Anda di halaman 1dari 16

Analisa Ketentuan Halal Dalam Perlembagaan

Indonesia dan Malaysia

Oleh
Afriadi Sanusi Dan Dr Bharuddin Che Pa
Jabatan Siasah Syariyyah
Aras 3 Blok A, Akademi Pengajian Islam,
Unuversiti Malaya, 50603 Kuala Lumpur.

Pendahuluan
Perbincangan tentang kedudukan ketentuan halal dalam perlembagaan Indonesia dan
Malaysia sangat penting bagi menentukan kedudukan hukum Islam dan pengakuan
pemerintah terahadap hukum Islam dan hak-hak beragama Ummat Islam di kedua-dua negara.
Al-Qur`an dan Sunnah merupakan sumber utama hukum Islam. Selain itu terdapat juga Ijmak
Ulama, Qiyas, Istihsan, Masalih al-Mursalah, al-Istishab dan lainnya yang boleh dijadikan
sumber hukum Islam.1 Selain itu terdapat juga ketetapan hukum yang berupa fatwa ulama
yang diamalkan diberbagai negara Islam. Fatwa menurut kamus Dewan adalah keputusan
tentang sesuatu hukum agama (yang belum pernah diputuskan lagi) berdasarkan nas al-Quran,
hadis, dan sumber hukum lain, termasuk ijtihad oleh mufti (atau mereka yang berwenang
tentang keputusan hukum syarak). Fatwa juga memiliki makna yang beragam mengikut
berbagai pandangan.2
Walaupun proses halalisasi (Perbankan, Insurans, Makanan, alat kecantikan dan barangan
lainnya) masih dikira baru, namun konsep asalnya halal telah ada semenjak adanya agama
Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW lagi. Ianya seperti Hadis Nabi yang
menyatakan bahawa yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, sementara antara keduanya
disebut perkara syubahat. Dalam dunia akademis halalisasi ini mengandungi pembahasan dan
kajian yang banyak sekali. Ia berkaitan dengan ilmu ekonomi kerana nilai dagangan halal
mencecah AS$150 bilion (RM525 bilion).3 Sebuah nilai yang menarik minat para penggiat
bisnes. Dibidang politik hukum pula, masalah halal berkaitan dengan legislatif yang perlu
1

Lihat al-Imam Muhammad Abu Zahrah (2003) UshulFiqh. Qaherah: Dar Fikr al-Arabi
Lihat, Hasnan Kasan (2008) Institusi Fatwa di Malaysia. Bangi: UKM, h. 41-42
3
http://www.jphpk.gov.my/Malay/berita/Jan07%2029a.htm
2

melahirkan ketentuan halal, tentang hakim yang perlu menjatuhkan sanksi hukum kepada para
pelanggarnya dan tentang eksekutif yang perlu menjalankan ketentuan halal menurut
perlembagaan yang ada, yang dikenal dengan konsep trias politica. Halal juga berkaitan
dengan hak asasi umat Islam yang perlu dilindungi oleh penguasa. Pelanggaran terhadap
ketentuan halal dapat dikategorikan dengan kemungkaran yang menurut Hadis Nabi
kemungkaran perlu dicegah dengan kekuasaan, kata-kata dan minimal membencinya dengan
hati bagi yang lemah imannya. Halalisasi juga berkaitan dengan eksistensi umat Islam dimata
dunia. Dengan adanya halalisasi, keberadaan hak-hak beragama umat Islam di akui oleh PBB
dan badan antarabangsa lainnya.4
Halalilasi telah menimbulkan gelombang tsunami baru bagi perusahaan konvensional, dimana
produk mereka sudah mulai diragui kesucian dan kehalalannya. Produk yang mendominasi di
pasaran selama ini juga telah disaingi dengan lahirnya berbagai produk halal yang diusahakan
oleh umat Islam dan produk lokal sendiri.5 Penulis melihat bahawa halalisasi adalah sebuah
revolusi baru umat Islam agar hak-hak dan kepentingan konsumen umat Islam terjaga, agar
Umat Islam memanfaatkan peluang ekonomi halal yang ada, agar dakwah Islam tersebar ke
penjuru dunia dan agar eksistensi dan esensi Islam di akui oleh negara dan dunia. Pelanggaran
terhadap halal dapat dikategorikan kepada ta`zir (perdata) bukan hudud atau jinayah. Ini
kerana pidana menurut Siti Zaharah biasanya ialah sesuatu perkara yang tidak diterima oleh
semua agama dan moral6. Sementara halal adalah sesuatu yang berkaitan dengan syariat yang
harus di amalkan oleh umat Islam sahaja.
Dalam sistem undang-undang, penjagaan hak umat Islam bidang halal termasuk dalam
kategori undang-undang awam, bukan undang-undang perseorangan. Sementara undangundang awam mengatur dan mengawal isu-isu kepentingan awam ialah tindakan untuk
menyoal pelanggaran isu kepentingan seperti perlindungan hak-hak awam7. Objektif kajian
ini ialah ingin menganalisa tentang kedudukan halal dalam perlembagaan Indonesia dan
Malaysia dari segi kaca mata politik hukum Islam.

