Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

HUKUM WARIS

OLEH:
SIRAAJUL AFKAR
2103101010170

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan
karunia nya kepada penulis serta dengan izinnya makalah ini dapat disusun dan
diselesaikan. Shalawat dan salam buat junjungan alam nabi Muhammad saw yang telah
memberikan penerangan dari yang gelap menjadi bercahaya dan seorang tokoh
revolusioner yang patut di teladani manusia.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Hukum Waris yang
diberikan oleh dosen pembimbing. adapun judul makalah ini adalah HUKUM WARIS.
penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan dan telah
berusaha memberikan yang terbaik, namun kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat diaharapkan, semoga makalah ini bermamfaat bagi kita semua.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 5
BAB II ................................................................................................................................. 6
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 6
2.1 Pengertian Hukum Waris .......................................................................................... 6
2.2 Sifat Hukum Waris .................................................................................................. 10
2.3 Subyek Hukum Waris .............................................................................................. 11
2.4 Pihak Ketiga Yang Tersangkut Dalam Warisan........................................................ 12
2.5 Hak Dan Kewjiban Pewaris Dan Ahli Waris ............................................................. 13
2.6 Pembagian Warisan .................................................................................................. 15
2.7 Obyek Hukum Waris ................................................................................................ 17
2.8 Legitieme Portie ....................................................................................................... 17
2.9 Harta Warisan Yang Tak Terurus.............................................................................. 18
2.10 Ahli Waris Yang Tidak Patut Menerima Harta Warisan .......................................... 19
BAB III .............................................................................................................................. 20
PENUTUP ......................................................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan
dan merupakan bagian terkecil dari hukum keluarga, hukum waris adat sangat erat
kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, karena setiap manusia akan
mengalami kematian. Dalam hal penyelesaian hak dan kewajiban tersebut, hukum
waris adat juga dapat dikatakan sebagai ketentuan yang mengatur tata cara penerusan
dan pemeliharaan harta kekayaan (baik berwujud maupun tidak berwujud) dari ahli
waris kepada ahli warisnya.

Pembagian harta waris menurut KUHPerdata. Hukum peradata adalah


keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara subyek hukum satu
dengan subyek hukum lain dalam hubungan kekeluargaan dan 2 didalam pergaulan
masyarakat. Hukum perdata dapat dibedakan menjadi dua yaitu: hukum perdata
materiil dan hukum perdata formil. KUHPerdata memandang hak mewaris adalah hak
kebendaan atas harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia (Pasal 528
KUHPerdata), di samping itu, Pasal 584 KUHPerdata menyebutkan hak waris sebagai
salah satu cara untuk memperoleh hak milik sedangkan cara-cara untuk memperoleh
hak milik diatur dalam buku II KUHPerdata, sehingga hukum waris ditempatkan dalam
buku II KUHPerdata.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Wirjono Prodjodikoro, mantan


ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia menegaskan: Bahwa hukum waris adalah
hukum-hukum atau peraturanperaturan yang mengatur tentang apakah dan
bagaimanakah berbagai hakhak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu
ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.

4
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan pengertian Hukum Waris, Objek Hukum Waris, Sifat
Hukum Waris, dan Bagaimana Pembagian Hukum Waris?

1.3 Tujuan Penulisan


Dari penulisan ini kita dapat mengetahui yang dimaksud dengan pengertian Hukum
Waris, Objek Hukum Waris, Sifat Hukum Waris, dan Bagaimana Pembagian Hukum
Waris.

