Anda di halaman 1dari 10

HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Fitria Nur Anisa, Permata Dewi Kania, Iswoyo, M. Soleh

Institut Agama Islam Al - Zaytun Indonesia


E-mail : fitrianuranisa492@gmail.com
E-mail : dewikaniapermata@gmail.com
E-mail :
E-mail :

Abstrak

hukum Islam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak terlepas pengaruhnya masuknya Islam ke nusantara
pada abad ke 12 dan ke 13 masehi di mana pada masa itu para penyebar agama Islam di nusantara menganut mazhab
syafi'i. Perjalanan sejarah transformasi Hukurn Islam sarat dengan berbagai dimensi historis, filosofis, politik,
sosiologis dan yuridis. Hukum Islam di Indonesia terlihat dari dua sisi. Pertama, hukum Islam berlaku secara yuridis
formal atau dikodifikasikan dalam struktur hukum nasional. Kedua, hukum Islam berlaku secara normatif yakni
diyakini memiliki sanksi atau padanan hukum bagi masyarakat muslim.Hukum Islam di Indonesia telah mengalami
perkembangan signifikan sepanjang sejarahnya. Dengan fokus pada latar belakang, tujuan penelitian, dan hasil
temuan, penelitian ini menggali pengaruh Hukum Islam dalam membentuk sistem hukum nasional. Analisis historis
menunjukkan interaksi yang kompleks antara Hukum Islam dengan konteks sosial, politik, dan budaya Indonesia.
Temuan penting menekankan peran krusial Hukum Islam dalam kebijakan hukum terutama dalam aspek-aspek
seperti keluarga, warisan, dan perkawinan. Tantangan dan adaptasi juga menjadi sorotan penting dalam konteks
masyarakat Indonesia yang pluralistik.

Kata Kunci: Hukum Islam, Indonesia

Abstract

Islamic law in the Unitary State of the Republic of Indonesia is inseparable from the influence of the entry of Islam
into the archipelago in the 12th and 13th centuries AD where at that time the spreaders of Islam in the archipelago
adhered to the Shafi'i school of thought. The historical journey of the transformation of Islamic Law is full of various
historical, philosophical, political, sociological and juridical dimensions. Islamic law in Indonesia can be seen from
two sides. First, Islamic law applies formally juridically or is codified in the structure of national law. Second,
Islamic law applies normatively, that is, it is believed to have sanctions or legal equivalents for the Muslim
community. With a focus on the background, research objectives, and findings, this study explores the influence of
Islamic Law in shaping the national legal system. The historical analysis shows the complex interaction between
Islamic Law and the Indonesian social, political and cultural context. Key findings emphasize the crucial role of
Islamic Law in legal policy especially in aspects such as family, inheritance and marriage. Challenges and
adaptations are also highlighted in the context of Indonesia's pluralistic society.

Keywords: Islamic Law, Indonesia

A. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara hukum. Hal ini disebutkan secara jelas dalam pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara. Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa, "Negara
Indonesia adalah negara Hukum," Negara hukum selalu dimaknai dengan adanya norma tertulis
yang menjadi landasan bersama. Konsepsi negara hukum meniscayakan hukum tertulis sebagai
panglimanya.
Tentang hukum Islam, jika ditilik dari sejarahnya, eksistensi hukum Islam di Indonesia
mulai sejak masuknya Islam di nusantara. Paling tidak ada tiga teori tentang ini. Teori Gujarat
(India), teori Makkah (Arab) dan teori Persia. Ketiganya terjadi jauh di masa pra kemerdekaan.
Sejak masuknya Islam itu, nilai- nilai hukum Islam telah menjadi norma yang dianut oleh
masyarakat nusantara.
Pada masa kerajaan Islam, hukum Islam punya peran penting dalam masyarakat. Hukum
Islam menjadi acuan dalam menyelesaikan masalah hukum di masyarakat. Lalu, pada masa
kolonial Belanda, mereka berusaha memberlakukan hukum. mereka pada masyarakat secara
kaku. Namun, akhirnya mereka memberi ruang pada hukum Islam dan hukum adat. Begitu juga.
pada masa kolonial jepang, mereka berusaha merebut dominasi hukum atas hukum Islam,
Di masa pasca kemerdekaan, hukum Islam berlaku atas dasar pasal 29 Undang-Undang
Dasar 1945 yang menyatakan bahwa, "Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."
Hal tersebut menunjukkan bahwa, pengaruh positifisme. hukum begitu kuat. Yang
artinya, penerapan hukum Islam harus juga memiliki dasar peraturan pemberlakuanya. Dan ini
berpengaruh pada eksistensi hukum Islam itu sendiri. Dari persoalan tersebut, penting kiranya
untuk melihat bagaimana eksistensi hukum Islam di Indonesia dewasa ini.

