Anda di halaman 1dari 27

Analisis Konsep Maqasid Al-Syariah dalam Hukum Islam

Anida Atullah Hanifah, Anzar Al Hazini, Achmad Rizal Maulana


Institut Agama Islam Al-Zaytun Indonesia
atullohanida@gmail.com, anzaralha@gmail.com, achmadrizal@gmail.com
Abstrak
Hukum Islam menjadi salah satu bagian penting dari kehidupan masyarakat. Dalam konteks ini,
penting untuk memahami konsep Maqasid Al-Syari’ah dalam Hukum Islam. Maqasid Al-Syari’ah
adalah konsep penting dalam pembahasan hukum Islam yang menentukan tujuan dari penetapan
hukum Islam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan konsep Maqasid Al-Syari’ah,
konsep Maqasid Al-Syari’ah dalam Hukum Islam, dan implementasi Maqasid Al-Syari’ah dalam
Hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode studi literatur dan analisis data.
Kata Kunci: Konsep, Maqasid Al-Syariah, Hukum, Islam

Abstract
The Islamic law become one part of people's lives. In this context, it is important to understand the concept of
Maqasid Al-Syari'ah in Islamic Law. Maqasid Al-Syari'ah is an important concept in the discussion of
Islamic law which determines the objectives of establishing Islamic law. The aim of this research is to explain
the concept of Maqasid Al-Syari'ah, the concept of Maqasid Al-Syari'ah in Islamic Law, and the
implementation of Maqasid Al-Syari'ah in Islamic Law. This research uses literature study and data analysis
methods.
Keywords: Concept, Maqasid Al-Syariah, Law, Islam

A. PENDAHULUAN

Hukum Islam memiliki peran yang sangat penting sebagai bagian integral

dari kehidupan bermasyarakat dalam konteks masyarakat yang menganut

agama Islam. Sebagai panduan utama, hukum Islam membentuk landasan moral

dan etika bagi individu serta masyarakat Muslim. Hukum Islam tidak hanya

sebatas pada aspek ritual ibadah saja, tetapi juga mencakup pedoman interaksi

sosial, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan sehari-hari, hukum Islam menjadi

pedoman perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari, memberikan kerangka

dalam melaksanakan hak dan kewajiban, serta mengatur hubungan antar

individu dan kelompok.

Hukum Islam juga berfungsi sebagai alat untuk menciptakan keadilan

sosial. Prinsip-prinsip keadilan dalam hukum Islam menekankan pentingnya

pemberian hak-hak setiap individu tanpa memandang status sosial atau

ekonomi. Ini menciptakan landasan yang kuat membentuk warga negara yang

adil dan setara, di mana kepentingan bersama dihormati dan dilindungi. Melalui

prinsip-prinsip yang mencakup setiap aspek kehidupan, hukum Islam


menciptakan struktur sosial yang berorientasi pada perdamaian, keadilan, dan

kesejahteraan umum.

Secara keseluruhan, hukum Islam bukan hanya sebuah sistem hukum,

tetapi juga merupakan pedoman lengkap untuk kehidupan bermasyarakat.

Dengan memahami dan mengamalkan prinsip-prinsipnya, masyarakat Muslim

diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang harmonis dan sesuai dengan

nilai-nilai Islam, memperkuat solidaritas sosial, dan mendukung terwujudnya

masyarakat yang berkeadilan.

Pemahaman konsep tujuan Hukum Islam ialah langkah penting dalam

memahami hakikat dan tujuan utama ajaran Islam. Maqasid Al-Syari'ah

mengacu pada maksud dan tujuan hukum Islam sebagai landasan terbentuknya

aturan tersebut. Pemahaman konsep ini memberikan perspektif yang lebih

dalam mengenai pandangan Islam sebagai agama yang tidak hanya menetapkan

standar moral dan etika tetapi juga mengejar tujuan tertentu untuk mencapai

kesejahteraan dan Keadilan1.

Analisis konsep Maqasid Al-Syariah dalam hukum Islam merupakan

sebuah tinjauan yang mendalam terhadap prinsip-prinsip utama yang mendasari

syariat Islam. Maqasid Al-Syariah, yang secara harfiah berarti "tujuan-tujuan

atau maksud-maksud syariat", menjadi landasan yang penting dalam memahami

esensi ajaran Islam. Konsep ini menyoroti aspek tujuan dari peraturan-peraturan

agama Islam, menjelaskan bahwa syariat tersebut tidak hanya mengatur tata cara

ibadah, tetapi juga memberikan pedoman dalam hal-hal kehidupan sehari-hari

yang meliputi sosial, ekonomi, politik, dan moral.

Salah satu aspek penting dari Maqasid Al-Syari'ah adalah penekanannya

pada pemeliharaan lima hajat dalam kehidupan manusia, yaitu agama, jiwa,

akal, keturunan dan kekayaan2. Ide ini menyiratkan bahwa hukum Islam

dirancang untuk menjaga hak-hak asasi individu dan masyarakat, serta

mendorong keseimbangan antara dimensi spiritual dan material.

1
Hasan, M. (2017). Tafsir Maqasid: Penafsiran Al Qur'an berbasis Maqasid Al Syariah.
Maghza.
2
ibid
Dengan memahami Maqasid Al-Syari'ah, umat Islam dapat

mengaplikasikan hukum Islam secara kontekstual dan relevan dengan tuntutan

zaman. Konsep ini memberikan ruang bagi ijtihad (pemikiran kreatif) dalam

menghadapi tantangan-tantangan baru, sekaligus ditegaskan bahwa agama

Islam bersifat luas dan mengakomodasi semua kalangan. Pemahaman mendalam

terhadap Maqasid Al-Syari'ah membuka pintu bagi penerapan hukum Islam

yang adil dan bermanfaat dalam mewujudkan tujuan-tujuan luhur agama ini,

yaitu keadilan, kesejahteraan, dan keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam analisis Maqasid Al-Syariah, terdapat lima prinsip utama yang

sering diidentifikasi, yaitu perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan,

dan harta benda3. Kedalamannya mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai

dari memelihara kebebasan beragama hingga menjaga hak asasi manusia dan

keadilan sosial.

Penelitian terkait Maqasid Al-Syariah telah menjadi subjek penting dalam

kajian keilmuan Islam. Berbagai interpretasi dan aplikasi dari konsep ini muncul

dalam upaya untuk menghadirkan pemahaman yang lebih komprehensif

tentang hukum Islam yang relevan, adil, dan bermakna dalam konteks

kehidupan modern.

Dengan menggali lebih dalam konsep Maqasid Al-Syariah, diharapkan

dapat memberikan pandangan yang lebih menyeluruh tentang tujuan-tujuan

yang ingin dicapai oleh syariat Islam, serta bagaimana prinsip-prinsip ini dapat

diterapkan secara efektif dalam menjawab tantangan-tantangan kontemporer

yang dihadapi oleh umat Muslim dan masyarakat luas 4. Oleh karena itu, tulisan

ini bertujuan untuk menyajikan analisis yang komprehensif mengenai konsep

Maqasid Al-Syariah dalam konteks hukum Islam, dengan mengeksplorasi

relevansinya dalam membentuk landasan hukum yang inklusif, berkeadilan, dan

memperhatikan kesejahteraan umat manusia.