5
BAB II

PENDAHULUAN

2.1 Pengertian Hukum Waris

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata, belu terdapat
kodifikasi. Hal ini berati bahwa bagi berbagai golongan penduduk Indonesia masih
berlku hukum yang berbeda-beda, seperti:

1. Hukum waris Adat, sampai saat sekarang hukum waris adat pada masing-
masing daerah masih diatur secara berbeda-beda
2. Hukum waris Islam, bagi mereka yang bneragama islam (sebagian penduduk
Indonesia yang beragama islam). Hukum wris islam ini diatur dalam
instruksi Presiden No;1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (Pasal
171-214 KHI)
3. Hukum waris Barat, bagi mereka yang tunduk pada Hukum Perdata Barat,
berlaku ketentua dalam KUHPerdata (BW).
Hukum waris diatur bersama-sama dengan hukum benda, alasannya:
a. Hukum waris dianggap sebagai suatu hak kebendaan (Pasal 528
KUHPerdata)
b. Hukum waris merupakan salah satu cara yang ditentukan secara
limitative oleh UU untuk memperoleh hak milik (Pasal 584
KUHPerdatta))

Sampai saat ini baik para ahli hukum Indonesia maupun di dalam
kepustakaan ilmu hukum Indonesia, belum terdapat keseragaman pengertian
sehingga istilah untuk hukumwaris masih beraneka ragam.

Misalnya Wirjono Prodjodikoro, mempergunakan istilah hukum warisan. Hazairin,

6
mempergunakan hukumkewarisan, dan Soepomo mengemukakan istilahhukum
waris.

Hukum Waris itu memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan


serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tak berwujud
benda dari suatu angkatan manusia kepada turunannya.

Hukum waris adalah hukum harta kekayaan dalam lingkungan keluarga, karena
wafatnya seseorang maka aka nada pemindahan harta kekayaan yang ditinggalkan
oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya,
baik dalam hubungan antara mereka maupun antara mereka dengan pihak ketiga

R. Santoso Pudjosubroto, bahwa yang dimaksud dengan hukum warisan adalah


hukum yang mengatur apakah dan bagaimanakah hak-hak dan kewajiban-kewajiban
tentang harta benda seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada
orang lain yang masih hidup

Selanjutnya A. Pitlo memberikan batasan hukum waris adalah kumpulan peraturan,


yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang yaitu
mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari
pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara
mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga
.

Dengan istilah hukum waris diatas, terkandung suatu pengertian yang


mencakupkaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur proses beralihnya harta benda
dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia.

Dari beberapa difinisi diatas dapat diketahui beberapa istilah, yaitu :

1. Pewaris ialah orang yang meninggal dunia, dan meninggalkan harta


kekayaan kepadaorang lain

7
2. Ahli waris : orang yang berhak atas harta kekayaan/warisan
3. Harta warisan : kekayaan yang ditinggalkan berupa aktiva dan passive
(boedel)
4. Pewarisan : proses beralihnya harta kekayaan (hak dan kewajiban)
seseorang kepadapara ahli waris.
Menurut Hilman Hadikusumah istilah pewarisan mempunyai dua
pengertian/makna,yaitu :
a. Berarti penerusan atau penunjukkan para waris ketika pewaris masih
hidup
b. Berarti pembagian harta warisan setelah pewaris meninggal
Selanjutnya beliau berpendapat berkaitan dengan peristilahan tersebut
bahwa warisan menunjukkan harta kekayaan dari orang yang telah
meninggal, yangkemudian disebut pewaris, baik harta itu telah dibagi-
bagi atau masih dalamkeadaan tidak terbagi- bagi.

Dari pengertian pewarisan, akan menimbulkan pertanyaan- pertanyaan, yaitu :

1. Apa syarat-syaratnya agar harta kekayaan pewaris beralih kepada ahli


waris ?
2. Kapan harta kekayaan itu beralih ?
3. Harta kekayaan apa saja yang beralih ?
4. Bagaimana caranya harta kekayaan itu beralih?