B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian berisi spesifikasi penelitian, jenis penelitian, metode pendekatan,
teknik pengumpulan data, dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian. Metode
penelitian ditulis secara deskriptif dan dibuat dalam 1 alinea.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pada Hasil Penelitian dan Pembahasan memuat uraian tentang analisis hasil penelitian
untuk memberikan jawaban/solusi terhadap masalah penelitian. Apabila terdapat rincian sesuai
dengan permasalahan yang dibahas, maka dapat menggunakan penulisan sub bab seperti di
bawah ini.
1. Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang berasal dari agama Islam. Yaitu hukum yang
diturunkan oleh Allah untuk kemaslahatan hamba-hambaNya di dunia dan akhirat.
Perkataan "yang diturunkan oleh Allah" dalam definisi di atas menunjukkan bahwa
hukum Islam itu ciptaan Allah, bukan ciptaan manusia. Hal ini karena yang berhak dan
berwenang membuat hukum adalah Allah. Allah mempunyai hak perogratif untuk
membuat dan menciptakan hukum, yaitu antara lain menghalalkan sesuatu dan
mengharamkan yang lainnya. Jika Rasulullah Muhammad SAW. itu juga menghalalkan
dan mengharamkan sesuatu sebagaimana Allah lakukan, hal itu karena Allah juga yang
memberi beliau kewenangan dan Allah juga yang memerintahkan umat Islam untuk
mentaati beliau, Allah berfirman:
‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا َأِط يُعوا َهَّللا َو َأِط يُعوا الَّرُسوَل َو ُأوِلي اَأْلْم ِر ِم ْنُك ْم‬
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di
antara kamu." (QS. An-Nisaak: 59),

Allah juga berfirman:


‫َوَم ا آَتاُك ُم الَّرُسوُل َفُخ ُذ وُه َوَم ا َنَهاُك ْم َع ْنُه َفاْنَتُهوا‬
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah." (QS. Al- Hasyr: 7).
Selain Allah dan RasullahNya, maka semua orang tidak boleh membuat atau
menciptakan hukum. Para ulama juga demikian. Mereka tidak boleh membuat atau
membentuk hukum. Ketika para ulama berijtihad, yang mereka lakukan bukanlah membuat
atau menciptakan hukum, akan tetapi mereka hanya berusaha dengan segenap kemampuan
mereka untuk mencari, membahas dan menerangkan hukum Allah berdasarkan dalil-dalil.
Jadi sekali lagi, para ulama itu tidak membuat atau menciptakan hukum Islam, karena
membuat dan menciptakan hukum itu adalah hak perogratif Allah Ta'ala.
Perkataan "yang diturunkan oleh Allah" dalam definisi di atas membedakan antara
hukum Islam dengan hukum-hukum lainnya di atas mukabumi ini Hukum Islam itu karena
diturunkan oleh Allah, berarti itu adalah buatan dan ciptaan Allah. Sementara hukum-
hukum lainnya itu adalah buatan manusia. Hal ini tentu membentuk perbedaan besar antara
keduanya, sebesar perbedaan. antara Allah dan manusia. Allah itu mempunyai sifat-sifat
yang terpuji dan sempurna, sementara manusia adalah makhluk yang lemah dan serba
kekurangan. Tatkala membuat hukuın, yang bisa dijangkaunya adalah kebaikan terbatas.
Apa yang dianggap baik hari ini belum tentu baik di masa yang akan datang. Apa yang
baik bagi manusia di belahan bumi tertentu belum tentu baik di belahan bumi lainnya.
Sementara hukum Allah itu kebaikannya tidak terbatas. Hukum Allah itu baik bagi
manusia kapan dan di mana pun mereka berada.
Perkalaan "untuk kemaslahatan hamba-hambaNya di dunia dan akhirat" dalam
pengertian di atas menunjukkan bahwa semua hukum yang diwahyukan Allah mempunyai
tujuan. Jadi dengan demikian hukum Islam itu bukan dibuat dengan sia-sia atau main-main
saja, akan tetapi dibuat unluk suatu Jujuan. Tujuannya ialah maslahat atau kebaikan atau
kebajikan hamba-hamba Allah di dunia dan akhirat. Dengan demikian, maslahat atau
kebajikan yang akan diperolehi manusia jika berhukum dengan hukum Allah bukan hanya
maslahat duniawi saja, namun sampai di akhirat kelak. Hal ini jelas menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan hukum buatan manusia. Hukum ciptaan manusia dibuat
untuk mengatur tata kehidupan manusia supaya teratur dan harmonis serta tidak terjadi
konflik dan permusuhan sesama mereka di dunia. Hukum ciptaan manusia tidak mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan akhirat sehingga tidak menjanjikan kebaikan ukhrawi.
Sementara hukum Islam itu menjanjikan kebaikan dunia akhirat bagi orang-orang yang
patuh dan taat kepadanya,
2. Sejarah Hukum di Indonesia
Hukum islam berkembang sejalan dengan perkembangaan dan perluasan wilayah islam
serta hubungannya dengan budaya dan umat lain.
a) Hukum Islam Pada Masa Kemerdekaan (1945)
Pada zaman kemerdekaan, hukum Islam melewati dua periode. Pertama
penerimaan hukum islam sebagai sumber persuasif. Kedua, periode penerimaan hukum
islam sebagi sumber otoritatif. Sumber persuasif dalam hukum konstitusi adalah
sumber hukum yang baru di terima orang apabila ia telah di yakini. Dalam konteks
hukum islam, piagam jakarta sebagai salah satu hasil sidang BPUPKI merupakan
sumber persuasif dari UUD 1945 selama 14 tahun. Hukum islam baru menjadi sumber
autoratif (sumber hukum yang telah mempunyai kekuatan hukum) dalam hukum tata
negara ketika di tempatkannya piagam jakarta dalam Dekrit Presiden RI tanggal 5 juli