Selama ini tutup kepala bangsa Sing diakui dunia international sebagai helmet yang sah bagi pengendera
motosikal, sementara serban umat Islam belum di akui.
5
Peluang keemasan ini belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh umat Islam kerana lebih 70 % yang memohon sijil
halal di Malaysia adalah perusahaan milik non Muslim.
6
Siti Zaharah bt Jamakuddin (2010) Undang-undang Jenayah di Malaysia. KL: MDC, h. 1
7
Farid Sufian Shuaib, et. al (2007) Perkembangan Ligitasai Kepentingan Awam di Malaysia dalam Pentadbiran
Keadilan Artikel Terpilih . KL: DBP, h. 156-158

Tinjauan Politis, Historis, Sosiologis dan Yuridis

Dalam pandangan ilmu politik, pemerintahan yang baik atau good governan sebagai
partisipasi, kekuasaan hukum (rule of law), transperansi, bertanggung jawab (responsiveness),
orientasi konsesus, persamaan (equity), efektif dan efisien (effectiviness and efficiency),
akauntabiliti dan strategik8. Pemerintah yang baik akan menjalankan roda pemerintahan
dengan baik. Kekuasaan hendaklah memperjuangkan keadilan, kewajaran, memenuhi
kewajiban agama dan membela rakyat yang merupakan kewajiban bagi raja atau imam.9
Kekuasaan penguasa meliputi bidang rohani jasmani-. Prioriti kebijaksanaan pemerintahan
adalah untuk kesejahteraan dan ketenteraman dan kemudahan hidup roh dalam erti
keseluruhan. Pentingnya unsur kebaikan umum yang harus didukung oleh kekuatan publik
dan kekuasaan tertinggi. Kepentingan masyarakat adalah jumlah kepentingan dari angotanya.
Kepentingan masyarakat bergantung pada kepentingan anggota dari masyarakat itu.
Secara Historis, hukum Islam telah menjadi amalan masyarakat berabad-abad lamanya di
kepulauan ini. Aceh Darussalam (1205-1675 M) dalam kanun Maukota Alam al-Asyi
halaman 32 telah menjadikan al-Quran, al-Hadis, Ijma dan Qiyas menjadi hukum positif
yang mengikat.10 Ini termasuk hukum pidana seperti Qisas, tazir dan sebagainya.
Kesultanan Aceh memiliki Ulama terkenal Ar-Raniri dengan kitab Fikihnya Shirat alMustaqim. Di Banjarmasin terdapat ulama Syekh Arsyad al-Banjari memiliki kitab Sabil alMuhtadin. Di kesultanan Johor-Riau juga terdapat Tuhfat al-Nafis dan Tsammarat alMuhimmah Dhiyafah lil-Umara wa al-Qubara, yang berisi tentang acuan ketatanegaraan dan
rujukan hukum Islam.

UNDP (1997) Governance for Sustainable Human Development, A UNDP Policy Document, New York: UNDP
Deliar Noer ( 1999) Pemikiran Politik Di Negeri Barat. Jakarta: Mizan, h. 77
10
A. Hasjmy (1977) 59 Tahun Aceh Merdeka di Bawah Pemerintahan Ratu. Jakarta: Bulan Bintang, h. 21
9