Ad. 1. Harta kekayaan beralih, harus memenuhi 2 syarat, yaitu :

a. Syarat umum :
1. Ada orang yang meninggal dunia (Pasal 830 KUHPerdata)
2. Ada ahli waris yang ditinggalkan (Pasal 836 KUHPerdata)
3. Ada harta kekayaan yang ditinggalkan (Pasal 1100)

b. Syarat mutlak
Harus ada orang yang meninggal dunia, kecuali dapat terjadi dalam keadaan

8
tidak hadir (Pasal 467 jo 470 KUHPerdata) bahwa pewaris belum meninggal

Ad. 2. Demi hukum (van rechtswege) seketika itu pula, dikenal dengan asas le mort
saisit le vif. Asas ini terkandung dalam Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata,
disingkay dengan asas hak saisine

Karena itu seketika itu pula para ahli waris yang ditinggalkan dapat menuntut
kepada pihak III yang menhuasai harta warisan agar harta warisan itu
dikembalikan kepada boedel warisan. Hak ini disebut dengan istilah
hereditatis petitio (Pasal 834 KUHPerdata)

Ad. 3. Harta kekayaan dalam lapangan hukum harta kekayaan yang terdapat dalam
buku II dan buku III KUHPerdata, walupun ada kekecualian. Sedangkan hak
dan kewajiban yang ada dalam buku I KUHPerdata tidak beralih, juga ada
kekecualian.

Harta kekayaan (hak dan kewajiban) yang tidak beralih dari buku II dan buku
III KUHPerdata adalah :

a. Hak dan kewajiban dari perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792


KUHPerdata))
b. Hak dan kewajiban dari perjanjian kerja atau perjanjian perburuhan (Pasal
1601 a KUHPerdata
c. Keanggotaan suatu persekutuan/perseroan (Pasal 1646 KUHPerdata)
d. Hak bunga cagak hidup (Pasal 1776 KUHPerdata)
e. Hak pakai hasil (Pasal 756 KUHPerdata)
f. Ada dengan pembatasan, yaitu hak pengarang selama 70 tahun (Pasal 58 ayat
(1) jo Penjelasan butir a UU No.28 Tahun 2014 tentang hak cipta)

Adapun hak dan kewajiban yang beralih dari buku I KUHPerdata adalah hak
mengingkari keabsahan seorang anak Pasal 257 KUHPerdata). Ada hak dan
kewajiban dari buku I KUHPerdata yang mempunyai nilai uang tetapi tidak

9
beralih, sepertinhak nikmat hasil (Pasal 311 KUHPerdata ) dan hak
alimentasi (Pasal 225 KUHPerdata)

Ad. 4. KUHPerdata mengenal 2 macam system pewarisan, yaitu :

a. System pewarisan ab intestate (menurut UU/karena kematian/tanpa


wasiat)
b. System pewarisan menurut surat wasiat (testament).

2.2 Sifat Hukum Waris


Hukum waris yang ada dab berlaku di Indonesia sampai saat ini masih belu
merupakan unifikasi hukum. Bentuk dan system hukum waris sangat erat kaitannya
dengan bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan. Sedangkan sisten kekeluargaan
pada masyarakat Indonesia, berpokok pangkal pada system menarik garis keturunan
yang pada dasarnya dikenal ada tiga macam system keturunan. Bentuk masyarakat
dan sifat kekeluargaan yang terdapat di Indonesia menurut system keturunan, yaitu
:

1. System patrilineal/sifat kebapaan


Pada prinsipnya system yang menarik garis keturunan ayah atau garis
keturunan nenek moyanmgnya yang laki-laki. System ini di Indonesia
terdapat pada masyarakat di Tanah Gayo, Alas, Batak, Ambon,Irian Jaya,
Timor, dan Bali.
2. System matrilineal/sifat keibuan
System yang menarik garis keturunan dari nenek moyang perempuan.
Kekeluargaan yang bersifat keibuan ini di Indonesia hanya terdapat dp satu
daerah, yaitu Minangkabau

3. System bilateral atau parental/sifat kebapak-ibuan


Menarik garis keturunan baik melalui garis bapak maupun garis ibu sehingga

10
dalam kekeluargaan semacam ini pada hakekatnya tidak ada perbedaan
antara pihak ibu dan pihak ayah : Jawa, Madura, Sumatera Timur, Seluruh
Sulawesi, Ternate, Lombok, Riau, Aceh, Sumatera Selatan.

