Anda di halaman 1dari 6

Hukum Islam Dalam Kurikulum Fakultas Hukum

Hukum Islam dalam Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Hukum Tahun 1983
merupakan mata kuliah keahlian hukum wajib fakultas secara nasional, sedangkan mata kuliah
hukum islam lainnya menjadi mata kuliah pendalaman wajib program kekhususan sebagai
muatan lokal. Hukum Islam merupakan hukum yang berasal dari Agama Islam yakni hukum
yang diturunkan oleh Allah untuk mengatur kemaslahatan hamba-Nya di dunia maupun akhirat.
Hukum Islam juga menjadi salah satu sistem hukum yang berlaku di Indonesia disamping sistem
hukum lainnya yaitu Sistem Hukum Civil Law dan Sistem Hukum Adat yang pada dasarnya
memiliki kedudukan yang sama. Ketiga sistem hukum tersebut sudah sangat relevan dan kerap
ditemukan dalam kehidupan di masyarakat. Begitu pula hal nya yang dilakukan oleh perguruan
tinggi. Hukum Islam djadikan sebagai salah satu unsur yang mutlak untuk kelengkapan
pengajaran ilmu hukum pada Fakultas Hukum.

 Alasan Sejarah
Di era masa kolonial Belanda, Islam dan Bahasa Arab menjadi objek studi
beberapa Universitas yang berada di Belanda. Bahkan, terdapat pula majalah-majalah
yang diantaranya berisi artikel mengenai Islam. Sekolah-sekolah tinggi atau Fakultas
Hukum yang didirikan oleh Pemerintahan Belanda, diajarkan Hukum Islam yang disebut
Mohammedaansch Recht. Perlu dicatat bahwa penamaan Mohammedaansch Recht untuk
Islam tidaklah tepat karena berbeda dengan hukum-hukum lainnya yang mana hukum
islam merupakan hukum yang bersumber dari agama islam yang berasal dari Allah,
Tuhan yang maha esa. Hukum islam bukanlah agama yang didasarkan pada pribadi
penyebarnya tetapi pada Allah itu sendiri yang mana Tuhanlah menjadi pusat segala-
galanya. Peranan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah hanya menyampaikan ajaran
dan pokok-pokok hukum yang berasal dari Allah. Selain itu, dalam dunia internasional
pembahasan terhadap masalah Hukum Islam juga telah lama berkembang dan dikenal
sebagai bagian dari oriental studies dengan para orientalis terkemuka. Di Royal
Academy di Dest yang didirikan pada tahun 1842 yang melatih calon-calon pegawai sipil
dari Hindia-Belanda, disamping bahasa, geografi, etnografi dari Nusantara juga diberikan
mata kuliah hukum Islam.
 Alasan Sosiologis
Menurut sensus pada tahun 1980, mayoritas penduduk di Indonesia yang
beragama Islam mencapai hampir 90%. Hal ini juga didukung oleh hadirnya data World
Population Review yang dimana menunjukkan jumlah penduduk muslim di Tanah Air
saat ini (2020) telah mencapai 229 juta jiwa atau 87,2% dari total penduduk 273,5 juta
jiwa. Karena penduduk Indonesia mayoritas beragama islam, maka sejak dahulu para
pegawai, pejabat pemerintahan dan para pemimpin yang bekerja di Indonesia selalu
dibekali dengan pengetahuan keislaman. Baik mengenai lembaganya maipun mengenai
hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu para
mahasiswa hukum sebagai calon-calon penegak hukum, perlunya dibekali dengan
pengetahuan dasar mengenai hukum islam sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Memiliki tujuan, jika mereka terjun di tengah masyarakat dalam rangka pelaksanaan
tugas sebagai penegak hukum, diharapkan dapat memberikan keputusan yang adil sesuai
dengan kesadaran hukum masyarakat dimana mereka hidup bersama-sama

