Receptie yang
selanjutnya dikembangkan oleh Van Vollen Hoven, yaitu hukum Islam berlaku bagi
masyarakat pribumi jika norma hukum Islam telah diterima oleh masyarakat sebagai hukum
adat.
Pada perkembangan berikutnya, lahirlah Teori Exit dalam sistem hukum nasional.
Perkembangan dan pemikiran teori receptie exit yang dikembangkan oleh Sayuti
Thalib selanjutnya disebut teori receptie a contario yang secara harfiah berlawanan dari
teori receptie. Teori receptie mendahulukan berlakunya hukum adat dari pada hukum Islam,
dan hukum Islam tidak dapat diberlakukan bila bertentangan dengan hukum adat. Sedangkan
teori receptie contrario mendahulukan hukum islam daripada hukum adat, dan hukum adat
1. Pra Kemerdekaan
1946, lahirlah Departement Agama merupakan konsensi dan “konpensasi politik” dari
dan koordianasi dengan administrasi lembaga-lembaga Islam pada sebuah badan yang
bersekala nasional. Sejak saat itu Perdilan Agama menjadi bagian penting dari
Departemen Agama.
7 Aden Rosadi, Peradilan Agama di Indosesia Dinamika Pembentukan Hukum, Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, hlm. 59
8 Aden Rosadi, Peradilan Agama di Indosesia Dinamika Pembentukan Hukum, Bandung Simbiosa
Rekatama Media, hlm. 60
2. Masa Pemerintahan Orde Baru ( 1966-1668 )
Eksistensi Peradilan Agama pada masa orde baru menjadi badan peradilan yang
mandiri dan tidak memiliki ketergantungan, baik langsung maupun tidak langsung,
maktub dalam pasal 49 ayat 1 Undang-undang No 7 Tahun 1989 bahwa Peradilan Agama
dan kompetensi absolutnya berwenang menyelesaikan perkara perdata bagi orang Islam.
Hukum materil dan formal yang berlaku dalam lingkungan Peradilan Agama bersumber
merupakan salah satu produk politik karena senantiaa bersentuhan dengan kekuasaan
(negara) dan berhubungan langsung dengan kepentingan umat Islam di Indonesia dalam
Peradilan Agama terjadi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono. Hal tersebut
perubahann atas Undang-Undang No 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang dalam
salah satu pasalnya (pasal 49) menjelaskan bahwa kompetensi absolut Peradilan Agama
tidak hanya seputar perkawinan warisan, wakaf, hibah, shodaqoh, wasiat, zakat, dan
9 Aden Rosadi, Peradilan Agama di Indosesia Dinamika Pembentukan Hukum, Bandung Simbiosa
Rekatama Media, hlm. 71
Perubahan kedua melalui Undang-Undang No 50 Tahun 2009 tentang perubahan
kedua tersebut mengatur tentang keterlibatan komisi yudisial dalam mengawasi kinerja
Prinsip ini memiliki pandangan bahwa manusia memiliki kewajiban untuk tunduk,
taat, dan patuh kepada Allah dan Rasul Nya, serta dilarang keras menyekutukan Allah
dengan yang lain. Hal ini tercantum dalam al-qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 36:
َو اْع ُبُدوا َهَّللا َو اَل ُتْش ِرُك وا ِب ِه َش ْيًئاۖ َو ِباْلَو اِل َد ْيِن ِإْح َس اًنا َو ِب ِذ ي اْلُق ْر َبٰى َو اْلَيَت اَم ٰى َو اْلَم َس اِكيِن َو اْلَج اِر ِذ ي اْلُق ْر َبٰى
َو اْلَج اِر اْلُج ُنِب َو الَّصاِحِب ِباْلَج ْنِب َو اْبِن الَّس ِبيِل َو َم ا َم َلَك ْت َأْيَم اُنُك ْم ۗ ِإَّن َهَّللا اَل ُيِح ُّب َم ْن َك اَن ُم ْخ َتااًل َفُخ وًرا
hukum agama Islam, sehingga pembuatan putusan ataupun penetapan harus dimulai
dengan kalimat Basmalah yang diikuti dengan kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Yaitu dalam UU no 7 tahun 1989 tentang peradilan agama.
Pasal 57
2. Asas Keadilan
Asas ini memposisikan manusia pada kewajiban untuk menegakkan hukum-
hukum Allah dan dilarang menetapkan hukum-hukum yang bertentangan dengan Allah,
ِۗإَّن َهَّللا َيْأُم ُر ُك ْم َأْن ُتَؤ ُّد وا اَأْلَم اَناِت ِإَلٰى َأْهِلَها َوِإَذ ا َح َك ْم ُتْم َبْيَن الَّناِس َأْن َتْح ُك ُم وا ِباْلَع ْد ِل ۚ ِإَّن َهَّللا ِنِعَّم ا َيِع ُظُك ْم ِبِه
Dalam asas ini seorang hakim dituntut untuk berlaku adil, sebagaimana
disebutkan pada pasal 16 ayat (1) dan pasal 57 ayat (1) UU No. 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama.
Pasal16
mengucapkan sumpah menurut agama Islam yang berbunyi sebagai berikut: “Saya
bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur,
seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam
bagi seorang Ketua, Wakil Ketua, Hakim Pengadilan yang berbudi baik dan jujur
Pasal 57
MAHA ESA.