1959 sebagaimana dapat di simak dalam konsideran dekrit tersebut. berikut ini: bahwa
kami berkeyakinan bahwa piagam jakarta tertanggal 22 juni 1945 menjiwai UUD 1945
adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dalam konstitusi terebut.
Kata menjiwai secara negatif berarti bahwa tidak boleh di buat aturan
perundangan dalam negara RI yang bertentangan dengan syariat islam bagi pemeluk
pemeluk islam di wajibkan menjalankan syariat islam. Oeh karena itu harus dibuat UU
yang akan memberlakukan hukum islam dalam hukum nasional.
b) Hukum Islam Pada Masa Kemerdekaan Periode Revolusi Hingga Keluarnya
Dekrit Presiden 5 Juli 1950
pada tanggal 27 desember 1949,tidak lama setelah linggarjati, lahirlah apa yang di
sebut dengan konstitusi indonesia serikat.Konstitusi RIS sendiri jika di telaah, sangat
sulit untuk dikatakan sebagai konstitusi yang menampung aspirasi hukum islam.
Mukaddimah konstitusi ini misalnya, sama sekali tidak menegaskan posisi hukum
islam sebagaimana rancangan UUD 1945 yang disepakati oleh BPUPKI.
Namun saat negara bagian RIS pada awal tahun 1950 hanya tersisa tiga negara
saja RI, negara sumatera timur, dan negara indonesia timur, salah seorang tokoh umat
islam, muhammad nasir, mengajukan apa yang kemudian di kenal sebagai Mosi
Integral Natsir sebagai upaya untuk melebur ketiga negara bagian. tersebut. Akhirnya
pada tanggal 19 mei 1950 semuanya sepakat membentuk kembali negara kesatuan
republik Indonesia berdasarkan proklamasi 1945 Dan dengan demikian konstitusi RIS
dinyatakan tidak berlaku digantikan dengan UUD sementara 1950.
Akan tetapi jika dikaitkan dengan hukum islam, perubahan ini tidaklah membawa
dampak yang signifikan.
c) Hukum Islam Di Era Orde Lama Dan Orde Baru
Mungkin tidak terlalu keliru jika dikatakan bahwa orde lama adalah era kaum
nasionalis dan komunis. Sementara kaum muslim era ini perlu sedikit bersabar dalam
memperjuangkan cita-citanya. Salah satu partai yang mewakili aspirasi umat islam kala
itu, masyumi harus dibubarkan pada tanggal 15 agustus 1960 oleh Soekarno, dengan
alasan tokoh-tokohnya terlibat pemberontakan (PRRI di sumatera barat).Sementara NU
yang kemudian menerima Manipol Usdeknya Soekarno bersama dengan PKI dan PNI
kemudian menyusun komposisi DPR gotong royong yang berjiwa Nasakom
Berdasarkan itu terbentuklah MPRS yang kemudian menghasilkan 2 ketetapan, salah
satunya adalah tentang upaya unifikasi yang harus memperhatikan kenyataan
kenyataan yang hidup di indonesia.
Meskipun kedudukan hukum islam sebagai salah satu sumber hukum nasional
tidak bagitu tegas di masa awal orde ini, namun upaya upaya untuk mempertegasnya
tetap terus dilakukan. Hal ini ditunjukkan oleh KH Mohomad Dahlan, seorang menteri
agama dari kalangan NU yang mencoba mengajukan rancangan undang- undang
perkawinan umat islam dengan dukungan kuat fraksi-fraksi islam di DPR- GR.
Meskipun gagal, upaya ini kemudian dilanjutkan dengan mengajukan rancangan
hukum formil yang mengatur lembaga peradilan di indonesia pada tahun 1970. Upaya
ini kemudian membuahkan hasil dengan lahimya UU No.40 / 1970, yang mengakui
pengadilan agama sebagai salah satu badan peradilan berinduk pada Mahkamah
Agung, dengan UU ini, dengan sendirinya hukum islam telah berlaku secara langsung
sebagai hukum yang berdiri sendiri.
Penegasan terhadap berlakunya hukum islam semakin jelas ketika UU No. 14
tahun 1989 tentang peradilan agama ditetapkan. Hal ini kemudian di susul dengan