Hukum Islam telah menjadi hukum positif yang diberlakukan oleh berbagai kesultanan Islam
di Nusantara. Bahkan ada di antara Sultan itu adalah ulama seperti Sultan Malik Zahir dari
kesultanan Pasai. Kitab-kitab Ar-Raniri Shirat al-Mustaqim, Syeikh al-Banjari Sabil alMuhtadin pengaruhnya sampai ke Pathani. Hukum Islam juga dilaksanakan di kerajaan,
Bugis, Bone, Boton, Bima, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Ampel, Mataram dan
sebagainya.11
Islam mempengaruhi secara ekonomi, politik dan hukum di Malaka seperti kanun Malaka
yang mula dikumpulkan pada zaman pemerintahan Sultan Muhamad Shah (1422-1444) dan
dilengkapkan pada zaman pemerintahan Mudzafar Shah (1445-1450) Kanun Malaka ini telah
menjadi undang-undang asas kerajaan Malaka dan mempengaruhi negeri-negeri lainnya
seperti Pontianak dan Brunei. Kanun Malaka memperuntukkan hukum jenayah, muamalat,
keluarga, keterangan, acara dan syarat-syarat menjadi pemerintah. Undang-undang Pahang
dimasa Sultan Abdul Ghafur (1592-1414M) yang mengandungi 65 fasal meliputi jenayah,
sivil, keluarga, acara dan jihad dan Undang-undang Johor di ambil dari undang-undang
Malaka.12
Secara sosiologis hukum Islam adalah hukum yang hidup dan berkembang di tengah
masyarakat Indonesia dan Malaysia yang beragama Islam. Halal dan haram menjadi amalan
seharian, nikah secara Islam, sholat, zakat, haji, puasa dan sebagainya. Diantara identiti
melayu Islam Nusantara silam ialah nama, pakaian mereka yang Islamik. Memakai songkok,
jubah, serban, tasbih, sarung dan sebagainya. Dengan demikian hukum Islam menjadi hukum
yang hidup dan diamalkan ditengah masyarakat. Hukum Islam juga menjadi bagian dari
perjuangan NGO Islam yang lebih dulu ada dari negara Indonesia seperti Syarekat Islam,
Muhammadiyah, Persis, dan sebagainya dalam masa yang panjang. LP-POM MUI yang

11

Ramli Hutabarat (2005) Kedudukan Hukum Islam dalam Konstitusi-konstitusi Indonesia dan Peranannya
dalam pembinaan hukum Nasional. Jakarta: UI. h. 23, 61-63
12
Mahmood Zuhdi (1989) Undang-Undang Keluarga Islam Konsep dan Pelaksanaanya. Kuala Lumpur: karya
Abazie, h. 37-39

bekerjasama dengan departemen kesehatan, didukung oleh perguruan tinggi untuk


mengeluarkan sertifikat halal.13
Secara Yuridis, Sajuti Thalib meringkaskan tiga perkembangan theori yang pernah berlaku
dan ada di bumi Nusantara (Indonesia sekarang) yaitu;
a. TheorieReceptio In Complexu; Teori ini mengatakan bahwa bagi orang Islam berlaku
hukum Islam.
b. TheorieReceptie yang mengatakan bahwa pengaruh hukum Islam baru mempunyai
kekuatan kalau telah diterima hukum adat.
c. TheorieReceptie a Contrario yang mengatakan bahwa hukum adat baru berlaku kalau
tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Hukum Islam menurut Sajuti memiliki pondasi yang kuat dalam hukum positif di
Indonesia.14
Hukum Islam sudah sepatutnya menjadi hukum positif bagi ummat Islam karena secara
sosiologis majoriti penduduk Indonesia dan Malaysia adalah beragama Islam. Sementara
syariat Islam adalah menjadi bagian dari keperluan asas umat Islam, yang diwajibkan oleh
agamanya.
Secara Yuridis pasal 29 UUD 1945 menyatakan bahawa; (1) Negara berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Secara praktis pula menyaksikan bahawa hukum Islam menjadi amalan yang dijalankan oleh
ummat Islam seperti dalam hal penyembelihan halal, solat, zakat, puasa, haji dan
sebagainya.15

13

Cik Hasan Bisri (1997) Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia. Bandung: Rosda, h. 17
Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia in memoriam Prof. mr. Dr. Hazairin (1981). Jakarta: UI-Press, h.
44-54
15
Gemala Dewi et al (2006) Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia, h. 5-7
14

Ada beberapa undang-undang Islam yang diakui dalam konstitusi Indonesia seperti; UU No
1/1974 tentang perkawinan, UU No 7/1989 tentang peradilan agama yang disempurnakan
menjadi UU No 3 Tahun 2006, UU No 7 Tahun 1992 (UU No 10 Tahun 1998, UU No 17
Tahun 1999 tentang penyelenggaraan haji yang disempurnakan menjadi UU No 13 Tahun
2008, UU No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, infak dan shadaqah. Disamping itu
ada juga UU No 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaaan daerah istimewa
Aceh, UU No 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Propinsi daerah istimewa Aceh sebagai
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam khusus Aceh. UU No 11 Tahun 2006 tentang
pemerintahan Aceh tentang pelaksanaan Syariat Islam di Aceh yang meliputi hukum
keluarga, perdata, jinayah, Qada, tarbiyah, dakwah, syi`ar dan pembelaan Islam dan
mahkamah syariah yang bertujuan memeriksa, mengadili dan menghukum palanggaran
dibidang syariat.
Undang-undang tentang perbankan syari`ah No 10 tahun 1998 tentang perubahan atas
undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Kompilasi Hukum Islam yang
menjadi bagian dari Instruksi Presiden No 1 Tahun 1991. UU No 41 tahun 2004 tentang
wakaf yang kemudian ditetapkan PP No 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya.

