Anda di halaman 1dari 26

Analisis Yuridis Terhadap Pembagian Harta Warisan Alm.

Tombang Imanuel
Napitapulu dan Alm Sontaria Boru Hutagaol Kepada (Studi kasus: Putusan Pengadilan
Negeri Nomor 447/Pdt.G/2019/Pn Mdn)

MAKALAH

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Keluarga dan Waris BW

Dosen Pengampu: Neng Yani Nurhayani, S.H., M.H

Oleh:

Ridwan Heryanto 1203050146

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb

Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tepat waktu. Tidak lupa kami
panjatkan shalawat beserta salam yang selalu tercurahkan kepada Baginda Rasul Muhammad
SAW, keluarganya, saudaranya, para sahabatnya, dan pengikut hingga akhir zaman.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Keluarga dan Waris BW program studi Ilmu Hukum. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan terkait Pembagian Harta Warisan Alm. Tombang
Imanuel Napitapulu dan Alm. Sontaria Boru Hutagaol Kepada Ahli Waris Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan menurut Mewaris dalam Surat Wasiat (Studi kasus:
Putusan Pengadilan Negeri Nomor 447/Pdt.G/2019/Pn Mdn). Besar harapan kami agar
makalah ini dapat memeberikan manfaat bagi para pembaca.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami
dalam menyusun makalah ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan banyak terima kasih
kepada ibu Neng Yani Nurhayani, S.H., M.H., sebagai dosen mata kuliah Hukum Keluarga
dan Waris BW yang telah membimbing dalam menyusun makalah ini dapat disusun dengan
sebaik mungkin.

Penulis menyadari, makalah yang tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan permohonan maaf apabila masih terdapat banyak kesalahan dalam
penulisan kata dan kalimat, baik secara langsung dan tidak langsung. Kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Bandung, Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1

B. Identifikasi Masalah.............................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORITIS....................................................................................3


A. Pengertian Hukum Waris.......................................................................................3

B. Testament...............................................................................................................4

C. Legitieme Portie....................................................................................................6

D. Mewaris Dalam Surat Wasiat...............................................................................8

E. Pengaturan Surat Wasiat Menurut KUHPerdata...................................................9

F. Bentuk-Bentuk Surat Wasiat...............................................................................11

BAB III PEMBAHASAN..............................................................................................14


A. Pengaturan Pembagian Waris Kepada Ahli Waris Dalam KUHPerdata.............14

B. Pembagian Waris dalam Surat Wasiat Pada Putusan Pengadilan Negeri Nomor

447/Pdt.G/2019/Pn Mdn......................................................................................16

C. Pertimbangan Hakim Tentang Pembagian Warisan Pada Putusan Pengadilan

Negeri Nomor 447/Pdt.G/2019/Pn Mdn..............................................................19

BAB IV PENUTUP/SIMPULAN.................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHUALUAN

A. Latar Belakang

Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan

yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya.

Pada asasnya hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum

kekayaan/ harta benda saja yang dapat diwaris. Beberapa pengecualian, seperti hak

seorang bapak untuk menyangkal sahnya seorang anak dan hak seorang anak untuk

menuntut supaya dinyatakan sebagai anak sah dari bapak atau ibunya (kedua hak itu

adalah dalam lapangan hukum kekeluargaan), dinyatakan oleh undang- undang

diwarisi oleh ahli warisnya.

Dalam Undang-Undang terdapat dua cara untuk mendapat suatu warisan, yaitu

sebagai berikut.

1. Secara ab intestate (ahli waris menurut Undang-Undang) dalam pasal 832.

Menurut ketentuan Undang-Undang ini, yang berhak menerima bagian warisan

adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun di luar kawin dan suami atau istri

yang hidup terlama.

2. Secara testamentair (ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat = testamen)

dalam pasal 899.

Dalam hal ini pemilik kekayaan membuat wasiat untuk para ahli warisnya yang

ditunjuk dalam surat wasiat.1

Pembagian warisan seringkali menimbulkan perselisihan atau manakala terjadi

kematian.

1
Effendi Perangin, S.H, Hukum Waris, (Depok: Rajawali Pers, 2020), hal. 3

1
Dalam putusan Pengadilan Negeri Nomor 447/ Pdt.G/2019/Pn Mdn, menjelaskan

bahwa Alm. Tombang Imanuel Napitapulu yang meninggal dunia pada tanggal (08

Maret 2005) dan Alm. Sontaria Boru Hutagaol yang meninggal dunia pada tanggal

(05 Januari 2009), dan memiliki anak sebanyak 10 orang anak yang tersisa hanya

7orang anak yang masih hidup dan 3 orang anaknya meninggal. Dan pada tanggal 15-

5-1999 Alm. Tombang Imanuel Napitapulu membawa surat wasiat (testamen) berupa

surat pernyataan (yang sebelumnya pernah dibicarakan pada tahun 1992 dihadapan

raja-raja huta), yang dibubuhi cap jempol oleh istrinya Alm. Ibu Sontaria Hutagaol

mengingat Alm. Ibu Sontaria Hutagaol tidak bisa tandatangan tanggal 15-5-1999

bertalian dengan Surat Pernyataan yang dibuat oleh Alm. Ibu Sontaria Hutagaol dan

Biliton Napitupulu, Legalisasi No.16/L/III/05, tanggal 16-3-2005, dihadapan Erni

Rominar Marsaulina Silitonga,S.H, Notaris di Medan, tentang pembahagian harta

warisan dari Alm.Tombang Imanuel Napitupulu, dibuat oleh yang berhak sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka beralasan hukum kiranya jika Surat

Wasiat (Testamen).