usaha-usaha intensif untuk mengkompilasikan hukum islam di bidang bidang tertentu.
Dan upaya membuahkan hasil saat pada bulan februari 1988, soeharto sebagai presiden
menerima hasil kompilasi itu, dan menginstuksikan penyebarluaskan kepada menteri
agama.
d) Hukum Islam Di Era Reformasi Dan Sekarang
Setelah lengsernya pemerintahan suharto, gemuruh demokrasi dan kebebasan.
makin meningkatkan di seluruh pelosok indonesia. Setelah melalui perjalanan yang
panjang di era ini setidaknya hukum islam mulai menempati posisinya secara perlahan
tapi pasti. Lahirnya ketetapan MPR No. III/MPR/ 2000 tentang sumber hukum dan tata
urutan peraturan perundang-undangan semakin membuka peluang lahirnya aturan
undang undang yang berlandaskan hukum islam. Terutama pada pasal 2 ayat 7 yang
menegaskan ditampungnya peraturan daerah yang di dasarkan pada kondisi khusus dari
suatu daerah di indonesia, dan bahwa peraturan itu dapat mengesampingkan
berlakunya suatu peraturan yang bersifat umum.
Lebih dari itu, disamping peluang yang semakin jelas, upaya konkrit
merealisasikan hukum islam dalam wujud undang-undang dan peraturan telah
membuahkan hasil yang nyata di era ini. Bukti nyata adalah undang - undang nomor 32
tahun 2004 dan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tentang pelaksanaan
Syariat Islam Nomor 11 tahun 2002 Undang- undang republik indonesia no. 3 tahun
2006 berkaitan dengan perubahan atas undang-undang no 7 tahun 1989. Serta beberapa
UU lainnya yang seperti sengketa bank syariah yang pada kali ini ditangani langsung
oleh pengadilan agama.
3. Ruang lingkup Hukum Islam di Indonesia
Ruang lingkup hukum Islam ada dua, yaitu: hubungan manusia dengan Tuhan (hablun
minaallah) dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun miannas). Bentuk hubungan
pertama disebut dengan ibadah dan bentuk hubungan yang kedua disebut dengan
muamalah.
a) Munakahat: hukum yang mengatur sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan,
perceraian, dan akibat-akibatnya;
b) Wirasah: hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris,
ahli waris, harta warisan dan cara pembagian warisan;
c) Muamalat: hukum yang mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata
hubungan manusia dalam persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam,
perserikatan, dan lain-lain;
d) Jinayat: Hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan
hukuman baik dalam jumlah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk
dan batas hukumnya dalam al-Qur'an dan sunnah Nabi maupun dalam jarimah ta'zir
atau perbuatan yang bentuk dan batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai
pelajaran bagi pelakunya;
e) Al-Ahkam as-sulthaniyah: Hukum yang mengatur soal-soal yang berhubungan dengan
kepala negara, pemerintahan pusat maupun daerah, tentara, pajak dan sebagainya;
f) Siyar: Hukum yang mengatur urusan perang dan tata hubungan dengan pemeluk agama
dan negara lain; dan
g) Mukhassamat: Hukum yang mengatur tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara.
Sistematika hukum islam dapat dikemukakan sebagai berikut: (a) Al-ahkam asy-
syakhsiyah (hukum perorangan); (b) Al-ahkam al- maadaniyah (hukum kebendaan); (c)
Al-ahkam al-murafaat (hukum acara perdata, pidana, dan peradilan tata usaha); (d) Al
ahkam al-dusturiyah (hukum tata negara); (e) Al-ahkam ad-dauliyah (hukum
internasional), dan (f) Al- Ahkam al-iqtishadiyah wa-almaliyah (hukum ekonomi dan
Keluarga).

