Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“MEMBUAT SURAT WASIAT (TESTAMENTAIR) TERHADAP PENUNJUKAN


AHLI WARIS BERDASARKAN SURAT WASIAT”
Dosen pengampu:
ABDUR ROHIM, S.H., M.Kn.

MATA KULIAH:
HUKUM WARIS PERDATA

Disusun Oleh:
ROFIATUL UMROH (742012020016)
FRENDI ALFANDI (742012020017)
RUDY NURCAHYA (742012020024)
DEDI BAGAS BASMALAH (742012020027)
MOH. HUSNUL WIDAD (742012020038)
MOH. SAMSUL ARIFIN (742012020047)
FATHUR ROZI (742012020048)

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM ZAINUL HASAN


KRAKSAAN – PROBOLINGGO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat, taufik dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Membuat Surat Wasiat
(Testamentair) Terhadap Penunjukan Ahli Waris Berdasarkan Surat Wasiat”.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Abdur Rohim,
S.H.,M.Kn selaku dosen mata kuliah Hukum Waris Perdata serta semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam tugas ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak
mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan.

Paiton, 28 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul......................................................................................................i
Kata Pengantar....................................................................................................ii
Daftar Isi.............................................................................................................iii
Abstrak................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................3
C. Tujuan Penulisan Makalah....................................................................3

BAB II PEMBAHASAN/ISI...............................................................................4
A. konsep surat wasiat menurut kuhperdata terhadap penunjukan
ahli waris berdasarkan surat wasiat......................................................
B. Mengeplementasiakan Surat Wasiat menurut KUHPerdata
Terhadap Penunjukan Ahli Waris Berdasarkan Surat Wasiat..........

BAB III PENUTUP...........................................................................................14


A. Kesimpulan.............................................................................................14
B. Saran.......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

iii
ABSTRAK
Hukum waris mengatur perpindahan hubungan-hubungan hukum,
sebagai akibat meninggalnya seseorang, yang berpindah adalah ahli waris
setelah pewaris meninggal. Benda yang berpindah tidak mesti sama dengan
yang ada pada saat pewaris masih hidup. Hukum waris dalam KUH Perdata
diatur dalam buku kedua (hukum kebendaan), penempatannya ditengah-
tengah hak kebendaan ini berhubungan dengan pandangan yang diberikan
oleh Pasal 528 KUH Perdata mengenai hak mewaris. Hukum waris
merupakan hukum yang mengatur tentang perpindahan harta kekayaan dan
terjadi apabila adanya hubungan-hubungan hukum sebagai akibat dari
kematian seseorang. Tentang waris ini diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (selanjutnya di singkat KUH Perdata) tepatnya dalam buku
ke-2 (dua) tentang Kebendaan bab ke-12 (dua belas) sampai 18 (delapan
belas). Dalam pewarisan, seseorang dapat saja memberikan sesuatu kepada
orang lain. Hal tersebut dinamakan Penghibahan. Hibah di dalam KUH
Perdata diatur mulai Pasal 1666 sampai dengan Pasal 1693. Hibah menurut
Pasal 1666 KUH Perdata adalah suatu perjanjian dengan mana si
penghibah, pada waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak
dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si
penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Pewarisan ada dua macam,
yaitu berdasarkan undang-undang atau bisa disebut sebagai ahli waris ab-
intestato adalah sanak keluarga sampai derajat ke-6 (enam) dan janda.
Pewarisan berdasarkan testament (surat wasiat) merupakan pewarisan yang
ahli warisnya di tentukan dalam surat wasiat yang di buat oleh pewaris
sebelum meninggal. Biasanya di dalam surat wasiat, selain menentukan
siapa ahli waris yang berhak kepada atas suatu warisan juga ditentukan
harta kekayaan apa saja yang diwariskan oleh pewaris kepada ahli waris.
Surat wasiat dapat dilukiskan sebagai suatu akta yang berisikan keterangan-
keterangan tentang apa yang dikehendaki seseorang untuk berlaku sesudah
ia meninggal dunia. Seringkali pewarisan berdasarkan testament ini disebut
sebagai amanat atau kehendak terakhir dari pewaris yang harus
dilaksanakan.

