Anda di halaman 1dari 11

Available online at:

Varia Hukum: Jurnal Pengantar Hukum Ekonomi Syariah, Vol. 1 No. 1: 1-20
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/varia
DOI: 10.15575/vh.v4i1.XXXX

Hubungan Antara Fiqh, Fatwa dan Qanun

Fazri Achmad Anugrah Sitepu, Muhamad Zainu Rasyid Syidik, Muhammad Nafis
Huffadzul Islam, Putri Mayasyirul Ulfah
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia Jalan A.H. Nasution
No. 105, Cipadung, Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat 40614
E-mail: fsitepu@gmail.com, zainurasid@gmail.com, huffad11@gmail.com,
putrimayasyirul29@gmail.com

Abstract
Islam bermakna sebagai sebuah ketundukan dan penyerahan diri seorang hamba
saat berhadapan dengan Tuhannya. Hal ini berarti bahwa manusia dalam
berhadapan dengan Tuhannya (Allah) haruslah merasa kerdil, bersikap
mengakui kelemahan dan membenarkan kekuasaan Allah swt. Kemampuan
akal dan budi manusia yang berwujud dalam ilmu pengetahuan tidaklah
sebanding dengan ilmu dan kemampuan Allah swt. Pemahaman terhadap
sumber hukum Islam mengharuskan adanya penalaran yang sistematis dan
logis. Hukum Islam diyakini bagi umat Islam sebagai hukum yang bersumber
pada wahyu Tuhan. Hal ini didasarkan kepada sumber hukum Islam adalah
alquran dan al-sunnah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
korelasi antara fiqh, fatwa dan qanun yang merupakan hal yang mendasar dalam
hukum islam yang harus dipahami.

Kata Kunci: Hukum Islam, fiqh, fatwa, qanun

INTRODUCTION

Al-Quran dan literatur hukum Islam sama sekali tidak menyebutkan kata
hukum Islam sebagai salah satu istilah. Yang ada di dalam al-Quran adalah kata
syarî’ah, fiqh, hukum Allah, dan yang seakar dengannya. Istilah hukum Islam
merupakan terjemahan dari islamic law dalam literatur Barat.1
Hukum islam dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak membantu.
setidaknya membantu tatanan masyarakat dan mengontrol perilaku sikap
manusia yang sadar akan hukum islam. Secara umum, tujuan hukum islam,
yaitu sebagai ketetapan hukum islam, kemaslahatan umat manusia,
kemaslahatan dunia dan akhirat serta petunjuk ke jalan yang benar bagi
manusia.
Kata hukum secara etimologi berasal dari akar kata bahasa Arab, yaitu َ
hakama-yahkumu yang kemudian bentuk mashdar-nya menjadi hukman. Lafadz
al-hukmu adalah bentuk tunggal dari bentuk jamak al-ahkam
Berdasarkan akar kata hakama tersebut kemudian muncul kata al-
hikmah yang memiliki arti kebijaksanaan. Hal ini dimaksudkan bahwa orang
yang memahami hukum kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-
1
Mardani, Hukum Islam, “Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia”, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015), hlm. 14.
Available online at:
hari maka dianggap sebagai orang yang bijaksana.2 Arti lain yang muncul dari
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/varia
akar kata tersebut adalah “kendali atau kekangan kuda”, yakni bahwa
keberadaan hukum pada hakikatnya adalah untuk mengendalikan atau
mengekang seseorang dari hal-hal yang dilarang oleh agama. Makna
“mencegah atau menolak” juga menjadi salah satu arti dari lafadz hukmu yang
memiliki akar kata hakama tersebut. Mencegah ketidakadilan, mencegah
kedzaliman, mencegah penganiayaan, dan menolak mafsadat lainnya.3
Dalam hukum Islam terdapat istilah syarî’ah yang harus dipahami
sebagai sebuah intisari dari ajaran Islam itu sendiri. Syarî’at atau ditulis juga
syarî’ah secara etimologis (bahasa) sebagaimana dikemukakan oleh Hasbi as-
Shiddieqy adalah “Jalan tempat keluarnya sumber mata air atau jalan yang
dilalui air terjun.4
Secara terminologis (istilah) syarî’ah diartikan sebagai tata aturan atau
hukum-hukum yang disyariatkan oleh Allah kepada hamba-Nya untuk diikuti.
Diperjelas oleh pendapat Manna’ alQhaththan, bahwa syarî’at berarti “segala
ketentuan Allah yang disyariatkan bagi hamba-hamba-Nya, baik menyangkut
akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah.5
Hukum Islam merupakan hukum yang bersumber dari al-Qur’an dan
hadis, yang kemudian berkembang menjadi sebuah peroduk pemikiran hukum.
Produk pemikiran hukum tersebut menghasilkan materi-materi hukum
berdasarkan kebutuhan masyarakat. Kemudian dibentuk dan diformasi dalam
sebuah konsep untuk dilaksanakan dan ditaati sebagai hasil dari produk
pemikiran hukum.
Aturan-aturan yang merupakan hasil dari produk pemikiran hukum
Islam, apabila ditinjau dari sejarah sosial hukum Islam, maka tumbuh dan
berkembang sejak zaman Nabi Muhammad saw. sampai sekarang, hingga kini
berlaku di Indonesia. Akan tetapi sejarah sosial hukum Islam ini muncul di
dunia Barat pada akhir abad ke-20, ketika hukum Islam (fikih) itu dibukukan
dalam berbagai literatur dan menampilkan potretnya yang utuh.3 Adanya
pembukuan hukum Islam tersebut, umat Islam dapat mengetahui sejarah
pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam mulai dari zaman Nabi
Muhammad saw. sampai zaman modern ini termasuk zaman reformasi di
Indonesia.
Hukum Islam tumbuh dan berkembang di Indonesia yang diformulasi
dalam empat produk pemikiran hukum, yakni fikih, fatwa ulama, keputusan
pengadilan (yurisprudensi), dan undang-undang (Qanun). Keempat produk
pemikiran hukum tersebut dijadikan sebagai pedoman bagi umat Islam dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di Indonesia.

