Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS KASUS INKORTING TERHADAP LEGITIME PORTIE YANG

MENGGUGAT AHLI WARIS INKORTING


Makalah
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Hukum Keluarga dan Waris BW

Dosen Pengampu
Neng Yani Nurhayani S. H., M. H.

Oleh:
Dede Siti Purlina 1213050039
Deden Naufal Khairul 1213050040
Deidra Raihana 1213050041
Denis Zalfa Salsabila 1213050042

JURUSAN ILMU HUKUM-A


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan berkah dan
pertolongan-Nya, makalah “ANALISIS KASUS INCORTING TERHADAP LEGITIME
PORTIE YANG MENGGUGAT AHLI WARIS INCORTING” dapat terselesaikan. Sholawat
serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang selalu kita harapkan
syafa’atnya di hari kiamat nanti.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum
Keluarga dan Waris BW. Namun lebih dari itu, dengan disusunnya makalah ini, diharapkan
dapat menambah dan memperkaya khasanah pengetahuan bagi para pembacanya dan juga bagi
para penulis.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Neng Yani, S.H., M.H. selaku
dosen pengampu mata kuliah Hukum Keluarga dan Waris BW. Juga tak lupa kepada teman-
teman kelompok 10 atas antusias dan kerja kerasnya dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna serta
masih banyak yang harus dibenahi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan, agar dapat menjadi bahan evaluasi. Sehingga harapannya kedepan, kesalahan-
kesalahan itu dapat diminimalisir serta diatasi dengan baik.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan dampak positif bagi
para pembacanya.

Bandung, 20 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 3

C. Tujuan .................................................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN TEORITIS ..................................................................................................... 4

A. Pengertian Inkorting............................................................................................................. 4

B. Macam – Macam Inkorting .................................................................................................. 5

C. Prinsip – Prinsip Inkorting ................................................................................................... 6

D. Pihak – Pihak Yang Berhak Mengajukan Tuntutan Inkorting ............................................. 7

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................... 9

A. Penerapan Legitime Portie ................................................................................................... 9

B. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2954K/PDT/2017 ...................... 12

BAB IV KESIMPULAN .............................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada mulanya, meninggalnya seseorang, tidak menimbulkan persoalan dalam soal


warisan, karena hak milik pribadi tidak dikenal. Semua barang milik suku, maka setiap
orang sebagai anggota suku hanya memiliki hak pakai atau hak petik hasil dari milik
bersama tersebut.1 Dapat diterima sebagai sesuatu yang berlaku dengan sendirinya, bahwa
yang memiliki hak waris terhadap barang-barang yang ditinggalkan oleh pemilik tersebut
adalah mereka yang dekat dalam pertalian darah dengan si pemilik tersebut. Dalam
perkembangan, terbuka kemungkinan untuk memberikan bagian peninggalan pewaris
tersebut kepada orang lain yang bukan keluarganya. Hal yang demikian adalah merupakan
sesuatu hal yang khusus dan menyimpang dari kebiasaan, maka pemberian semacam itu
harus ada pembuktiannya yang dapat diterima. Pemberian itu dibentuk dalam suatu pesan
kepada keluarganya, sehingga dengan begitu timbullah suatu wasiat.

Warisan merupakan salah satu pranata peralihan hak yang sering menjadi pemicu
perselisihan dalam sebuah keluarga yang diatur dalam hukum perdata, eksistensi hukum
waris perdata sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur tidak
berpengaruh signifikan. Hukum Waris Barat adalah bagian dari isi Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata selanjutnyadisingkat KUHPerdata yang merupakan terjemahan dari
Burgerlijk Wetboek termasuk dalam bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang
termasuk dalam bidang hukum perdatamemiliki kesamaan sifat dasar, antara lain bersifat
mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Hukum Waris Barat meski letaknya dalam bidang
hukum perdata, ternyata terdapat aturan yang bersifat memaksa (dwingend recht) di
dalamnya. Sifat memaksa dalam hukum waris perdata,misalnya ketentuan pemberian hak
mutlak (legitime portie) kepada ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari harta warisan
atau ketentuan yang melarang pewaris membuat ketetapanseperti menghibahkan bagian
tertentu dari harta warisannya, maka penerima hibah mempunyaikewajiban untuk

1
Ali Affandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian (Cet. 2), Bina Aksara, Jakarta, 1984

1
mengembalikan harta yang telah dihibahkan kepadanya ke dalam harta warisanguna
memenuhi bagian mutlak (legitime portie) ahli waris yang mempunyai hak mutlak
tersebut,dengan memperhatikan Pasal 1086 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
tentang hibah-hibahyang wajib inbreng (pemasukan).

Pasal 875 Kitab Undang–undang Hukum Perdata memberikan pengertian bahwa


testament adalah “ akte yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendaki
agar terjadi setelah ia meninggal dunia … “. Namun dengan demikian, kebebasan pewaris
membuat testament ini bukanlah tidak terbatas, di mana menurut Bapak Irzan bahwa
pembatasan terhadap asas kebebasan pembuatan testament adalah:

1. Pembatasan yang menyangkut sifat testament. Suatu testament dianggap tidak sah
apabila:

a. Isi testament itu bertentangan dengan norma, ketentraman, kesusilaan dan


undang-undang,

b. Dalam hal si pembuat testament telah membatasi hak-hak dari ahli waris atau
legitimaris atas apa yang diberikan kepadanya dengan cara-cara yang tidak sah
menurut undang-undang,

c. Ada pemberian-pemberian yang dilarang, yaitu pemberian dengan syarat.