Hukum Islam memegang peranan penting dalam kehidupan sosial. Dalam

konteks ini, penting untuk memahami konsep Maqasid Al-Syari’ah dalam


3
Auda, J. (2014). Memahami Maqasid Syariah. Malaysia: PTS Islamika SDN.
4
Sabil, J. (2022). Maqasid Syariah. Jakarta : Rajawali Pers.
Hukum Islam5. Maqasid Al-Syari’ah menjadi konsep penting dalam pembahasan

hukum Islam yang menentukan tujuan dari penetapan hukum Islam.

B. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis data dan metode

lieteratur yaitu metode analisis isi yang memfokuskan pada kajian-kajian

literatur yang relevan dengan judul atau tema penelitian ini. Metode ini

melibatkan pengumpulan data terkait dengan Maqasid Al-Syariah dari berbagai

sumber yang relevan. Data ini kemudian dianalisis untuk memahami dan

menafsirkan konsep Maqasid Al-Syariah dalam konteks Hukum Islam. Analisis

data dapat melibatkan teknik statistik, pemodelan, atau metode lainnya untuk

mengungkap pola, hubungan, dan tren dalam data. Ini bisa mencakup buku,

artikel jurnal, makalah konferensi, dan sumber lainnya. Tujuannya adalah untuk

memahami dan menafsirkan bagaimana konsep Maqasid Al-Syariah telah

dipahami dan diterapkan dalam Hukum Islam. Metode literatur juga membantu

dalam memahami konteks historis dan budaya dari Maqasid Al-Syariah. Konsep

ini digunakan sebagai pendekatan sistematis dalam Hukum Islam untuk

mendapatkan pemahaman yang valid berdasarkan makna universal dari dua

sumber doktrin Islam, yaitu Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Dengan pendekatan ini,

Hukum Islam diharapkan selalu relevan setiap saat, di tempat mana pun, dan

bagi siapa pun.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan Definisi Maqasid Al-

Syari’ah, konsep Maqasid Al-Syari’ah dalam Hukum Islam, dan Implementasi

Maqasid Al-Syari’ah dalam Hukum Islam6. Untuk memahami dinamika hukum

Islam yang terkait dengan maqasid yang mengandung kebaikan dunia dan

akhirat, kedua aspek tersebut sejatinya tidak dapat dipisahkan dalam hukum

5
ibid
6
Harahap, Z. A. (2014). Konsep Maqasid Al-Syariah Sebagai Dasar Penetapan Dan
Penerapannya Dalam Hukum Islam Menurut ‘Izzuddin Bin ‘Abd Al-Salam (W.660 H).
Tazkir .
islam Islam. Dengan pengertian tentang tujuan-tujuan hukum Islam, ijtihad

dapat diperluas terutama saat menghadapi berbagai permasalahan baru yang

tidak diatur dalam teks hukum untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang

timbul di tengah masyarakat. Adapun pembahasan sebagai berikut.

1) Definisi Maqasid Al-Syari’ah

Kata “maqasid al-syari’ah” (‫ )مقاص د الش ريعة‬terbentuk dari dua kata,

yaitu maqasid dan syari’ah. Kata “maqasid” merupakan bentuk jamak dari

maqshid, dengan asal kata qâ-shâd-dâl. Secara linguistik, kata tersebut

awalnya memiliki tiga arti: datang, melakukan sesuatu, pecah, dan

menjaga. Misalnya pada akar makna pertama kita mengucapkan

“qashadtuhu qashdan wa maqshadan” (saya datang/saya melakukannya

dengan sengaja). Misalnya dalam arti kata dasar kedua adalah: “qashadtu

al-syay` kassartuhu) (saya selesai). Misalnya dalam arti ketiga adalah “al-

nâqah al-qashîd” (unta gemuk, ada banyak daging yang disimpan di

sana7.

Al-qashd memiliki berbagai arti diantaranya (1) “lurusnya jalan”,

sebagaimana ungkapan “wa ‘alâ Allâh qashd al-sabîl” (Q.s. Al Nahl: 9) Ayat

ini mengungkapkan bahwa Allahlah yang menjelaskan jalan yang lurus

dengan segala argumennya; (2) mengikuti, ber-pegang, bertekad, menuju,

dan bangkit menuju sesuatu secara seimbang, sebagai maknamakna asal

kata ini; (3) keseimbangan dan moderasi merupakan konsep yang harus di

pegang, sebagai contoh yang jelas8.


Menurut Satria Efendi, Makna umum dan khusus dari Maqasid al-

Syariah dapat dijelaskan sebagai berikut. Makna umum suatu hukum atau hadis

dapat dipahami dari kata-kata yang dipakai dan situasi yang mengelilinginya.
7
Op.cit Hasan,
8
Abû, P., & Wardani, I. A.-S. (n.d.). MAQÂSHID AL-SYARÎ’AH SEBAGAI PARADIGMA IDEAL-
MORAL TAFSIR AL-QUR’AN.
Arti yang terkandung dalamnya bergantung pada konteks dan kata-kata yang

digunakan. Pemahaman umum seperti arti dari Maqasid alsyariah (Tujuan Allah

dalam menegakkan hukum-Nya atau tujuan Nabi dalam menyampaikan hadits

hukum).

Di sini, keberadaan akal sangatlah dibutuhkan, asalkan yang

sedang dibicarakan bukanlah tentang ibadah yang harus dilakukan. Oleh

karena itu, dalam menetapkan hukum untuk setiap situasi, penting untuk

memastikan bahwa kemaslahatan terwujud, karena ini adalah tujuan

utama dalam syariat hukum.

Al-Syatibi dalam penguraian ini menjelaskan bahwa tujuan utama

syariat terbagi menjadi empat elemen, yaitu; tujuan syar'i dalam

mendirikan hukum syariat, tujuan syar'i dalam menegakkan hukum

syariat yang dapat dimengerti, tujuan syar'i memberikan kewajiban

kepada individu yang berakal untuk mengikuti perintah dan kehendak

hukum syariat yang telah diturunkan, dan tujuan syar'i ketika

mewajibkan individu yang berakal tunduk pada hukum syariat.

Kemaslahatan merupakan tujuan utama dari ajaran agama Islam

dan proses penegakan hukum (tasyri')9. Setiap isi wahyu memiliki

hubungan dan bahkan keterkaitan yang kompleks dengan kepentingan

dan kesejahteraan umat manusia. Dalam istilah ilmu usul fikih, maqasid

al-syari’ah dianggap sebagai hasil akhir dari semua tahapan dalam

pembentukan syariat Islam, yang merupakan tujuan dari pengaturan

ajaran agama. Hukum tersebut diturunkan dengan tujuan untuk

mencapai kebaikan dan kesejahteraan bagi manusia, baik di dunia

maupun di akhirat di kemudian hari.

Yusuf al-Qardawi menjelaskan bahwa syariah merupakan

kumpulan utama dari aturan sebuah hukum khusus yang wajib

9
Auda, J. (2014). Memahami Maqasid Syariah. Malaysia: PTS Islamika SDN
diterapkan dalam kehidupan manusia, termasuk perintah, larangan,

anjuran dan apa yang diperbolehkan. Untuk setiap individu, keluarga,

komunitas dan semua orang10. Segala hukum yang Allah berikan kepada

hamba-Nya mengandung hikmah dan kebaikan. Al-Ghazali menjelaskan

bahwa syariat mempunyai tujuan yang berkaitan dengan kehidupan

manusia, antara lain agama, spiritualitas, kerohanian, keturunan, dan

perlindungan harta benda. Al-Ghazali kemudian mengurutkan lima

topwik tersebut berdasarkan prioritasnya, mulai dari yang paling penting

hingga yang paling tidak penting, dan memberi peringkat yang berbeda-

beda sesuai dengan tujuannya: yaitu peringkat utama, kedua, dan ketiga.