3. Asas Perdamaian
Asas ini terdapat pada pasal 65 dan pasal 82 UU No. 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama yang menyatakan bahwa selama perkara belum diputus, usaha
mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan pada semua tingkat
peradilan. Asas ini juga tercantum dalam pasal 39 UU No.1 Tahun 1974 tentang
ِإَّنَم ا اْلُم ْؤ ِم ُنوَن ِإْخ َو ٌة َفَأْص ِلُحوا َبْيَن َأَخ َو ْيُك ْم ۚ َو اَّتُقوا َهَّللا َلَع َّلُك ْم ُتْر َحُم وَن
4. Asas Persamaan
Asas ini menjelaskan bahwa fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah
َيا َأُّيَها الَّناُس ِإَّنا َخ َلْقَناُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َو ُأْنَثٰى َو َجَع ْلَناُك ْم ُش ُعوًبا َو َقَباِئَل ِلَتَع اَر ُفواۚ ِإَّن َأْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد ِهَّللا َأْتَق اُك ْم ۚ ِإَّن َهَّللا
َع ِليٌم َخ ِبيٌر
Dalam pasal 58 ayat (1) UU No.7 tahun 1989 tentang peradilan agama
orang”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep Peradilan Agama dalam Hukum Islam terkandung dalam QS. Al-Hadid ayat 25
yang di dalamnya dijelaskan untuk memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dengan cara
menilai keadilan pelaksanaan hukum dan sebagai kekuatan memaksa untuk menegakkan
hukum.
Sejarah Hukum Peradilan Agama di Indonesia dibagi menjadi 3 bagian yaitu Masa
Prakemerdekaan, Masa Orde Baru dan Masa Reformasi. Peradilan Agama mendapat masa
kejayaannya pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang telah melakukan dua
tunduk, taat, dan patuh kepada Allah dan Rasul Nya, serta dilarang keras
menyekutukan Allah dengan yang lain. Hal ini tercantum dalam al-qur’an Surat An-
َو اْع ُبُدوا َهَّللا َو اَل ُتْش ِرُك وا ِب ِه َش ْيًئاۖ َو ِباْلَو اِل َد ْيِن ِإْح َس اًنا َو ِب ِذ ي اْلُق ْر َبٰى َو اْلَيَت اَم ٰى َو اْلَم َس اِكيِن َو اْلَج اِر ِذ ي اْلُق ْر َبٰى
َو اْلَج اِر اْلُج ُنِب َو الَّصاِحِب ِباْلَج ْنِب َو اْبِن الَّس ِبيِل َو َم ا َم َلَك ْت َأْيَم اُنُك ْم ۗ ِإَّن َهَّللا اَل ُيِح ُّب َم ْن َك اَن ُم ْخ َتااًل َفُخ وًرا
sumber hukum agama Islam, sehingga pembuatan putusan ataupun penetapan harus
dimulai dengan kalimat Basmalah yang diikuti dengan kalimat “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Yaitu dalam UU no 7 tahun 1989 tentang
peradilan agama.
Pasal 57
2. Asas Keadilan
ِۗإَّن َهَّللا َيْأُم ُر ُك ْم َأْن ُتَؤ ُّد وا اَأْلَم اَناِت ِإَلٰى َأْهِلَها َوِإَذ ا َح َك ْم ُتْم َبْيَن الَّناِس َأْن َتْح ُك ُم وا ِباْلَع ْد ِل ۚ ِإَّن َهَّللا ِنِعَّم ا َيِع ُظُك ْم ِبِه
Dalam asas ini seorang hakim dituntut untuk berlaku adil, sebagaimana
disebutkan pada pasal 16 ayat (1) UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama.
Pasal16
1) Sebelum memangku jabatannya, Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim wajib
saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan
adilnya seperti layaknya bagi seorang Ketua, Wakil Ketua, Hakim Pengadilan
yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan”.
3. Asas Perdamaian
Asas ini terdapat pada pasal 65 dan pasal 82 UU No. 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama yang menyatakan bahwa selama perkara belum diputus, usaha
mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan pada semua tingkat
peradilan. Asas ini juga tercantum dalam pasal 39 UU No.1 Tahun 1974 tentang
ِإَّنَم ا اْلُم ْؤ ِم ُنوَن ِإْخ َو ٌة َفَأْص ِلُحوا َبْيَن َأَخ َو ْيُك ْم ۚ َو اَّتُقوا َهَّللا َلَع َّلُك ْم ُتْر َحُم وَن
4. Asas Persamaan
Asas ini menjelaskan bahwa fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah
َيا َأُّيَها الَّناُس ِإَّنا َخ َلْقَناُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َو ُأْنَثٰى َو َجَع ْلَناُك ْم ُش ُعوًبا َو َقَباِئَل ِلَتَع اَر ُفواۚ ِإَّن َأْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد ِهَّللا َأْتَق اُك ْم ۚ ِإَّن َهَّللا
َع ِليٌم َخ ِبيٌر
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-
hujurat: 13).
Dalam pasal 58 ayat (1) UU No.7 tahun 1989 tentang peradilan agama
bedakan orang”.
DAFTAR PUSTAKA
Aden Rosidi. 2015, Peradilan Agama di Indonesia Dinamika Pembentukan Hukum, Bandung,
Anwar Harjono. 1995 Indonesia kita; pemikiran berwawasan iman-islam, Jakarta: Gema Insani
Press.