B. Identifiksasi Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas, dapat diambil identifikasi masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana Pengaturan Pembagian Kepada Ahli Waris Dalam KUHPerdata?

2. Bagaimana Pembagian Waris dalam Surat Wasiat Pada Putusan Pengadilan

Negeri Nomor 447/Pdt.G/2019/Pn Mdn?

3. Bagaimana Pertimbangan Hakim Tentang Pembagian Warisan Pada Putusan

Pengadilan Negeri Nomor 447/Pdt.G/2019/Pn Mdn?

2
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Hukumm Waris

Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukummengenai

kekayaan karena wafatnya seseorang,yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang

ditinggalkan oleh si mati (yang meninggal) dan akibat dari pemindahan ini bagi

orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antar mereka dengan

mereka maupun dalamhubungan antara mereka dengan pihak ke tiga.

Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang terjadi

denganharta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan

mengatur peralihan hak harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris yang meninggal

dunia sertaakibat hukumnya bagi ahli waris. Lalu Hukum Kodifikasi adalah

HukumWarisberupa perangkat ketentuan hukum yang mengatur akibat-akibat

hukumumumnyadi bidang Hukum Harta Kekayaan, karena kemaatian seseorang,

mengakibatkanpengalihan harta yang ditinggalkan si Pewaris beserta akibat-akibat

lainnya beralihkepara penerima Waaris baik dalam hubungan antar mereka maupun

dengan adanyapihak ke tiga.2

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukumperdata secarakeseluruhan

dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Akibat hukumyang

selanjutnya timbul, dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang,

diantaranya masalah adalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-

hakdankewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut. Penyelesaian

hakdankewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang diatur oleh hukumwaris,

Untukpengertian hukum waris sampai saat ini baik para ahli hukum Indonesia

2
Imam Sudiyat, Peta Hukum Waris di Indonesia”Kertas kerja SimposiumHukumWaris Nasional”, Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Jakarta, 1989, h. 20

4
maupundi dalam kepustakaan ilmu hukum Indonesia, belum terdapat keseragaman

pengertian, segala istilah untuk hukum waris masih beraneka ragam. Wirjono

Prodjodokoro, menggunakan istilah hukum warisan.3

B. Testament

Pembagian hak waris kepada ahli waris secara testamentair adalah pembagaian

dengan cara Surat Wasiat, dimana sebelum meninggal dunia si pewaris membuat surat

wasiat dan menetapkan di dalam surat wasiatnya siapa-siapa yang dia inginkan

menjadi ahli waris. Surat wasiat dalam hukum waris perdata barat haruslah dibuat

tertulis oleh si pewaris. Kenapa harus tertulis? Ini untuk menjamin sebuah kepastian

hukum dalam pembgian warisan menurut cara hukum perdata barat. Kemudian juga

untuk alat bukti yang pasti dan jelas jika nantinya ada pihak-pihak yang tidak merasa

puas akan pembagian warisan tersebut dan bisa juga digunakan sebagai alat bukti di

pengadilan.

Dalam menunjuk ahli waris di dalam surat wasiatnya si pewaris harus tetap

mengaju kepada KUH Perdata dimana ada ketentuan bahwa sebelum penetapkan ahli

waris dalam surat wasiatnya si pewaris harus memberikan bagian yang mutlak

(Ligitieme Portie) kepada legitimaris ( ahli waris yang mempunyai hubungan darah

dengan pewaris dalam garis vertikal).

Dalam pasal 857 KUH Perdata memberikan definisi wasiat sebagai berikut: “

Surat wasiat atau testament adalah suatu akta yang berisi pernyataan seseorang

tentang apa yang akan terjadi setelah ia meninggal, dan olehnya dapat ditarik

kembali”. Dengan demikian, maka suatu testament adalah suatu akta, suatu

keterangan yang dibuat sebagai pembuktian dengan campur tangan pejabat resmi.

3
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Bandung, Borkink van Hoeve, ‘s Gravenhage, h. 8.

5
Pasal 897KUH Perdata menyatakan: “Pembuat testament harus mempunyai budi

akalnya, artinya tidak boleh membuat testament ialah orang sakit ingatan dan orang

yang sakitnya begitu berat, sehingga ia tidak dapat berfikir secara teratur”.

Adapun jenis-jenis surat wasiat menurut isinya, maka ada dua jenis surat wasiat:

1. Wasiat yang berisi atau wasiat pengangkatan waris. Wasiat pengangkatan waris

adalah wasiat dengan mana orang yang mewasiatkan memberikan kepada

seseorang atau lebih dari seseorang, seluruh, atau sebagian (setengah, sepertiga)

dari harta kekayaannya kalau ia meninggal duni . Orangorang yang mendapatkan

harta kekayaan menurut ketentuuan ini ada adalah waris.