Pendapat Abdul Wahhab Khallaf membagi hukum menjadi tiga, yaitu: hukum
i'tiqadiyyah (keimanan), hukum-hukum khuluqiyyah (akhlak), dan hukum- hukum
'amaliyyah (aktivitas baik ucapan maupun perbuatan).
Hukum- hukum amaliyyah menjadi dua, yaitu: hukum-hukum ibadah yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya, dan hukum-hukum muamalah yang mengatur
hubungan manusia dengan sesamanya (khallaf. 1978: 32). Kedua bidang hukum ini
akan diuraikan sebagai berikut:
a) Ibadah
Secara etimologis kata ibadah' berasal dari bahasa Arab 'al-ibadah, yang
merupakan mashdar dari kata kerja 'abada-ya'budu yang berarti menyembah atau
mengabdi (Munawwir, 1997: 886). Sedangkan secara terminologis ibadah dapat
diartikan dengan perbuatan orang mukallaf (dewasa) yang tidak dapat didasari
hawa nafsunya dalam rangka mengagungkan Tuhannya (al-Jarjani, 1988: 189).
Menurut pendapat Hasbi ash Shiddieqy (1985: 4) mendefinisikan ibadah segala
sesuatu yang dikerjakan untuk mencapai keridhoan ALLAH dan mengharap
pahala-Nya di akherat. Hakikat ibadah menurut para Ahli, berpendapat:
ketundukkan jiwa yang timbul karena hati merasakan cinta akan yang disembag
(Tuhan) dan merasakan keagungan-Nya, karena meyakini bahwa dalam alam ini
ada kekuasaan yang hakikatnya tidak diketahui oleh akal.
Pendapat lain, hakikat ibadah adalah: memperhambakan jiwa dan
menundukkannya kepada kekuasaan yang ghaib yang tidak dijangkau ilmu dan
tidak diketahui hakikatnya. Sedangkan menurut Ibnu Katsir, hakikat ibadah adalah:
suatu ungkapan yang menghimpun kesempurnaan cerita, tunduk dan takut (Ash
Shiddieqy. 1985: 8).
b) Muamalah
Pengertian muamalah secara etimologis kata muamalah dari segi bahasa Arab
'al-muamalah yang berpangkal pada kata dasar 'amila-ya'malu-'amalan artinya
membuat, berbuat, bekerja, atau bertindak (Munawwir, 1997: 972). Arti lainnya
bahwa hubungan kepentingan (seperti jual beli, sewa, dsb) (Munawwir, 1997:
974). Menurut etimologis muamalah, yaitu: bagian dari hukum muamalah selain
ibadah yang mengatur hubungan orang-orang mukallaf antara satu dengan lainnya
baik secara individu, dalam keluarga, maupun bermasyarakat (Khallaf, 1978: 32).
Bidang muamalah berlaku asas umum, yakni: pada dasarnya semua akad dan
muamalah diperbolehkan untuk melakukan, kecuali ada dalil yang membatalkan
dan melarangnya (Ash Shiddieqy, 1980, II: 91).
Muamalah, adalah: Ketetapan Allah yang berhubungan dengan kehidupan sosial
manusia walaupun ketetapan tersebut terbatas pada pokok-pokok saja. Karena
sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui Ijtihad manusia yang memenuhi
syarat usaha itu.
Oleh sebab itu, bidang muamalah terbuka sifatnya untuk dikembangkan
melalui Ijtihad. Prinsip dasar tersebut dapat dipahami bahwa semua perbuatan yang
termasuk dalam kategori muamalah boleh saja dilakukan selama tidaka ada nash
yang melarangnya. Ruang lingkup hukum Islam dalam bidang muamalah, menurut
Abdul Wahhab Khallaf (1978: 32-33), meliputi antara lain:
1. ahkam al-ahwal al-syakhsiyyah (hukum-hukum masalah personal/keluarga);
2. al-ahkam al-madaniyyah (hukum-hukum perdata);
3. al-ahkam al-jinayyah (hukum-hukum pidana);
4. ahkam al-murafa'at (hukum-hukum acara peradilan);
5. al-ahkam al-dusturiyyah (hukum-hukum perundang-undangan);
6. al-ahkam al-duwaliyyah (hukum-hukum kenegaraan); dan
7. al-ahkam al-istishadiyyah wa al-maliyyah (hukum-hukum ekonomi dan harta).