Kedudukan Halal Dalam Konstitusi Indonesia


Untuk mengetahui kedudukan halal dalam konstitusi Indonesia, maka dengan sendirinya
harus dipahami konsep hukum di Indonesia terlebih dahulu. Undang-undang Dasar 1945
adalah peraturan tertinggi di Indonesia. Pancasila atau lima dasar negara menjadi rukun
negara.

Secara Geografi Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. 16 Indonesia merupakan
negara demokrasi yang dalam pemerintahannya mengamalkan sistem presiden sebagai kepala
negara. Pancasila merupakan jiwa dari demokrasi di Indonesia.
Atas dasar tuntutan reformasi, UUD 1945 telah di amandemen sebanyak empat kali. Ini
kerana kandungan aslinya dibuat dengan tergesa-gesa, dharurat dan mendesak dengan suasana
negara yang baru lahir.
Dalam susunan kekuasaan NKRI yang menganut faham trias politica, terdiri dari Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) yang bertugas bersidang menentukan dan menetapkan
undang-undang. (legislatif)
Eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden yang dibantu oleh Wakil Presiden, Jamaah Menteri,
Gubernur, Bupati dan sebagainya. Eksekutif bertugas menjalankan undang-undang dan jalan
pemerintahan yang bertanggung jawab pada MPR.
Yudikatif pula dipimpin oleh Mahkamah Agung yang bersifat independen tanpa intervensi
dari pemerintah walaupun penunjukannya dilakukan oleh pemerintah. Lembaga ini bertugas
menegakkan keadilan dan hukum.
Dalam perjalanannya theori trias politica di Indonesia telah di tafsirkan secara berpariasi
mengikut kehendak eksekutif yang diktator dan membelakangi undang-undang, seperti
dizaman orde lama dan orde baru.
Secara konstitusi kedudukan hukum Islam di Indonesia dapat dilihat dengan jelas dalam
piagam Jakarta yang direvisi dari kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya
menjadi ketuhanan yang maha esa. Banyak pakar hukum yang mengatakan bahawa piagam
Jakarta sebenarnya tidak pernah terbatal di Indonesia yang merupakan negara berpenduduk
Islam terbesar di dunia. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila adalah bentuk

16

Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia www.indonesia.go.id, 9 Januari 2005

pengakuan Negara terhadap agama dan peraturannya. Ia juga menunjukkan bahwa Indonesia
adalah Negara yang ber-Tuhan.
Konsep undang-undang berbeda dengan konsep syariah yang harus melalui Nash, Ulama danpemerintah. Kalau RUU JPH berasal dari sebagian kecil ulama dan disahkan atau ditolak oleh
orang-orang yang sebagiannya tidak tahu sama sekali tentang hukum Islam seperti anggota
DPR/MPR.
Sertifikasi halal di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sertifikasi halal
adalah fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat
Islam. Sertifikasi halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan izin pencantuman label halal
pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang. Dalam hal halal ini MUI
bekerjasama dengan Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian,
Kementerian Perdagangan, Kementerian Industri dan perguruan tinggi seperti IPB. Dalam
ketentuan dan peraturan perundang-undangan, produk halal di Indonesia banyak dipegang
oleh lembaga non agama.

Undang-Undang
Diantara peraturan perundang-undangan yang berkaitan halal ialah;
Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan17
dibawah Direktorat Jenderal Peternakan Kementrian Pertanian. UU ini merupakan
penyempurnaan dari; Undang-undang No 6 Tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan18 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang: Pangan19 PP No. 22/1983:

17

Departemen Pertanian RI, http://karantina.deptan.go.id/peraturan/2009_UU%2018.pdf


UniversitaMuhammadiyah Malang, http://elmu.umm.ac.id/file.php/1/produkhukum/UU/UU%20667%20Ketentuan%20Pokok%20Peternakan%20dan%20Kesehatan%20Hewan.pdf
19
DPR RI, https://docs.google.com/viewer?url=http://www.dpr.go.id/uu/uu1996/UU_1996_7.pdf
18

Kesehatan Masyarakat Veteriner20 Dirjen Perdagangan Dalam negeri, Kementerian


Perdagangan. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang: Perlindungan konsumen21
Undang-Undang 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan22

Peraturan Pemerintah
PP No. 28/2004: Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan23 Kep. Mentan N0. 413/1992,
Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya

24

Kep. Mentan

N0. 306/1994, Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging Unggas serta Hasil Ikutannya
Per. Mentan No. 381/2005, Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner (NKV) pada Unit Usaha
Pangan Asal Hewan Per.Mentan No. 20/2009, Pemasukan dan Pengawasan Peredaran
Karkas, daging, dan/atau Jeroan dari Luar Negeri. Per. Mentan No. 13/2010, Persyaratan
Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (meat cutting plant). SK
Ketua MUI No. D410/ 2009 tentang Daftar Lembaga Sertifikasi Halal di Luar Negeri yang
telah diakui oleh MUI. PP No 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan25

Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.1.23.3516


Tentang Izin Edar Produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, Suplemen Makanan dan
Makanan Yang Bersumber, Mengandung, Dari Bahan Tertentu dan Atau Mengandung
Alkohol
SK Menkes RI No. 82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pencantuman Tulisan Halal pada Label
Makanan dan Perubahannya No. 924/Menkes/SK/I/1996

20

http://ngada.org/pp22-1983.htm
Kementerian Sumber Daya Manusia RI, http://www.esdm.go.id/prokum/uu/1999/uu-8-1999.pdf
22
Kementerian Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat RI,
http://sjsn.menkokesra.go.id/dokumen/peruu/1992/uu23_1992_ind.pdf
23
Kamar Dagang Industri RI, https://docs.google.com/viewer?url=http://www.kadinindonesia.or.id/enm/images/dokumen/KADIN-131-3461-05022009.pdf
24
Pemerintahan Daerah, http://hukum.jogjakota.go.id/upload/PERDA%20RPH%20upload.pdf
25
Pemerintah RI, http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/148.pdf
21

SK. Badan POM No. HK.00.05.23.0131 tahun 2003 tentang Pencantuman asal bahan tertentu
kandungan alkohol dan batas kedaluarsa pada penandaan/label obat, obat tradisional,
suplemen pangan & pangan
Piagam kerjasama antara departemen kesehatan (Dirjen POM), departemen agama, MUI,
tentang pelaksanaan pencantuman label halal pada makanan seperti tanggal 21 Juni 1996;
1. Pangan yang telah dilakukan pemeriksaan dinyatakan halal atas dasar fatwa dari Majelis
Ulama Indonesia.
2. Pelaksanaan pencantuman label halal didasarkan atas hasil pembahasan Departemen
Kesehatan (Ditjen POM), Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia.
3. Untuk meningkakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tersebut dibentuk Tim
Koordinasi yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan (Ditjen POM),
Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia
(SK Ka BPOM No. HK 00.05.52.4321 tentang Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan)
Jika akan mencantumkan logo halal pada label kemasan Sertifikat Halal harus diperoleh
setelah dilakukan audit dan pembahasan dalam Komisi Fatwa MUI.
Logo halal hanya dapat dicantumkan pada label kemasan setelah produsen memenuhi
pernyataan GMP dan memperoleh persetujuan dari Badan POM.
Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001; Keputusan Menteri Agama Nomor 519
Tahun 2001 tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksa Pangan Halal menunjuk Majelis Ulama
Indonesia sebagai badan pemeriksa pangan halal yang sah. Keputusan Menteri Agama Nomor
535 Tahun 2001 yang Perusahaan Umum Percetakan Uang RI (PERUM PERURI) Sebagai
Pelaksana Percetakan Label Halal.

Kedudukan Fatwa MUI Di Indonesia

10

Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2004 mengatakan bahwa hierarki hukum di Indonesia


adalah; UU 1945, UU/Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.26
Karena sumber hukum terbagi dua yaitu materil dan formil, maka Fatwa MUI termasuk dalam
kategori sumber hukum materil yang dipengaruhi oleh real yang benar-benar hidup ditengah
masyarakat seperti tentang keyakinan beragama.27
Seperti Dr. Yeni Salma Berlinti berhasil mempertahankan disertasinya berjudul Kedudukan
Fatwa DSN dalam Sistem Huukum Nasional di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia
mengatakan bahwa Fatwa DSN-MUI merupakan hukum positif yang mengikat. Fatwa Dewan
Syariah MUI menjadi pedoman dasar berlakunya kegiatan ekonomi syariah bagi pemerintah.
Dengan demikian Fatwa DSN bersifat mengikat karena diserap ke dalam peraturan
perundang-undangan. Ia juga didukung dengan keterkaitan DPS dan DSN karena anggota
DPS direkomendasi oleh DSN-MUI. Keterikatan juga terlihat dalam melakukan tugas
pengawasan dimana DPS harus merujuk kepada Fatwa DSN. DSN yang mengikat karena UU
nomor 19 Tahun 2008 Surat Berharga Syariah Negara dan UU Perbankan Syariah mengakui
peran DSN, selain PBI, Keputusan Menkeu, Peraturan Kepala Bapepam-LK lainnya.28
Setelah dihapuskannya tujuh kata dalam piagam Jakarta dengan menggunakan theory receptie
Snouck Hograngge memang Indonesia bukan lagi sebagai negara Islam. Akan teteapi semua
itu tidak membuat umat Islam tidak memiliki hak untuk menjalankan ajaran agamanya.
Karena menjalankan syariat Islam bagi umat Islam adalah suatu kewajiban.
Mujaid Kumkelo menemukan bahwa kekuatan fatwa MUI terletak pada pendekatan sejarah
yang mendapati kuatnya pengaruh Undang-undang Islam dalam sejarah Islam Nusantara. Dia