Kata Kunci : Pewarisan, Penghibahan, Surat Wasiat

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah Negara Indonesia sejak dahulu tidak sedikit memberikan pengaruh

terhadap hukum yang berlaku di Negara ini. Sebagai Negara hukum, Indonesia

tidaklah menganggap hukum sekedar sebagai suatu peraturan belaka, tetapi

menjungjung, bahkan segala sesuatu dihubungkan pada sesuai tidaknya dengan

hukum.

Masyarakat Indonensia memiliki keanekaragaman suku bangsa, adat istiadat,

dan agama, serta kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan potensi

terhadap adanya keanekaragaman hukum. Oleh karena itu, Indonesia memiliki sistem

hukum yang bersifat majemuk yang didalamnya berlaku berbagai sistem hukum yang

mempunyai corak dan susunannya sendiri yaitu sistem hukum adat, sistem hukum

Islam, dan sistem hukum barat. Sama halnya dengan hukum kewarisan, di Indonesia

dewasa ini masih terdapat beraneka sistem hukum kewarisan yang berlaku bagi warga

Negara Indonesia yaitu :

a) Sistem hukum kewarisan perdata barat yang tertuang dalam BW (KUH

Perdata).

b) Sistem hukum kewarisan adat yang berneka ragam pula sistemnya yang

dipengaruhi oleh bentuk etnis di berbagai daerah linhkungan hukum

adat.

c) Sistem hukum kewarisan Islam yang bersumber dari nash AlQur’an1

1
Syaikh at-Allamah Muhammad Bin ‘Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab (Cet 2 ; Bandung
Hasyimi, 2004), h. 330.

1
Bahwa dari seluruh hukum yang berlaku dewasa ini selain hukum perkawinan,

hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan yang menentukan dan

mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat.

Setiap manusia pasti akan mengalami sesuatu peristiwa yang sangat penting

dalam hidupnya yang merupakan peristiwa hukum yang lazim disebut meninggal

dunia. Penyelesaian dan pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang sebagai akibat

adanya peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang diatur oleh hukum

kewarisan.

Menjadi dasar pikiran dalam ilmu pengetahuan hukum perdata Barat bahwa

setiap manusia itu merupakan orang pembawa hak, sebagai pembawa hak padanya

dapat diberikan hak (menerima warisan, menerima hibah mutlak dan sebagainya) dan

dapat dilimpahkan kewajiban. Jadi, hukum yang mengatur bagaimana cara-cara

pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia oleh ahli waris

atau badan hukum lainnya.2

Jadi, apabila seseorang pada suatu saat karena usianya yang sudah uzur atau

karena mengalami suatu kejadian misalnya, terjadi kecelakaan, terserang penyakit

yang sulit disembuhkan, dan lain sebagainya. Seseorang itu meninggal dunia dan

sebelum kematian itu dirinya membuat sesuatu ketetapan kehendak terakhir, maka

perbuatan itu adalah suatu perbuatan hukum. Kehendak pewaris diarahkan pada

akibat hukum dan memanifestasikan diri melalui suatu pernyataan. 3 Ketetapan kendak

terakhir pada asasnya merupakan suatu perbuatan hukum yang sepihak yang baru

berlaku setelah kematian, serta dapat ditarik kembali. Kehendak ini dinamakan

wasiat.4

2
Muhammad Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat (Jakarta; Sinar
Grafika, 2000), h. 6
3
Pasal 33 Buku III KUH Perdata (Burgerlijk Wetbook)
4
Van Mourik, Studi Kasus Hukum Waris ( Bandung: PT Eresco, 1993), h. 21

2
Dalam bahasa Belanda surat wasiat disebut dengan testament yaitu “pernyataan

kehendak seseorang mengenai apa yang akan dilakukan terhadap hartanya setelah ia

meninggal dunia kelak ”.