2. Pembatasan yang menyangkut orang yang diberi testament. Undang-undang


menyatakan, bahwa terdapat orang-orang tertentu yang tidak diperbolehkan untuk
mendapatkan hibah dengan wasiat, dengan alasan:

a. Si pembuat testament akan menyalahgunakan testament itu guna kepentingan


orang tertentu, sehingga hal itu merugikan para ahli waris,

b. Dikhawatirkan asas kebebasan itu akan disalahgunakan terhadap orang-orang


tertentu, sehingga akan menimbulkan kerugian bagi ahli waris.

3. Pembatasan yang menyangkut barang yang diberikan. Hal ini berhubungan dengan
legitieme portie berupa barang dari harta warisan yang khusus diperuntukan bagi ahli
waris tertentu yang tidak dapat dikurangi oleh pihak pembuat testament. Sifat dari

2
legitieme portie ini adalah mutlak, sehingga si pembuat testament tidak dapat
menyimpang dari ketentuan-ketentuan legitieme portie.2

Ketentuan dari pada legitime portie tersebut tidak dapat dilanggar. Apabila pewaris
melanggar ketentuan dari legitieme portie tersebut, maka secara hukum pihak-pihak yang
merasa dirugikan dapat mengajukan tuntutan pemotongan, sehingga jumlah bagian harta
warisan yang diwasiatkan oleh pewaris dikurangi untuk memenuhi legitieme portie dari
para ahli waris. Pemotongan tersebut dalam hukum waris perdata disebut juga dengan
Inkorting. Adapun Tujuan dari legitieme portie adalah agar pewaris tidak
mengesampingkan hak-hak para ahli waris. Undang–undang melarang seorang pewaris
semasa hidupnya menghibahkan atau mewasiatkan harta kekayaannya kepada orang lain
dengan melanggar hak dari para ahli waris untuk mendapatkan bagian mutlak. 3

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan Legitime Portie?

2. Bagaimana analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor


2954K/PDT/2017?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui penerapan Legitime Portie

2. Untuk mengetahui analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Nomor 2954K/PDT/2017

2
Effendi Perangin, Hukum Waris, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2001
3
Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Intisari Hukum Waris Menurut BW, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Inkorting

Inkorting adalah pengurangan terhadap besarnya hibah atau wasiat yang pernah
diberikan kepada seseorang (ahli waris atau bukan ahli waris), karena setelah diadakan
pembagian harta warisan, ternyata hibah atau wasiat tersebut melanggar legitieme portie
seorang ahli waris. Karena adanya hibah atau wasiat tersebut, maka legitieme portie tidak
terpenuhi sehingga perlu diambil kekurangan dari hibah tersebut. Dalam inkorting ini,
hibah yang pernah diberikan itu dikurangi besarnya, baik seluruhnya atau sebagian, untuk
digabungkan atau ditambahkan kedalam harta peninggalan, sehingga dengan
penambahan tersebut legitieme portie dapat terpenuhi. Singkatnya inkorting adalah
pemotongan, pengurangan, penunjukan waris, wasiat atau hibah wasiat dan hibah antara
orang-orang yang masih hidup karena mengurangi bagian warisan dari waris mutlak
(legitimaris).4 Inkorting dapat terjadi dengan adanya hibah atau wasiat serta jenis-jenis
pemberian lainnya kepada orang lain yang tidak termasuk ahli waris menurut Undang-
undang semasa si peninggal waris masih hidup. Dasar pelaksanaan Inkorting adalah
ketika legitime portie tersebut terganggu, meskipun ada hibah atau wasiat namun tidak
mengganggu legitime portie, maka inkorting tidak perlu dilakukan.
Dalam Pasal 916 a KUH Perdata, yang berbunyi, “Dalam hal-hal bilamana guna
menentukan besarnya bagian mutlak harus diperhatikan adanya beberapa waris yang
kendati menjadi waris tak mutlak, maka apabila kepada orang-orang selain ahli waris tak
mutlak tadi, baik dengan sesuatu perbuatan perdata antara yang masih hidup, maupun
dengan surat wasiat, telah dihibahkan barang-barang sedemikian banyak, sehingga
melebihi jumlah yang mana, andaikata ahli waris tak mutlak tadi tidak ada, sedianya
adalah jumlah terbesar yang diper-bolehkan, dalam hal yang demikian pun haruslah
hibah-hibah tadi mengalami pemotongan- pemotongan yang demikian sehingga menjadi
sama dengan jumlah yang diperbolehkan tadi, sedangkan tuntutan untuk itu harus
dilancarkan oleh dan untuk kepentingan para waris mutlak, beserta sekalian ahli waris