2
Mardani, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum Islam..., hlm. 7
3
Dr. Rohidin S.H., M. Ag, Pengantar Hukum Islam
4
M. Hasbi As-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 20.
5
Manna’ Khalil al-Qhattan, At-Tasyri’ wa al-Fiqh fi al-Islam: Tarikhan wa Manhajan, (ttt:
Maktabah Wahbah, 1976), hlm. 9.
Varia Hukum: Jurnal Forum Studi Hukum dan Kemasyarakatan, Vol. 2 No. 1: 25-
30
Tittle
Name
RESEARCH METHOD
Metode penelitian yang digunakan kelompok kami dalam penelitian kali
ini merupakan metode Yuridis normatif atau sering disebut juga (library
research). Dimana metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan
terhadap masalah serta dilaksanakan dengan berlandas hukum utama.
Sehingga dasar penelitian ini adalah hukum utama. Metode ini juga
mendukung kami untuk melihat hal-hal teoritis yang memiliki kaitan dengan
asas, doktrin, peraturan, serta sistem hukum yang sejatinya memiliki kaitan
dengan problematika yang sedang dibahas karena menggunakan data-data
sekunder sebagaimana yang tertera di dalam peraturan-peraturan perundang-
undangan dan aturan lainnya.
Tolak ukur penelitian ini juga berkaitan dengan penelitian hukum
normatif, yakni sifat serta ruang lingkup kajian dari disiplin hukum. Soerjono
Soekanto berpendapat bahwa disiplin adalah sistem ajaran yang memuat unsur
analitis dan juga preskiptif. Sedangkan hukum menurut pandangannya hanya
memuat mengenai kajian normatifnya saja. Namun, di sisi lain beliau
berpendapat bahwa lazimnya sebuah disiplin hukum diartikan menjadi sistem
pengajaran hukum sebagai norma dan kenyataan (tingkah laku) realitas/hukum
yang hidup, khusus, dan umum.6

RESULTS AND DISCUSSION

Pengertian Fikih
Kata fiqh secara etimologi berarti paham, mengetahui dan melaksanakan.
Pengertian ini dimaksudkan tentunya pengertian mendalam yang memerlukan
pengerahan potensi akal.(ensik) Pengertian fiqh secara bahasa ini dapat
dipahami dari firman Allah dalam al-Quran antara lain surat Al-Huud dan Al-
An'am (QS. 11:91 dan 6:65) yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti
tentang apa yang kamu katakan itu dan Sesungguhnya kami benar-benar
melihat kamu seorang yang lemah di antara Kami; kalau tidaklah Karena
keluargamu tentulah kami Telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah
seorang yang ber- wibawa di sisi kami."
Artinya: "Katakanlah: dialah yang berkuasa untuk men- girimkan azab
kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau dia mencampurkan
kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan
kepada seba- hagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah,
betapa kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran kami silih berganti agar
mereka memahami(nya)".