Dasar hukum dari kedudukan waris testament adalah pasal 874 BW yang

menyatakan bahwa “Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia

adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut UU, sejauh mengenai hal itu dia belum

mengadakan ketetapan yang sah “.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas ialah:
1. Apa Saja Konsep Surat Wasiat menurut KUHPerdata Terhadap Penunjukan Ahli
Waris Berdasarkan Surat Wasiat?
2. Bagaimana Cara Mengeplementasiakan Surat Wasiat menurut KUHPerdata Terhadap
Penunjukan Ahli Waris Berdasarkan Surat Wasiat?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penulisan makalan ini
antara
lain:
1. Untuk mengetahui dan memperdalam tentang surat wasiat menurut KUHPerdata
2. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Waris Perdata

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP SURAT WASIAT MENURUT KUHPERDATA TERHADAP


PENUNJUKAN AHLI WARIS BERDASARKAN SURAT WASIAT
1. Pengertian Wasiat
Pasal 875 KUHPerdata berbunyi sebagai berikut: surat wasiat atau testamen
adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya,
terjadi setelah ia meninggal yang dapat dicabut kembali olehnya.
Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa unsur atau ciri surat wasiat
adalah sebagai berikut:
1. Surat wasiat berlaku setelah pembuat testamen meninggal dunia.
2. Dapat dicabut kembali.
3. Bersifat pribadi.
4. Dilakukan dengan cuma-cuma.
5. Merupakan perbuatan hukum sepihak.
6. Dibuat dengan akta (baik dengan akta di bawah tangan atau akta
autentik).
Berbeda dengan ketentuan Pasal 875 KUHPerdata ini, Pasal 874
KUHPerdata menyatakan bahwa warisan jatuh ke tangan ahli waris menurut
undang-undang, sepanjang tentang hal itu tidak ditentukan lain secara sah. Dilihat
dari ketentuan ini, maka suatu warisan sebagian dapat diperoleh berdasarkan
undang-undang dan untuk sebagian lain berdasarkan testamen. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa pengaturan mengenai pewarisan untuk bagian terbesar
bersifat hukum pelengkap, dan hanya sebagian kecil yang bersifat hukum
memaksa.5

5
Hartono Soerjopratikjo, Hukum Waris Testamenter,( Yogyakarta, Nuansa aulia 1982,) hlm, 2.

4
2. Syarat – Syarat Membuat Surat Wasiat
a. Orang yang hendak membuat surat wasiat harus dalam keadaan sehat
pikirannya (Pasal 895 KUHPerdata).
b. Berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun (Pasal 897
KUHPerdata).
c. Yang menerima wasiat harus sudah ada dan masih ada ketika pewaris
meninggal dunia (Pasal 899 KUHPerdata).

3. Bentuk Surat Wasiat


Menurut Pasal 931 KUHPerdata, ada 3 (tiga) bentuk:
a. Surat wasiat olografis (tertulis sendiri).
b. Surat wasiat rahasia (geheim testament).
c. Surat wasiat terbuka/umum (openbaar testament).
a) Surat Wasiat Olografis (Tertulis Sendiri)
Testamen ini harus ditulis tangan sendiri oleh si pewaris
(pembuat testamen) dan ditandatangani sendiri olehnya (Pasal
932 KUHPerdata). Jika ada tulisan orang lain, maka testamen
ini menjadi batal. Kemudian testamen ini dititipkan atau
disimpan di Kantor Notaris. Notaris membuat akta
penyimpanan,dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi,
disebut:akta van depot.Testamen ini merupakan testamen di
bawah tangan. Walaupun testamen ini disimpan oleh Notaris, ,
tidak berarti bahwa-testamen ini merupakan akta autentik.
Namun demikian, kekuatan pembuktiannya sama dengan akta
autentik (Pasal 933 KUHPerdata). Surat wasiat ini dapat
disampaikan secara terbuka atau tertutup. Apabila surat wasiat
olografis ini diminta kembali dari kantor notaris maka surat
wasiat ini harus dianggap telah dicabut (Pasal 934
KUHPerdata).
Jika surat wasiat olografis diserahkan secara tertutup
kepada Notaris, maka setelah pewaris meninggal dunia, Notaris
harus menyampaikan wasiat rahasia atau tertutup itu kepada
Balai Harta Peninggalan yang dalam daerahnya warisan itu