4
Kansil, Praktek Hukum Peraturan Perundangan Di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2023

4
dan pengganti mereka.” Berdasarkan pada Pasal tersebut bahwa penuntutan atas
pengurangan (inkorting) dari orang yang ahli waris dimaksud tetapi telah menerima hibah
atau legaat, ketika adanya pelanggaran atas bagian mutlak telah diatur berdasarkan
undang-undang. Pengajuan tuntutan itu dimaksudkan untuk memenuhi kekurangan dari
jumlah Legitime Portie. KUHPerdata dasarnya menjelaskan bahwa pengurangan
(inkorting) tidak bisa dilakukan ketika pemenuhan atas hak mutlak telah dilakukan
melalui harta peninggalan yang tersisa. Akan tetapi ketika pemenuhan atas Legitime
Portie tidak dapat dilakukan melalui sisa harta tersebut maka pemberian yang
dimaksudkan atau diatur dalam hibah wasiat itu dapat dipotong untuk
melengkapi kekurangannya.
Pada pasal 920 KUHPerdata dijelaskan bahwa, "Pemberian-pemberian atau hibah-
hibah, baik antara yang masih hidup maupun dengan surat wasiat, yang merugikan bagian
legitime portie, boleh dikurangi pada waktu terbukanya warisan itu, tetapi hanya atas
tuntutan para legitimaris dan para ahli waris mereka atau pengganti mereka. Namun
demikian, para legitimaris tidak boleh menikmati apa pun dan pengurangan itu atas
kerugian mereka yang berpiutang kepada pewaris." 5
Pelaksanaan inkorting dapat terjadi apabila telah dilakukan pembatalan wasiat dan
atau hibah wasiat atau setelah gugatan pembatalan wasiat tersebut dikabulkan oleh
pengadilan. Inkorting juga dapat dilakukan dengan tanpa melalui pengadilan apabila para
pihak yang bersangkutan menyadari akan adanya hak mutlak seseorang atau beberapa ahli
waris yang hak mutlak warisnya dilanggar akibat adanya wasiat dan atau hibah wasiat
tersebut. Dengan adanya kesadaran tersebut maka para pihak dapat melakukan inkorting
atau pemotongan dari bagian yang berlebihan dengan menuangkannya dalam suatu akta
dihadapan notaris.6

B. Macam – Macam Inkorting

Inkorting atau pemotongan terbagi menjadi 2 (dua) macam, diantaranya :

5
Effendi Perangin, Hukum Waris, Raja Grafindo Persada, Depok, 2023
6
Dedy Pramono, Gugatan Pemotongan (Inkorting) Dalam Pembagian Warisan Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Jurnal Forum Ilmiah 13, 2016

5
1. Pemotongan semu (oneigenlijke inkorting), yakni pemotongan yang tidak langsung
dari semua pemberian dengan surat wasiat seperti pemotongan terhadap hibah wasiat.
Jumlah bagian hibah wasiat sudah dihitung tetapi belum dibayarkan, karena legitieme
potie terlanggar, maka hibah wasiat itu dipotong dan dipergunakan untuk menutup
kekurangan legitieme portie tersebut. Pemotongan semu itu sendiri dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
a) Pemotongan langsung dari ahli waris ab-intestato yang bukan legitimaris, dan
b) Wasiat yang sudah dipotong tetapi belum diberikan karena bagian mutlak
terlanggar, maka hibah wasiat itu dipotong untuk menutupi
kekurangan bagian mutlak.Astari Amalia Sari, Pelaksanaan Hibah Mengenai Legitime Portie Dalam
Putusan Pengadilan Tinggi (Analisis Terhadap Putusan Nomor 14/G/B/Q/1985/PT Pdg), Universitas Indonesia,

2010.

2. Pemotongan yang sebenarnya (eigenlijke inkorting), yaitu pemotongan yang sungguh-


sungguh dilaksanakan seperti pemotongan terhadap yang telah diberikan oleh si
pewaris semasa hidupnya. Si penerima hibah harus mengembalikan suatu jumlah untuk
menutup legitieme portie.Mohammad Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata
Barat (Burgerlijk Wetboek), Sinar Grafika, Jakarta, 1993.

C. Prinsip – Prinsip Inkorting

Dalam Pasal 924 KUHPerdata terkandung prinsip-prinsip pemotongan, diantaranya :


1. Pertama-tama, kekurangan besarnya legitieme portie diambil dari bagian ahli waris
non-legitimaris;
2. Jika masih belum mencukupi, maka kekurangannya akan diambil dari wasiat
(erfstelling dan legaat);
3. Jika masih juga belum mencukupi, maka kekurangannya diambil dari hibah-hibah
dimulai dari hibah yang terdekat dengan tanggal kematian pewaris.Wati Rahmi Ria, Hukum
Waris Berdasarkan Sistem Perdata Barat Dan Kompilasi Hukum Islam, Kencana Media, Bandar Lampung, 2011.

6
D. Pihak – Pihak Yang Berhak Mengajukan Tuntutan Inkorting

Subjek ataupun orang-orang yang dapat mengajukan tuntutan inkorting adalah


setiap ahli waris yang tergolong kepada ahli waris yang legitimaris Dengan ketentuan
tidak termasuk kepada yang dikecualikan oleh undang-undang ataupun karena sikap dari
ahli waris itu sendiri untuk menolak warisan.