6
Depri Liber Sonata, “Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris: Karakteristik Khas Dari
Metode Meneliti Hukum,” FIAT JUSTISIA:Jurnal Ilmu Hukum 8, no. 1 (2015): 15–35,
https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v8no1.283.
4│ P-ISSN (2085-1154) E-ISSN (2798-7663)
Varia Hukum: Jurnal Forum Studi Hukum dan Kemasyarakatan, Vol. 2 No. 1: 25-
30
Tittle
Secara terminologi pengertian fiqh
Name tersebut diberikan oleh para ahli dalam
berbagai masa dengan mengalami perubahan dan perbedaan zaman yang sangat
beragam redaksinya, namun dapat dipahami dengan makna yang sama.
Menurut ulama ushul fiqh, fiqh adalah pengetahuan hukum Islam yang
bersifat amaliah melalui dalil yang terperinci. Sementara ulama fiqh
mendefinisikan fiqh sebagai sekumpu- lan hukum amaliah yang disyari'atkan
Islam. Mustafa Ahmad Zarqa mendefinisikan fiqh adalah sebagai suatu ilmu
tentang hu- kum-hukum syara' yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang
dikeluarkan dari dalil-dalil yang terperinci.
Pengertian di atas memberikan pemahaman bahwa hu- kum-hukum syara'
baik berupa perintah maupun larangan ter- hadap amaliyah manusia yang
dihasilkan dari dalil-dalil yang terperinci. Adapun maksud-hukum-hukum syara'
adalah hu- kum-hukum yang diperoleh dan ditentukan oleh Allah SWT. Seperti
wajib, sunat, haram, makruh dan mubah, dan yang ke- semuanya ini dinamakan
hukum taklifi (bersifat perintah, an- juran dan larangan yang wajib bagi setiap
mukallaf). Dan bisa juga dengan nilai sah, batal dan fasid (rusak), ini disebut
dengan hukum wadh'i (khitab/perkataan Allah SWT. Yang mengandung
pengertian bahwa terjadinya sesuatu merupakan sebab, syarat atau penghalang
bagi adanya sesuatu hukum).
Sedangkan kata 'amaliyah dalam pengertian di atas mak- sudnya adalah
mengenai perbuatan dan tingkah laku manusia, jadi objek bahasan ilmu fiqh
adalah setiap perbuatan mukallaf (orang dewasa yang wajib menjalankan
hukum agama), yang terhadap perbuatannya itu ditentukan hukum apa yang
har- us dikenakan. Dan yang dimaksud dengan dalil yang terperin- ci adalah
dalil atau sumber hukum yang mendasari perbuatan manusia, dimana dalil
tersebut disyari'atkan dari dalil naqly/ nash yang jelas yaitu al-Quran dan as-
Sunnah maupun dalil aqly atau dalil ijtihad dari para mujtahid. Mustafa az-
Zarqa menyata- kan bahwa bagian yang disepakati tersebut dinamakan al-ma-
shadir al-asasiyyah (sumber pokok), sedangkan bagian yang diperselisihkan
dinamakan al-mashadir at-taba'iyyah (sumber sekunder). Disebut sumber
sekunder karena ijmak, qiyas, istihsan dan seterusnya itu tidak dapat berdiri
sendiri dalam menetapkan hukum akan tetapi harus disandarkan pada al-Quran
dan as-Sunnah. Jadi fiqh sebagai suatu ilmu agama yang menjadi objek
kajiannya adalah perbuatan manusia, dan menetapkan hukum terhadap
perbuatan tersebut yang bersumber dari dalil naqly ini yang disebut Mustafa az-
Zarqa' dengan al-Mashadir al- asasiyyah (sumber pokok) dan dalil aqly yang
disebutnya dengan al-Mashadir at-taba'iyyah (sumber sekunder).7