2. Wasiat yang berisi hibah (Hibah wasiat)/Legaat Hibah wasiat adalah suatu

penetapan yang khusus di dalam suatu testamen, dengan mana yang mewasiatkan

memberikan kepada seseorang atau beberapa orang berupa:

a. Beberapa barang tertentu.

b. Barang-barang dari satu jenis tertentu

c. Hak pakai hasil dari seluruh atau sebagian, dari harta peninggalannya.

Orang – orang yang mendapatkan harta kekayaan menurut pasal ini disebut waris.

Hibah wasiat diberikan ketika si pewaris sudah meninggal dunia, dan ini berbeda

dengan hibah yang dapat diberikan sebelum penghibah meninggal dunia.

Menurut bentunya maka surat wasiat dibagi menjadi tiga macam:

1. Openbaar testament Bahwa testament dibuat oleh seorang notaris. Orang yang

akan meninggalkan warisan menghadap kepada notaris dan menyatakan

kehendaknya kepada notaris tersebut dengan dihadiri oleh dua orang saksi.

2. Olographis testament Suatu testament yang ditulis sendiri oleh orang yang

akan meninggalkan warisan dan diserahkan kepada notaris untuk disimpan

dengan dihadiri oleh dua orang saksi.

6
3. Testament tertutup (rahasia) Suatu testament yang dibuat sendiri oleh orang

yang akan meninggalkan warisan, tetapi tidak diharuskan menulis dengan

tangannya sendiri, namun harus selalu tertutup dan disegel. Dalam

peyerahannya kepada notaris harus selalu tertutup dan disegel.4

C. Legitieme Portie

Legitieme portie baru akan bisa dituntut apabila bagian mutlak itu berkurang

sebagai akibat dari adanya tindakan si pemberi waris sebelum ia meninggal dunia.

Pihak yang memiliki hak atas legitieme portie disebut dengan legitimaris. Pengertian

dari Legitieme Portie itu sendiri adalah bagian mutlak yang dapat diberikan kepada

penerima warisan ab intestato dalam hal ini memiliki garis lurus ke atas ataupun garis

lurus ke bawah (legitimaris).

Pihak yang memiliki hak atas legitieme portie hanya bisa menerima aktiva tanpa

pasiva dan yang dapat menyerahkan barang tersebut kepada legitimaris adalah

pemberi warisan. Legitimaris yang diberikan warisan harus sesuai dengan penerima

warisan berdasarkan ketentuan perundang-undang yaitu dalam hal ini keturunan garis

lurus ke bawah ataupun keturunan dengan garis lurus ke atas, dikarenakan terdapat

penerima warisan atau ahli waris yang berdasarkan Undang-Undang tetapi dalam hal

ini bukan merupakan legitimaris. Bagi penerima warisan yang bukan merupakan

legitimaris juga dapat dikesampingkan dengan menggunakan wasiat. Berdasarkan

Pasal 920 BW, dijelaskan bahwa legitieme portie harus dapat selalu dituntut, apabila

tidak dapat dituntut maka akan menjadi bagian dari ahli waris yang tidak berhak atas

warisan (penerima wasiat). Sehigga jika terdapat beberapa legitimaris dan hanya

4
Indah Sari and M Si, “Pembagian Hak Waris Kepada Ahli Waris Ab Intestato Dan Testamentair Menurut
Hukum Perdata Barat (Bw),” Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara 5, no. 1 (2014): 1–20,
https://doi.org/10.35968/jh.v5i1.99.

7
terdapat 1 (satu) orang yang dapat menuntut legitieme portie maka hanya orang yang

menuntut tersebut yang akan memperolehnya, sedangkan yang tidak menuntut

bagiannya akan jatuh pada penerima wasiat. Dalam Pasal 920 diatur juga mengenai

tuntutan atas “bagian mutlak” baru akan dapat dilakukan terhadap hibah atau hibah

wasiat yang dapat mengakibatkan berkurangnya bagian mutlak dalam harta

peninggalan setelah warisan terbuka.19 Selanjutnya dalam hal penuntutan itu juga

dapat dilakukan terhadap segala macam bentuk pemberian baik itu berupa erfstelling,

hibah, hibah wasiat dan atas segala sesuat mengenai pemberian yang dilakukan oleh

pe,beri warisan pada waktu ia masih hidup.

Adapula hal semacam yang berkaitan dengan legitimaris:

1) Orang yang bukan legitimaris dapat dikesampingkan dengan adanya wasiat

2) Bagian multak legitimaris harus perjuangkan. Apabila tidak maka legitieme portie

di kesampingkan.

3) Seorang legitimaris mempunyai hak menuntut/melepaskan legitieme portienya

tanpa bersama-sama dengan legitimaris lainnya; Penuntutan bagian mutlak baru

dapat dilakukan apabila wasiat yang mengakibatkan berkurangnya bagian mutlak

dalam suatu harta peninggalan setelah wasiat terbuka (Pasal 920 BW).