Adapun orang atau subjek yang tergolong kepada ahli waris yang legitimaris itu
adalah:
a) Keluarga sedarah dalam garis lurus ke bawah dan ke atas, keluarga sedarah dalam
garis lurus ke bawah adalah meliputi anak-anak sah dari perkawinan yang sah
berikut keturunanya dengan pergantian. Sedangkan keluarga sedarah dalam garis
lurus ke atas meliputi orang tua dari yang meninggal atau pewaris sampai
leluhurnya keatas oleh karena kematian.
b) Adalah anak-anak luar kawin yang telah diakui sah berikut keturunannya yang sah
dengan pergantiannya.
Mengenai peraturannya yang dijumpai di dalam KUH Perdata, mengenai subjek
sebagaimana disebutkan di atas secara tegas dan terperinci memang tidak ada ditemui.
Namun secara tersirat tentang subjek yang berwenang mengajukan tuntutan inkorting itu
dapat dilihat dari pasal-pasal berikut.

Mengenai anak sah berikut dengan keturunanya dari perkawinan yang sah dijumpai
dan dapat tersirat dalam Pasal 914 KUH Perdata. Mengenai orang tua atau kakek atau
nenek atau dalam garis lurus ke atas dijumpai secara tersirat dalam Pasal 915 KUH Perdata
dan berikutnya mengenai anak-anak luar kawin yang telah diakui sah berikut turunan
sahnya dijumpai secara tersirat dalam Pasal 916 KUH Perdata. Adapun alasan penulis
menyebutkan hal-hal tersebut di atas secara tersirat, mengingat ketiga pasal secara tegas
menyebut tentang bagian mutlak atau legitieme portie. Berdasarkan uraian di atas, adapun
orang-orang atau subyek yang berwenang untuk mengajukan tuntutan inkorting adalah
anakanak sah berikut keturunannya yang tampil karena penggantian, kemudian anak-anak
luar kawin yang diakui sah berikut keturunannya yang sah karena penggantian tempat,
orang tua, kakek dan nenek dalam garis lurus ke atas karena kematian. Kesemua ahli waris
yang disebut di atas harus memenuhi syarat-syarat yaitu mereka secara langsung menjadi

7
ahli waris karena kematian. Artinya mereka tampil menjadi ahli waris karena kematian
bukan karena adanya penolakan atau karena tidak pantas menjadi ahli waris.

Walaupun undang-undang hanya mengisyaratkan bahwa untuk menjadi ahli waris


yang legitimaris haruslah ahli waris karena kematian dalam garis lurus ke atas, akan tetapi
wewenang pewaris untuk menguasai harta peninggalanya tidak boleh menjadi lebih kecil
karena suatu perbuatan yang terjadi setelah pewaris meninggal dunia. Adapun rasionya
pada legitieme portie itu tidaklah membatasi wewenang pewaris untuk menghibahkan atau
mewasiatkan hartanya sendiri melainkan hanyalah untuk melindungi hak para waris
legitimaris. Jadi rasionya bahwa yang tidak tergolong kepada ahli waris legitimaris atau
ahli waris yang tidak memiliki bagian mutlak berwenang mengajukan tuntutan inkorting.

8
BAB III
PEMBAHASAN

A. Penerapan Legitime Portie

Menurut Pitlo, bagian yang dijamin oleh Undang-Undang legitime porte


“Merupakan hak dia/mereka yang mempunyai kedudukan utama/istimewa dalam
warisan, hanya sanak saudara dalam garis lurus (bloedverwanten in de rechte lijn) dan
merupakan ahli waris ab intestato saja yang berhak atas bagian yang dimaksud”.
7
Menurut pasal 913 KUHP, Legitime porte adalah “Bagian mutlak atau Legitime
Portie, adalah sesuatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada
waris, dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap mana si yang meninggal
tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup,
maupun selaku wasiat”
Pada asasnya orang mempunyai kebebasan untuk mengatur mengenai apa yang
akan terjadi dengan harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia. Seseorang pewaris
mempunyai kebebesan untuk mencabut hak waris dari para ahli warisnya, karena
meskipun ada ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang yang menentukan siapa-
siapa akan mewaris harta peninggalannya dan berapa bagian masing-masing, akan
tetapi ketentuan-ketentuan tentang pembagian itu bersifat hukum mengatur dan bukan
hukum memaksa. Akan tetapi untuk ahli waris ab intestato (tanpa wasiat) oleh Undang-
Undang diadakan bagian tertentu yang harus diterima oleh mereka, bagian yang
dilindungi oleh hukum, karena mereka demikian dekatnya hubungan kekeluargaan
dengan si pewaris sehingga pembuat Undang-Undang menganggap tidak pantas
apabila mereka tidak menerima apa-apa sama sekali. Agar orang secara tidak mudah
mengesampingkan mereka, maka Undang-Undang melarang seseorang semasa
hidupnya menghibahkan atau mewasiatkan harta kekayaannya kepada orang lain dengan
melanggar hak dari para ahli waris ab intestate itu. Ahli waris yang dapat menjalankan
haknya atas bagian yang dilindungi undang-undang itu dinamakan “Legitimaris” sedang