5
terbuka; balai ini harus membuka wasiat itu dan membuat berita
acara tentang penyampaian dan pembukaan wasiat itu serta
tentang keadaannya dan kemudian menyampaikannya kembali
kepada Notaris yang telah memberikannya (Pasal 937
KUHPerdata).
b) Surat Wasiat Rahasia (Geheim Testament)
Testamen ini dapat ditulis sendiri dan dapat ditulis oleh
orang lain. Kemudian dapat diserahkan secara tertutup kepada
Notaris.
Notaris membuat akta penyerahan dengan dihadiri oleh 4
(empat) orang saksi, disebut akta superskripsi (Pasal 940
KUHPerdata). Testamen ini tidak dapat diminta kembali dari
kantor Notaris,meskipun sudah dicabut atau dibatalkan.
Testamen ini juga merupakan testamen di bawah tangan (akta di
bawah tangan). Setelah pewaris meninggal dunia, maka Notaris
harus menyerahkan surat wasiat rahasia ini kepada Balai Harta
Peninggalan (Pasal 940 KUHPerdata).
c) Surat Wasiat Terbuka Atau umum
Bentuk surat wasiat ini yang paling umum dilakukan.
Dalam hal ini si pewaris datang ke Kantor Notaris
mengutarakan kehendak terakhirnya, kemudian Notaris
membuat aktanya dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi
(Pasal 938 jo Pasal 939 KUHPerdata). Penandatanganan oleh
Notaris dan saksi adalah syarat mutlak (Pasal 939 ayat (5)
KUHPerdata). Oleh karena itu, akta ini adalah akta autentik.
Surat wasiat umum ini mempunyai dua kualitas, pertama
sebagai surat wasiat dan kedua sebagai akta Notaris. Sebagai
surat wasiat, berlaku terhadapnya ketentuan-ketentuan dalam
KUHPerdata dan sebagai akta Notaris berlaku terhadapnya
ketentuan-ketentuan dalam peraturan jabatan Notaris.6
Pasal 944 KUHPerdata, berbunyi: Saksi-saksi yang hadir pada waktu
pembuatan surat wasiat, harus sudah dewasa dan penduduk Indonesia. Mereka

6
G.H.S lumban Tobing, Peraturan pejabat Notaris, ( Jakarta: Airlangga,1999) hlm, 165.

6
harus mengerti bahasa yang dipergunakan dalam menyusun wasiat itu atau dalam
menulis akta pejelasan atau akta penitipan.

4. Penafsiran Surat Wasiat


Suatu surat wasiat dapat ditafsirkan secara umum dan secara khusus.
Penafsiran secara umum termuat dalam Pasal 885, 886, dan Pasal 887
KUHPerdata,sedangkan penafsiran secara khusus diatur dalam Pasal 877 dan
878 KUHPerdata.
Pasal 885 KUHPerdata, berbunyi: bila kata-kata sebuah surat wasiat telah
jelas, maka tidak boleh ditafsirkan dengan menyimpang dari kata-kata itu.
Selanjutnya Pasal 886 KUHPerdata, menentukan: bila kata-kata dalam surat itu
dapat ditafsirkan secara berbeda-beda menurut berbagai pendapat, maka yang
harus diselidiki adalah maksud dari si pewaris.
Dalam hal penafsiran secara khusus, Pasal 878 KUHPerdata menentukan:
Ketetapan, dengan surat wasiat untuk kepentingan orang-orang miskin tanpa
penjelasan lebih lanjut, dianggap telah dibuat untuk kepentingan semua orang
yang menyandang sengsara tanpa membedakan agama yang dianut, dalam
lembaga fakir miskin di tempat warisan itu terbuka.
Pengaruh paksaan, penipuan, kehilafan terhadap surat wasiat. Menurut
Pasal 893 KUHPerdata Paksaan dan Penipuan mengakibatkan surat wasiat
menjadi batal. Kehilafan pada umumnya tidak menyebabkan surat wasiat
menjadi batal,kecuali apabila alasan palsu tercantum dalam surat wasiat itu
(Pasal 890 KUHPerdata).