4. Kedudukan Hukum Islam dalan Negara Republik Indonesia


Hukum Islam di Indonesia memiliki kedudukan yang unik dalam sistem hukum
negara Republik Indonesia. Meskipun Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk
beragama Islam, secara resmi, Indonesia adalah negara sekuler yang tidak menganut sistem
hukum Islam secara menyeluruh. Meskipun demikian, Islam diakui sebagai salah satu
agama resmi di Indonesia, dan prinsip-prinsip hukum Islam diterapkan dalam berbagai
bidang kehidupan, terutama dalam hukum keluarga.
Dalam konteks hukum keluarga, misalnya, pemerintah Indonesia mengakui hukum
Islam sebagai hukum yang berlaku bagi warga negara yang menganut agama Islam dalam
hal pernikahan, perceraian, dan warisan. Penerapan hukum Islam dalam hal-hal ini diatur
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta beberapa undang-
undang lainnya yang mengatur tentang keluarga dan agama-agama tertentu.
Namun demikian, penerapan hukum Islam dalam ranah peradilan pidana atau hukum
publik lainnya lebih terbatas. Indonesia memiliki sistem hukum yang didasarkan pada
hukum positif, yang berlaku untuk semua warga negara tanpa memandang agama. Hukum
Islam dapat dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan, namun tidak berlaku secara
eksklusif seperti di negara dengan sistem hukum berbasis syariah.
Dengan demikian, kedudukan hukum Islam di Indonesia dapat dijelaskan sebagai
bagian dari keragaman hukum yang ada di Indonesia, di mana prinsip-prinsip hukum Islam
diakui dan diterapkan dalam konteks tertentu, namun tidak bersifat menyeluruh dalam
sistem hukum negara.
Di Indonesia berlaku beberapa sistem hukum Dilihat dari seri umurnya, yang tertua
adalah Hukum Adat. Kemudian menyusul Hukum Islam dan Hukum Barat. Ketiga-tiganya
mempunyai ciri dan sistem tersendiri, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan
Negara Republik Indonesia. Karena itu, sistem hukum di Indonesia disebut majemuk.
Kedudukannya disebutkan dalam peraturan perundang-undangan dan dikembangkan oleh
ilmu pengetahuan dan praktek peradilan.
Hukum Islam sekarang sudah bisa berlaku langsung tanpa melalui Hukum Adat,
Republik Indonesia dapat mengatur sesuatu masalah sesuai dengan Hukum Islam,
sepanjang pengaturan itu berlaku hanya bagi orang Indonesia yang memeluk agama Islam.
Selain dari itu dapat pula dikemukakan bahwa kini dalam sistem hukum di Indonesia,
kedudukan Hukum Islam sama dengan Hukum Adat dan Hukum Barat. Hukum Islam
menjadi sumber bagi pembentukan Hukum Nasional yang akan datang di samping hukum-
hukum lainnya yang ada, tumbun dan berkembang dalam Negara Republik Indonesia.

D. SIMPULAN
Hukum Islam di Indonesia memiliki peranan penting dalam konteks hukum keluarga.
Penerapannya diatur dalam berbagai undang-undang, khususnya terkait dengan perkawinan,
perceraian, dan warisan bagi warga negara yang menganut agama Islam.Meskipun mayoritas
penduduk Indonesia adalah Muslim, secara resmi Indonesia adalah negara sekuler. Namun,
Islam diakui sebagai salah satu agama resmi. Ini menciptakan keunikan di mana prinsip- prinsip
hukum Islam diakui dalam beberapa aspek kehidupan, sambil tetap mempertahankan kerangka
hukum sekuler.Indonesia memiliki sistem hukum positif yang berlaku untuk semua warga
negara, tanpa memandang agama. Meskipun hukum Islam dapat dijadikan pedoman dalam
beberapa keputusan, namun tidak berlaku secara eksklusif seperti di negara dengan sistem
hukum berbasis syariah.Dengan demikian, makalah tersebut menunjukkan bahwa kedudukan
hukum Islam di Indonesia merupakan bagian integral dari sistem hukum yang mencerminkan
keberagaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai agama dalam kerangka hukum negara.

DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Muchammad Ichan, L. M. (2015). PENGANTAR HUKUM ISLAM. Yogyakarta:
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Nia Puspita Habsari, S. (2020). MODUN SESI 2 : Ruang Lingkup Hukum Islam. 1-15.
Sirojudin. (2020). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam. 1-17.
Sumarni. (2012). KEDUDUKAN HUKUM ISLAM DALAM NEGARA REPUBLIK
INDONESIA. 447-458.

Anda mungkin juga menyukai