Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDADHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam adalah agama yang sempurna yang ajarannya mencakup seluruh
aspek kehidupan manusia, mengatur hal-hal kecil sampai hal-hal yang besar. 1
Salah satu bidang yang diatur adalah masalah aturan atau hukum, baik yang
berlaku secara individual maupun sosial, atau lebih tepatnya, Islam mengatur
kehidupan bermasyarakat.2
Adapun hukum Islam biasanya disebut dengan beberapa istilah atau
nama yang masing-masing menggambarkan sisi atau karakteristik tertentu
hukum tersebut. Setidaknya ada empat nama yang sering dikaitkan kepada
hukum Islam, yaitu Syariah, fiqih, hukum syarak, dan qanun.3 Istilah hukum
Islam merupakan istilah khas Indonesia. Hukum Islam merupakan rangkaian
kata “hukum” dan kata “Islam”. Kedua kata itu secara terpisah merupakan
kata yang digunakan dalam bahasa Arab dan terdapat dalam al-Qur`an juga
berlaku dalam bahasa Indonesia. Hukum Islam sebagai suatu rangkaian kata
telah menjadi bahasa Indonesia yang hidup dan terpakai, namun bukan
merupakan kata yang terpakai dalam bahasa Arab.4
Dalam sistem hukum Islam ada lima kaidah yang dipergunakan sebagai
patokan mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun
lapangan muamalah kelima jenis kaidah tersebut, disebut al-ahkam al-
khamsah atau penggolongan hukum yang lima, yaitu ja’iz atau mubah atau
ibadah, sunah, sunah, makruh, wajib dan haram.
Penggolongan hukum yang lima atau disebut juga lima kategori hukum,
di dalam kepustakaan hukum islam disebut juga hukum taklifi yakni norma
atau kaidah hukum islam yang mungkin mengandung kewenangan terbuka,

1
Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Bandung:PT. Remaja Rosda karya , 2014), hal. 9.
2
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah (Klasik dan Kontemporer), (Surabaya: Ghalia Indonesia, 2012)
hal. 3.
3
Musttofa, Abdul Wahid , Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), hal. 1.
4
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), hal 5

1
yaitu kebebasan memilih untuk melakukan atau tidak suatu perbuatan, yang
disebut ja’iz, mubah atau ibadah. Mungkin juga hukum taklifi itu
mengandung anjuran yang jelas manfaatnya bagi pelaku (sunah). Mungkin
juga mengandung kaidah yang jelas tidak berguna dan akan merugikan orang
yang melakukanya (makruh). Mungkin juga mengandung perintah wajib
dilakukan (fardhu atau wajib), dan mengandung larangan untuk dilakukan
(haram).
Selain dari perkataan hukum dan al-ahkam al khamsah atau hukum
taklifi di atas, perlu dipahami juga istilah syari’at. Yang dimaksud denfinisi
syari’at secara harfiah adalah jalan ke sumber (mata) air yakni jalan lurus
yang harus diikuti oleh setiap Muslimin. Syaria’at merupakan jalan hidup
orang muslim.
Menurut Amir Syarifuddin sebagaimana yang dikutip oleh Kutbuddin
Aibak, hukum Islam adalah seperangkat peraturan wahyu Allah dan Sunnah
Rasul tentang tingkah laku manusia mukala yang diakui dan diyakini berlaku
mengikat untuk semua yang beragama Islam.5
Definisi hukum Islam adalah syari‟at yang berarti aturan yang diadakan
oleh Allah untuk umatnya yang dibawa oleh seorang Nabi saw., baik hukum
yang berhubungan dengan kepercayaan (akidah) maupun hukum-hukum yang
berhubungan dengan amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh umat muslim
semuanya.6
Adapun mengenai berlakunya Hukum Islam di Indonesia, Pertama kita
memulai dari teori yang dikemukakan oleh Christian van Den Berg dengan
teori yang disebutnya teori receptio in complexu. Penerimaan Hukum Islam
sepenuhnya, yang disebut juga dengan receptio in complexu adalah periode