Pengertian Fatwa
Fatwa menurut bahasa berarti jawaban mengenai suatu kejadian
(peristiwa), yang merupakan bentukan- sebagaimana dikatakan oleh
Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf -dari kata al-fata (pemuda) dalam usianya, dan
sebagai kata kiasan (metafora) atau (isti'arah). Menurut Amir Syarifuddin, ilfta
7
Dra. Sri Sudiarti M.A, “buku Fiqh Munakahat” (Medan: Wal Ashri, 2019).
4│ P-ISSN (2085-1154) E-ISSN (2798-7663)
Varia Hukum: Jurnal Forum Studi Hukum dan Kemasyarakatan, Vol. 2 No. 1: 25-
30
Tittle
berasal dari kata afta, yang artinya Name
memberikan penjelasan. Menurut kamus
Lisan al-'Arab, fatwa berarti menjelaskan. Arti fatwa secara bahasa misalnya
terdapat dalam QS. An-Nisa' (4): 176: "Mereka meminta fatwa kepadamu
(tentang kalalah)³. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang
kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan
mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu
seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki
mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak;
tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris
itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bagian seorang
saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah
menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.
Sedangkan pengertian fatwa secara syara' adalah sebagai berikut:
1. Menurut Yusuf Qardhawi, fatwa adalah menerangkan hukum syara'
dalam suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan, baik si
penanya itu jelas identitasnya maupun tidak, baik penseorangan
ataupun kolektif.
2. Menurut Burhanuddin Susanto, fatwa adalah menerangkan hukum-
hukum Allah Swt., dengan berdasarkan pada dalil-dalil syara' secara
umum dan menyeluruh.
3. Menurut Harun Nasution sebagaimana dikutip oleh M. Chalil Nafis,
fatwa adalah pendapat ulama yang merupakan respons terbatas pada
pertanyaan atau situasi yang ada pada zaman itu yang muncul karena
perubahan yang dialami oleh masyarakat yang disebabkan oleh
perubahan pola hidup atau perubahan teknologi terkini."
4. Menurut Mu'zam Lughat Al-Fuqaha, fatwa adalah hukum syar'i
(keagamaan) yang dijelaskan oleh seorang faqih untuk orang yang
bertanya kepadanya. Dalam ilmu ushul fikih, berarti pendapat yang
dikemukakan seorang mujtahid atau faqih sebagai jawaban yang
diajukan peminta fatwa dalam suatu kasus yang sifatnya tidak
mengikat. Pihak yang meminta fatwa tersebut bisa pribadi, lembaga,
maupun kelompok masyarakat. Fatwa yang dikemukakan mujahid atau
faqih tersebut tidak mesti diikuti oleh orang yang meminta fatwa, dan
karenanya fatwa tersebut tidak mempunyai daya ikat. Pihak yang
memberi fatwa dalam istilah fikih dan ushul fikih disebut mufti.
sedangkan pihak yang meminta fatwa disebut mustafti."
5. Menurut Amir Syarifuddin, fatwa adalah usaha memberikan
penjelasan tentang hukum syara' oleh ahlinya kepada orang yang
belum mengetahuinya."
Dari rumusan tersebut, dengan mudah dapat diketahui hakikat atau
ciri-ciri tertentu dari berfatwa tersebut, yaitu:"
1. Ia adalah usaha memberikan penjelasan;
4│ P-ISSN (2085-1154) E-ISSN (2798-7663)
Varia Hukum: Jurnal Forum Studi Hukum dan Kemasyarakatan, Vol. 2 No. 1: 25-
30
Tittle
2. Penjelasan yang diberikan itu Nameadalah tentang hukum syara' yang
diperoleh melalui hasil ijtihad;
3. Yang memberikan penjelasan itu adalah orang yang ahli dalam bidang
yang dijelaskan itu;
4. Penjelasan itu diberikan kepada orang yang bertanya yang belum
mengetahui hukumnya.8