4) Pnuntutan itu dapat dilakukan tehradap segala bentuk pemberian yang telah

dilakukan oleh si pewaris, baik berupa erfstelling (pengangkatan sebagai ahli

waris), hibah wasiat atau terhadap segala pemberian yang dilakukan oleh si

pewaris sewaktu si pewaris masih hidup (hibah)

5) Apabila si pewaris mengangkat seorang ahli waris dengan wasiat untuk seluruh

harta peninggalannnya, maka bagian ahli waris yang tidak menuntut itu menjadi

bagian ahli waris menurut testamen tersebut.

D. Mewaris Dalam Surat Wasiat

8
Surat wasiat adalah surat di mana memuat keinginan-keinginan terakhir

seseorang yang akan dilaksanakan apabila yang bersangkutan meninggal dunia. Lebih

sering dalam wasiat seseorang memuat keinginannya yang terakhir berkaitan dengan

harta yang dimilikinya yang hendak ia berikan/wariskan kepada orang-orang yang

disayanginya, namun tidak jarang memuat keinginannya mengenai hal-hal lain seperti

penguburannya kelak (yang dikenal sebagai codicil). Pengaturan tentang wasiat

terdapat dalam Pasal 930-953 KUH Perdata. Pada prinsipnya pewaris yang membuat

surat wasiat ini harus bebas dari intervensi pihak manapun, sehingga pasal tersebut di

atas sangat menekankan tentang prosedur pembuatan wasiat guna menjamin tentang

pembuatan wasiat seseorang dalam membuat wasiatnya sesuai kehendak bebasnya

sendiri tanpa dipengaruhi orang lain, termasuk notaris sendiri.

Wasiat kerap kali terjadi dalam lingkup kehidupan, dimana wasiat ini merupakan

suatu perbuatan/perintah dari pewaris untuk terlaksananya suatu kehendak dari

pewaris tersebut. Wasiat ialah pernyataan keinginan seseorang terhadap apa yang

ingin ia lakukan terhadap harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia.

Pewarisan yang dibagi dalam 2 (dua) macam yaitu warisan yang didapat dari

surat wasiat (testament) dan warisan yang didapat telah ditentukan oleh Undang-

Undang (ab intestato). Pewarisan melalui surat wasiat (testament) adalah para ahli

waris yang mendapatkan warisan didasarkan oleh keingingan pewaris, baik mencakup

orang yang mendapat warisan atau yang dikenal dengan ahli waris ataupun bagian-

bagian yang didapat oleh ahli waris.

pewaris boleh saja membuat suatu wasiat atau memberikan hibah wasiat kepada

seseorang, namun demikian pemberian tersebut tidak boleh melanggar hak mutlak

(yang harus dimiliki) dari ahli waris yang berhak menerima warisan berdasarkan

ketentuan perundang-undangan. Ketetapan dengan surat wasiat dalam Pasal 876 BW,

9
terdiri dari 2 (dua) cara yaitu: (1) Dengan alas hak umum (Erfstelling), yaitu

memberikan wasiat dengan tidak ditentukan bendanya secara tertentu; (2) Dengan

alas hak khusus (Legaat).5

E. Pengaturan Wasiat Menurut KUHPerdata

Wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa benda ,

piutang maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang

berlaku setelah wafatnya orang yang berwasiat. Wasiat menurut Pasal 875

KUHPerdata “ ialah suatau akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang

dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia , dan yang olehnya dapat

dicabut kembali lagi”.

Berdasarkan pasal 875 KUH Perdata tersebut dalam suatu testament terdapat

beberapa unsur yang harus diperhatikan, antara lain : Pertama, Testament merupakan

suatu akta. Hal ini berarti suatu testament haruslah berbentuk tulisan yang dapat

dibuat dengan akta otentik maupun akta di bawah tangan dan isinya berupa

pernyataan atau kehendak dari pewasiat.

Kedua, Suatu testamen berisi suatu pernyataan kehendak, yang berarti suatu

tindakan hukum sepihak. Tindakan hukum sepihak adalah tindakan atau pernyataan

dari seseorang yang sudah dianggap cukup untuk menimbulkan akibat hukum yang

dikehendaki. Testament menimbulkan suatu perikatan, namun bukan suatu perjanjian

yang mensyaratkan adanya kesepakatan di antara orang yang mengikatkan diri pada

perjanjian tersebut. Karena tanpa adanya kesepakatan terlebih dahulu dari pihak yang

diberi wasiatpun suatu testament sudah dianggap sah.

5
Anastassia Tamara Tandey et al., “Pelaksanaan Hak Mutlak Ahli Waris Terhadap Surat Wasiat/Testamen Yang
Menyimpang Dari Ketentuan Legitieme Portie Burgerlijk Wetboek (BW),” Jurisprudentie : Jurusan Ilmu Hukum
Fakultas Syariah Dan Hukum 7, no. 1 (2020): 30, https://doi.org/10.24252/jurisprudentie.v7i1.12563.