2.3 Subyek Hukum Waris


1. Pewaris : orang yang meninggal dan meninggalkan harta benda/kekayaan.
Inilah adalah merupakan syarat sebagai pewaris yaitu adanya hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi pada pihak ketiga, yang dapat dinilai dengan
uang
2. Ahli waris :
a. Ahli waris berdasarkan kedudukan sendiri (uit eigen hoofed) atau
mewaris secara langsung,misalnya jika ayah meninggal, maka sekalian
anak-anaknya tampil sebagai ahli waris. Menurut KUHPerdata
penggolongan ahli waris ini, adalah :
a.1. Golongan pertama, yaitu anak-anak beserta keturunannya dalam
garis lurus kebawah. Mulai tahun 1935 hak mewaris suami atau istri
yang hidup terlama disamakan dengan seorang anak yang sah (Pasal
852a KUHPerdata)
a.2. Golongan kedua, orang tua dan saudara-saudara pewaris; pada
asasnya bagianorang tua disamakan dengan bagian saudara-saudara
pewaris, tetapi ada jaminan di mana bagian orang tua tidak boleh
kurang dari seperempat hartapeninggalan
a.3. Golongan ketiga, Pasal 853 dan Pasal 854 KUHPerdata, dalam hal
tidak ada gol. Pertama dan gol. Kedua, maka harta peninggalan
harus dibagi menjadi dua (kloving), setengah bagian untuk kakek-
nenek pihak ayah, dan setelah lagi untuk kakek-nenek dari pihak ibu
a.4. golongan ke empat, sanak keluarga si pewaris dalam garis
menyimpangsampai derajat ke enam.
b. Ahli waris berdasarkan penggantian (bij plaatsvervulling), disebut juga

11
sabagai ahliwaris tidak langsung (cucu-cucu pewaris)
b.1. Penggantian dalam garis lurus ke bawah, Pasal 848 KUHPerdata :
hanya orang-orang yang telah mati saja yang dapat digantikan
b.2. Penggantian dalam garis ke samping, tiap saudara kandung/tiri
yang meninggal lebih dulu digantikan oleh sekalian anaknya
b.3. Penggantian dalam garis samping, juga melibatkan penggantian
anggota- anggota keluarga yang lebih jauh, misalnya
paman/keponakan, jika meninggal lebih dulu digantikan oleh
turunannya
c. Pihak ketiga yang bukan ahli waris dapat menikmati harta peninggalan,
dalam hal ini kemungkinan timbul karena KUHPerdata terdapat ketentuan
tentang pihak ketiga yang bukan ahli waris, tetapi dapat menikmati harta
peninggalan pewaris berdasarkan suatu testament/wasiat.

2.4 Pihak Ketiga Yang Tersangkut Dalam Warisan

Selain ahli waris dan pewaris dalam KUHPerdata, juga dikenal adanya :

1. Suatu fidei comis, ialah suatu pemberian warisan kepada seseorang ahli waris
denganketentuan bahwa ia berkewajiban menyimpan warisan itu dan setelah
lewatnya waktu, warisan itu harus diserahkan pad orang lain. Cara
pemberian warisan semacam inioleh UU disebut sebagai pemberian warisan
secara melangkah
2. Executeur testamentair, pelaksanaan wasiat yang ditunjuk oleh pewaris,
yang bertugas mengawasi pelaksanaan surat wasiat secara sungguh-sungguh
sesuai dengan kehendak pewaris
3. Bewindvoerder/pengelola, seseorang yang ditentukan dalam wasiat untuk
mengurus kekayaan, sehingga para ahli waris/legataris hanya menerima
penghasilan dari harta peninggalan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar
jangan sampai kekayaan tersebut dihabiskan dalam waktu singkat oleh para