Pengertian Qanun
Definisi Qanun Secara etimologis, kata qanun berakar dari Bahasa
Yunani, kanon/kavúv, yang berarti untuk memerintah, tolok ukur atau
mengukur. Seiring luasnya penggunaan dalam tradisi formal, artinya meluas
menjadi "aturan baku yang diterima oleh sebuah majelis". Dalam bahasa Arab,
bentuk past tense atau fi'il madhi qanun adalah qanna dan bentuk present tense-
nya atau fi'il mudhari-nya adalah yaqunnu, yang berarti membuat hukum (to
make law), atau membuat undang-undang (to legislate).
Dalam bahasa Inggris, ganun disebut canon, yang antara lain, sinonim
artinya dengan peraturan (regulation, rule atau ordinance), hukum (law), norma
(norm), undang-undang (statute atau code), dan peraturan dasar (basic rule).
Qanun lazim juga ditulis dengan menggunakan huruf alif dan lam (al) menjadi
al- qanun yang dirangkaikan dengan kata (al-asasi) yang secara lengkap ditulis
menjadi (al-qanun al-asasi), yang berati undang-undang dasar (basic
constitutional law).
Ada beberapa istilah yang sinonim dengan qanun, yaitu: 1) hukm,
jamaknya ahkam, 2) kaidah, jamaknya qawa'id, 3) dustur (konstitusi), 4)
dhabithah, jamaknya dhawabith, dan 5) rasm, jaraknya rusum.
Secara terminologis, qanun dapat diartikan sebagai bentuk hukum
nasional yang telah menjadi legal-formal. Artinya hukum yang telah memiliki
dasar dan teori yang matang dengan melalui dua proses, yaitu proses
pembudidayaan hukum dan diformalkan oleh tembaga tegislatif. Dengan kata
lain, qanun merupakan hukum positif yang berlaku pada satu negara yang
dibuat oleh pemerintah, sifatnya mengikat, dan ada sanksi bagi yang
melanggarnya.9
Keraguan dikalangan masyarakat khususnya zaman sekarang, masih saja
belum bisa membedakan antara syariah sebagai wahyu dan syariah sebagai hasil
pemikiran. Masyarakat masih juga banyak yang memilki perbedaan pendapat
mengenai hal ini. Sejatinya, hal yang harus dijawab dalam penelitian ini
bagaimana perbedan syariah sebagai wahyu dan syariah sebagai hasil pemikiran
dan hubungan antara keduanya. Pemahaman masyarakat modernisasi antara
nash sebagai sumber wahyu, dengan produk penafsiran seperti fikih, fatwa dan
qanun. Pada kalangan tradisional, meletakkan fikih sebagai bagian dari wahyu,
pada dasarnya fikih merupakan produk pemikiran mujtahid, sedangkan sunnah
8
Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2017).
9
Ahmad Sukardja dan Mujar Ibnu Syarif, Tiga Kategori Hukum Syariat,Fikih & Kanun (Jakarta:
Sinar Grafika, 2012).
4│ P-ISSN (2085-1154) E-ISSN (2798-7663)
Varia Hukum: Jurnal Forum Studi Hukum dan Kemasyarakatan, Vol. 2 No. 1: 25-
30
Tittle
sebagai wahyu dalam perspektif ulama Name klasik.10 Sedangkan fatwa (qanun)
bertautan erat dengan urf dan fikih, sehingga relevan fatwa (qanun) diadopsi
langsung dari literatur fikih tanpa penyesuaian dengan konteks yang ada. Pada
perspektif ulama modern, fikih dan syari’ah adalah bagian yang terpisah. Fikih
merupakan hasil interpretasi dari syari’ah yang berdialektika dengan ‘urf serta
terpisah dari fatwa dan qanun. Pada dasarnya sunnah tidak semuanya dapat
dijadikan sumber hukum karena, sunnah terbagi kepada tiga kelompok anatara
lain: sunnah sebagai budaya arab, sunnah sebagai tasyri’, dan sunnah sebagai
perilaku manusia biasa.11
Reformulasi Fikih dan Metodologi Ijtihad Jasser Auda, yang menawarkan
perubahan dalam kajian hukum Islam pada dua dimensi sekaligus. Antara lain:
pendekatan ijtihad dan metodologinya serta paradigma maqasid Syari’ah
sebagai basis filsafat hukum Islam. Jasser Auda, menjelaskan begitu pentingnya
pembedaan antara syariah, fikih, fatwa, qanun, dan urf.

Perbedaan Fikih, Fatwa, Dan Qanun

Fikih
Ilmu fiqh bersifat umum dan meliputi semua aspek hukum. Ia bersifat
ijtihadi karena reduksi dari pemikiran dan penalaran mendalam fuqaha. Oleh
karena itu diantara cirinya ialah mukhtalaf fih dan tidak memiliki daya ikat.
Fiqh merupakan kajian ilmu yang menerangkan berbagai ketentuan dan kaidah
yang dapat digunakan dalam menggali dan merumuskan hukum syari’at Islam
dari sumbernya. Syariah ini, berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunah, Bersifat
fundamental, hukumnya bersifat Qath’i. Hukum Syariatnya yang langsung dari
Allah SWT, terdapat dalam Al-Qur’an. Sedangkan Fiqih itu pemahaman
manusia yang bisa berubah.12 Sifatnya fundamental, hukumnya dapat berubah.
Di Dalamnya banyak Beragam pendapat, yang berasal dari Ijtihad ahli hukum
sebagai hasil pemahaman manusia yang dirumuskan oleh Mujtahid.
Pemahaman nash sebagai sumber dengan produk penafsiran pemahaman, fikih,
qonun. Kelompok tradisional menempatkan fikih kepada bagian dari wahyu.
Jika kita pahami padahal fikih sendiri merupakan produk pemikiran mujtahid.
Yang terbatas pehamannya seiring perkembangan zaman. Fikih merupakan
hasil dari interpretasi dari syari’ah yang berdialektika dengan ‘urf/ kebiasaan
sehingga terpisah dari fatwa dan qanun. Sunnah ini tidak seluruhnya dapat
dijadikan sumber hukum. Karena, sunnah terbagi dalam tiga kategori, sunan
sebagai tasyri’, sunnah sebagai budaya lokal Arab dan sunnah sebagai perilaku