10
Ketiga, Unsur selanjutnya adalah apa yang dikehendaki akan terjadi setelah

meninggal dunia. Berarti bahwa suatu testament baru berlaku setelah pemberi wasiat

telah meninggal dunia. Oleh sebab itu testament disebut juga dengan kehendak

terakhir. Keempat, Wasiat atau testament dapat dicabut kembali. Ketentuan digunakan

untuk menetapkan apakah suatu tindakan hukum harus dibuat dalam bentuk surat

wasiat atau cukup dengan bentuk lain. Pencabutan ini memberikan suatu pengertian

bahwa tidak semua yang diinginkan oleh seseorang sebagaimana yang diletakkan

dalam wasiatnya, juga suatu penetapan wasiat yang khusus, dengan mana si yang

mewariskan kepada seorang.

Menurut pasal 875: surat wasiat atau testamen itu adalah suatu akta yang memuat

pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia

meninggal dunia dan dapat dicabut kembali.

Surat wasiat dibuat dengan tujuan agar para ahli waris tidak dapat mengetahui apakah

harta warisan yang ditinggalkan oleh pewasiat akan diwariskan kepada ahli warisnya,

atau malah diwariskan kepada pihak lain yang sama sekali bukan ahli warisnya

sampai tiba waktu pembacaan surat wasiat tersebut. Dan hal tersebut kerap kali

menimbulkan persoalan di antara para ahli waris dengan yang bukan ahli waris, akan

tetapi sesuai surat wasiat orang yang bukan ahli waris tersebut mendapat harta wasiat.

Pada pasal 897 KUHPerdata disebutkan bahwa para belum dewasa yang belum

mencapai umur genap delapan belas tahun tidak diperbolehkan membuat surat wasiat.

Hal ini berarti seseorang dapat dikatakan dewasa dan dapat membuat surat wasiat

apabila sudah mencapai umur delapan belas tahun, akan tetapi orang yang sudah

menikah walaupun belum berumur delapan belas tahun diperbolehkan membuat surat

wasiat. Karena kedewasaan seseorang akibat perkawinan sudah dianggap mempunyai

kecakapan dalam pembuatan surat wasiat.

11
Pasal 893 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu wasiat dianggap batal jika dibuat

dibawah ancaman atau penipuan. Suatu wasiat juga tidak boleh dibuat oleh dua orang

bersama-sama untuk menguntungkan satu sama lain dan untuk kepentingan pihak

ketiga, terdapat dalam pasal 930 KUHPerdata.6

F. Bentuk-Bentuk Surat Wasiat

Dalam membuat suatu wasiat terdapat beberapa jenis yang sebagian besar dipakai

oleh seorang pewaris, seperti pada jaman Justitianus Hukum Romawi terdapat dua

macam bentuk surat wasiat yaitu surat wasiat yang berbentuk lisan dan surat wasiat

yang berbentuk tertulis. Disamping itu menurut isinya surat wasiat terdapat dua jenis

yaitu :

a. Wasiat yang berisikan erfstelling atau wasiat pengengkatan waris yang diatur

dalam pasal 954 BW yang menyatakan bahwa : wasiat dengan nama orang yang

mewasiatkan, diberikan kepada seseorang atau lebih dari seorang, seluruh atau

sebagian dari harta kekayaannya kalau nantinya ia meninggal dunia. Orang-orang

yang mendapatkan harta kekayaan menurut pasal ini adalah waris dibawah ditel

umum.

b. Wasiat yang berisi hibah (hibah wasiat) atau legaat yaitu suatu penetapan wasiat

yang khusus didalam suatu testament. Wasiat ini berisikan pemberian barang

kepada seseorang atau lebih dari seorang, seluruh atau sebagian dari harta

kekayaannya kalau nantinya ia meninggal dunia. Orang-orang yang mendapatkan

harta kekayaan menurut pasal ini adalah waris dibawah titel umum.

6
Henky Kristovel V Paendong and K U H Perdata, “Hak Ahli Waris Atas Harta Warisan Berdasarkan Testamen
(Surat Wasiat) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,” Lex Privatum 9, no. 1 (2021): 5–12,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/32036.

12
c. Wasiat ini berisi hibah (hibah wasiat) atau legaat yaitu suatu penetapan wasiat

yang khusus didalam suatu testament. Wasiat ini berisikan pemberian barang

kepada seseorang atau lebih dengan bentuk barang bergerak maupun tak

bergerak, barang dari jenis tertentu dan juga hak pakai hasil dari seluruh atau

sebagian harta peninggalan. Seseorang yang mendapatkan wasiat seperti ini

disebut dengan waris dibawah titel khusus.

Adapun, menurut Subekti yang berpendapat wasiat yang terdapat di masyarakat pada

umumnya digolong-golongkan menjadi : surat wasiat umum atau openbaar testament,

surat wasiat olografis, dan surat wasiat tertutup atau surat wasiat rahasia.

1. Surat wasiat umum (openbaar testament) yaitu surat wasiat atau testament yang

dibuat oleh notaris serta dihadiri oleh sedikitnya dua orang saksi. Adapun caranya

seorang yang akan membuat wasiat ini langsung datang sendiri di notaris untuk

menyatakan kehendaknya secara lisan dan notaris itu membuat wasiat yang

dikehendaki oleh yang bersangkutan, hal ini sesuai dengan pasal 938 dan pasal

939 BW. Setelah pewaris secara zakelijk memberitahukan kehendak terakhir,

maka notaris dengan dihadiri oleh para saksi membacakannya apakah surat wasiat

yang ditulis itu sudah benar atau belum. Dengan demikian orang bisu tidak dapat

membuat wasiat umum dan orang tuli dapat membuat wasiat secara umum.