5
Kutbuddin Aibak, “Otoritas dalam hukum Islam (Telaah Pemikiran Khaled M. Abou El Fadl)”,
Disertasi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014), hal. 94. Kutbuddin Aibak, “Membaca
Kembali Eksistensi Hukum Islam dalam Keragaman Hidup dan Kehidupan”, dalam Ahkam: Jurnal
hukum Islam, volume 5 No. 2 November 2017, hal. 322.
6
Yhuel, Hukum Islam, dalam http://www.kuliahhukum.com/hukum-islam/, diakses pada tanggal
25 Maret 2021

2
ketika Hukum Islam diberlakukan sepenuhnya bagi orang Islam karena
mereka telah memeluk agama Islam.7
Hukum Islam telah berlaku di kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara
bahkan setelah kedatangan VOC, hukum kekeluargaan Islam, yakni hukum
perkawinan dan hukum waris tetap diakui oleh Belanda. Oleh VOC hukum
kekeluargaan itu diakui dan dilaksanakan dengan bentuk peraturan Resolutie
der Indische Regeering tanggal 25 Mei 1760 yang merupakan kumpulan
aturan hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam yang dikenal sebagai
Compedium Freijer. Hukum Islam yang telah berlaku dari zaman VOC oleh
Hindia Belanda diberi dasar hukum dalam Regeeringsreglement (RR) tahun
1855, yang antara lain dalam Pasal 75 disebutkan bahwa: “Oleh Hakim
Indonesia hendaklah diberlakukan undang-undang agama
(Godsdientigewtten)….”.8
Kedua, yakni era dimana hukum Islam dianggap berlaku manakala
diterima oleh hukum Adat. Penerimaan hukum Islam oleh Hukum Adat yang
disebut juga teori receptie, menyatakan bahwa hukum Islam baru berlaku bila
dikehendaki atau diterima oleh Hukum Adat. Pendapat Snouck Hurgronje ini
diberi dasar hukum dalam Undang-undang Dasar Hindia Belanda sebagai
pengganti RR yang disebut Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie,
disingkat Indische Staatsregeling (IS).9
Setelah berlakunya UUD 1945, Hukum Islam berlaku bagi bangsa
Indonesia yang beragama Islam karena kedudukan Hukum Islam itu sendiri,
bukan karena ia telah diterima oleh Hukum Adat. Pada awal kemerdekaan
negara Republik Indonesia, para pendiri negara telah meletakkan dasar-dasar
hukum yang Islami. Hal ini dapat dikaji dari alinea ketiga Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yang antara lain menyatakan bahwa
kemerdekaan Republik Indonesia adalah “Atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa”. Pada alinea keempat dirumuskan antara lain: “….susunan

7
Khotibul Umam, Prinsip Dasar Hukum Islam (Modul 1) Hal 12
8
Ibid.,
9
Ibid.,

3
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar pada:
Ketuhanan Yang Maha Esa….”10

Berdasarkan hal tersebut, penulis akan membuat makalah tentang Ciri –


Ciri Hukum Islam.

B. Identifikasi Masalah
Bagaimanakah Ciri – Ciri Hukum Islam?
C. Tujuan Penulisan
Mengetahui Bagaimana Ciri – Ciri Hukum Islam