26

Pasal 7 UU RI No 10 Tahun 2004


Rahayu Hartini (2007) Kedudukan Fatwa MUI Mengenai Penyelesaian Sengketa Melalui Basyarnas Pasca
Lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama. Naskah publikasi hasil penelitian di Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
28
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c675fd06e150/fatwa-dsn-merupakan-hukum-poositif-mengikat
27

11

juga mengatakan bahwa dengan mengakui MUI, maka kekuatan hukum akan bertambah
kokoh karena ia adalah hukum yang hidup di tengah masyarakat.29
Tingkat pendidikan ulama adalah sama sahaja, malah lebih tinggi daripada praktisi hukum
dan ahli hukum lainnya di Indonesia. Ini karena banyak diantara ulama Indonesia bergelar
Profesor Dr. MA dan sebagainya. Maka dengan demikian diskriminasi terhadap orang agama
tidak sepatutnya berlaku lagi.
Ketentuan hukum tentang halal memiliki kedudukan hukum yang sah dan rasmi dalam
perlembagaan Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya masih sangat lambat dan kurang
berkesan pelaksanaannya. Di berbagai-bagai pusat perbelanjaan, produk makanan halal
dicampurkan dengan produk makanan tidak halal30. Restoran dan produk makanan, minuman,
ubat, obatan, kecantikan, barang lainnya masih jarang yang berlogo halal.
Ketentuan Halal Dalam Perlembagaan Malaysia
Dalam perkara 3 (1) menyatakan bahawa Islam adalah agama bagi persekutuan. Malaysia
juga memiliki institusi diraja yang bertugas melindungi dan menjaga hak-hak orang melayu
dan agama Islam31. Dalam akta pentadbiran Islam wilayah-wilayah persekutuan tahun 1993
(akta 505) seksen 34 antaranya menjelaskan bahawa fatwa hendaklah dipatuhi oleh semua
umat Islam yang berada di negeri itu dan bahawa fatwa merupakan sebahagian daripada
undang-undang yang perlu diikuti oleh semua mahkamah syariah bagi negeri. 32 Secara
administrasi majelis Fatwa berada di bawah pengelolaan JAKIM, akan tetapi secara bidang
kuasa Mufti takluk dibawah kuasa Raja bagi setiap negeri yang berwenang dalam urusan

29

Mujaid Kumkelo (tth) Kedudukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan komisi fatwanya dalam sistem hukum
tata negara. Dosen fakultas syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
30
Di sebuah mall Surabaya penulis mengamati disamakannya tempat produk halal dengan produk non halal.
Sementara di Malaysia produk non halal di asingkan dalam satu ruangan yang tersendiri.
31
Hasnan Kasan (2008) Institusi Fatwa di Malaysia. Bangi: UKM, h 61
32
http://www.e-fatwa.gov.my/apa-itu-fatwa

12

agama Islam. Dengan kedudukan Islam yang kuat di Malaysia, tidak timbul masalah hak-hak
beragama umat Islam di Malaysia33.
Abdul Aziz Bari mentafsirkan perkara 1 (3) bahawa Islam adalah jati diri persekutuan
Malaysia. Dalam kamus dewan jati diri ialah sifat atau ciri yang unik dan istimewa yang
menjadi teras dan lambang kepribadian seseorang individu tersebut.34
Menurut aziz Bari walaupun tidak dengan tegas dikatakan bahawa Malaysia sebuah negara
Islam, namun perlembagaan Malaysia dengan tegas mengatakan bahawa Malaysia bukanlah
negara sekuler. Ini kerana Malaysia mengakui adanya perayaan hari kebesaran berbagai
agama dengan menjadikannya sebagai cuti umum. Perkara 3 (1) mengakui adanya JAWI,
JAKIM, IKIM, ILIM dan sebagainya yang dibiayai dari dana awam melalui belanjawan
negara. Adanya isntitusi raja dan kesultanan Melayu yang berteraskan prinsip Islam. Adanya
jabatan mufti, Qadhi, Mahkamah Syariah dan sebagainya.35
Dalam perlembagaan persekutuan perkara 3 (1) dinyatakan bahawa; agama persekutuan.
Islam ialah agama bagi persekutuan; tetapi agama lain boleh di amalkan dengan aman dan
damai dimana-mana bahagian persekutuan.36 Perkara 11 (4) undang-undang negeri dan
berkenaan dengan wilayah-wilayah persekutuan Kuala Lumpur, Labuan dan Putra Jaya.
Undang-undang persekutuan boleh mengawal atau menyekat pengembangan apa-apa dokrin
atau kepercayaan agama dikalangan orang yang menganuti agama Islam. 37
Perkara 12 (2) Tiap-tiap kumpulan agama berhak menubuhkan dan menyelenggarakan
institusi institusi bagi pendidikan kanak-kanak dalam agama kumpulan itu sendiri dan tidak
boleh ada diskrimminasi semata-mata atas alasan agama dalam mana-mana Undang-undang
itu; tetapi adalah sah bagi persekutuan