7
Komar Andhasasmitha, Hukum Harta Perkawinan dan Waris Menurut KUHPerdata, Ikatan Notaris Indonesia,
Bandung, 2008, hlm. 143

9
bagiannya yang dilindungi oleh Undang-Undang itu dinamakan “Legitime portie”
harta peninggalan dalam mana ada legitimaristerbagi dua, yaitu “legitime portie” (bagian
mutlak) dan “beschikbaar” (bagian yang tersedia). Bagian yang tersedia ialah bagian
yang dapat dikuasai oleh pewaris, ia boleh menghibahkannya sewaktu ia masih hidup
atau mewariskannya. Hampir dalam perundang-undangan semua negara dikenal
lembaga legitime portie. Peraturan di negara satu tidak sama dengan peraturan di
negara lain, terutama mengenai siapa- siapa sajalah yang berhak atasnya dan legitimaris
berhak atas apa8. Bagian yang kedua itu (bagian mutlak), diperuntukkan bagian
para legitimaris bersama-sama, bilamana seorang legitimaris menolak (vierwerp) atau
tidak patut mewaris (onwaardig) untuk memperoleh sesuatu dari warisan itu, sehingga
bagiannya menjadi tidak dapat dikuasai (werd niet beschikbaar), maka bagian itu akan
diterima oleh legitimaris lainnya. Jadi bila masih terdapat legitimarislainnya maka bagian
mutlak itu tetap diperuntukkan bagi mereka ini, hanya jika para legitimaris menuntutnya,
ini berarti bahwa apabila legitimaris itu sepanjang tidak menuntutnya, maka pewaris
masih mempunyai “beschikking-srech” atas seluruh hartanya.9

Dalam KUHPerdata asas legitime dilakukan secara hampir konsekwen, di


berbagai tempat dapat diketemukan ungkapan, ungkapan seperti mengingat
(behoudens) peraturan-peraturan yang ditulis untuk legitime. Pewaris hanya dapat
merampas hak ahli waris dengan mengadakan perbuatan-perbuatan pemilikan harta
kekayaan sedemikian rupa sehingga tidak meninggalkan apa-apa. Bila orang sewaktu
hidupnya menggunakan harta kekayaannya sebagai uang pembeli lijfrente (bunga
cagak hidup) dapat mengakibatkan bahwa orang yang tidak meninggalkan apa-apa
terutama apabila perkawinannya dilangsungkan tanpa perjanjian kawin bahwa harta
warisannya itu tidak boleh jatuh dalam harta kebersamaan harta kawin anaknya.
Meskipun ketentuan mengenai legitime bersifat hukum pemaksa akan tetapi bukan
demi kepentingan umum. Ketentuan itu ada demi kepentingan legitimaris dan bukan
kepentingan umum. Karena itu legitimaris dapat membiarkan haknya dilanggar, hal
mana sangat erat berhubungan dengan pendapat bahwa pelanggaran legitime tidak

8
Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, 1984, hlm. 308
9
Ahlan Sjarif Surini, Intisari Hukum Waris menuruta Bergerlijk Wetboek, Jakarta, Ghalia Inodnesia 1982

10
mengakibatkan “nietigheid” (kebatalan demi hukum) melainkan hanya “eenvoudige
vernietigbaareid” (dapat diminta pembatalannya secara sederhana).10

Syarat untuk dapat menuntut suatu bagian mutlak (legitme portie) adalah :
1. Orang harus merupakan keluarga sedarah dalam garis lurus dalam hal ini
kedudukan garwa (suami / isteri) adalah berbeda dengan anak-anak. Meskipun
sesudah tahun 1923 Pasal 852a KUHPerdata menyamakan garwa (suami/isteri)
dengan anak, akan tetapi suami/isteri tidak berada dalam garis lurus ke
bawah, mereka termasuk garis ke samping. Oleh karena itu isteri/suami tidak memiliki
legitime portie atau disebut nonlegitimaris;
2. Orang harus ahli waris ab intestato. Melihat syarat tersebut tidak semua
keluarga sedarah dalam garis lurus memiliki hak atas bagian mutlak. Yang memiliki
hanyalah mereka yang juga waris ab instestato;
3. Mereka tersebut, walaupun tanpa memperhatikan wasiat pewaris, merupakan ahli
waris secara ab intestato.
Ahli waris yang tidak mempunyai bagian mutlak atau legitime portie, yaitu
pertama suami/isteri yang hidup terlama. Kedua para saudara-saudara dari
pewaris. Mereka tidak berhak (non legitimaris) karena berada dalam garis ke
samping. Digunakan tidaknya perhitungan berdasarkan ligitime portie sangat
tergantung pada ada atau tidaknya hibah atas testament yang bisa dilaksanakan.11
Legitimarishanya merupakan ahli waris apabila ia mengemukakan haknya atas
bagian mutlaknya. Apa yang dinikmatinya karena “inkorting” (pengurangan)
diperolehnya hak ahli waris, tujuan dari tuntutan pengurangan atau pemotongan
adalah agar pemberian-pemberian yang dilakukan dengan hibah atau wasiat itu
dikurangi, jadi batal sepanjang hal itu diperlukan untuk memberikan kepada
legitimaris apa yang menjadi haknya sebagai ahli waris. Apabila legitimaris mengurangi
suatu hibah barang tak bergerak, maka barang ini bukannya berpindah dari si
penerima hibah ke legitimaris, melainkan hibah itu batal dan dianggap tidak pernah
terjadi, orang yang meninggal itu tidak pernah kehilangan barang dan dianggap