2. Wasiat dalam Olografis yang surat wasiat ini diharuskan si pewaris untuk menulis

dan ditandatanganinya yang kemudian wasiat ini dititipkan ke notaris dan setelah

ditandatangani oleh saksi-saksi, maka wasiat itu disimpannya. Notaris setelah

menerimanya membuat akta penerima yang disebut dengan akte van

berwaargeving yang ditandatangani oleh notaris, pewaris maupun para saksi-saksi

yang ada. Wasiat yang dibuat oleh si pewaris ini dapat diserahkan ke notaris

dalam keadaan tertutup atau terbuka.

13
3. Surat wasiat dalam bentuk rahasia atau geheim testament yang merupakan surat

wasiat yang lain daripada yang kedua yang sudah penulis jelaskan diatas. Surat

wasiat ini harus ditulis sendiri oleh si pewaris dan penyerahannya ke notaris

diperlukan sedikitnya empat orang saksi.7

7
Monica Sriastuti Agustina, “Tinjauan Hukum Surat Wasiat Dalam Penyerahannya Oleh Orang Lain Ke Notaris,”
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 1, no. 6 (2019): 48–68.

14
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengaturan Pembagian Kepada Ahli Waris Dalam KUHPerdata

Testament diatur dalam Pasal 930 KUHPerdata. Makna Pasal 930 KUHPerdata

bahwa dalam sebuah akta wasiat hanya satu orang saja yang boleh membuat atau

menyatakan kehendak terakhirnya. Alasan ketentuan ini ada kaitannya dengan dapat

ditariknya kembali semua wasiat itu. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka

bentuk-bentuk testament atau surat wasiat dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Wasiat olografis, ialah surat wasiat yang seluruhnya ditulis dengan tangan sendiri

oleh pewaris atau pembuatnya. Surat wasiat olografis harus disimpan pada notaris,

dan atas penyimpanan yang dilakukan notaris membuat akta penyimpanan yang

ditandatangani oleh pewaris, notaris dan dua orang saksi yang diminta untuk

menyaksikan penyimpanan tersebut

2) Wasiat atas testament umum (openboor), ialah surat wasiat yang harus dibuat

dihadapan notaris, dengan dihadiri oleh dua orang saksi

3) Surat wasiat rahasia, dibuat dengan tangan pewaris sendiri atau dapat pula ditulis

orang lain, yang dibubuhi tanda tangan oleh pewaris. Surat wasiat rahasia ditutup

dan disegel, kemudian diserahkan kepada notaris. Surat wasiat rahasia harus

ditandatangani oleh pewaris, notaris dan dihadiri serta ditandatangani oleh empat

orang saksi.

Suatu wasiat agar dapat berlaku secara sah, maka wasiat itu harus memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Persyaratan itu terdiri dari

syarat formil dan syarat materiil.

15
1) Syarat-syarat formil, yaitu syarat-syarat yang berkenaan dengan subyek dan obyek

dari suatu wasiat. Syarat-syarat yang berkenaan dengan subyek, terdapat dalam

Pasal-pasal dalam KUHPerdata.

a) Pasal 895 KUHPerdata, orang yang akan membuat testament harus sehat akal

budinya, dan tidak berada di bawah pengampuan, dengan pengecualian orang

yang diletakkan di bawah pengampuan karena pailit.

b) Pasal 897 KUHPerdata mengatur tentang orang yang dinyatakan mampu

membuat wasiat adalah orang yang sudah berumur 18 tahun

c) Pasal 930 KUHPerdata mengatur tentang larangan membuat wasiat oleh dua

orang untuk keuntungan satu sama lainnya atau untuk keuntungan pihak ketiga

2) Syarat yang berkenaan dengan obyek, terdapat dalam Pasal-pasal KUHPerdata.

a) Pasal 888 KUHPerdata syarat-syarat dalam suatu wasiat

b) Harus dapat dimengerti dan tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan

c) Pasal 890 KUHPerdata mengatur tentang penyebutan sesuatu yang palsu

dalam wasiat, harus dianggap tidak tertulis dan wasiat demikian dianggap

batal

d) Pasal 893 KUHPerdata mengatur wasiat yang dibuat akibat paksaan dan tipu

muslihat adalah batal.

3) Syarat-syarat Materiil syarat-syarat yang berkenaan dengan isi suatu wasiat.

Terdapat pengaturannya dalam pasal-pasal di bawah ini.

a) Pasal 879 KUHPerdata mengatur pelarangan wasiat dengan fidei commis

(pengangkatan waris atau pemberian hibah dengan lompat tangan)

b) Pasal 885 KUHPerdata mengatur tentang pelaksanaan wasiat tidak boleh

menyimpan dari isi dan maksud dari kata-kata yang ada dalam wasiat.