 Alasan Yuridis
Hukum Islam berlaku dengan dua cara yaitu secara Normative dan secara Formal
Yuridis. Secara Normative merupakan bagian hukum Islam yang memiliki sanksi atau
hukuman kemasyarakatan apabila norma-normanya dilanggar. Kuat atau tidaknya sanksi
kemasyarakatan yang dimaksud tergantung pada kuat lemahnya kesadaran umat Islam
akan norma-norma hukum Islam yang bersifat normatif tersebut. Hukum Islam yang
berlaku secara normatif, di Indonesia ada banyak sekali diantaranya yaitu dalam
pelaksanaan ibadah salat, puasa, zakat dan haji. Hampir semua bagian hukum Islam yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, bersifat normatif. Bahkan keinsyafan akan
haram dan halalnya sesuatu, merupakan sumber kesadaran hukum bangsa Indonesia yang
beragama Islam untuk tidak melakukan kejahatan terutama yang berkenaan dengan
kejahatan perzinaan, pencurian, riba, dan sebagainya. Dipatuhi ataupun tidaknya hukum
Islam yang berlaku secara normative tergantung pada kesadaran iman umat Islam itu
sendiri. Pelaksanaannya pun diserahkan kepada keinsyafan orang Islam yang
bersangkutan.
Sedangkan Hukum Islam yang berlaku secara Formal Yuridis merupakan bagian
hukum Islam yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam
masyarakat. Bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan ditunjuk oleh
peraturan perundang-undangan, seperti hukum perkawinan, hukum kewarisan, hukum
wakaf yang telah dikompilasikan pada tahun 1988, hukum zakat, dan sebagainya. Untuk
menegakkan hukum islam yang telah menjadi bagian hukum positif, pada 1882 didirikan
Pengadilan Agama di Jawa dan Madura. Kedudukan pengadilan agama ini semakin
kokoh, terutama setelah Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 1970 dan
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, berlaku. Untuk
menyempurnakan susunan perlengkapan pengadilan agama dan melaksanakan
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman termuat dalam Undang-Undang No.
14 Tahun 1970 itu, Januari 1989 pemerintah menyampaikan RUU Peradilan Agama pada
DPR RI untuk disetujui. Pada tanggal 29 Desember 1989 RUU-PA itu disahkan oleh
presiden menjadi Undang-Undang Peradilan Agama, dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989.

 Alasan Konstitusional
Hukum Islam menjadi mata kuliah pokok di Fakultas Hukum itu juga berdasarkan
Pasal 29 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi:
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Jika dilakukan tafsiran secara berkelanjutan, maka Negara Republik Indonesia
tidak boleh hadir atau bahkan memberlakukan suatu norma hukum yang bertentangan
dengan ajaran-ajaran Islam bagi umat Islam, ajaran Nasrani bagi umat Nasrani, ajaran
Hindu bagi umat Hindu, maupun ajaran Budha bagi umat Budha. Hal ini sejatinya
sebagai wujud pembuktian bahwa Negara Indonesia juga berkewajiban untuk
membentuk, menjalankan dan memastikan agar hukum yang berasal dari agama yang
dianut oleh setiap masyarakat di Indonesia dapat terlaksana. Tentu saja pelaksanaan
hukum agama itu memerlukan bantuan dari alat kekuasaan negara atau pun syariat yang
tidak memerlukan bantuan kekuasaan negara untuk melaksanakannya menjadi kewajiban
pribadi bagi pemeluk agama itu sendiri.
Terhadap Pasal 29 ayat (1) UUD 1945, maka tafsiran ayat tersebut
a. Dalam negara Republik Indonesia, tidak boleh terjadi atau berlaku sesuatu yang
bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam bagi umat Islam, atau bertentangan dengan
kaidah-kaidah agama Nasrani bagi umat Nasrani atau bertentangan dengan kaidah-kaidah
agama Hindu bagi orang-orang Hindu Bali, atau yang bertentangan dengan kesusilaan
Budha bagi orang-orang Budha;
b. Negara Republik Indonesia wajib menjalankan syariat Islam bagi orang Islam, syariat
Nasrani bagi orang Nasrani, dan syariat Hindu bagi orang Bali, sekedar menjalankan
syariat tersebut memerlukan perantaraan kekuasaan Negara;
c. Syariat yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan Negara untuk menjalankannya, dan
karena itu dapat sendiri dijalankan oleh setiap pemeluk agama yang bersangkutan,
menjadi kewajiban pribadi terhadap Allah bagi setiap orang itu, yang dijalankannya
sendiri menurut agamanya masing-masing (Hazairin, 1973:18).
Dengan bahasa sederhana Tafsir lain yang dapat diberikan, yakni bahwa negara
dalam produk hukum yang dikeluarkannya harus selaras dengan nilai-nilai agama dan
secara a contrario dapat ditafsirkan bahwa negara tidak diperbolehkan mengeluarkan
hukum atau peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama
yang dianut oleh penduduk. Dengan demikian, hukum Islam tentu saja menjadi sumber
dalam pembangunan sistem hukum nasional. Ini juga mendapatkan pengakuan oleh
Badan Pembinaan Hukum Nasional yang intinya menyebutkan bahwa Hukum Barat
(Belanda), Hukum Adat, dan Hukum Islam merupakan sumber bagi pembangunan
hukum nasional.