Hal ini dapat terjadi di semua bidang kehidupan manusia dan mencakup

aturan dan batasan.


2) Konsep Maqasid Al-Syari’ah dalam Hukum Islam

Maqasid al-Shariah adalah sebuah konsep penting dalam hukum

Islam yang menekankan pada tujuan atau maksud dari hukum Islam 11.

Konsep ini merujuk pada prinsip bahwa tujuan utama dari hukum Islam

adalah untuk melindungi dan mempromosikan kemaslahatan atau

kepentingan umat manusia.

Konsep Maqasid al-Shariah berasal dari ayat-ayat Al-Quran dan

hadis Nabi Muhammad saw., serta diatur oleh para ulama Muslim

melalui proses ijtihad. Konsep ini juga dikembangkan sebagai sebuah

metodologi untuk menafsirkan dan mengimplementasikan hukum Islam

agar relevan dengan kebutuhan dan kondisi sosial kontemporer.

Allah SWT menjadikan Syariat-Nya bertujuan untuk memberikan

manfaat kepada umat manusia dan mencegah segala bentuk kerugian,

10
Khatib, S. (2018). Konsep Maqashid Al-Syari`Ah: Perbandingan Antara Pemikiran Al-
Ghazali Dan Al-Syathibi. MIZANI.
11
ibid
baik di dunia maupun di akhirat12. Untuk mencapai tujuan tersebut,

diperlukan taklif yang sangat bergantung pada pemahaman mujtahid

terhadap sumber-sumber hukum utama, seperti al-Quran dan hadis.

Untuk mencapai kebaikan dalam kehidupan dunia dan akhirat, ahli usul

fikih telah melakukan penelitian dan ditetapkan lima unsur utama yang

perlu dijaga dan diimplementasikan.

kemaslahatan dapat dianggap sebagai keterikatan hak yang terbagi

menjadi dua, yakni yang berasal dari Sang Pencipta dan dari ciiptaannya.

Kemaslahatan terbagi menjadi tiga bagian berdasarkan ruang dan waktu,

yakni aspek kehidupan akhirat, aspek kehidupan dunia, dan aspek

kehidupan akhirat dan dunia sekaligus, yang hanya dapat diketahui

melalui landasan syariah13. Kemaslahatan dan kerugian secara umum

adalah sesuatu yang dapat dipahami secara logis, bisa diamati melalui

insting, pengalaman, kebiasaan, pikiran yang benar dan karena itu dapat

dipahami sebelum adanya bukti-bukti syariah. Kemaslahatan bisa dilihat

dari sudut pandang berbeda. Sebagian diketahui oleh masyarakat umum,

sementara sebagian lainnya hanya dipahami oleh orang yang

berpendidikan tinggi. Selain itu, kadang-kadang hanya para wali yang

mengetahui kemaslahatan sebagai hasil anugerah dari Allah atas

kesungguhan mereka.

Lima aspek utama itu termasuk dalam menjaga agama,

spiritualitas, pikiran, keturunan, dan kekayaan. Seseorang yang telah

mencapai usia baligh akan meraih manfaat, jika dia dapat menjaga kelima

prinsip utama itu, sebaliknya akan mengalami kerugian, jika tidak

mampu menjaganya dengan baik14.


12
Auda op, cit
13
Hakim, M. L. (2017). Pergeseran Paradigma Maqasid Al-Syari'ah: Dari Klasik Sampai
Kontemporer. Al Manahij
14
Pangiuk, A. (2016). Bagi Hasil (Studi Tentang Implikasi Konsep Maqasid Al-Syariah Al-
Syatiby). Ijieb.
Ada lima maqasid utama dalam Syariah yang diakui oleh

mayoritas ulama Muslim:


a) Memelihara Agama (Hifz al-Din);

Memelihara agama (hifz al-din) adalah tujuan syariat Islam yang paling

utama. Maqasid ini berkaitan dengan menjaga akidah dan keyakinan umat Islam

terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya. Agama adalah pondasi bagi kehidupan

manusia. Dengan agama, manusia akan memiliki pedoman hidup yang benar

dan bermoral15. Agama juga mengajarkan manusia untuk berbuat baik dan

menjauhi kejahatan. Oleh karena itu, syariat Islam sangat menekankan

pentingnya memelihara agama. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

‫ٰٓيَاُّيَه ا اَّلِذ ْيَن ٰاَم ُنوا اَّتُقوا الّٰل َه َح َّق ُتٰق ىِتهٖ َو اَل َتُمْو ُتَّن ِااَّل َو َاْنُتْم ُّمْس ِلُمْو َن‬

(QS. Ali Imran: 102)

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-


benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan
muslim.

Memelihara agama, berdasarkan prioritasnya, dapat diklasifikasikan

menjadi tiga tingkatan:

1) Pada peringkat utama, yang melibatkan melakukan semua kewajiban

keagamaan yang merupakan peringkat utama, seperti menjalankan

kewajiban shalat lima waktu. Jika shalat tidak dilakukan, maka akan

mengakibatkan terancamnya keberadaan agama.

2) Pentingnya peringkat hajiyyah (sekunder) adalah untuk melaksanakan

kewajiban agama dengan mengikuti aturan yang sesuai, seperti melakukan

salat jama' dan qasar bagi orang yang sedang bepergian, dengan tujuan

untuk menghindari kesulitan. Apabila ketentuan ini tidak diindahkan, tidak

akan mengancam eksistensi agama, tetapi hanya akan memberikan kesulitan

bagi orang yang melanggarnya.

15
ibid
3) Peringkat tahsiniyyah (tersier) melibatkan mengikuti ajaran agama untuk

memuliakan kehidupan manusia, sambil memenuhi kewajiban terhadap

Tuhan16. Sebagai contoh, menutup diri dengan pakaian sopan adalah

penting, baik ketika sedang beribadah maupun pada waktu lainnya. Selain

itu, menjaga kebersihan tubuh, memberikan minyak wangi pada badan,

pakaian, dan lingkungan sekitar juga sangat dianjurkan. Kegiatan tersebut

sangat terhubung dengan tindakan mulia. Apabila tindakan tersebut tidak

dilakukan karena tidak memungkinkan atau terdapat halangan, maka tidak

akan membahayakan keberadaan agama dan juga tidak akan menyulitkan

pelakunya.

Memelihara agama (hifz al-din) merupakan tujuan utama syariat Islam

dan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan individu dan masyarakat. Ini

tidak hanya tentang menjalankan ritual keagamaan, tetapi juga tentang

Menanamkan prinsip-prinsip Islam ke dalam kehidupan sehari-hari. Berikut

beberapa manfaat memelihara agama:

1) Kehidupan yang Bermakna dan Tujuan

Agama memberikan kerangka acuan moral dan spiritual yang memandu

tindakan dan keputusan kita17. Dengan memahami tujuan hidup kita sebagai

ciptaan Allah, kita menemukan makna dan kepuasan yang lebih dalam dalam

hidup kita. Ini seperti memiliki kompas internal yang menuntun kita ke arah

yang benar, bahkan di saat-saat sulit.