10
Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, 1984, hlm. 308
11
A. Pitlo, Hukum Waris, Jakarta, PT. Intermass, 1979, hlm. 112

11
masih selalu berada di dalam budelnya, ternyata setelah pengurangan itu
berpindah karena pewarisan dari si pewaris kepada si legitimaris, maka ia tidak
memperoleh kedudukan sebagai ahli waris karena hukum, akan tetapi ia menjadi
ahli waris oleh karena ia mengemukakan pembatalan dari ketetapan-ketetapan yang
melanggar legitime nya.

B. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR


2954K/PDT/2017

Penerapan inkorting terhadap pemberian hibah yang melanggar legitieme portie


merupakan hal yang penting dan wajib untuk dilaksanakan sebagai suatu solusi dalam
menghadapi permasalahan mengenai pemberian hibah yang melanggar legitieme portie
para legitimarisnya. Namun, penerapan inkorting dalam hal pemberian hibah yang
melanggar legitieme portie tidak dinyatakan secara tegas dalam Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 2954K/Pdt/2017. Dalam putusan tersebut hanya diputuskan
mengenai pembagian harta warisan menurut legitieme portie dari Para Penggugat dan
Tergugat saja. Tetapi tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai adanya peranan dari inkorting
yang sebenarnya harus dilaksanakan dalam pembagian warisan atas pemberian hibah yang
diberikan oleh Almarhumah Tjoa Ay Nio kepada Euphemia Megasari selaku Tergugat
dengan mana pemberian hibah tersebut telah melanggar legitieme portie Risa Pahala (Lim
Bie Nio) dan Lim Le Tjoe selaku Para Penggugat.

12
Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa Almarhum Lim Hian Kang dan
Almarhumah Tjoa Ay Nio memiliki seorang anak angkat yaitu Tjoei Tjoa. Sehingga
seorang anak angkat yang diakui secara sah oleh orang tua angkatnya dapat menerima harta
warisan, tetapi untuk anak angkat yang tidak diakui secara sah oleh orang tua angkatnya
maka tidak dapat menerima harta warisan. Atas dasar hal tersebut dengan mana Tjoei Tjoa
yang berkedudukan sebagai anak angkat, dan tidak ditemukannya dokumen-dokumen yang
menyatakan bahwa ia merupakan anak angkat yang diakui secara sah oleh orang tua
angkatnya, maka ia tidak berhak atas harta warisan milik Almarhumah Tjoa Ay Nio selaku
pewaris.

Selanjutnya, mengenai anak yang bernama Le Hong (Grace Malimar) telah


meninggal dunia pada tahun 2008 dan tidak mempunyai keturunan. Sehingga tidak ada ahli
waris pengganti yang dapat menggantikan posisi Almarhumah Le Hong (Grace Malimar)
untuk mendapatkan harta warisan dari pewaris.

Selanjutnya, mengenai anak yang bernama Soeytek (Jemmy Malimar) yang telah
meninggal dunia, memiliki 3 (tiga) orang anak yaitu Christina Soey Malimar, Mario
Malimar, dan Maya Malimar. Sehingga adanya ahli waris pengganti yang dapat
menggantikan posisi Almarhum Soeytek (Jemmy Malimar) untuk mendapatkan harta
warisan dari pewaris.

Kemudian untuk bagian Lim Bie Nio (Risa Pahala) dan Lim Le Tjoe sebagai Para
Penggugat yang merupakan anak-anak dari Almarhum Lim Hian Kang dan Almarhumah
Tjoa Ay Nio juga berhak untuk mendapatkan warisan. Mereka mewaris berdasarkan
kedudukan sendiri yang berarti bahwa ahli waris tersebut mempunyai hak untuk mewaris
yang merupakan haknya sendiri dan bukan dikarenakan menggantikan hak orang lain.

Hal tersebut berlaku pula bagi Euphemia Megasari (Lim In Nio) sebagai Tergugat
yang juga merupakan anak-anak dari Almarhum Lim Hian Kang dan Almarhumah Tjoa
Ay Nio yang berhak untuk mendapatkan warisan berdasarkan kedudukan sendiri. Biasanya
bagi ahli waris berdasarkan kedudukan sendiri mendapatkan harta warisan dengan istilah
mewaris kepala demi kepala yang maksudnya adalah ahli waris tersebut mendapatkan harta
warisan dengan bagian yang sama besarnya.