10
Armi Agustar, “Perbedaan Syariah sebagai Wahyu dan Syariah sebagai Hasil Pemikiran pada
Masyarakat Era Modernisasi,” El-Aqwal : Journal of Sharia and Comparative Law 1, no. 2
(2022): 122, https://doi.org/10.24090/el-aqwal.v1i2.7105.
11
Maulidi, “Maqasid Syari’ah Islam Sebuah Pendekatan System Jasser Auda,” Jurnal Al-
Mazahib 3, no. 1 (2015): 1–9.
12
Nurhayati, “Memahami Konsep Syari’ah Fikih Hukum Dan Ushul Fikih,” Jurnal Hukum
Ekonomi Syari’ah, n.d., 131.
4│ P-ISSN (2085-1154) E-ISSN (2798-7663)
Varia Hukum: Jurnal Forum Studi Hukum dan Kemasyarakatan, Vol. 2 No. 1: 25-
30
Tittle
manusia biasa hal demikian telah di Name
singgung oleh penulis di pembahasan di
atas.13

Fatwa
Sunnah, fatwa qanun dipahami atau dipakai secara langsung dari literatur
fikih tanpa penyesuaian dengan konteks yang seharusnya. Perspektif ulama
modern fikih dan syari’ah berpendapat keduanya bagian yang terpisah. Fatwa
berarti nasihat, petuah, dan respon terhadap peristiwa hukum. Pemberi fatwa
(mufti) didalam meresfon peristiwa hukum tidak selalu atas dasar pemerintah
individu, kelompok, maupun lembaga, tetapi bisa juga karena inisiastif dari
multi sendiri. Oleh karena itu fatwa bersifat kasusistik dan merupakan jawaban
atas pertanyaan peminta fatwa (mustafti). 14 Fatwa berperan sebagai sumber
yang tidak terputus yang memberikan peluang kepada hukum untuk meperkaya
materinya. Oleh karenanya, ia bisa mewakili materi yang terbaru maupun
terlama yang relevan dengan kebutuhan masyarakat yang senantiasa
berkembang dan berubah dari fawa kewaktu. Ciri khas fatwa ialah :
a) Dalam islam lembaga fatwa adalah lembga yang bebas dari lembaga
pemerintah dan intrik politik;
b) Fatwa yang dikelurkan oleh mufti adalah sumber utama untuk
mengelaborasi dan memperluas karya-karya furu’ (fiqh);
c) Fatwa bersifat universal dan dapat diterapkan terhadap semua kasus
yangs sama.
Namun demikian, fatwa yang diberikan kepadanya, karena fatwa seorang
ulama disuatu tempat bisa berbeda dengan fatwa ulama ditempat lain meskipun
untuk kasus yang sama. Oleh karenanya fatwa bersifat dinamis, ia merupakan
jawaban terhadap perembangan baru yang terjadi dimasyarakat meskipun isi
fatwa itu sendiri belum tentu dinamis.
Fatwa sifatnya tidak mengikat. Seseorang yang meminta fatwa kepada mufti,
boleh menjalankan hasil fatwa itu kalau dia mau, tetapi tidak ada kesalahan bila
dia menolak isi fatwa itu. Dan atas penolakannya itu, dia tidak terikat dengan
sanksi apa pun. Perbedaan lainnya adalah fatwa itu berangkat dari sebuah
pertanyaan, dimana seorang mufti kemudian menjawab pertanyaan itu.