2) Kedamaian dan Ketenangan Batin

Agama mengajarkan kita tentang kesabaran, syukur, dan penyerahan diri

kepada Allah. Mengamalkan ajaran-ajaran ini membantu kita mengatasi stres,

kecemasan, dan ketakutan. Dengan keyakinan yang kuat kepada Allah, kita

dapat menemukan ketenangan batin dan kedamaian sejati, bahkan di tengah-

tengah tantangan hidup.

3) Hubungan yang Lebih Baik

16
Al-Himayah, J., Gumanti, R., Syariah, F., Sultan, I., & Gorontalo, A. (n.d.). Maqasid Al-Syariah
Menurut Jasser Auda (Pendekatan Sistem dalam Hukum Islam).
17
ibid
Agama menekankan pentingnya kejujuran, kebaikan, dan kasih sayang18.

Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, kita dapat membentuk ikatan yang lebih

kokoh dan lebih berarti dengan keluarga, teman, dan komunitas kita. Agama

juga mendorong pengampunan dan rekonsiliasi, yang dapat membantu

mengatasi konflik dan perselisihan.

4) Peningkatan Moral dan Etika

Agama memberikan panduan tentang perilaku yang benar dan salah.

Dengan mengikuti ajaran agama, kita dapat mengembangkan karakter yang baik

dan membuat keputusan yang etis19. Ini menuntun kita untuk menjadi orang

yang lebih jujur, adil, dan bertanggung jawab, berkontribusi pada masyarakat

yang lebih baik.

5) Ketahanan dan Kekuatan Menghadapi Tantangan

Agama mengajarkan kita tentang keberanian, ketabahan, dan tekad. Ketika

menghadapi kesulitan dan cobaan, agama menjadi sumber kekuatan dan

dukungan. Keyakinan kepada Allah SWT membantu kita untuk bangkit kembali

dari keterpurukan dan terus maju menghadapi tantangan hidup.

Memelihara agama (hifz al-din) bukan hanya kewajiban, tetapi juga pilihan

yang membawa banyak manfaat bagi kehidupan kita. Pentingnya bukan hanya

fokus pada kehidupan setelah kematian, tetapi juga pada upaya untuk

menciptakan kehidupan yang lebih baik dan berarti di dunia ini.

b) Memelihara Jiwa (Hifz al-Nafs);


Memelihara jiwa (hifz al-nafs) adalah tujuan syariat Islam yang kedua

setelah memelihara agama. Maqasid ini berkaitan dengan menjaga keselamatan

jiwa manusia. Jiwa adalah anugerah Allah SWT yang paling berharga bagi

manusia. Jiwa merupakan elemen yang membedakan manusia dari makhluk

lainnya20. Dengan jiwa, manusia dapat berpikir, merasakan, dan bertindak.

18
Dr. Drs. Moh. Ahsanuddin Jauhari, S. M. (2020). Filsafat Hukum Islam. Bandung: Pt.
Liventurindo.
19
Ibid
20
Sabil Op Cit,
Karena itu, dalam agama Islam, sangat ditekankan betapa pentingnya untuk

menjaga memelihara jiwa manusia. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:


‫ِل ِا ۚا‬
‫۞ ُقْل َتَعاَلْو ا َاْتُل َم ا َح َّر َم َر ُّبُك ْم َعَلْيُك ْم َااَّل ُتْش ِر ُك ْو ا ِبهٖ َش ْئًـا َّو ِباْلَو ا َد ْيِن ْح َس اًن َو اَل َتْق ُتُلْٓو ا َاْو اَل َدُك ْم ِّم ْن‬
‫ِاْم اَل ٍۗق َنْح ُن َنْر ُزُقُك ْم َو ِاَّياُه ْم ۚ َو اَل َتْق َر ُبوا اْلَف َو اِح َش َم ا َظَه َر ِم ْنَه ا َو َم ا َبَطَۚن َو اَل َتْق ُتُلوا الَّنْف اَّلِت َح َّر َم الّٰل ُه ِااَّل‬
‫َس ْي‬
‫ِّۗق‬
‫ِباْلَح ٰذ ِلُك ْم َو ّٰص ىُك ْم ِبهٖ َلَعَّلُك ْم َتْع ِق ُلْو َن‬
(Q.S. Al-An’am 151)

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Kemarilah! Aku akan membacakan apa yang

diharamkan Tuhan kepadamu, (yaitu) janganlah mempersekutukan-Nya dengan

apa pun, berbuatbaiklah kepada kedua orang tua, dan janganlah membunuh

anak-anakmu karena kemiskinan. (Tuhanmu berfirman,) ‘Kamilah yang

memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.’ Janganlah pula kamu mendekati

perbuatan keji, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi. Janganlah kamu

membunuh orang yang diharamkan Allah, kecuali dengan alasan yang benar)

Demikian itu Dia perintahkan kepadamu agar kamu mengerti.

Menjaga jiwa berdasarkan tingkat kepentingannya dapat dikasifikasikan

menjadi tiga tingkatan yaitu:

1) Menjaga jiwa dalam tingkatan daruriyyah , merawat dan menjaga kehidupan

jiwa yang dianugerahkan oleh Allah SWT21. Untuk bertahan hidup, seseorang

perlu memastikan bahwa kebutuhan dasarnya terpenuhi, seperti makan,

minum, pakaian, dan menjaga kesehatan agar tetap sehat. Hal ini sangat

penting untuk menjaga kelangsungan hidup. Jika kebutuhan dasar tidak

dipenuhi, hal tersebut dapat berdampak pada risiko keselamatan manusia.

2) Menjaga jiwa dalam tingkatan hajiyyah, seperti di izinkan kita bisa mencari

hewan untuk dimakan dan menikmati hidangan yang lezat dan halal22. Jika

tindakan tersebut diabaikan, tidak akan membahayakan keberadaan

manusia, namun akan membuat kehidupan manusia menjadi lebih sulit.

21
Musolli. (2018). Maqasid Syariah: Kajian Teoritis Dan Aplikatif Pada Isu-Isu
Kontemporer. At-Turāṡ.
22
Gumanti, R. (2018). Maqasid Al-Syariah Menurut Jasser Auda (Pendekatan Sistem dalam
Hukum Islam). Jurnal Al-Himayah
3) Menjaga jiwa dalam tingkatan tahsiniyyah, seperti memutuskan bagaimana

cara makan. Perbuatan tersebut hanya berkaitan dengan kesopanan atau

kesusilaan, tidak mengancam eksistensi jiwa manusia, juga tidak

menyulitkan kehidupan seseorang.

Memelihara jiwa (hifz al-nafs) merupakan Salah satu tujuan utama syariat

Islam yang signifikan. Jiwa merupakan karunia yang paling berharga dari

Tuhan, dan kita bertanggung jawab untuk merawatnya dengan baik 23. Berikut

adalah beberapa manfaat memelihara jiwa:

1) Tercapainya kehidupan yang sejahtera dan bahagia

Jiwa yang sehat dan bahagia adalah dasar bagi kehidupan yang sejahtera

dan bahagia. Dengan memelihara jiwa, kita dapat menghindari berbagai masalah

psikologis, seperti stres, kecemasan, dan depresi. Hal ini akan membuat kita

lebih produktif dan kreatif, serta dapat menjalani hidup dengan lebih bermakna.

2) Terhindar dari perbuatan maksiat

Jiwa yang sehat dan kuat akan lebih mudah untuk dikendalikan. Dengan

memelihara jiwa, kita akan lebih mampu mengendalikan diri dari perbuatan

maksiat, seperti judi, narkoba, dan perzinahan. Hal ini akan menjaga kita dari

kerusakan moral dan spiritual.