5. Isi Surat Wasiat (Making)


Isi surat wasiat adalah kehendak terakhir dari si pewaris, disebut pula
dengan istilah: Making.
Menurut Pasal 876 KUHPerdata, isi surta wasiat dapat diberikan dengan:
1. Alas hak umum, disebut erfstelling. Dalam hal ini si pewaris memberikan
“bagian tertentu", misalnya: 1/2 bagian,1/3 bagian, 1/4 bagian, dan lain-
lain. Lebih lanjut pengertian erfstelling ditentukan dalam Pasal 954
KUHPerdata, sebagai berikut: Wasiat pengangkatan ahli waris ialah suatu
wasiat di mana pewaris memberikan kepada satu orang atau lebih harta
benda yang ditingggalkannya pada waktu dia meninggal dunia, baik

7
seluruhnya maupun sebagian seperti seperdua atau sepertiga.Yang
menerima erfstelling disebut: ahli waris testamenter, kedudukannya sama
dengan ahli waris ab intestato (Pasal 955 KUHPerdata). Perbedaannya
ialah bahwa ahli waris ini tidak menggantikan tempat(Pasal 899
KUHPerdata), di samping itu ahli waris testamenter tidak menikmati atau
mengenal inbreng.
2. Dengan alas hak khusus, disebut legaat (hibah wasiat). Dalam hal ini si
pewaris memberikan "barang tertentu", misalnya: sebuah mobil, sebidang
tanah, termasuk barang “generik”, misalnya semua “barang bergerak", dan
lain-lain. Lebih lanjut pengertian tentang “hibah wasiat" ini ditentukan
dalam Pasal 957 KUHPerdata, sebagai berikut: Hibah wasiat ialah suatu
penetapan khusus di mana pewaris memberikan kepada satu atau beberapa
orang barang-barang tertentu atau semua barang-barang dari macam
tertentu; misalnya semua barang-barang bergerak atau barang-barang
tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barangnya. Pihak
yang menerima legaat disebut:legataris.Kedudukan legataris adalah
sebagai kreditor terhadap ahli waris (Pasal 959 KUHPerdata).
Suatu surat wasiat berisi kehendak terakhir sebagaimana telah diuraikan di
atas, namun demikian terhadap isi surat wasiat itu ada larangan-larangan baik
yang bersifat umum (fidei komis), maupun yang bersifat khusus. Di samping itu
ada pembatasan, dibatasi oleh bagian mutlak menurut undang – undang disebut
dengan istilah legetieme portie (LP).

6. Legitieme Porte ( Bagian Mutlak)


Menurut Pasal 913 KUHPerdata legitieme portie, ialah bagian dari harta
warisan yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus (baik ke
atas maupun ke bawah) menurut undang-undang. Terhadap bagian ini si pewaris
tidak boleh menetapkan sesuatu baik sebagai hibah maupun wasiat.
Besarnya bagian mutlak ini dalam garis lurus ke bawah menurut Pasal 914
KUHPerdata adalah sebagai berikut:
1. Apabila hanya ada seorang anak sah, maka bagian mutlak itu 1/2,
(setengah) bagian dari bagian yang seharusnya diterimanya sebagai ahli
waris menurut undang-undang.

8
2. Apabila ada 2 (dua) orang anak sah, maka bagian mutlak adalah 2/3 (dua
pertiga) bagian dari bagian yang seharusnya diterimanya sebagai ahli
waris menurut undang-undang.
3. Apabila ada 3 (tiga) orang anak sah atau lebih,maka bagian mutlak itu
menjadi 3/4 (tiga perempat) bagian dari bagian yang seharusnya
diterimanya bersama-sama sebagai ahli waris menurut undang-undang.
Untuk ahli waris dalam garis lurus ke atas, seperti orang tua atau kakek
nenek,besarnya bagian mutlak mereka adalah 1/2 (setengah) bagian dari bagian
yang seharusnya diterimanya sebagai ahli waris menurut undang-undang (Pasal
915 KUHPerdata).
Begitu pula bagian mutlak dari seorang anak luar kawin yang diakui adalah
setengah bagian dari bagian yang seharusnya diterimanya sebagai ahli waris
menurut undang-undang (Pasal 916 KUHPerdata).
Apabila wasiat atau hibah (schenking) dari si pewaris melanggar bagian
mutlak para ahli waris legitimaris, maka harus dilakukan inkorting atau
pengurangan.
KUHPerdata mengatur 5 (lima) cara pengurangan(inkorting) terhadap
wasiat maupun hibah-hibah si pewaris semasa hidupnya,yaitu berdasarkan Pasal
916 (a) KUHPerdata,Pasal 920 KUHPerdata, Pasal 921 KUHPerdata,Pasal 924
KUHPerdata, dan Pasal 926 KUHPerdata.