Qanun
Qanun adalah peraturan perundang-undangan dinegara islam yang
dirumuskan, khusunya, oleh fuaqaha dan para ahli lainya. Di Indonesia
peraturan perundan g-undangan dirumuskan oleh para penyelenggara negara
yaitu eksektitif dan legislatif. Ia memiliki daya ikat dan daya paksa karena
merupakan hasil Konsensus bersama. Qadha merupakan keputusan pengadilan
13
Agustar, “Perbedaan Syariah sebagai Wahyu dan Syariah sebagai Hasil Pemikiran pada
Masyarakat Era Modernisasi.”
14
Jaih Mubarok, Perkembangan Fatwa Ekonomi Syari’ah di Indonesia (Bandung: Pustaka Bani,
2004), 11.
4│ P-ISSN (2085-1154) E-ISSN (2798-7663)
Varia Hukum: Jurnal Forum Studi Hukum dan Kemasyarakatan, Vol. 2 No. 1: 25-
30
Tittle
agama. Ia khusus dibandingkan fiqh Namedan cendrung dinamis karena hanya
meliputi aspek tertentu sesuai dengan perkara yang dihadapi masyarakat. Dari
sisi kekuatan hukum, ia lebih mengikat terutama bagi para fihak yang
berperkara. Pergeseran dan atau perubahan dari AlSyariat ke fiqih, dari fiqhi ke
fatwa, dari fiqih ke qanun, dan ke qadha, atau secara 14 berurutan dari Al-
Syariat ke fiqh ke fatwa ke qanun lalu ke qadha, adalah proses transfirmasi.
Nilai-nilai fiqh teresbut selanjutnya mengalami perubahan bentuk taransforamsi
(transform) ketika ia menjadi materi UU No. 21 Tahun 2008 tentang
perbankkan syariah.
Secara umum, Qanun bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan, dan
sering juga tercantum sanksi dan hukuman yang harus dijatuhkan. Sedangkan
fatwa sifatnya tidak mengikat, karena fatwa pada hakikatnya adalah sebuah
pandangan atau pendapat tentang hukum suatu masalah fiqih. Orang yang
bertanya atau minta fatwa tidak diwajibkan untuk menerima fatwa itu. Bisa saja
dia menolak sebuah fatwa. Oleh karena itu, kalau sekedar menerima saja tidak
menjadi kewajiban, apalagi
Sebagaimana Qanun, Qadha atau ketetapan yang diambil seorang Qadhi
sifatnya mengikat. Orang-orang yang telah ditetapkan hukumnya oleh Qadhi,
wajib menjalankannya. Bila ketetapan itu berupa vonis hukuman, seperti
penjara, hukum cambuk, hukum rajam dan seterusnya, maka dia wajib
menjalaninya.15 Qadha’ berangkat dari persengketaan, dimana ada dua belah
pihak atau lebih yang bersengketa atas suatu masalah, lalu qadhi memutuskan
perkara di tengah mereka.
Perbedaan mendasar fatwa dan qonun adalah bahwa fatwa tidak memiliki
kekuatan hukum sedangkan qonun dan qadha memiliki kekuatan hukum
sehingga ada sanksi hukum yang didapat jika melanggarnya.
Dikatakan Prof Haris, perbedaan antara fatwa dan fikih di antaranya fatwa
tentang sebuah kasus, sifatnya lebih khusus, sedangkan fikih sifatnya umum.
Fatwa ada karena permintaan, sedangkan fikih tidak harus selalu ada
permintaan.
Perbedaan tiga kelompok pemikiran di atas terletak pada pemahaman
relasi antara nash sebagai sumber dengan produk penafsiran (fikih, fatwa dan
qanun). Kelompok tradisional menempatkan fikih sebagai bagian dari syari’at
(wahyu) yang bersifat untouchable and unchangeable. Padahal fikih sendiri
adalah produk pemikiran mujtahid yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Sunnah
sebagai wahyu dalam perspektif ulama klasik “dibaca” secara utuh. Sedangkan
fatwa (qanun) bertautan erat dengan urf dan fikih, sehingga acap kali fatwa
(qanun) diadopsi langsung dari literatur fikih tanpa penyesuaian dengan konteks
yang ada.

Persamaan Fikih, Fatwa, dan Qanun


15
Ahmad Sarwat, “Perbedaan Antara Fatwa, Qanun, Qadha dan Ijtihad,” Rumah Fiqih
Indonesia, 2015.
4│ P-ISSN (2085-1154) E-ISSN (2798-7663)
Varia Hukum: Jurnal Forum Studi Hukum dan Kemasyarakatan, Vol. 2 No. 1: 25-
30
Tittle
Dikatakan Prof Haris, Fatwa Namedan fikih sama-sama membahas tentang
permasalahan pada manusia, sedangkan Persamaan antara fatwa dengan Qanun,
antara lain sama-sama bersumber kepada Alquran dan As-Sunnah serta sumber-
sumber hukum Islam penunjang lainnya.16