3) Tercapainya ketakwaan kepada Allah SWT

Jiwa yang sehat dan bersih akan lebih mudah untuk menerima petunjuk

Allah SWT. Dengan memelihara jiwa, kita akan lebih mudah untuk memahami

dan mengamalkan ajaran Islam24. Hal ini akan meningkatkan ketakwaan kita

kepada Allah SWT.

4) Menjadi teladan yang baik bagi masyarakat

Orang yang memiliki jiwa yang sehat dan bahagia akan lebih mudah untuk

menjadi teladan bagi masyarakat. Hal ini karena mereka akan lebih berperilaku

positif dan bermanfaat bagi orang lain.

5) Meningkatkan kualitas hidup

23
ibid
24
Hafid, M. (2021). Telaah Interkoneksi Konsep Istihsan dan Konsep Maqasid al-Syariah. An
Nawazil
Jiwa yang sehat dan bahagia akan meningkatkan kualitas hidup kita. Hal ini

karena kita akan lebih memiliki kemampuan dalam menghadapi tantangan

hidup dan meraih kesuksesan.

c) Memelihara Akal (Hifz al-‘Aql);

Memelihara Akal (Hifz al-'Aql) yaitu termasuk tujuan utama syariat

Islam, berdampingan dengan menjaga agama, jiwa, harta, dan keturunan 25. Akal,

di dalam Islam, dipandang sebagai anugerah luar biasa dan alat penting untuk

memahami kehendak Allah, menjalankan syariat, dan mencapai titik

kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Al

Qur’an:

Surah Al-Imran ayat 190-191

‫ُقْل َأَر ايُتْم ِإْن َه َد اُك ُم الَّلُه َأْو َأْظَلَم ُك ْم َعَلى َأْنُف ِس ُك ْم َمْن َيُقوُدُك ْم ِم ْن ُظُلَم اِت َه ِذِه ِإاَّل الَّلُه َأَفاَل َتَتَف َّك ُر وَن‬

"Katakanlah: "Coba terangkanlah kepadaku, jika Allah memberi petunjuk

kepada kamu atau membiarkan kamu dalam kesesatan siapakah yang dapat

mengeluarkan kamu dari pada kegelapan (kesesatan) selain Allah? Mengapa

kamu tidak berpikir?"

Ayat ini mendorong kita untuk menggunakan akal untuk merenungkan

tanda-tanda kekuasaan Allah dan hidayah yang diberikan-Nya. Dengan akal

yang jernih, kita dapat terhindar dari kesesatan dan menjalani kehidupan sesuai

dengan kehendak Allah.

Menjaga akal, jika kita melihat dari sudut kepentingannya, dapat

diidentifikasi menjadi tiga tingkatan:

1) Menjaga akal dalam tingkatan daruriyyah, seperti Melarang konsumsi

minuman keras. Jika aturan ini tidak dipatuhi atau terus dilanggar, dapat

mengakibatkan kehilangan kemampuan berpikir yang jernih.

2) Menjaga akal dalam tingkatan hajiyyah, seperti Mendorong masyarakat

untuk memperoleh ilmu26. Jika tindakan ini tidak dilakukan maka tidak akan

25
ibid
26
Noor op,cit.
merugikan jiwa namun akan menimbulkan kesulitan bagi masyarakat, dan

hal ini berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang terus

berkembang.

3) Menjaga akal dalam tingkatan tahsiniyyah, seperti tidak berkhayal atau

mendengarkan hal-hal yang tidak berguna. Ini berkaitan dengan moralitas,

tidak akan secara langsung membahayakan pikiran.

Akal adalah anugerah Allah SWT yang sangat penting. Dengan akal,

manusia dapat berpikir, memahami, dan mengambil keputusan 27. Oleh karena

itu, memelihara akal merupakan salah satu tujuan syariat Islam yang penting.

Berikut adalah beberapa manfaat memelihara akal:

1) Tercapainya kehidupan yang sejahtera dan bahagia

Akal yang sehat dan kuat akan membantu kita untuk mengambil keputusan

yang tepat dalam hidup. Hal ini akan mengantar kita pada kehidupan yang

sejahtera dan bahagia.

2) Terhindar dari perbuatan maksiat

Akal yang sehat dan jernih akan membantu kita untuk membedakan antara

yang baik dan yang buruk. Dengan memelihara akal, kita akan lebih mampu

mengendalikan diri dari perbuatan maksiat.

3) Tercapainya ketakwaan kepada Allah SWT

Akal yang sehat dan bersih akan membantu kita untuk memahami ajaran

Islam dengan baik. Dengan memelihara akal, kita akan lebih mampu untuk

meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.

4) Menjadi teladan yang baik bagi masyarakat

Orang yang memiliki akal yang sehat dan jernih akan lebih mudah untuk

menjadi teladan bagi masyarakat28. Hal ini karena mereka akan lebih berperilaku

positif dan bermanfaat bagi orang lain.

27
Sabil, op,cit
28
Noor op.cit
5) Meningkatkan kualitas hidup

Akal yang sehat dan kuat akan meningkatkan kualitas hidup kita. Hal ini

karena kita akan lebih mampu untuk menghadapi tantangan hidup dan meraih

kesuksesan.

d) Memelihara Keturunan (Hifz al-Nasl);

Memelihara keturunan (hifz al-nasl) adalah salah satu tujuan utama

syariat Islam, berdampingan dengan menjaga agama, jiwa, akal, dan harta.

Keturunan adalah generasi penerus umat manusia29. Dengan memelihara

keturunan, umat manusia dapat terus berkembang dan melanjutkan kehidupan.

Memelihara keturunan (hifz al-nasl) berarti menjaga dan melestarikan keturunan

manusia. Sebagaimana firman Allah:

QS. Al-Mu'minun ayat 13:

‫اَّلِذ يَن آَم ُنوا َو َعِم ُلوا الَّصاِلَح اِت َو َأْو َصْو ا ِباْلَح ِّق َو َأْو َصْو ا ِباْلِبِّر َك اُنوا َأْص َح اَب اْلَيِم يِن‬

Artinya: "Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan saling berpesan

kepada kebenaran dan saling berpesan kepada kesabaran."

Ayat ini menggambarkan pentingnya pendidikan dan pembinaan

terhadap keturunan. Orang tua dianjurkan untuk mengajarkan nilai-nilai

kebaikan, kebenaran, dan ketaatan kepada Allah dan syariat-Nya.

Menjaga keturunan, jika dilihat dari segi kebutuhannya, dapat dibedakan

menjadi tiga tingkatan:

1) Menjaga keturunan dalam tingkatan daruriyyah, contohnya Disarankan

untuk menjalin ikatan pernikahan dan dikecamnya tindakan zina. Apabila

kegiatan tersebut diabaikan, maka akan mengancam kelangsungan hidup

keturunan.

2) Menjaga keturunan dalam tingkatan hajiyyah, contohnya saat akad nikah,

calon suami harus mencantumkan mahar dan diberikan hak untuk

memberikan talak30. Apabila mahar tidak disepakati dalam akad nikah, maka

calon suami akan mengalami kesulitan, karena ia tetap harus memberikan

29
Pangiuk op,cit.
30
Shidiq, op.cit
mahar sebagai kewajiban. Dalam situasi perceraian, suami mungkin akan

kesulitan jika dia tidak memanfaatkan hak perceraian, meskipun hubungan

rumah tangganya sudah tidak seimbang lagi.

