Hukum islam baru dikenal di Indonesia setelah agama Islam disebarkan di tanah air kita. Bila islam datang ke tanah air kita belum ada kata sepakat di antara para ahli sejarah Indonesia. Ada yang mengatakannya pada abad ke 1 Hijriah atau abad ke 7 Masehi, ada pula yang mengatakannya pada abad ke 7 Hijriah atau abad ke 13 Masehi, Islam baru masuk ke Nusantara ini. Walaupun para ahli itu berbeda pendapat mengenai bila islam datang ke Indonesia, namun dapat dikatakan bahwa setelah islam datang ke Indonesia hukum islam telah diikuti dan dilaksanakan oleh para pemeluk agama islam di nusantara. Hal itu dapat dilihat pada studi para pujangga yang hidup pada masa itu mengenai hukum islam dan peranannya dalam menyelesaikan perkara-perkara yang timbul dalam masyarakat.
B. Bentuk Hukum Islam Hukum islam tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Hukum islam dalam makna hukum fikih islam adalah hukum yang bersumber dan disalurkan dari hukum syariat islam yang terdapat dalam al-quran dan sunnah nabi Muhammad, dikembangkan melalui ijtihad oleh para ulama atau ahli hukum islam yang memenuhi syarat untuk berijtihad dengan cara-cara yang telah ditentukan. Walaupun hukum islam (dalam pengertian hukum fikih) ini tidak diberi padahan atau sanksi oleh penguasa, namun ia dipatuhi oleh masyarakat islam karena kesadaran dan keyakinan mereka, terutama keyakinan para pemimpin atau ulama islam, bahwa hukum islam adalah hukum yang benar. Kini, hukum islam, seperti halnya hukum adat telah memperoleh bentuk tertulis dalam ompilasi Hukum Islam (1991).
C. Tujuan Hukum Islam Hukum islam mempunyai tujuan untuk melaksanakan perintah dan kehendak Allah serta menjauhi larangan-Nya. Seorang ahli hukum Islam terkemuka, Abu Ishaq as-Satibi (m.d. 790/1388 M), seperti telah disebut dimuka, merumuskan lima tujuan hukum islam yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda, yang diterima oleh ahli-ahli hukum islam lainnya. Menurut as-Satibi, demikian juga pendapat ahli-ahli hukum islam lainnya, dengan terpeliharanya ke lima tujuan itu manusia akan mencapai kebahagiaan hidup dunia akhirat. D. Struktur Hukum Islam Mengenai hukum islam dalam makna hukum syariat susunannya terdiri dari wahyu dan sunnah. Lapisan pertama adalah wahyu yang tidak dapat diganggu gugat. Ia berlaku mutlak terlepas dari ruang dan waktu, tidak tunduk pada kemauan dan cita-cita manusia. Rumusannya ringkas, padat dan pada umumnya menyinggung soal-soal pokok saja. Karena itu perlu penjelasan ini yakni sunnah Rasulullah bersifat mutlak pula dalam makna tidak dapat diganti dengan dan oleh bahan lain. Diluar sunnah Rasulullah yang merupakan lapisan kedua itu terdapat lapisan ketiga yakni pendapat para ahli hukum atau ulama. Pendapat-pendapat ini yang dinamakan hukum fikih yang merupakan hasil studi yang penuh rasa tanggung jawab dan ketakwaan kepada Allah yang dilakukan oleh para ahli hukum dengan mengikuti suri teladan yang diberikan oleh nabi Muhammad. Lapisan ketiga ini adalah karya manusia berupa garis- garis hukum atau kaidah-kaidah hukum tertentu yang dikelompokkan menurut masalah yang dibicarakan, diatur secara sistematis. Dengan demikian, struktur hukum islam terdiri dari (1) Nas Al-Quran yakni apa yang disebut dalam Al-Quran, (2) Sunnah Rasulullah (bagi hukum syariat) ditambah (3) hasil ijtihad (pemahaman) manusia yang memenuhi syarat, dan (4) pelaksanaannya dalam konkreto oleh masyarakat islam baik yang berupa keputusan-keputusan (hakim) maupun berupa amalan-amalan umat islam (mengenai hukum islam). E. Kedudukan Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia Islam telah masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau pada abad ketujuh/kedelapan Masehi. Pendapat lain mengatakan bahwa islam baru sampai ke Nusantara pada abad ke 13 Masehi (P.A. Hoesein Djajadiningrat, 1961:119). Daerah pertama yang didatanginya adalah pesisir Utara pulau sumatera dengan pembentukan masyarakat Islam pertama di Peureulak Aceh Timur dan kerajaan Islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara. Hukum Islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah ada dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang disamping kebiasaan atau adat penduduk yang mendiami kepulauan Nusantara. Menurut Soebardi, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Islam berakar dalam kesadaran penduduk kepulauan nusantara dan mempunyai pengaruh yang bersifat normatif dalam kebudayaan Indonesia (S. Soebardi, 1978:66). Pengaruh itu merupakan penetration pasifique, tolerante et constructive : penetrasi secara damai, toleran dan membangun (de Josselin de Jong dalam Kusumadi, 1960:50). Kini di Indonesia (1) Hukum Islam yang disebut dan ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dapat berlaku langsung tanpa harus melalui hukum adat, (2) Republik Indonesia dapat mengatur sesuatu masalah sesuai dengan hukum Islam, sepanjang pengaturan itu hanya berlaku bagi pemeluk agama Islam, (3) Kedudukan hukum Islam dalam sistem Hukum Indonesia adalah sama dan sederajat dengan hukum adat dan hukum barat, karena itu (4) Hukum Islam juga menjadi sumber pembentukan hukum nasional yang akan datang disamping hukum adat, hukum barat dan hukum lainnya yang tumbuh dan berkembang dalam Negara Republik Indonesia.