10
Ibid., Hal 13

4
BAB II
PEMBAHASAN

Setelah mengenal apa itu Hukum Islam dan ruang lingkup hukum
islam. Kini tiba saatnya memelajari ciri-ciri Hukum Islam.
Ciri-ciri hukum Islam dipaparkan secara detail oleh Mohammad Daud
Ali, yakni sebagai berikut:11
1. Merupakan bagian dan bersumber dari agama Islam;
2. Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari iman atau
akidah dan kesusilaan atau akhlak Islam;
3. Mempunyai dua istilah kunci, yakni syariat dan fikih.
4. Terdiri dari dua bidang utama, yakni ibadah dan muamalah dalam arti
luas.
5. Strukturnya berlapis, terdiri dari (a) Al-Qur’an, (b) sunah Nabi
Muhammad, (c) hasil ijtihad manusia yang memenuhi syarat dari masa ke
masa, (d) pelaksanaannya dalam praktik berupa putusan hakim dan amalan
umat Islam dalam masyarakat, serta di tataran legislasi tertuang dalam
berbagai produk peraturan perundang-undangan.
6. Mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala.
7. Dapat dibagi menjadi hukum taklifi, yakni al-ahkam al-khamsah berupa
lima kaidah, lima jenis hukum, lima kategori hukum, lima penggolongan
hukum (jaiz, sunah, makruh, wajib, dan haram) dan hukum wadh’i yang
mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya hubungan
hukum.
T.M. Hasbi Ash Shieddieqy menambahkan ciri-ciri hukum Islam,
yakni: Pertama, bahwa hukum Islam berwatak universal, berlaku abadi untuk
umat Islam di mana pun mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam di
suatu tempat atau negara pada suatu masa saja. Kedua, bahwa hukum Islam
menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan
jasmani, serta memelihara kemuliaan manusia dan kemanusiaan secara
11
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2000) hal 52.

5
keseluruhan. Ketiga, bahwa pelaksanaannya dalam praktik digerakkan oleh
iman (akidah) dan akhlak.12
Hasbi Ash-Shiddieqy dalam falsafah hukum Islam menjelaskan tentang
karakteristik hukum Islam secara panjang lebar. Dari uraian Hasbi tersebut
dapat digaris bawahi, bahwa hukum Islam itu memiliki ciri kemanusiaan,
akhlaki dan alami.13
Pendapat Hasbi di atas, sepertinya sama dengan pendapat Ismail
Muhammad Syah14 hanya urutannya saja yang agak berbeda. Ismail
Muhammad Syah mengatakan ciri-ciri tasyri’ Islam itu yang pertama bersifat
universal (alamy). Kemudian ciri yang kedua adalah kemanusiaan dan yang
ketiga adalah moral (akhlak).
Sedangkan Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya “Bagaimana Memahami
syrariat Islam” menyebutkan bahwa hukum Islam itu memiliki enam
karakteristik, yaitu ; Rabbani, Akhlaqi, Waqiiy, Insani, Tanaasuq dan Syumul.
Berdasarkan keterangan dan uraian di atas, dapat dipahami bahwa hukum
Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:15
1. Hukum Islam bersifat keTuhanan
Karakteristik yang pertama dari hukum Islam adalah berdasarkan atas
ke-Tuhanan, dalam artian bahwa semua perundang-undangan dan peraturan-
peraturan yang dibuat harus bersumber dan diambil dari ketentuan-ketentuan
hukum Allah, dapat dikembalikan serta tidak bertentangan dengan kehendak
Allah, oleh karena itu semua perundang-undangan Islam harus berfokus atau
berasal dari Allah SWT.
2. Hukum Islam Bersifat Universal
Karakteristik yang kedua dari hukum Islam adalah bersifat universal.
Yang dimaksud universal disini adalah bahwa hukum Islam ditujukan bukan
hanya untuk satu golongan atau suatu bangsa tertentu saja, tetapi hukum
12
Ibid., hal 53
13
Hasbi ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta : Bintang , 1990) hal 157
14
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal 113
15
Yusuf Al-Qardhrawi, Bagaimana Memahami Syariat lslam, diterjemahakan oleh Nabhani Idris
dari judul asli Madkhal li dirasat as Syari’ah al Islamiyah (Jakarta, Islamuna Press, 1996) hal 157
- 160