3) Menjaga keturunan dalam tingkatan tahsiniyyah, seperti khitbah atau

walimah diwajibkan dalam urusan pernikahan. Ini bisa dilaksanakan untuk

melengkapi acara pernikahan. Jika tindakan ini tidak diambil, maka akan

membahayakan kelangsungan hidup keturunan dan tidak akan

menimbulkan kesulitan bagi pasangan yang menikah31.

Menjaga keturunan (hifz al-nasl) merupakan salah satu tujuan penting

syariat Islam. Hal ini tidak hanya relevan bagi keberlangsungan generasi

manusia, tetapi juga dengan membentuk generasi yang saleh dan berakhlak

mulia. Berikut beberapa manfaat memelihara keturunan:

1) Keberlangsungan Generasi dan Masyarakat

Memelihara keturunan memastikan keberlangsungan manusia dan

peradaban Islam. Tanpa regenerasi, umat Islam akan terancam punah dan nilai-

nilai Islam tidak dapat diturunkan pada generasi selanjutnya.

2) Mengejakan Sunnah Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW mendorong umatnya untuk melangsungkan

pernikahan. Ia menyarankan agar umat Islam untuk mengikuti sunnahnya

dalam menikah dan memiliki keturunan. Mencintai anak dan memperlakukan

mereka dengan baik juga termasuk sunnah32. Dengan memelihara keturunan,

kita mengikuti ajaran dan teladan Nabi.

3) Membangun Keluarga yang Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah

Islam menekankan pentingnya membangun keluarga yang harmonis, penuh

kasih sayang, dan saling menghormati. Dengan merawat dan mendidik anak

dengan baik, kita berkontribusi terhadap terwujudnya keluarga yang ideal sesuai

ajaran Islam.

4) Menghasilkan Generasi yang Saleh dan Bermanfaat

31
Musolli, op cit
32
Shidiq, G. (2009). Teori Maqasid Al Syariah dalam Hukum Islam. Jurnal Sultan Agung.
Melalui pendidikan dan pembinaan yang tepat, kita dapat membentuk

anak-anak menjadi individu yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.

Generasi yang saleh menjadi aset dan penggerak kemajuan bagi masyarakat dan

peradaban Islam.

5) Menyambung Silaturahmi dan Mempererat Ikatan Sosial

Hubungan kekeluargaan yang terjalin kuat melalui anak-anak dapat

mempererat ikatan sosial dan silaturahmi. Hal ini berkontribusi pada

terwujudnya masyarakat yang saling peduli dan mendukung.

6) Memperoleh Kebahagiaan dan Kepuasan Batin

Memiliki anak dan menyaksikan mereka tumbuh menjadi pribadi yang

baik dapat memberikan kebahagiaan dan kepuasan batin yang besar bagi orang

tua33. Ini merupakan salah satu nikmat dan anugrah Allah SWT.

e) Memelihara Harta (Hifz al-Mal);

Memelihara harta (hifz al-mal) berarti menjaga dan memanfaatkan harta

secara halal dan bermanfaat. Harta merupakan aset yang penting bagi manusia

untuk memenuhi keperluan hidup, baik keperluan utama maupun yang lebih

tambahan. Namun makna menjaga Harta (Hifz al-Mal) mengandung cakupan

yang lebih luas dari sekadar menjaga keutuhan atau kepemilikan materi (Hakim,

2017). Ini mencakup aspek pemanfaatan, pengelolaan, dan nilai moral terkait

harta benda. Dengan memelihara harta, umat manusia dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya dan hidup dengan layak. Ayat yang menjelaskan tentang

Memelihara Harta:

QS. Al-Baqarah ayat 275:


‫ِك‬ ‫ِل‬ ‫ِل‬ ‫َّل‬
‫ال ُه َيْبُس ُط الِّر ْز َق َمْن َيَش اُء َو َيْق ُد ُر َو ُه َو اْلَع يُم اْلَح يُم‬
Artinya: "Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan Dia

menyempitkannya. Dan Dia Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."

Ayat ini menunjukkan bahwa rezeki dan harta berasal dari Allah. Sikap

manusia terhadap harta harus tawakal dan syukur, tidak boleh tamak dan kufur.

33
ibid
Menjaga harta dilihat dari segi kepentingannya, menjaga harta dapat

dibedakan menjadi tiga tingkatan:

1) Menjaga harta dalam tingkatan daruriyyah, seperti telah diatur cara untuk

memperoleh harta yang sah dan dinyatakan sebagai larangan mengambil

harta orang lain secara tidak jujur34 (Pangiuk, 2016). Jika aturan tersebut

dilanggar atau terus dilanggar, maka akan mengancam keberadaan harta.

2) Menjaga harta dalam tingkatan hajiyyah, contohnya menyelesaikan

permasalahan jual beli dengan akad salam. Jika tindakan ini tidak diambil,

hal ini tidak akan membahayakan keberadaan harta tetapi akan membuatnya

lebih sulit bagi orang yang membutuhkan dana.

3) Menjaga harta dalam tingkatan tahsiniyyah, seperti terdapatnya peraturan

untuk melarang tindakan penipuan. Ini memiliki hubungan dengan prinsip-

prinsip moral di dunia bisnis.

Prinsip-prinsip Maqasid al-Shariah dapat diterapkan dalam berbagai

aspek hukum Islam, termasuk dalam hukum keluarga, hukum pidana, hukum

ekonomi, dan hukum sosial. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa

hukum Islam relevan, adil, dan membawa kemaslahatan bagi umat manusia.

Namun, penting untuk dicatat bahwa pemahaman tentang Maqasid al-

Shariah dapat berbeda antara kelompok ulama dan mazhab hukum Islam.

Meskipun ada kesepakatan umum tentang lima maqasid utama, ada perbedaan

dalam penekanan dan interpretasi konsep ini.

Memelihara harta (hifz al-maal) merupakan salah satu bentuk tujuan

syariat Islam yang penting. Kekayaan merupakan salah satu kebutuhan pokok

manusia untuk mencukupi kehidupan, seperti pakaian, makanan, tempat

tinggal, dan kesejahteraan35. Oleh karena itu, menjaga kekayaan adalah suatu

keharusan yang penting untuk memastikan kelangsungan hidup dan

kebahagiaan manusia. Berikut beberapa manfaat memelihara harta:

34
Hafid, M. (2021). Telaah Interkoneksi Konsep Istihsan dan Konsep Maqasid al-Syariah. An
Nawazil.
35
Noor, G. N. (2014). Konsep Maqashid Al-Syariah Dalam Menentukan Hukum Islam (Perspektif
Al-Syatibi Dan Jasser Auda). Al Iqtishadiyah
1) Memastikan Kelangsungan Hidup

Harta yang dimiliki bisa dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan

sehari-hari, seperti kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan.

Dengan memiliki harta yang cukup, kita dapat memastikan kelangsungan hidup

kita dan keluarga.

2) Meningkatkan Kualitas Hidup

Harta yang dimiliki bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu

kehidupan., seperti pendidikan, kesehatan, dan rekreasi36. Dengan memiliki

harta yang cukup, kita dapat memberikan pendidikan yang lebih baik bagi anak-

anak, mendapatkan perawatan kesehatan yang berkualitas, dan menikmati

waktu luang dengan lebih baik.