16
c) Pasal 904 KUHPerdata mengatur tentang larangan pembuatan wasiat oleh

anak yang belum dewasa walaupun sudah berusia 18 tahun, untuk menghibah

wasiatkan sesuatu guna kepentingan wali atau bekas wali.8

B. Pembagian Waris dalam Surat Wasiat Pada Putusan Pengadilan Negeri Nomor

447/Pdt.G/2019/Pn Mdn

Dalam poko perkara putusann pengadilan ini adalah bahwa setelah mencermati

gugatan Para Penggugat, jawab menjawab antara Para Penggugat dan Para Tergugat

di persidangan, menurut Majelis Hakim, yang menjadi pokok permasalahan dalam

gugatan. Para Penggugat adalah tentang Penetapan Ahli Waris Alm. Tombang

Imanuel Napitupulu disebut dan ditulis dengan Alm. T.Imanuel Napitupulu disebut

dan ditulis juga dengan Alm. T.I.Napitupulu (meninggal dunia pada tanggal 08 Maret

2005) dan Almh. Sontaria Boru Hutagaol (meninggal dunia pada tanggal 05 Januari

2009) dan Pembagian Warisan atas harta warisan yang merupakan objek gugatan

dalam perkara ini berupa : sebidang tanah beserta bangunan rumah tempat tinggal

yang terdapat diatasnya, terletak di Jalan Sakti Lubis gang Amal 59 Medan,

Kelurahan Sitirejo 1, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan berikut uang sewa kamar

kost.

Bahwa di dalam putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 447/Pdt.G/2019/Pn

Mdn, Dra. Dosmaria Napitapulu sebagai Penggugat I, Robinson Napitapulu sebagai

Penggugat II, Wasty Napitapulu sebagai Penggugat III, Nurliana Napitapulu sebagai

Penggugat IV, Yetty Napitapulu sebagai Penggugat V, melayangkan gugatatan

kepada, Dameria Napitapulu sebagai Tergugat I, Biliton Napitapulu sebagai Tergugat

II.

8
Sulih Rudito, “Penerapan Legitime Fortie (Bagian Mutlak) Dalam Pembagian Warisan Menurut KUH Perdata,”
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion 3, no. 3 (2015): 10.

17
Pasal 830 KUHPerdata yang mana membahas membahas mengenai akibat

hukum dari terjadinya kematian yang mengatakan sebagai berikut “Pewarisan hanya

berlangsung karena kematian”.

Pasal 832 KUHPerdata menyatakan siapa sajakah yang berhak mendapatkan

harta Waris yang mengatakan sebagai berikut: “Menurut undang-undang, yang berhak

menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang

maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlamaa, menurut

peraturan-peraturan berikut ini. Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang

hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang

wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta

peninggalan mencukupi untuk itu.”

Dari uraian diatas maka pembagian warisan dari Alm.Tombang Imanuel

Napitapulu dan Sontaria Boru Hutagaol sebagai pewaris dibagikan kepada ahli

warisnya sebagai berikut.

Pada tanggal 8 Maret 2005 bahwa ayah kandung para penggugat yaitu Tombang

Imanuel Napitapulu telah meninggal dunia, dan pada tanggal 5 Januari 2009 bahwa

ibu kandung para penggugat yaitu Sontaria Boru Hutagaol juga meninggal dunia yang

telah lahir 10 orang anak yang menyisakan 7 orang anak yang masih hidup dan 3

orang anaknya telah meninggal dunia. Tombang Imanuel Napitapulu dan Sontaria

Boru Hutagaol sebagai pewaris bahwa semasa hidupnya memiliki sebidang tanah

sawah yang luasnya 8 rante atau 160.93 m, sebidang tanah sawah yang luasnya 8

rante atau 160.93 m, sebidang tanah yang luasnya 5 rante atau 100.58 m, sebidang

tanah beserta bangunan rumah, lalu memiliki sebidang tanah sawah yang luasnya 2

rante atau 40.23 m, dan yang terakhir memiliki sebidang tanah yang luasnya 5 rante

atau 100.58 m.

18
Pada tanggal 15-5-1999 semasa hidupnya Alm. Tombang Imanuel Napitupulu

membuat Surat Wasiat (Testamen) berupa Surat Pernyataan(yang sebelumnya telah

pernah dibicarakan pada tahun 1992 dihadapan raja-raja huta), yang turut dibubuhi

cap jempol istrinya Alm. Ibu Sontaria Hutagaol ( mengingat Alm. Ibu Sontaria

Hutagaol tidak bisa tandatangan) yang kemudian ditegaskan dengan Surat Pernyataan

yang dibuat oleh Alm.Ibu Sontaria Hutagaol dan Biliton Napitupulu, Legalisasi

No.16/L/III/05, tanggal 16-3-2005, hadapan Erni Rominar Marsaulina Silitonga,SH.,

Notaris di Medan, yang tentang pembagian harta warisan Alm, sebagai berikut;

Maruli Napitapulu anak pertama mendapat sebidang tanah sawah yang luasnya 8

rante atau 160.93 m, Robinson Napitapulu anak ke empat mendapat sebidang tanah

sawah yang luasnya 8 rante atau 160.93 m, Blitton Napitapulu mendapatkan sebidang

tanah yang luasnya 5 rante atau 100.58 m, Monang Napitapu (cucu) mendapatkan

sebidang tanah sawah yang luasnya 2 rante atau 40.23 m.