12
ahli waris/legataris

2.5 Hak Dan Kewjiban Pewaris Dan Ahli Waris


a. Hak Dan Kewajiban Pewaris
1. Hak pewaris, timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti
sebelum pewaris meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam
sebuahtestament/wasiat, yang berupa :
a. Erfstelling, suatu penunjukan satu/beberapa orang menjadi ahli waris
untuk mendapatkan sebagian atau seluruh harta peninggalan
(testamentair erfgenaam : ahli waris menurut wasiat)
b. Legaat, pemberian hak kepada seseorang atas dasar testament/wasiat
yang khusus, yang berupa :
*. Hak atas satu/atau beberapa benda tertentu
*. Hak atas seluruh dari satu macam benda tertentu
*. Hak vruchtgebruik, atas sebagian/seluruh warisan (Pasal 957
KUHPerdata)Orang yang menerima legaat disebit legataris

Bentuk testament :
1. Openbaar testament, testament yang dibuat oleh seorang notaries dengan
dihadiri olehdua orang saksi

2. Olographis testament, testament yang ditulis oleh si calon pewaris sendiri,


kemudian diserahkan kepada seorang notaries untuk disimpan dengan
disaksikan oleh dua orangsaksi
3. Testament rahasia, dibuat oleh calon pewaris tidak harus ditulis tangan,
kemudian testament tersebut disegel dan diserahkan kepada seorang
notaries dengan disaksikan oleh empat orang saksi
2. Kewajiban pewaris
Merupakan pembatasan terhadap haknya yang ditentukan UU. Ia harus
mengindahkanadanya legitieme portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta

13
peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan
warisan (Pasal 913 KUHPerdata).

b. Hak Dan Kewajiban Ahli Waris

Hak ahli waris, setelah terbuka warisan, ahli waris diberikan hak untuk menentukan
sikap :

1. Menerima secara penuh, yang dapat dilakukan secara tegas atau secara lain.
Secara tegas , jika penerimaan tersebut dituangkan dalam suatu akta yang
memuat penerimaannya sebagai ahli waris.
Secara diam-diam , jika ahli waris tersebut melakukan perbuatan
penerimaannya sebagai ahli waris dan perbuatan tersebut harus
mencerminkan penerimaan terhadap warisan yang meluang, yaitu dengan
mengambil, menjual atau melunasi hutang-hutang pewaris
2. Menerima dengan reserve, (hak untuk menukar). Voorrecht van boedel
beschijving atau beneficiare annvaarding.Hal ini harus dinyatakan pada
Panitera Pengadilan Negeri di tempat warisan terbuka.akibat yang terpenting
dari warisan secara beneficiare ini adalah kewajiban untuk melunasi hutang-
hutang danbeban lain si pewaris dibatasi sedemikian rupa sehingga
pelunasannya dibatasi menurut kekuatan warisan, dalam hal ini berarti si ahli
waris tersebut tidak usah menanggung pembayaran hutang dengan kekayaan
sendiri, jika hutang pewaris lebih besar dari harta bendanya Menolak
warisan, ini mungkin, jika jumlah harta kekayaan yang berupa kewajiban
membayar hutang lebih besar daripada hak untuk menikmati harta
peninggalan. Penolakan wajib dilakukan dengan suatu pernyataan kepada
Panitera Pengadilan Negeri setempat.
Kewajiban Ahli Waris, yaitu:

1. Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi

14
2. Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dll
3. Melunasi hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang
4. Melaksanakan wasiat jika ada