13
Berdasarkan gambar di atas, dapat juga diketahui bahwa Almarhumah Tjoa Ay Nio
telah memberikan hibah kepada Euphemia Megasari (Lim In Nio) selaku Tergugat berupa
sebidang tanah dan bangunan rumah yang terletak di Jalan A.M. Sangaji Nomor 5,
Kelurahan Petojo Utara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat sesuai Sertifikat Hak Guna
Bangunan (HGB) Nomor 1136/Desa Petojo Utara, seluas 925 m2 (sembilan ratus dua
puluh lima meter persegi), Surat Ukur tanggal 23 Maret 1982 Nomor 944/1982, atas nama
Tjoa Ay Nio dengan Akta Hibah Nomor 97/H/HGB/1989 tertanggal 7 Desember 1989.
Kemudian tanah dan bangunan rumah yang terletak di Jalan A.M. Sangaji Nomor 5,
Kelurahan Petojo Utara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat tersebut telah dibalik nama dan
ditingkatkan haknya menjadi Sertifikat Hak Milik Nomor 697/Petojo atas nama Euphemia
Megasari dan seluruhnya telah dikuasai dan ditempati oleh Tergugat. Tentunya dengan
pemberian hibah dari Almarhumah Tjoa Ay Nio kepada Tergugat telah merugikan
legitieme portie dari Para Penggugat dan ahli waris lainnya sebagai legitimaris.

Tentunya dengan pemberian hibah dari Almarhumah Tjoa Ay Nio kepada


Tergugat telah merugikan legitieme portie dari Para Penggugat dan ahli waris lainnya
sebagai legitimaris. Namun, dalam pertimbangan hukum hakim pada putusan tersebut
menyatakan bahwa atas sebidang tanah dan bangunan rumah yang terletak di Jalan A.M.
Sangaji Nomor 5, Kelurahan Petojo Utara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat sesuai
Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 1136/Desa Petojo Utara, seluas 925 m2
(sembilan ratus dua puluh lima meter persegi), Surat Ukur tanggal 23 Maret 1982 Nomor
944/1982, atas nama Tjoa Ay Nio yang merupakan harta warisan yang belum terbagi, yang
telah dibalik nama dan ditingkatkan haknya menjadi Sertifikat Hak Milik Nomor
697/Petojo atas nama Euphemia Megasari harus diserahkan dalam keadaan baik dan tanpa
beban kepada Para Penggugat, untuk selanjutnya dibagi menurut bagiannya masing-
masing yaitu kepada Para Penggugat dan Tergugat, dan apabila tidak dapat dilaksanakan
maka dapat dilelang di depan umum dan hasil penjualannya dibagi kepada Para Penggugat
dan Tergugat sesuai bagiannya masing-masing.

Berdasarkan hal tersebut, maka wajib untuk melaksanakan inkorting sebagaimana


diatur dalam Pasal 920 KUH Perdata dalam menyelesaikan permasalahan terkait dengan

14
pemberian hibah kepada salah seorang ahli waris yang melanggar legitieme portie ahli
waris lainnya.

Hal tersebut ditandai dengan diputuskannya oleh hakim mengenai pembagian


menurut legitieme portie maka secara otomatis berlakulah Pasal 920 KUH Perdata
mengenai inkorting tersebut untuk menyelesaikan permasalahan pembagian warisan
dikarenakan adanya pemberian hibah kepada salah seorang ahli waris yang melanggar
legitieme portie ahli waris lainnya.

Dimulai dengan melakukan inbreng terhadap hibah yang telah diberikan


sebelumnya, lalu akan dihitung penambahan aktiva dan dikurangi dengan utang-utang
pewaris. Namun, berdasarkan putusan tersebut tidak dinyatakan pula mengenai adanya
aktiva-aktiva yang dimiliki oleh pewaris maupun utang-utang yang harus dilunasi oleh
pewaris. Sehingga sebidang tanah dan bangunan rumah tersebut yang telah dikembalikan
dalam wujudnya semula, telah dinyatakan sebagai harta warisan bersih. Selanjutnya akan
dilaksanakan langkah berikutnya yaitu menghitung bagian legitieme portie dari legitimaris.

Euphemia Megasari (Lim In Nio), Lim Bie Nio (Risa Pahala), Lim Le Tjoe, dan
Almarhum Soeytek (Jemmy Malimar) mendapatkan bagian legitieme portie sebesar 3/4
bagian dikarenakan terdiri dari 3 (tiga) anak kandung atau lebih sebagaimana diatur dalam
Pasal 914 KUH Perdata. Lalu mendapatkan bagian yang seharusnya diperoleh dari harta
warisan sebesar 1/4 bagian dikarenakan pewaris memiliki ahli waris sebanyak 4 orang anak
yang terdiri dari Euphemia Megasari (Lim In Nio), Lim Bie Nio (Risa Pahala), Lim Le
Tjoe serta Soeytek (Jemmy Malimar) yang akan digantikan oleh Christina Soey Malimar,
Mario Malimar, dan Maya Malimar sebagaimana diatur dalam Pasal 852 KUH Perdata.
Sedangkan bagi ahli waris pengganti dari Almarhum Soeytek (Jemmy Malimar) hanya
mendapatkan bagian dari Almarhum Soeytek (Jemmy Malimar) saja dan akan dibagi 3
(tiga) orang yaitu untuk Christina Soey Malimar, Mario Malimar, dan Maya Malimar
sebagaimana diatur dalam Pasal 842 KUH Perdata.