Untuk 6 orang anak perempuan (boru) masing-masing yaitu, Dameria Boru

Napitapulu, Dosma Boru Napitapulu, Nurmala Boru Napitapulu, Wasti Boru

Napitapulu, Yetty Boru Napitapulu. Untuk semua (boru) mendapatkan sebidang tanah

sawah yang luasnya 5 rante atau 100.58 m.

Berdasarkan putusan tersebut maka hakim Menyatakan sah dan berkekuatan

hukum pembagian harta warisan Alm.Tombang Imanuel Napitupulu berdasarkan

Surat Wasiat (Testamen) Alm.Tombang Imanuel Napitupulu, tanggal 15-5-1999,

bertalian dengan Surat Pernyataan yang dibuat oleh Almh. Sontaria Hutagaol dan

Biliton Napitupulu, Legalisasi No.16/L/III/05, tanggal 16-3-2005, yang dibuat

dihadapan Erni Rominar Marsaulina Silitonga,SH., Notaris di Medan.

19
C. Pertimbangan Hakim Tentang Pembagian Warisan Pada Putusan Pengadilan Negeri

Nomor 447/Pdt.G/2019/Pn Mdn

Pertimbangan hakim dalam memberikan putusan mengenai pembagian waris tersebut,

adalah dibagi berdasarkan surat wasiat (testamen) yang menyatakan sah dan

berkekuatan hukum tetap dengan beberapa alat bukti dan saksi-saksi.

20
BAB IV

PENUTUP/SIMPULAN

Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan

yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya.

Pada asasnya hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum

kekayaan/ harta benda saja yang dapat diwaris.

Menurut pasal 875: surat wasiat atau testamen itu adalah suatu akta yang memuat

pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia

meninggal dunia dan dapat dicabut kembali.

Pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 447/Pdt.G/2019/Pn Mdn

menyatakan bahwa Maruli Napitapulu anak pertama mendapat sebidang tanah sawah

yang luasnya 8 rante atau 160.93 m, Robinson Napitapulu anak ke empat mendapat

sebidang tanah sawah yang luasnya 8 rante atau 160.93 m, Blitton Napitapulu

mendapatkan sebidang tanah yang luasnya 5 rante atau 100.58 m, Monang Napitapu

(cucu) mendapatkan sebidang tanah sawah yang luasnya 2 rante atau 40.23 m.

Untuk 6 orang anak perempuan (boru) masing-masing yaitu, Dameria Boru

Napitapulu, Dosma Boru Napitapulu, Nurmala Boru Napitapulu, Wasti Boru

Napitapulu, Yetty Boru Napitapulu. Untuk semua (boru) mendapatkan sebidang tanah

sawah yang luasnya 5 rante atau 100.58 m.

Pertimbangan hakim dalam memberikan putusan mengenai pembagian waris

tersebut, adalah dibagi berdasarkan surat wasiat (testamen) yang menyatakan sah dan

berkekuatan hukum tetap

21
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Effendi Perangin, S.H, Hukum Waris, Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2020.

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Bandung, Borkink van Hoeve, ‘s

Gravenhage, h. 8

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang KUHPerdata

JURNAL
Imam Sudiyat, Peta Hukum Waris di Indonesia”Kertas kerja SimposiumHukumWaris
Nasional”, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Jakarta,
1989, h. 20

Monica Sriastuti Agustina, “Tinjauan Hukum Surat Wasiat Dalam Penyerahannya Oleh
Orang Lain Ke Notaris,” Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 1, no. 6
(2019): 48–68.

Paendong, Henky Kristovel V, and K U H Perdata. “Hak Ahli Waris Atas Harta Warisan
Berdasarkan Testamen (Surat Wasiat) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.”
Lex Privatum 9, no. 1 (2021): 5–12.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/32036.

Rudito, Sulih. “Penerapan Legitime Fortie (Bagian Mutlak) Dalam Pembagian Warisan
Menurut KUH Perdata.” Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion 3, no. 3 (2015): 10.

Sari, Indah, and M Si. “Pembagian Hak Waris Kepada Ahli Waris Ab Intestato Dan
Testamentair Menurut Hukum Perdata Barat (Bw).” Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara 5,
no. 1 (2014): 1–20. https://doi.org/10.35968/jh.v5i1.99.

22
Sriastuti Agustina, Monica. “Tinjauan Hukum Surat Wasiat Dalam Penyerahannya Oleh
Orang Lain Ke Notaris.” Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 1, no. 6
(2019): 48–68.

Tandey, Anastassia Tamara, Ignasius Christian Sompie, Chrispinus Zina, and Novalita Eka
Christy Pihang. “Pelaksanaan Hak Mutlak Ahli Waris Terhadap Surat Wasiat/Testamen
Yang Menyimpang Dari Ketentuan Legitieme Portie Burgerlijk Wetboek (BW).”
Jurisprudentie : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah Dan Hukum 7, no. 1 (2020): 30.
https://doi.org/10.24252/jurisprudentie.v7i1.12563.

23

Anda mungkin juga menyukai