B. MENGEPLEMENTASIAKAN SURAT WASIAT MENURUT KUHPERDATA


TERHADAP PENUNJUKAN AHLI WARIS BERDASARKAN SURAT
WASIAT
1. Pelaksana Wasiat Dan Pengurus Harta Peninggalan
a) Pelaksana Wasiat/Executeur Testamentair (Pasal 1005 sampai dengan
Pasal 1018 KUHPerdata)
Pewaris dapat menunjuk seorang pelaksana testamen dan atau
pengurus harta peninggalan, bilamana ada kekhawatiran akan terjadi
perselisihan atau pertentangan kepentingan dalam menjalankan
testamen dan mengurus harta warisan, jika diserahkan begitu saja
kepada ahli waris. Untuk pelaksana testamen,orang tersebut dalam

9
bahasa Perancis disebut: executeur testamentair atau eksekutor
testamenter.7
Cara menunjuk pelaksana testamen,disebutkan dalam Pasal
1005 ayat (1) KUHPerdata:
a) Dalam testamen.
b) Dalam akta di bawah tangan (kodisil).
c) Dengan akta notaris khusus (pengertian khusus di sini
ditafsirkan dalam arti sempit,yaknikhusus untuk mengangkat
pelaksana testamen).
Ayat (2): la dapat pula mengangkat beberapa orang supaya jika
yang satu berhalangan, dapat diganti oleh yang lainnya.
Ada kemungkinan seorang pejabat dipilih sebagai pelaksana
testamen, dengan tidak disebutkan namanya, tetapi jabatannya atau
kedudukannya. Misalnya direktur sebuah bank,atau seorang notaris
di kota tertentu.
Yang tidak boleh dipilih sebagai pelaksana testamen adalah
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1006 KUHPerdata, yakni:
1) Perempuan bersuami.
2) Orang yang belum dewasa (di bawah 21 tahun).
3) Orang yang di bawah pengampuan.
4) Orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum
(misalnya: orang gila yang tidak ditempatkan di bawah
pengampuan).
b) Tugas Pelaksana Testamen
Tugas pokok seorang pelaksana testamen ialah seperti dikatakan
dalam Pasal 1011 KUHPerdata, yang berbunyi: pelaksana testamen
harus mengusahakan agar testamen dilaksanakan dan jika terjadi
perselisihan, mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk
mempertahankan sahnya testamen.
Kekuasaan yang diberikan oleh si peninggal warisan kepada si
pelaksana testamen ini sebenarnya tidak begitu berarti,apabila oleh si
peninggal warisan dalam testamen tidak disertai pemberian kekuasaan

7
Gregor van der burght, Hukum Waris buku Kedua Seri Pitlo, ( Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996) hlm, 1.