CONCLUSION
Berdasarkan Uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain
1. Fiqh merupakan kajian ilmu yang menerangkan berbagai ketentuan
dan kaidah yang dapat digunakan dalam menggali dan merumuskan
hukum syari’at Islam dari sumbernya. Syariah ini, berasal dari Al-
Qur’an dan As-Sunah, Bersifat fundamental, hukumnya bersifat
Qath’i.
2. Fatwa ulama merupakan Fatwa berarti nasihat, petuah, dan respon
terhadap peristiwa hukum. Pemberi fatwa (mufti) didalam meresfon
peristiwa hukum tidak selalu atas dasar pemerintah individu,
kelompok, maupun lembaga, tetapi bisa juga karena inisiastif dari
multi sendiri. Fatwa bersifat dinamis karena fatwa ulama satu dengan
yang lainnya bisa berbeda dalam kasus yang sama dan mengikuti
perkembangan zaman
3. Qanun merupakan peraturan perundang-undangan dinegara islam yang
dirumuskan, khusunya, oleh fuaqaha dan para ahli lainya. Berbeda
dengan fatwa qanun bersifat wajib dan mengikat disertai sanksi dan
hukuman yang harus dijatuhkan. Sedangkan fatwa sifatnya tidak
mengikat, karena fatwa pada hakikatnya adalah sebuah pandangan atau
pendapat tentang hukum suatu masalah fiqih
4. Persamaan mendasar terhadap beberapa produk pemikiran tersebut
adalah sama sama membahas permasalahan manusia dan bersumber
dari alquran dan sunnah

REFERENCES

Agustar, Armi. “Perbedaan Syariah sebagai Wahyu dan Syariah sebagai Hasil
Pemikiran pada Masyarakat Era Modernisasi.” El-Aqwal : Journal of
Sharia and Comparative Law 1, no. 2 (2022): 121–30.
https://doi.org/10.24090/el-aqwal.v1i2.7105.
Hizbullah, Muhammad, dan Haidir Haidir. “Din, Syariah, Fikih, Qoul, Fatdin,
Syariah, Fikih, Qoul, Fatwa, Qanin/Qonun Dan Qadha Dalam Hukum
Islamwa, Qanin/Qonun Dan Qadha Dalam Hukum Islam.” Jurnal Ilmiah
METADATA 3, no. 1 (2021): 331–43.
M.A, Dra. Sri Sudiarti. “buku Fiqh Munakahat.” Medan: Wal Ashri, 2019.
Mardani. Hukum Sistem Ekonomi Islam. Depok: PT RajaGrafindo Persada,
16
Muhammad Hizbullah dan Haidir Haidir, “Din, Syariah, Fikih, Qoul, Fatdin, Syariah, Fikih,
Qoul, Fatwa, Qanin/Qonun Dan Qadha  Dalam Hukum Islamwa, Qanin/Qonun Dan Qadha 
Dalam Hukum Islam,” Jurnal Ilmiah METADATA 3, no. 1 (2021): 338.
4│ P-ISSN (2085-1154) E-ISSN (2798-7663)
Varia Hukum: Jurnal Forum Studi Hukum dan Kemasyarakatan, Vol. 2 No. 1: 25-
30
Tittle
2017. Name
Maulidi. “Maqasid Syari’ah Islam Sebuah Pendekatan System Jasser Auda.”
Jurnal Al-Mazahib 3, no. 1 (2015).
Mubarok, Jaih. Perkembangan Fatwa Ekonomi Syari’ah di Indonesia.
Bandung: Pustaka Bani, 2004.
Nurhayati. “Memahami Konsep Syari’ah Fikih Hukum Dan Ushul Fikih.”
Jurnal Hukum Ekonomi Syari’ah, n.d.
Sarwat, Ahmad. “Perbedaan Antara Fatwa, Qanun, Qadha dan Ijtihad.” Rumah
Fiqih Indonesia, 2015.
Sonata, Depri Liber. “Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris:
Karakteristik Khas Dari Metode Meneliti Hukum.” FIAT JUSTISIA:Jurnal
Ilmu Hukum 8, no. 1 (2015): 15–35.
https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v8no1.283.
Syarif, Ahmad Sukardja dan Mujar Ibnu. Tiga Kategori Hukum Syariat,Fikih &
Kanun. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

4│ P-ISSN (2085-1154) E-ISSN (2798-7663)

Anda mungkin juga menyukai