disusun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Hukum Keluarga dan Waris
BW yang diampu
Oleh :
Neng Yani Nurhayani, S.H., M.H.
Oleh :
NIM. 1163050006 Adji Syahrur Ramadhan
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak
menguntungkan bagi keluarga yang di tinggal mati pewarisnya. Hubungan
persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah
atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Untuk menghindari masalah, sebaiknya
pembagian warisan diselesaikan dengan adil. Salah satu caranya adalah
menggunakan Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata). Atas dasar
itulah Hukum waris merupakan suatu hal yang penting dan mendapat perhatian
yang besar.
Sebenarnya banyak permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan,
seperti masing-masing ahli waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil
atau ada ketidaksepakatan antara masing-masing ahli waris tentang hukum yang
akan mereka gunakan dalam membagi harta warisan. Naluriah manusia yang
menyukai harta benda tidak jarang memotivasi seseorang untuk menghalalkan
berbagai cara untuk mendapatkan harta benda tersebut, bahkan sampai saling
bunuh-membunuh antara Ahli waris yang satu dengan yang lainya, termasuk
didalamnya terhadap harta peninggalan pewarisnya sendiri. Kenyataan demikian
telah ada dalam sejarah umat manusia hingga sekarang ini. Terjadinya kasus-kasus
gugat waris di pengadilan, baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri
menunjukkan fenomena ini.
Oleh karenanya, dalam pembagian warisan harus di lihat terlebih dahulu
hukum yang mana yang akan di gunakan oleh para ahli waris dalam menyelesaikan
sengketa waris yang terjadi.
B. Rumusan Masalah
1. Analisis putusan hakim tentang hak waris ( Studi kasus Putusan PN
(Pengadilan Negeri) Surabaya No. 861/Pdt.G/2015/PN.Sby ) ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui benar atau tidaknya putusan hakim tentang hak waris (
Studi kasus Putusan PN (Pengadilan Negeri) Surabaya No.
861/Pdt.G/2015/PN.Sby ).
1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan
kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat
diwariskan. Apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak
dan kewajibannya beralih pada sekalian ahliwarisnya. Asas tersebut tercantum
dalam suatu pepatah perancis yang berbunyi: “le mort saisit le vit”. Sedangkan
pengoperan segala hak dan kewajiban dari si meninggal oleh para ahliwaris itu
dinamakan “saisine”.2
Menurut pasal 833 ayat I KUH Perdata bahwa yang dapat diwariskan atau
sebagai obyek kewarisan adalah segala barang yang dimiliki si pewaris, segala hak
dan segala kewajiban dari si pewaris. Adapun unsur-unsur waris sebagai berikut:
1. Kaidah hukum
2. Pemindahan harta kekayaan pewaris
3. Ahli waris
4. Bagian yang diterima
5. Hubungan ahli waris dengan pihak keluarga3
Hukum waris dapat dibedakan menjadi dua:
1
Salim, pengantar hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2003) hal. 147.
2
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), hal. 95
3
Saifullah M.Hum, Buku Ajar Wawasan Hukum Perdata Di Indonesia, (Malang: 2001) hal. 85.
2
3
2. Hukum waris adat : hukum waris yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat
adat.
Hukum waris yang telah diatur dalam buku II KUH Perdata sebanyak 300 pasal
dari 830-1130. Mengenai hokum waris juga diatur dalam inpres No.1 tahun 1991.
Hukum waris diatur dalam buku II tentang benda, khususnya dalam:
Titel XII : Tentang Kewarisan Karena Kematian
Titel XIII : Tentang surat wasiat
Titel XIV : Tentang pelaksanaan wasiat dan pengurusan harta warisan
Adapun prinsip umum dalam kewarisan perdata antara lain :Pewarisan terjadi
karena meninggalnya pewaris dengan sejumlah harta: Hak-hak dan kewajiban
dibidang harta kekayaan “beralih” demi hukum. Hal ini berdasarkan Pasal 833
KUHPerdata, yang menimbulkan hak untuk menuntut (Heriditatis Petitio);Yang
berhak mewaris menurut UU adalah mereka yang memiliki hubungan darah, hal ini
berdasarkan Pasal 832 KUHPerdata; Harta tidak boleh dibiarkan tidak terbagi; dan
Setiap orang cakap untuk mewaris (terkecuali ketentuan pada Pasal 838
KUHPerdata).
4
Subekti, dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradnya
Paramita, 2008) hal.225.
4
meninggalkan harta warisan. Seseorang yang berhak atas suatu legitieme portie
dinamakan “ legitimaris “.
PEMBAHASAN
Analisis putusan hakim tentang hak waris ( Studi kasus Putusan PN (Pengadilan
Negeri) Surabaya No. 861/Pdt.G/2015/PN.Sby )
Oei Julius , Surabaya 25 agustus 1974, bertempat tinggal manyar
sambongan 81 f Surabaya, dengan kuasa hukum S. Syahrul Borman SH. MH.
sebagai Penggugat kasus waris seorang pegawai swasta ini berakhir disebuah
Pengadilan Negeri Surabaya melawan istrinya sendiri Tri Setiawaty Straningsih
bertempat tinggal sama dengan Oei Julius sebagai Tergugat.
Penggugat dan tergugat telah cerai pada tanggal 5 maret 2015, sejak
perceraian harta bersama yang dimiliki oleh kedua belah pihak belum dibagikan
dan masih dikuasai oleh tergugat. karena harta tersebut sebagai harta bersama. dan
penggugat mempunyai hak untuk memiliki setengah dari harta tersebut. penggugat
sendiri khawatir jika harta bersama yang dipegang oleh tergugat akan digelapkan
atau dipindah tangankan kepada orang lain.
pada sidang pertama hakim tahsin, SH. MH. mendamaikan kedua belah
pihak melalui mediasi perma tetapi upaya perdamaian tersebut tidak berhasil, pada
tanggal 02 desember 2015 kuasa hukum tergugat mengajukan jawaban berupa.
gugatan penggugat kabur ( obscuur lible ), Sebidang tanah dan bangunan rumah
5
6
Jadi Oei Julius boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan jika ia
adalah waris satu-satunya atau hanya untuk sebagian, jika ada beberapa waris
lainya. Gugatan demikian adalah untuk menunutut supaya diserahkan kepadanya
7
segala apa yang dengan dasar hak apapun juga terkandung dalam warisan beserta
segala hasil, pendapat serta ganti rugi, menurut peraturan yang termaktub dalam
bab ke-tiga dalam kitab undang-undang Hukum Perdata (BW) terhadap gugatan
akan pengembalian barang milik.
SIMPULAN
Kesimpulan dari kasus ini adalah bahwa Oei Julius berhak menuntut haknya
agar harta bersama tersebut langsung dapat di bagikan. setelah melihat dari asas-
asas serta pasal-pasal dalam Undang-undang, Yurisprudensi MA RI No. 424
K/Sip/1959 tanggal 9 Desember 1959 dan KUH Perdata. yang bersangkutan
penggugat dan tergugat, maka harta bersama tersebut agar dibagi masing-masing
50% penggugat dan 50% tergugat.
8
DAFTAR PUSTAKA
Salim. pengantar hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta: Sinar Grafika, 2003.
Saifullah M.Hum. Buku Ajar Wawasan Hukum Perdata Di Indonesia, Malang:
2001.
Subekti, dan Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang hukum Perdata, Jakarta: PT.
Pradnya Paramita, 2008.
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2003.