6
Islam ditujukan kepada seluruh umat manusia. Dengan tanpa mengenal batas-
batas warna kulit, suku, bangsa, darah keturunan ataupun daerah.
Ayat dalam Al-Qur`an yang menyinggung tentang keuniversalan
hukum Islam. Diantaranya pernyataan Allah yang menyebutkan bahwa
Muhammad SAW adalah sebagai utusan Tuhan untuk seluruh umat manusia,
sebagaimana firmanNya:

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia


seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’: 28).
Ayat tersebut secara jelas menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah
diutus bukan hanya untuk satu golongan atau beberapa golongan tertentu saja,
tetapi beliau diutus untuk manusia secara keseluruhan dan sebagai rahmat
bagi seluruh alam.
3. Hukum Islam bersifat Kemanusiaan
Karakteristik hukum Islam yang ketiga adalah bersifat insaniyah
(kemanusiaan). Insaniyah disini maksudnya adalah bahwa seluruh perundang-
undangan Islam dan cabang-cabang hukum yang ditetapkan sangat
memperhatikan hal ikhwal manusia, memperhatikan segala urusan
melindungi segala sesuatu yang bertalian dengan manusia, baik mengenai
kehidupannya, jiwa dan rohaninya, akal-fikirannya, akidah keyakinanya, amal
perbuatanya, awal dan akhir kejadiannya, harta dan kekayaannya.16
Dengan demikian, seluruh hukum yang tercantum dalam Al-Qur`an,
As-Sunnah, Ijma, Qiyas serta sarana-sarana istimbath hukum-hukum yang
lain selalu di ibaratkan untuk mewujudkan keperluan manusia. Atau dengan
kata lain hukum Islam bermaksud untuk menciptakan keamanan,
kesejahteraan, kebahagiaan dan memenuhi kebutuhan manusia sesuai dengan
harkat dan martabat manusia itu sendiri sebagai mahluk yang mulia di tengah
- tengah mahluk Allah yang lainnya.

16
Khursid Ahmad, Pesan Islam (Bandung: Pustaka Salman, 1983), hal 29

7
Kemuliaan yang diberikan oleh Tuhan bagi manusia- adalah suatu
prioritas dari Allah, karena itu kemuliaan tersebut harus dipertahankan dalam
segala hal. Kemuliaan martabat yang dimiliki oleh manusia itu sama sekali
tidak ada pada mahluk yang lain. Martabat yang tinggi yang telah
dianugrahkan Allah kepada manusia, pada hakikatnya merupakan fitrah yang
tidak dapat dipisahkan dari diri manusia.17
Setiap pribadi manusia dilahirkan dengan membawa kemuliaan
martabat dirinya. Kemuliaan martabat ini akan melekat terus pada diri
manusia sampai akhir hayatnya, asalkan ia senantiasa memelihara dan
menjaga kemuliaan martabat itu dengan iman dan amal shalih serta bertaqwa
kepada Allah. Oleh karena Allah telah menjamin kemuliaan martabat
manusia, maka manusia mempunyai hak perlindungan untuk hidup, dan oleh
sebab itu nyawanya tidak dapat dihilangkan tanpa suatu alasan yang sah dan
adil.
4. Hukum Islam berlandaskan Moral
Karakteristik hukurn Islam yang keempat adalah berlandas-kan moral
(akhlak), sebab pada hakekatnya inti ajaran Islam adalah mengadakan
bimbingan bagi kehidupan mental dan jiwa manusia dan dalam bidang inilah
terletak esensi manusia. Sikap mental dan kehidupan jiwa itulah yang
menentukan bentuk kehidupan lahir seseorang. Oleh karena itu pendidikan
akhlakul karimah adalah faktor penting dalam membina suatu umat. Bahkan
inilah tugas yang di emban oleh Nabi Muhammad, sebagaimana sabdanya:
“Sesungguhnya aku di utus hanyalah untuk menyempurnakan
keutamaan akhlak.” (HR.Ahmad dan Baihaqi).
Keseluruhan sejarah dan perjuangan Nabi menjadi bukti bagi kita akan
kebenaran ucapan beliau. Sejak masa muda hingga dewasa sampai masa
kebangkitannya menjadi Rasul penuh dengan bukti-bukti sejarah, walaupun
beliau hidup dalam lingkungan masyarakat jahiliyah. Pribadinya yang agung
(QS. 68: 4) tidak terpengaruh oleh keadaan lingkungannya, tetapi justru
dengan ketinggian akhlaknya-lah Nabi dapat merubah secara revolusioner