2.6 Pembagian Warisan

Pasal 1066 KUHPerdata menentukan/isinya dapat disimpulkan :

a. Tidak seorang ahli waris yang dapat dipaksa membiarkan harta warisan tidak
terbagi
b. Pembegian harta warisan dapat dibagi sewktu-waktu
c. Dibuka kemungkinan untuk mempertangguhkan pembagian harta warisan
denganjangka waktu 5 tahun, tenggang waktu ini dapat diperpanjang 5 tshun
lagi dengn persetujuan sebua ahli waris
KUHPerdata tidak menentukan cara tertentu dalam pembagian warisan, jika
ternyat semua ahli waris cakap untuk bertindak sendiri dan semuanya berada
ditempat (hadir) pada saat pembegian warisan tersebut maka cara pembagian
warisan diserahkan kepada mereka sendiri, tetapi dalam hal ada dianrata ahli
waris anak-anak di bawah umur atau ada yang ditaruh di bawah curatele
(pengampuan), maka pembagian warisan harus dilakukan dengan suatu akta
notaries dan dihadapan wees kamer (Balai Hartapeninggalan).
Inbreng yaitu mengembalikan benda-benda ke dalam boedel. Masalah ini timbul
jika ternyata pewaris semasa hidupnya telah memberikan benda-benda secara
schenking kepada sementara ahli waris yang dianggapnya sebagai suatu
voorschot atas bagianwarisn yang akan diperhitungkan kemudian.
Menurut UU yang diharuskan melakukan inbreng adalah para ahli waris dalam
garis luruskebawah, dengan tidak membedakan apakah mewaris secara penuh
atau menerima dengan catatan, tetapi pewaris berhak untuk menentukan bahwa
ahli waris yang telah menerima pemberian-pemberian pada saat pewaris hidup

15
dibebaskan dari inbreng.
Sifat peraturan inbreng berbeda dengan peraturan legitieme protie : untuk
melindungi kepentingan ahli waris yang mempunyai hubungan yang sngat rapat
dengan pewaris karenanya peraturan tersebut bersifat memaksa artinya tidak
dapat disingkirkan.
Seseorang yang pernah menerima pemberian benda sewaktu hidup tidak perlu
melakukaninbreng jika ia bukan ahli waris, ia hanya dapat dituntut pengurangan
jika ternyata pemberian itu melanggar legitieme portie.

Pasl 1079 KUHPerdata, cara pembagian warisan :


1. Masing-masing ahli wris menerima barang tertentu dengan harga/nilai sama
rataseperti misalnya seperdua harta warisan jika ahli waris hanya terdiri dari
dua orang saja, seperlima jika ahli waris terdiri dari lima orang, demikian
selanjutnya.
2. Bila diantara ahli waris ada yang menerima barang/harta waris lebih dari
bagiannya, di pihak lain di antara ahli waris menerima kurang dari bagiannya
maka ahli waris yang menerima bagian yang lebih diharuskan memberikan
sejumlah uang tunai pada yang mendapat kurang dari bagiannya
Jika terdapat perselisihan tentang siapa di antara mereka yang mendapat
barang tertentu selaku bagiannya, maka hal iniharus diundi. Apabila tidak
ada kata sepakat mengenai penentuan barang-barang tertentu yang akan
dibagikan kepada masing- masing ahli waris maka dapat dimintakan
keputusan pengadilan negeri
Setelah menerima penentuan barang-barang tertentu, Pasal 1080
KUHPerdata membuka kemungkinan tukar menukar bagian masing-masing
di antara para ahli waris
Pasal 1083 KUHPerdata menegaskan : apabila pembagian warisn sudah
terjadi, maka masing-masing ahli waris dinggap sebagai pemilik barang yang

16
diterimanya sejak saat pewaris meninggal.

2.7 Obyek Hukum Waris

Pada prinsipnya obyek hukum waris adalah harta kekayaan yang


dipindahkan dari pewaris kepada ahli waris, yang dapat berupa :

1. Aktiva, sejumlah bnda yang nyata ada dan/atau berupa tagihan/piutang kepda
pihak ketiga. Selain itu aktiva dapat berupa hak immaterial seperti hak cipta,
hak paten dsbnya
2. Pasiva, sejumlah hutang pewaris yang harus dilunasi pada pihak ketiga,
maupun kewajiban lainnya (menyimpan benda orang lain)
Jadi obyek hukum waris adalah harta kekayaan yang dapat berupa benda
berwjud dan tidak berwujud, yang berarti hak dan kewajiban pewaris yang
lahir dari hubungan hukum kekeluargaan tidak dapat diwariskan, kecuali hak
suami/ayah untuk menyangkal anaknya

2.8 Legitieme Portie

Adalah suatu bagian warisan tertentu yang harus diterima seorang ahli waris dari
harta peninggalan yang tidak dapat diganggu gugat.