 Alasan Ilmiah
Hukum Islam dalam bidang ilmu telah lama dipelajari secara ilmiah, baik orang-
orang yang beragama Islam maupun tidak beragama Islam. Orang Barat non-muslim
biasa dikenal dengan istilah orientalis yang mempelajari hukum Islam dengan berbagai
tujuan yang senantiasa berubah-ubah. Awal mulanya mereka mempelajari agama Islam
dan hukum Islam untuk mempertahankan kesatuan wilayah negara mereka dari pengaruh
kekuasaan Islam. Pada pertengahan abad ke-16, Turki merupakan negara Islam yang
memiliki wilayah kekuasaan sampai ke Eropa bagian Timur. Karena benci dan dendam
akibat perang salib yang berlangsung kurang lebih dua ratus tahun lamanya pada tahun
1095-1270 M, orang Eropa mempelajari Islam dan Hukum Islam untuk menyerang Islam
dari dalam dengan cara mencari atau mengada-adakan kelemahannya. “Penemuan” ini
kemudian diterbitkan dalam bentuk buku yang kemudian diberikan predikat karya ilmiah.
Pada perkembangan lebih lanjut, orang Barat mempelajari Islam secara ilmiah untuk
tujuan-tujuan politik guna mengukuhkan penjajahan Barat di benua Afrika, Timur
Tengah dan Asia yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Contoh klasik generasi
ini Yaitu Christian Snouck Hurgronje yang sangat terkenal dengan Teori Resepsi dan
Politik Islamnya di mana memuat garis-garis besar kebijaksanaan Pemerintah Hindia
Belanda dahulu dalam menghadapi dan mengendalikan Islam di Indonesia. Pada periode
berikutnya, muncul kelompok orientalis yang mengadakan pengkajian Islam dan Hukum
Islam dengan tujuan untuk memahami Islam umatnya guna pengembangan kerja sama
dengan negara Islam dan negara-negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam.
Aliran ini tumbuh dan berkembang setelah Perang Dunia II pada saat hubungan ekonomi
dan perdagangan antara negara-negara Barat dengan negara-negara Islam di Timur
Tengah dan Afrika Utara semakin meningkat. Oleh karena itu, setelah Perang Dunia II
terutama setelah krisis energi tahun 1973 di berbagai perguruan tinggi terkemuka di
Eropa, Amerika dan juga di Asia diadakan Mimbar atau Jurusan Khusus Studi Islam.
Berdasar kedudukan dan peranan hukum Islam dalam masyarakat muslim,
beberapa sarjana non-muslim telah mengemukakan pendapatnya yaitu Rene David, Guru
Besar Ilmu Hukum dan Ekonomi Universitas Paris mengatakan tidak mungkin seseorang
dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai Islam sebagai satu kebulatan jika
seseorang tersebut tidak mempelajari hukumnya. Pendapat yang sama dikemukakan oleh
Charles J. Adams yaitu Profesor dan Direktur Islamic Studies Montreal, Canada.
Menurutnya hukum Islam merupakan subjek yang terpenting dalam pengkajian Islam
karena sifatnya yang menyeluruh dan meliputi semua bidang hidup dan kehidupan
seorang muslim. Yang termasuk ke dalam bidang hukum Islam ini bukan hanya apa yang
disebut dengan istilah law dalam sistem hukum Eropa melainkan mengenai persoalan
lainnya di luar wilayah yang biasa dikatakan law tersebut. Charles J. Adams berkata
orang-orang Islam tidak hanya memberikan kedudukan yang istimewa kepada hukum
Islam tetapi juga telah mempelajarinya dengan seksama dan berhasil merumuskannya
menjadi gari-garis atau kaidah-kaidah hukum yang mengatur tingkah laku manusia dalam
segala bidang kehidupan. Dalam perkembangan sejarah, kata H.A.R Gibb seorang sarjana
non-muslim mengatakan hukum Islam memegang peranan yang sangat penting dalam
membentuk serta membina ketertiban sosial umat Islam dan mempengaruhi segala segi
kehidupannya. Karena memiliki landasan-landasan keagamaan dan berfungsi sebagai
pengatur kehidupan rohani dan menjadi hati nurani bagi umat Islam. Sebagai disiplin
ilmu yang berdiri sendiri, namanya dapat dijumpai dalam daftar kode bidang atau disiplin
ilmu dan teknologi UNESCO (LIPI, 1973)

 Urgensi Mempelajari Hukum Islam


- Mengetahui, mengerti dan memahami mengenai Hukum Islam serta dapat
menyebutkan sumber-sumber, asas-asas Hukum Islam dan al-ahkam al-khamsah,
serta mampu melukiskan dan memaparkan sejarah pertumbuhan dan perkembangan
hukum islam dari dahulu hingga sekarang.
- Agar dapat mengetahui dan memahami hubungan hukum Islam dengan hukum-
hukum lain di tanah air kita. Serta mengetahui kedudukan hukum Islam dalam sistem
hukum di indonesia dan tempatnya dalam pembinaan hukum nasional.

Anda mungkin juga menyukai