17
Daud Ali, Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum dan Sosial (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal 52

8
kehidupan umat manusia dari masyarakat jahiliyah menjadi satu umat
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan. Baik kawan maupun lawan
-mengagumi akan keseluruhan akhlaknya, masyarakat ketika itu memberinya
gelar Al-amin. Suatu predikat yang belum pernah diperoleh manusia
manapun didunia ini.
Itulah sebabnya, keimanan kaum muslimin pada hukum-hukum yang
dibawa oleh Nabi Muhammad adalah keyakinan terhadap kebenaran yang
dibawanya. Ketinggian akhlak beliau lebih banyak merupakan potensi dari
nilai – nilai kepatuhan umatnya. Pembinaan hukum yang beliau tempuh
bukan dengan membuat aturan-aturan kemudian orang lain disuruh untuk
mematuhinya, tetapi beliau menetapkan langkah-langkah pertama dengan
menyiapkan landasan terhadap kepatuhan tersebut yaitu akhlak.
Al-Qur`an sendiri menyatakan bahwa beliau adalah seorang yang
memiliki akhlak yang agung yang perlu dicontoh oleh manusia. Ketinggian
dan keagungan akhlak yang beliau miliki merupakan modal besar dalam
kepemimpinannya dan bahkan sistem akhlak inilah menjadi intisari dari
seluruh ajaran- ajarannya.18
5. Hukum Islam bersifat Teratur
Karakteristik hukum Islam yang kelima adalah teratur maksudnya
semua bagian-bagian dari masing-masingnya bekerja dan berjalan secara
teratur. Antara satu dengan yang lainnya tidak saling berbenturan tetapi
sejalan dan seirama. Menurut Yusuf Al Qardhawi 19 ciri khas hukum Islam
yang satu ini dinamakan juga dengan ta-kamul.
Keteraturan merupakan fenomena alam dan syari’at sebagai suatu
keseimbangan. Keteraturan dan keseimbangan tersebut dapat kita saksikan
pada suatu fenomena yang tampak pada setiap apa-apa yang disyari’atkan
Allah, sebagaimana hal itu tampak pada setiap makhluk-Nya.
Apabila kita amati apa yang ada di alam raya ini, maka kita akan
menjumpai siang dan malam, gelap dan terang, panas dan dingin, air dan