10
sebagaimana diatur Pasal 1007 KUHPerdata, yaitu: menguasai dan
memegang semua atau sebagian dari harta warisan.8
Jika kekuasaan ini diberikan maka dapat disimpulkan dari
ketentuan Pasal 1008 KUHPerdata bahwa si pelaksana testamen
berkuasa untuk menyerahkan atau memenuhi legaat-legaat menurut
isi testamen,serta untuk memberi tanda bahwa legaat-legaat itu sudah
dipenuhi.
Selanjutnya,Pasal 1012 KUHPerdata menentukan: Bila uang
tunai yang diperlukan untuk membayar hibah-hibah wasiat tidak
tersedia, maka pelaksana testamen mempunyai wewenang untuk
mengusahakan penjualan di muka umum dan menurut kebiasaan
setempat atas barang-barang bergerak dari harta peninggalan itu, dan
bila perlu juga satu atau beberapa barang tak bergerak, tetapi haruslah
dengan persetujuan para ahli waris dan seterusnya.
Menurut Pasal 1013 KUHPerdata,para pelaksana testamen yang
menguasai harta warisan berwenang untuk menagih piutang-piutang
yang tiba waktunya dan dapat ditagih selama penguasaan.
Pekerjaan lain dari pelaksana testamen yang terlepas dari
kekuasaan menguasai harta warisan adalah sebagaimana diatur dalam
Pasal 1009, Pasal 1010, Pasal 1007 ayat (3), dan Pasal 1014
KUHPerdata. Kemudian Pasal 1015 KUHPerdata menentukan bahwa
kekuasaan seseorang pelaksana wasiat tidak beralih kepada para ahli
warisnya.
c) Pengurus Harta Peninggalan/Bewindvoerder (Pasal 1019 sampai
dengan Pasal 1022 KUHPerdata)
Menurut Pasal 1019 KUHPerdata,pewaris dapat menunjuk
seorang pengurus harta peninggalan, dalam hal:
a) ada ahli waris yang belum dewasa;
b) ada ahli waris yang di bawah pengampuan;dan
c) ada fidei komis.
Penunjukan dapat dilakukan dalam suatu testamen atau Akta
Notaris khusus, tidak dapat dilakukan di bawah tangan sebagaimana
halnya menunjuk pelaksana testamen.
8
Wirjono Prodjodikoro: op. cit, hlm, 115.

11
Berbeda dengan pelaksana testamen yang tugasnya hanya
singkat atau tidak akan berlangsung lebih lama dari setahun (Pasal
1007 KUHPerdata), pengurus harta peninggalan dapat diangkat
seumur hidup atau untuk jangka waktu tertentu, misalnya jika ada
kekhawatiran para ahli waris menghambur-hamburkan harta warisan
(pemboros atau tidak dapat mengatur kepentingannya sendiri).
Dalam praktik seperti halnya pelaksana wasiat,sering sekali
pengurusan harta peninggalan ini ditugaskan kepada sebuah badan
hukum (lembaga perbankan, misalnya).
Tidak seorang pun diwajibkan menerima tugas pengurusan harta
warisan,tetapi orang yang telah menerima pekerjaan itu wajib
menyelesaikannya (Pasal 1021 KUHPerdata). Pengurus harta
peninggalan tidak berwenang untuk melakukan tindakan-tindakan
pemilikan.Walaupun undang-undang tidak menguraikan lebih lanjut
tentang tugas seorang pengurus harta peninggalan, ia harus
berperilaku dan bertindak sebagai pengurus yang baik. Pengurusan
harta peninggalan berakhir jika jangka waktunya telah habis atau
karena harta kekayaan itu tidak bersisa lagi.
Untuk selanjutnya Pasal 1022 KUHPerdata menentukan bahwa
seorang pengurus harta peninggalan dapat dipecat karena alasan yang
sama seperti yang berlaku bagi wali.

2. Penarikan Kembali Surat Wasiat


Salah satu unsur atau ciri surat wasiat sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 875 KUHPerdata adalah bahwa suatu surat wasiat dapat ditarik (dicabut)
kembali.
Ada 2(dua) cara penarikan, yaitu penarikan kembali secara tegas (Pasal
992 dan 993 KUHPerdata) dan penarikan secara diam-diam(Pasal 994
KUHPerdata). Menurut Pasal 992 KUHPerdata, suatu surat wasiat dapat
dicabut kembali dengan suatu surat wasiat yang lebih baru atau dengan suatu
Akta Notaris khusus.
Tentang penarikan secara diam-diam,Pasal 994 KUHPerdata menentukan
bahwa penetapan dari testamen pertama jika bertentangan dengan testamen
kedua, dinyatakan dicabut kembali.