3) Membantu Orang Lain

Harta yang dimiliki dapat digunakan untuk membantu orang lain yang

membutuhkan, seperti fakir miskin, anak yatim, dan orang sakit. Dengan

membantu orang lain, kita dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan

mewujudkan keadilan sosial.

4) Mencapai Kemakmuran

Harta yang dikelola dengan baik dapat menjadi sumber kemakmuran.

Kemakmuran bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

dan mewujudkan kesejahteraan nasional.

3) Implementasi Maqasid Al-Syari’ah dalam Hukum Islam

Implementasi Maqasid Al-Syari'ah, atau tujuan-tujuan atau maksud

hukum Islam, dilakukan untuk memastikan bahwa hukum Islam dapat

memberikan manfaat dan mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan oleh agama

Islam37. Ada beberapa cara implementasi Maqasid Al-Syari'ah dalam hukum

Islam, antara lain sebagai berikut:

1. Mengedepankan Keadilan: Salah satu tujuan hukum Islam adalah untuk

memastikan terciptanya keadilan dalam masyarakat. Maka dari itu,

implementasi Maqasid Al-Syari'ah dalam hukum Islam harus memastikan


36
ibid
37
Abû, P., & Wardani, op.cit
perlakuan yang adil bagi semua orang tanpa diskriminasi, baik dalam hal

penerapan hukum pidana, perdata, maupun syariat Islam secara umum.

2. Perlindungan Terhadap Kehidupan dan Kesehatan: Salah satu tujuan hukum

Islam adalah melindungi dan mempertahankan kehidupan dan kesehatan

manusia. Implementasi Maqasid Al-Syari'ah dalam hal ini dapat terlihat

dalam penetapan hukum yang melarang pembunuhan, kekerasan, serta

pengaturan hak asasi manusia secara umum.

3. Pemeliharaan Agama dan Akhlak: Hukum Islam juga bertujuan untuk

melindungi nilai-nilai agama dan akhlak yang baik. Implementasi Maqasid

Al-Syari'ah dalam hal ini mencakup pengaturan tentang ibadah, larangan

terhadap perbuatan maksiat, dan pengaturan tentang penyebaran ajaran

Islam.

4. Pembangunan Masyarakat dan Kesejahteraan: Salah satu tujuan hukum

Islam adalah membangun masyarakat yang adil, aman, dan sejahtera.

Implementasi Maqasid Al-Syari'ah dalam hal ini meliputi penetapan hukum

tentang pemberdayaan ekonomi, distribusi kekayaan yang adil, serta

pengaturan tentang hak-hak sosial dan kesejahteraan masyarakat.

5. Perlindungan Terhadap Kekeluargaan dan Keturunan: Hukum Islam juga

mengutamakan perlindungan terhadap kekeluargaan dan keturunan.

Implementasi Maqasid Al-Syari'ah dalam hal ini dapat terlihat dalam

pengaturan pernikahan, perceraian, hak-hak anak, dan warisan.

Dalam implementasi Maqasid Al-Syari'ah, penting untuk memperhatikan

prinsip-prinsip fleksibilitas dalam hukum Islam, seperti istihsan (kemaslahatan),

istislah (maslahat), dan istidlal (analogi)38. Dalam maksud ini agar hukum Islam

dapat terus relevan dan beradaptasi dengan perkembangan zaman serta

memenuhi kebutuhan dan tujuan umat Islam dalam menjalankan agama mereka.

Wahbah al-Zuhaili menjelaskan dalam karyanya tentang ketentuan-

ketentuan Maqasid al-syari'ah. Dia berpendapat bahwa untuk dapat

38
Hafid, op.cit
dikategorikan sebagai Maqasid al-syari'ah, sesuatu harus memenuhi empat

kriteria berikut:

1. Harus bersifat permanen, artinya makna yang dimaksudkan harus

ditentukan atau diduga mendekati kepastian.

2. Harus jelas, sehingga tidak akan ada perbedaan di antara para ahli hukum

dalam menetapkan makna tersebut. Salah satu tujuan dari disyariatkannya

perkawinan adalah untuk memastikan kelangsungan keturunan.

3. Harus terukur, makna haruslah memiliki batasan yang jelas dan tidak

diragukan. Pengharaman khamr adalah untuk menjaga akal agar tetap jernih,

dan batasannya ditetapkan pada keadaan mabuk.

4. Berlaku umum, hal tersebut berlaku untuk semua situasi, sehingga artinya

tidak akan mengalami perubahan meskipun berada di waktu atau tempat

yang berbeda. Menurut mazhab Maliki, kemampuan untuk memberikan

nafkah dan memperlihatkan sifat Islam menjadi persyaratan kafa'ah dalam

perkawinan.

Al-Syathibi menguraikan tentang Maqasid al-syari'ah yang membagi

tujuan syari'ah secara umum menjadi dua kelompok, yaitu tujuan syari'at

menurut pembuat syari'at (syari'i) dan tujuan syari'at menurut pelakunya

(mukallaf). Maqasid al-syari'ah adalah konsep yang mencakup empat aspek

penting, yaitu:

1. Tujuan utama syari'at adalah kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.

2. Syari'at sebagai sesuatu yang harus dipahami.

3. Syari'at sebagai hukum taklifi yang harus dijalankan.

4. Tujuan syari'at membawa manusia selalu di bawah naungan hukum.

Keempat hal tersebut saling terkait dengan Tuhan sebagai

penetap hukum agama (syari'ah). Allah tidak akan pernah menetapkan hukum-

Nya tanpa tujuan untuk kebaikan hamba-Nya, baik di dunia maupun di akhirat.

Tujuan ini dapat tercapai jika ada peraturan hukum yang bisa menjalankannya

dengan pemahaman dan pengertian yang jelas oleh manusia sebagai pihak yang
bertanggung jawab39. Oleh karena itu, semua target akan tercapai jika manusia

sebagai individu yang bertanggung jawab dalam tindakannya sehari-hari selalu

mematuhi aturan hukum. Manfaat sebagai inti dari tujuan-tujuan Maqasid al-

syari'ah dapat diklasifikasikan sesuai dengan maksudnya:

1. Maslahat yang diukur dari segi pengaruhnya.

Bila diukur maslahat dari segi pengaruhnya dalam kehidupan manusia,

maslahat dapat dibagi menjadi tiga tingkatan :

a. Dharuriyat, yaitu maslahat yang bersifat primer, Adalah suatu hal

yang mendasar, di mana keberadaan manusia sangat bergantung

pada hal ini, baik dalam hal spiritual (agama) maupun dalam hal

kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, hal ini menjadi sangat penting

dalam kehidupan manusia dan tidak bisa diabaikan. Jika hal tersebut

tidak hadir, kehidupan manusia di dunia akan berantakan dan

kehidupan di akhirat akan menjadi buruk (mendapat hukuman). Ini

adalah tingkat manfaat yang paling optimalkan. Dalam agama Islam,

kepentingan-kepentingan penting ini diperhatikan dari dua aspek:

pertama, pencapaian dan manifestasinya, dan kedua, menjaga

kelangsungannya. Sebagai contoh, yang pertama adalah memelihara

agama dengan mewujudkan dan melaksanakan semua tugas agama,

sementara yang kedua adalah mempertahankan keberlangsungan

agama dengan berjuang dan berperang melawan lawan-lawan Islam

(Gumanti, 2018).

b. Hajiyat, yaitu keperluan manusia untuk memudahkan kehidupan dan

mengatasi kesulitan serta keterbatasan merupakan hal yang penting.