18
Nasruddin Razak, Dienul Islam (Bandung: Ma’arif, 1983), hal. 36
19
Yusuf Al Qardhawi, Loc. Cit., Hal 105

9
darat dan berbagai macam gas yang kesemuanya itu dengan keteraturan dan
keseimbangan serta perhitungan yang sangat ramai. Tidak mungkin yang satu
akan melampaui yang lainnya dan tidak akan keluar dari garis ukuran yang
telah ditentukan untuknya.
6. Hukum Islam bersifat Realistik
Karakteristik hukum Islam berikutnya ialah bersifat realistik dimana
perhatiannya terhadap nilai - nilai luhur akhlak tidak menghalanginya untuk
menaruh perhatian terhadap realitas yang ada.
Syari’at Islam diturunkan Allah untuk manusia sesuai dengan
kejadiannya yang Allah ciptakan dengan fisik yang berasal dari bumi dan ruh
yang berasal dari langit dengan rasa cinta yang mendalam.
Di sini Al-Qur`an datang menyatakan bahwa balasan orang yang
dizalimi harus setimpal dengan kezaliman yang menzaliminya, tidak boleh
lebih tetapi harus sesuai dengan kapasitas perbuatannya tidak ditambah
ataupun dikurangi.
Demikian juga kecintaan manusia terhadap harta adalah suatu hal yang
realistik, karena sifat ini bagian dari fitrah insani. Oleh karena itu syari’at
Islam membenarkan tentang hak milik, tetapi tidak liberal tanpa batas. Hak
pemilikan itu dibatasi oleh norma dan aturan.
Selain itu sifat realistik yang lain adalah syari’at Islam tidak hanya
cukup dengan nasehat keagamaan atau bimbingan akhlak dalam memelihara
hak - hak manusia, tetapi syari’at Islam juga menetapkan Undang - Undang
krimi-nal, sebab sebagian manusia itu ada yang tidak hanya cukup dengan
bimbingan dan nasihat, melainkan juga perlu tindak-an dan hukuman sesuai
dengan tindakan kejahatan yang dilakukannya.

10
BAB III
KESIMPULAN

Ciri-ciri hukum Islam yakni sebagai berikut: Merupakan bagian dan


bersumber dari agama Islam; Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat
dipisahkan dari iman atau akidah dan kesusilaan atau akhlak Islam;
Mempunyai dua istilah kunci, yakni syariat dan fikih. Terdiri dari dua bidang
utama, yakni ibadah dan muamalah dalam arti luas. Strukturnya berlapis,
terdiri dari (a) Al-Qur’an, (b) sunah Nabi Muhammad, (c) hasil ijtihad
manusia yang memenuhi syarat dari masa ke masa, (d) pelaksanaannya dalam
praktik berupa putusan hakim dan amalan umat Islam dalam masyarakat,
serta di tataran legislasi tertuang dalam berbagai produk peraturan perundang-
undangan. Mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala. Dapat dibagi
menjadi hukum taklifi, yakni al-ahkam al-khamsah berupa lima kaidah, lima
jenis hukum, lima kategori hukum, lima penggolongan hukum (jaiz, sunah,
makruh, wajib, dan haram) dan hukum wadh’i yang mengandung sebab,
syarat, halangan terjadi atau terwujudnya hubungan hukum.
hukum Islam itu memiliki enam karakteristik, yaitu ; Rabbani, Akhlaqi,
Waqiiy, Insani, Tanaasuq dan Syumul.

11
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Ahmad, Khusrid, Pesan Islam (Bandung: Pustaka Salman, 1983), hal 29
Al-Qardhrawi, Yusuf, Bagaimana Memahami Syariat lslam, diterjemahakan oleh
Nabhani Idris dari judul asli Madkhal li dirasat as Syari’ah al Islamiyah (Jakarta,
Islamuna Press, 1996)
Daud Ali, Mohammad Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2000).
Muhammad Syah, Ismail, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992),
Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Bandung:PT. Remaja Rosda karya , 2014)
Hasbi ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta : Bintang , 1990) hal 157
Musttofa, Abdul Wahid , Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta : Sinar Grafika,
2013)
Nawawi, Ismail, Fikih Muamalah (Klasik dan Kontemporer), (Surabaya: Ghalia
Indonesia, 2012)
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009).

Jurnal
Kutbuddin Aibak, “Otoritas dalam hukum Islam (Telaah Pemikiran Khaled M.
Abou El Fadl)”, Disertasi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014), hal. 94.
Kutbuddin Aibak, “Membaca Kembali Eksistensi Hukum Islam dalam
Keragaman Hidup dan Kehidupan”, dalam Ahkam: Jurnal hukum Islam, volume 5
No. 2 November 2017.
Yhuel, Hukum Islam, dalam http://www.kuliahhukum.com/hukum-islam/,
Khotibul Umam, Prinsip Dasar Hukum Islam (Modul 1).

12

Anda mungkin juga menyukai