Yang berhak menerima/memperoleh adalah ahli waris dalam garis lurus, baik ke
bawah maupun ke atas. Dan baru timbul apabila seorang dalam suatu keadaan
sungguh-sungguh tampil ke muka sebagai ahli waris menurut UU. Dalam hal ini ada
prioritas/penutupan, missalnya jika si pewaris meninggal meninggalkan anak-anak
dan cucu-cucu sebagai ahli waris golongan pertama, maka orang tua sebagai ahli
waris dan karenanya tidak berhak atas suatu legitieme portie. Seorang yang berhak
atas legitieme portie dinamakan legitimaris. Ia dapat meminta pembatalan tiap

17
testament yang melanggar haknya dan ia berhak pula untuk menuntut supaya
diadakan pengurangan (inkoeting) terhadap segala macam pemberian warisan, baik
yang berupa erstelling maupun berupa legaat yang mengurangi haknya.

Peraturan mengenai legitieme portie oleh UU dipandang sebagai suatu pembatasan


hakpewaris dalam membuat testament menurut kehendak hatinya sendiri. Karena itu
pasal-pasal tentang legitieme portie itu dimasukkan dalam bagian tentang hak
mewaris menurut wasiat (testamentair erfrecht)

2.9 Harta Warisan Yang Tak Terurus

Apabila harta warisan telah terbuka namun tidak seorangpun ahli waris yang
tampil ke muka sebagai ahli waris, tak seorang pun yang menolak warisan, maka
warisan dianggap sebagai harta warisan yang tidak terurus

Dalam hal ini, tanpa menunggu perintah hakim, Balai Harta Peninggalan
wajib mengurus harta peninggalan tersebut. Pekerjaan pengurusan itu harus
dilaporkan kepada Kejaksaan Negeri setempat. Jika terjadi perselisihan tentang
apakah suatu harta peninggalan dianggap tidak terurus atau tidak, penentuan ini akan
diputus oleh hakim

Tugas Balai Harta Peninggalan (BHP)

1. Wajib membuat perincian atau inventarisasi tentang keadaan harta


peninggalan, yang didahului dengan penyegelan barang-barang
2. Wajib membereskan warisan, dalam arti menagih piutang-piutang pewaris
dan membayar semua hutang pewaris, apabila diminta oleh pihak yang
berwajib. BHP juga wajib memberikan pertanggungjawaban

3. Wajib memanggil para ahli waris yang mungkin masih ada melalui surat
kabar atau panggilan resmi lainnya
Apabila dalam jangka waktu tiga tahun terhitung muali pada saatterbukanya

18
warisan, belum juga ada ahli waris yang tampil kemuka, BHP akan
memberikan pertanggungjawaban atas pengurusan itu kepada Negara,
selanjutnya harta peninggalan itu akan diwarisi dan menjadi hak milik
Negara

2.10 Ahli Waris Yang Tidak Patut Menerima Harta Warisan

Undang-undang menyebutkan ada empat hal, seseorang ahli waris tidak patut
mewaris, yaitu :

1. Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena
dipersalahkan membunuh atau setidak-tidaknya mencoba membunuh
pewaris
2. Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dihukum, karena
dipersalhkan memfitnah dan mengadukan pewaris, bahwa pewaris difitnah
melakukan kejahatan yang diancamhukuman pehjara empat tahun atau lebih
3. Ahli waris yang dengan kekerasan telah nyata-nyata menghalangi atau
mencegah pewaris untuk membuat atau menarik kembali surat wasiat
4. Seorang ahli waris yang telah menggelapkan, memusnahkan, dan
memalsukan surat wasiat
Apabila ternyata ahli waris yang tidak patut ini menguasai sebagian atau
seluruh harta peninggalan dan ia berpura-pura sebagai ahliwaris, ia wajub
mengembalikan semua yang dikuasainya termasuk hasil-hasil yang telah
dinikmatinya

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hukum waris adalah serangkaian aturan yang mengatur bagaimana harta benda
seseorang akan didistribusikan setelah kematiannya. Hukum waris bervariasi di
berbagai negara dan sering kali didasarkan pada faktor-faktor seperti agama, budaya,
dan sistem hukum yang berlaku. Secara umum, terdapat beberapa prinsip yang sering
diterapkan dalam hukum waris.

Pertama, prinsip utama dalam hukum waris adalah konsep pewarisan yang adil
dan wajar. Hal ini dapat berarti beragam hal, mulai dari pembagian proporsi yang
sama antara ahli waris sampai pengakuan terhadap hak istimewa atau kewajiban
tertentu sesuai dengan hubungan keluarga atau keadaan spesifik.

Kedua, ada aturan mengenai siapa yang memiliki hak atas harta peninggalan
seseorang. Biasanya, ini melibatkan ahli waris langsung seperti anak-anak,
suami/istri, dan kadang-kadang orang tua. Namun, di beberapa kasus, hukum waris
juga mengakui hak kelompok yang lebih luas seperti saudara kandung, paman, bibi,
atau bahkan ahli waris yang lebih jauh secara keluarga.

Terakhir, hukum waris juga bisa memuat ketentuan mengenai bagaimana harta
akan didistribusikan jika tidak ada wasiat yang dibuat oleh pewaris. Dalam beberapa
sistem hukum, ada aturan baku yang mengatur pembagian harta jika tidak ada
instruksi tertulis. Namun, jika ada wasiat, maka kehendak pewaris dalam wasiatnya
akan dihormati selama tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

20
DAFTAR PUSTAKA

Apeldorn, L.J. van, 1980, Pengantar ilmu Hukum (terjemhan : Mr. Oetarid Sadino)
Cet. XVI,Pradnya Paramita, Jakarta

A Pitlo, 1994, Hukum Waris Menurut KUHPerdata Belanda (terjemahan :


M.Isa Arief), Intermasa, Jakarta

Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti,


Bandung

Djaj S. Meliala, 2015, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan hukum
Perikatan,Nuansa Aulia, Bandung

Eman Suparman, 1985, Intisari Hukum Waris Indonesia, Armico, Bandung

Hilman Hadikusuma, 1991, Hukum Waris Indonesia Menurut perundangan,


hukum Adat, Hukum Agama Hindu-Islam, PT. Citra
Aditya, Bandung

Mariam Darus Badrulzaman, 1983, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,


Alumni, Bandung

Oemarsalim,1987, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta

P.N.H. Simanjuntak, 2015, Hukum Perdata Indonesia, edisi Pertama, Kencana,


Jakarta

R. Santoso Pudjosubroto, 1976, Hukum Warisan Di Indonesia, Sumur

Bandung, Jakarta Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,Hukum Perdata Hak

Jaminan Atas Tanah, Cet.Pertama,


Liberty, Yogyakarta

21
Subekti, 1979, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Cet, ke. 14, PT.

Intermasa, Jakarta Soepomo, 1993, Bab – Bab Tentang Hukum Adat,

Pradnya Paramita, Jakarta

.R. Subekti, R. Tjitrosudibio, 1999, Kitab Undang Undang Hukum Perdata


Terjemahan, PT.Pradnya Paramita, Jakarta

Wirjono Prodjodikoro, 1966, Hukum Warisan Di Indonesia, Sumur, Bandung

22

Anda mungkin juga menyukai