Tanpa kehadirannya, akan timbul kesulitan dan keterbatasan yang

dapat berdampak tanpa mengganggu kehidupan.

c. Tahsiniyat, yaitu hal ini merupakan bagian dari etika, dan tujuannya

adalah untuk menciptakan kebaikan dan kehormatan. Jika

kehadirannya tidak ada, maka tidak akan menyebabkan kerusakan

39
Harahap, op.cit
atau kesulitan bagi kehidupan manusia. Kesejahteraan pendidikan ini

penting sebagai kebutuhan ketiga untuk meningkatkan mutu

kehidupan manusia.

2. Maslahat yang dilihat dari segi jangkauannya.

Bila maslahat dilihat dari segi jangkauannya yang terhubung dengan

kelompok (komunitas) atau orang perseorangan40. Terdapat dua klasifikasi yang

dapat digunakan untuk menggambarkan hal ini, yaitu:

a. Maslahat kulliyat, yaitu maslahat yang bersifat umum yang kebaikan

dan manfaatnya kembali kepada orang banyak. Salah satu contohnya

adalah melindungi negara dari serangan musuh dan menjaga keaslian

hadits dari upaya pemalsuan.

b. Maslahat juz'iyat, yaitu maslahat yang bersifat individual, Seperti

hukum yang mengatur berbagai jenis transaksi.

3. Maslahat yang dilihat dari segi tingkat kekuatan dalil.

Bila maslahat dilihat dari segi tingkat kekuatan dalil yang mendukungnya.

Maslahat dalam hal ini dibagi menjadi tiga, yaitu :

a. Maslahat yang bersifat qath'i yaitu Sesuatu yang dipercayai membawa

manfaat karena didukung oleh bukti yang tidak bisa ditolak, atau

yang ditunjukkan oleh bukti yang cukup banyak yang berasal dari

penelitian induktif, atau dapat dipahami dengan mudah melalui akal

bahwa manfaat itu ada.

b. Maslahat yang bersifat zhanni, yaitu maslahat keputusan yang dibuat

berdasarkan akal, atau kebaikan yang didukung oleh dalil yang jelas

dari ajaran agama.

c. Maslahat yang bersifat wahmiyah, yaitu maslahat yang menggapai apa

yang diimpi-impikan mungkin, tetapi jika dipikirkan lebih

mendalam, yang sebenarnya muncul adalah resiko dan kerugian.

Penjelasan Wahbah al-Zuhaili tentang pembagian maslahat

nampaknya dimaksudkan untuk menegaskan pentingnya

40
Harahap, op.cit
memprioritaskan maslahat yang boleh diambil dan yang harus

didahulukan di antara berbagai maslahat yang ada41. Kepentingan

utama harus diprioritaskan atas kepentingan sekunder, dan

kepentingan sekunder harus diprioritaskan atas kepentingan yang

bersifat perbaikan. Demikian, kepentingan umum harus diutamakan

daripada kepentingan yang bersifat spesifik. Pentingnya adalah untuk

memprioritaskan kepentingan pasti daripada kepentingan bersifat

spekulatif dan khayalan.

D. SIMPULAN

Dalam penelitian ini, telah dijelaskan konsep Maqasid Al-Syari’ah dalam

Hukum Islam, konsep Maqasid Al-Syari’ah dalam Hukum Islam, dan

implementasi Maqasid Al-Syari’ah dalam Hukum Islam. Penelitian ini

menggunakan metode studi literatur dan analisis data.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Maqasid Al-

Syari’ah merupakan konsep penting dalam pembahasan hukum Islam yang

menentukan tujuan dari penetapan hukum Islam. Maqasid Al-Syari’ah

menentukan tujuan dari penetapan hukum Islam, sehingga hukum Islam dapat

memberikan manfaat bagi masyarakat. Implementasi Maqasid Al-Syari’ah dalam

Hukum Islam meliputi prinsip-prinsip Maqasid Al-Syari’ah dalam Hukum

Islam, implementasi Maqasid Al-Syari’ah dalam Hukum Keluarga Islam, dan

implementasi Maqasid Al-Syari’ah dalam Hukum Pidana Islam.

Implikasi dari hasil penelitian ini adalah pentingnya pemahaman tentang

Maqasid Al-Syari’ah dalam pembahasan hukum Islam. Saran untuk penelitian

selanjutnya adalah melakukan penelitian lebih lanjut tentang implementasi

Maqasid Al-Syari’ah dalam hukum Islam.

41
Khatib, op.cit
Daftar Pustaka
Abû, P., & Wardani, I. A.-S. (N.D.). Maqâshid Al-Syarî’ah Sebagai Paradigma Ideal-
Moral Tafsir Al-Qur’an.

Al-Himayah, J., Gumanti, R., Syariah, F., Sultan, I., & Gorontalo, A. (N.D.).
Maqasid Al-Syariah Menurut Jasser Auda (Pendekatan Sistem Dalam Hukum
Islam). Http://Journal.Iaingorontalo.Ac.Id/Index.Php/Ah

auda, J. (2014). Memahami Maqasid Syariah. Malaysia: Pts Islamika Sdn.

Dr. Drs. Moh. Ahsanuddin Jauhari, S. M. (2020). Filsafat Hukum Islam. Bandung:
Pt. Liventurindo.

Gumanti, R. (2018). Maqasid Al-Syariah Menurut Jasser Auda (Pendekatan


Sistem Dalam Hukum Islam). Jurnal Al-Himayah .

Hafid, M. (2021). Telaah Interkoneksi Konsep Istihsan Dan Konsep Maqasid Al-
Syariah. An Nawazil.

Hakim, M. L. (2017). Pergeseran Paradigma Maqasid Al-Syari'ah: Dari Klasik


Sampai Kontemporer. Al Manahij.

Harahap, Z. A. (2014). Konsep Maqasid Al-Syariah Sebagai Dasar Penetapan Dan


Penerapannya Dalam Hukum Islam Menurut ‘Izzuddin Bin ‘Abd Al-
Salam (W.660 H). Tazkir .

Hasan, M. (2017). Tafsir Maqasid: Penafsiran Al Qur'an Berbasis Maqasid Al


Syariah. Maghza.

Khatib, S. (2018). Konsep Maqashid Al-Syari`Ah: Perbandingan Antara


Pemikiran Al-Ghazali Dan Al-Syathibi. Mizani.

Musolli. (2018). Maqasid Syariah: Kajian Teoritis Dan Aplikatif Pada Isu-Isu
Kontemporer. At-Turāṡ.

Noor, G. N. (2014). Konsep Maqashid Al-Syariah Dalam Menentukan Hukum


Islam (Perspektif Al-Syatibi Dan Jasser Auda). Al Iqtishadiyah .

Pangiuk, A. (2016). Bagi Hasil (Studi Tentang Implikasi Konsep Maqasid Al-
Syariah Al-Syatiby). Ijieb.

Sabil, J. (2022). Maqasid Syariah. Jakarta : : Rajawali Pers.

Shidiq, G. (2009). Teori Maqasid Al Syariah dalam Hukum Islam. Jurnal Sultan
Agung.
Siddig Ahmad, W. S. (2022). Hakikat Maqasid Al-Qur’an Imam Al-Ghazali dan
Perkembangan Perbahasan Berkenaan Maqasid Masa Kini. ISLĀMIYYĀT
44 (Isu Khas), 29 - 40.

Anda mungkin juga menyukai