atau sesuatu negeri menubuhkan atau

menyelenggarakan atau membantu dalam menubuhkan atau menyelenggarakan institusi33

Namun kenyataannya menurut pengamatan penulis dalam beberapa hal umat Islam Malaysia masih kesulitan
mendapatkan hak-hak mereka.
34
Abdul Aziz Bari (2008) Perlembagaan Malaysia: Teori dan Praktis. Sah Alam: Arah Publications, h. 288
35
Abdul Aziz Bari (2006) Perlembagaan Malaysia Asas-Asas dan Masalah. KL: DBP, h. 249-255
36
Perlembagaan persekutuan pindaan hingga 2010. May 2010. Batu Chaves: Akta, h. 2
37
Perlembagaan persekutuan pindaan hingga 2010. May 2010. Batu Chaves: Akta, h. 10

13

institusi Islam atau mengadakan atau membantu dalam mengadakan ajaran dalam agama
Islam dan melakukan apa-apa perbelanjaan sebagaimana yang perlu bagi maksud itu.38
Malaysia mengamalkan sistem negara federal, dimana ada hak-hak tertentu kerajaan negeri
yang tidak boleh diganggu oleh kerajaan pusat, YDPA yang wajib beragama Islam dan
berbangsa Melayu adalah representatif dari kepala agama.39 Ketua negara Malaysia adalah
yang Dipertuan Agong Dalam perlembagaan Malaysia Agong berkewajiban melindungi hakhak umat Islam dan orang Melayu. Disetiap negeri yang beraja ada Raja berpelembagaan
yang juga bertugas melindungi kepentingan agama Islam dan orang Melayu. Sumpah Agong
dibawah perkara 37 atas nama suci Allah membuatnya harus mempertahankan agama Islam40.
Agong dalam sumpahnya berikrar memelihara agama Islam pada setiap masa. YDP Agong
juga adalah ketua agama Islam bagi negeri-negeri Pulau Pinang, Melaka, Sabah, Serawak dan
Wilayah Persekutuan41. Sementara negeri yang memiliki raja lainnya, kuasa agama Islam
berada di tangan raja masing-masing.
Eksekutif diketuai oleh Perdana Menteri, Jemaah Menteri dan Kabinet. Legislatif diwakili
oleh parlimen, dewan rakyat, dewan negara dan Yudikatif diketuai oleh ketua hakim negara
dan makamah. Dalam perjalanannya dominasi antara eksekutif, legislatif dan yudikatif
berirama seiring dengan perjalanan masa.
Pihak-pihak yang terlibat mengambil bagian dalam proses pensijilan dan pengawasan halal di
Malaysia iaitu; Jabatan Agama Johor, Jabatan Agama Islam Negeri Kedah, Jabatan Hal Ehwal
Agama Islam Kelantan, Jabatan Agama Islam Melaka, Jabatan Hal Ehwal Islam Negeri
Sembilan, Jabatan Agama Islam Negeri Pahang, Jabatan Agama Islam Pulau Pinang, Jabatan
Agama Islam Perak, Jabatan Agama Islam Perlis, Jabatan Agama Islam Selangor, Jabatan Hal

38

Perlembagaan persekutuan pindaan hingga 2010. May 2010. Batu Chaves: Akta, h. 11
Harry E Groves (1964) The Constitution Of Malaysia. Singapore: Malaysia Publication, p.148
40
Muhamad Naser Bin Disa, 10 salah tanggapan mengenai kedudukan Islam di Malaysia. Kertas kerja
konvensyen perundangan Islam di Malaysia. Anjuran IKIM dan MAIS 5-6 April 2011
41
Ahmad Ibrahim (1992) Sistem Undang-undang di Malaysia. Kuala Lumpur: DBP, h. 179
39