12
Sebagai contoh,apabila dalam wasiat yang pertama semua benda-benda
tetap dihibahwasiatkan kepada A dan dalam wasiat yang kedua sebuah rumah
diwasiatkan kepada B, maka wasiat pertama telah dicabut untuk sebagian.
Namun tidak selalu dapat dipastikan apakah kita berhadapan dengan
pencabutan secara diam-diam ataukah masih memerlukan penafsiran hukum.

3. Gugurnya Surat Wasiat


Surat wasiat gugur dalam hal:
1. Ahli waris atau penerima hibah meninggal lebih dahulu sebelum
terpenuhinya syarat sebagaimana ditetapkan dalam testamen yang
dibuat dengan syarat tangguh (Pasal 997 KUHPerdata).
2. Objek hibah wasiat musnah sama sekali ketika pewaris masih
hidup (Pasal 999 KUHPerdata).
3. Ahli waris/legataris menolak atau tidak cakap menerimanya (Pasal
1001 KUHPerdata).
Pasal 1000 KUHPerdata juga menetapkan bahwa penghibahan suatu
piutang dianggap gugur,apabila kemudian utang itu dibayar kepada si
penghibah pada waktu ia belum meninggal.9

9
Djaja S. Meliala, S.H., M.H., Hukum Waris Menurut Kitab Undang – Undang hukum Perdata, (Bandung:
Nuasansa Aulia, 2018) hlm, 100.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wasiat yang dibuat oleh si pewaris mempunyai dampak yang besar setelah si
pewaris meninggal dunia baik langsung terhadap ahli warisnya yang tidak menerima
adanya wasiat yang dibuat oleh si pewaris. Dalam melakukan pembuatan wasiat yang
diadakan oleh si pewaris terdapat beberapa syarat yang perlu diperhatikan diantarnaya
adanya pwaris, sesuatu yang diwasiatkan adanya saksi maupun pejabat dalam hal ini
Notaris.
Karena pewaris mempunyai kewenangan yang tidak dapat diganggu gugat
terhadap harta kekayaan dalam menentukan akan diberikan siapa dikemudian hari
nantinya setelah si pewaris meninggal, sehingga tidak dapat diganggu gugat oleh
siapapun biarpun oleh ahli warisnya. Wasiat yang dibuat oleh si pewaris harus
dilaksanakan seperti kemauannya yang dituangkan dalam surat wasiat. Apabila terjadi
masalah dikemudian hari ahli warisnya supaya mengajukan gugatannya ke
Pengadilan, hal ini apabila jalur musyawarah dengan cara kekeluargaan tidak
mendatangkan titik temu penyelesaiannya.

B. Saran
Pewaris dalam membuat wasiat harus memperhatikan ketentuan hukum waris
yang berlaku di Indonesia, dimanawasiat tidak boleh dibuat untuk ahli waris karena
mereka sudah mempunyai hak yang dilindungi oleh undang-undang dan jangan
mengabaikan hak-hak ahli warisnya. Hendaknya masyarakat ikut memahami
ketentuan-ketentuan dalam pembuatan aktawasiat, hal ini sebagai bentuk
perlindungan hak masyarakat dan untuk menghindari adanya gugatan dikemudian
hari.

14
DAFTAR PUSTAKA

S.H., M.H., Djaja S. Meliala, 2018 Hukum Waris Menurut Kitab Undang – Undang
hukum Perdata, Bandung: Nuasansa Aulia.

burght, Gregor van der 1996 Hukum Waris buku Kedua Seri Pitlo, Bandung: PT
Citra Aditya Bakti.

Tobing, G.H.S lumban 1999 Peraturan pejabat Notaris, Jakarta: Airlangga.

Soerjopratikjo, Hartono 1982 Hukum Waris Testamenter, Yogyakarta: Nuansa


aulia.

Ramulyo, Muhammad Idris 2000 Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan


Perdata Barat, Jakarta; Sinar Grafika.

Buku III KUH Perdata (Burgerlijk Wetbook)

Mourik,Van 1993 Studi Kasus Hukum Waris, Bandung: PT Eresco.

‘Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Syaikh at-Allamah Muhammad Bin 2004 Fiqih Empat


Mazhab (Cet 2 ; Bandung Hasyimi.

15

Anda mungkin juga menyukai