14

Ehwal Agama Terengganu, Jabatan Hal Ehwal Agama Islam Negeri Sabah, Jabatan Agama
Islam Sarawak, Jabatan Agama Islam Wilayah Persekutuan, Kementerian Perdagangan
Antarabangsa dan Industri (MITI), Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Hal Ehwal
Pengguna, (KPDN & HEP), Kementerian Kesehatan Malaysia, Jabatan Perkhidmatan
Haiwan, Kementerian Pertanian dan Industri Asas Tani Malaysia dan Institut Penyelidikan
dan Kemajuan Pertanian Malaysia (MARDI).
Penggunaan sijil halal bukanlah suatu kewajiban bagi pengeluar, tapi sebagai aspek
tanggungjawab sosial. Di Malaysia hanya JAKIM/JAIN/MAIN yang berhak mengeluarkan
sijil halal setiap produk yang dikeluarkan di Malaysia. Sementara itu untuk produk yang
dikilangkan di luar negara, JAKIM mengakui beberapa sijil halal luar negara. 42
Pemeriksaan pemantauan adalah terikat dari segi undang-undang kepada Akta Perihal
Dagangan 1972 yang membolehkan tindakan penguatkuasaan dan pendakwaan dilakukan
apabila perlu dan berkaitan. Pegawai JAKIM dan JAIN yang dilantik sebagai Penolong
Pengawal Perihal Dagangan dibawah Seksyen 26, Akta Perihal Dagangan 1972 boleh
melaksanakan penguatkuasaan di atas Perintah Perihal Dagangan (Penggunaan Perbahasaan
"Halal") 1975.
Jakim hanya memiliki kuasa pemantauan dan penguatkuasaan terhadap pemegang sijil halal
yang dikeluarkan oleh pihaknya. Untuk hal-hal yang diluar bidang kuasanya Jakim
bekerjasama dengan KPDNKK.43
Akta-akta yang berkaitan dengan Prosedur Pensijilan Halal adalah; Akta Perihal Dagangan
1972; 1. Perintah Perihal Dagangan (Penggunaan Perbahasaan 'Halal') 1975 2. Perintah
Perihal Dagangan (Penandaan Makanan) 1975; Akta/Enakmen Syariah Wilayah-Wilayah
Persekutuan; Akta/Enakmen Kesalahan Jenayah Syariah (Wilayah - Wilayah Persekutuan)

42

www.jakim.my
Zulzaidi Bin Mahmod, Pengurusan Produk halal: kajian perspektif undang-undang di Malaysia. Kertas kerja
seminar Hukum Islam semasa VII 14-15 Disember 2011 di jabatan Fiqh dan Usul APIUM.
43

15

1997 [Akta 559] ). Akta Makanan 1983 (Akta 281) dan Peraturan-peraturan Makanan 1985.
Animal Rules 1962 dan Undang-Undang Kecil Pihak Berkuasa Tempatan. Akta-Akta
Kesalahan Jenayah Syariah (Wilayah-Wilayah Persekutuan 1997. Seksyen 42, Bahagian V
(Kesalahan Jenayah): Akta perlindungan pengguna 1999, Kanun kesiksaan seksyen
41544,enakmen Jenayah Syariah Selangor 1995, Enakmen Kesalahan Jenayah Syariah Negeri
Sabah 1995
Dalam akta perihal dagangan 2011 perintah perihal dagangan (perakuan dan penandaan halal)
(pindaan) 2012 yang mula berkuatkuasa pada 1 mac 2012 memberi kuasa lebih pada JAKIM
untuk melakukan penentuan dan pengawasan yang sebelumnya berada dibawah wewenang
KPDNKK

Kesimpulan
Indonesia dan Malaysia yang sebelumnya dikenal dengan alam Melayu Nusantara merupakan
sebuah negara yang mengamalkan hukum-hukum Islam. Kedatangan penjajah yang
memisahkan jalur sungai yang semulanya satu ini membuat masing-masing terpaksa
menempuh jalan yang agak berlainan. Walaupun penjajah telah puluhan tahun meninggalkan
alam Melayu nusantara, namun sungai-sungai itu tidak mau bersatu lagi dan hanya dapat
bertemu di laut yang sama dengan rasa yang berbeda.
Secara hukum, Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan halal di Indonesia jauh
lebih banyak dan lebih sempurna dari yang ada di Malaysia. Namun secara pelaksanaan,
Malaysia jauh lebih baik. Ini terutama dengan adanya pengasingan tempat makanan halal
dengan makanan yang tidak halal di berbagai-bagai pusat perbelanjaan. Campur tangan
negara pada mereka yang melanggar hak-hak beragama, terutamanya dibidang halal perlu
ditindak oleh pemerintah dengan kekuatan hukum yang pasti.

44

Zulkifli Hasan, Undang-undang Produk Halal di Malaysia: Isu Penguatkuasaan dan Pendakwaan

16

Anda mungkin juga menyukai