Sehingga bagian legitieme portie tersebut merupakan bagian yang hanya boleh
diterima oleh legitimaris yang terdiri dari Lim Bie Nio (Risa Pahala), Lim Le Tjoe dan ahli
waris pengganti dari Almarhum Soeytek (Jemmy Malimar) yang terdiri dari Christina Soey
Malimar, Mario Malimar dan Maya Malimar atas harta warisan. Sedangkan bagian yang

15
akan diterima oleh Euphemia Megasari (Lim In Nio) sebagai legitimaris sekaligus sebagai
penerima hibah adalah bagian legitieme portienya ditambah dengan sisa harta warisan yang
telah dikurangi (diinkorting) bagian-bagian legitieme portie yang dibagikan kepada
legitimaris lainnya.

16
BAB IV
KESIMPULAN
Pelaksanaan inkorting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 920 KUH Perdata
merupakan suatu pengurangan terhadap hibah maupun hibah wasiat yang mengakibatkan
menjadi kurangnya bagian mutlak dalam sesuatu warisan, boleh dilakukan pengurangan,
bilamana warisan itu jatuh meluang (terbuka), dengan adanya tuntutan dari para ahli waris
mutlak dan ahli waris karena penggantian dari ahli waris mutlak tersebut. Inkorting
terhadap penerima hibah yang merupakan legitimaris juga dapat dilaksanakan, hal ini
diatur dalam Pasal 926 KUH Perdata yang menyatakan bahwa pengurangan yang
dilakukan terhadap pengangkatan sebagai ahli waris dan penerima hibah wasiat tanpa
membeda-bedakan antara pengangkatan ahli waris dan penerima hibah wasiat. Penggunaan
inkorting bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi legitimaris sebagai ahli waris
yang memiliki bagian mutlak dalam mendapatkan harta warisan serta dengan adanya
inkorting dapat memenuhi asas keadilan bagi pihak penerima hibah dan pihak legitimaris,
dengan mana kedua pihak tersebut mendapatkan bagian atas harta warisan.

Cara pelaksanaan atau metode Inkorting berdasarkan ketentuan dalam pasal-pasal


BW adalah menentukan ahli waris, menentukan objek waris, kemudian menghitung nilai
objek waris, menghitung legitime portie tiap legitimaris, lalu mengidentifikasi objek waris
yang diberikan dengan cara hibah atau wasiat baik tentang waktu pemindahtanganan
maupun nilainya, dengan identifikasi tersebut memberikan kejelasan tentang objek mana
dan di tangan siapa yang harus dikurangi dengan urutan prioritas sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 916a BW.

Dasar pelaksanaan Inkorting adalah ketika legitime portie tersebut terganggu,


meskipun ada hibah atau wasiat namun tidak mengganggu legitime portie, maka inkorting
tidak perlu dilakukan. Menurut pasal 913 KUHP, Legitime porte adalah Bagian mutlak
atau Legitime Portie, adalah sesuatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan
kepada waris, dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap mana si yang
meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang
masih hidup, maupun selaku wasiat. Dan berdasarkan pembahasan mengenai kasus
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2954K/Pdt/2017, hibah dinyatakan

17
batal oleh Majelis Hakim dengan mana Lim Bie Nio (Risa Pahala) sebagai Penggugat
pertama dan Lim Le Tjoe sebagai Penggugat kedua yang merupakan ahli waris mutlak dan
berkedudukan sebagai legitimaris hanya menuntut bagian legitieme portienya yang
terlanggar dengan adanya pemberian suatu hibah. Sehingga langkah yang wajib untuk
dilaksanakan adalah melaksanakan inkorting (pengurangan) terhadap harta warisan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 920 KUH Perdata dalam hal hanya untuk memenuhi
bagian legitieme portie yang dituntut oleh Para Penggugat. Pelaksanaan inkorting dimulai
dengan tahap pemasukan hibah (inbreng) semua hibah yang telah diberikan oleh pewaris
kepada ahli waris ketika masih hidup, lalu akan dihitung penambahan aktiva dan dikurangi
dengan utang-utang pewaris, kemudian menghitung bagian legitieme portie dari
legitimaris. Meskipun dalam putusan hakim tidak dinyatakan secara tertulis mengenai
pelaksanaan inkorting sebagaimana diatur dalam Pasal 920 KUH Perdata, pelaksanaan
inkorting tersebut tetap wajib untuk dilaksanakan oleh ahli waris yang bersangkutan. Hal
tersebut ditandai dengan diputuskannya oleh hakim mengenai pembagian menurut
legitieme portie maka secara otomatis berlakulah Pasal 920 KUH Perdata mengenai
inkorting.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ali Affandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian (Cet. 2, Bina Aksara, Jakarta,
1984

Surini Ahlan, Intisari Hukum Waris Menurut BW, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986

Effendi Perangin, Hukum Waris, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

Komar Andhasasmitha, Hukum Harta Perkawinan dan Waris Menurut KUHPerdata, Ikatan
Notaris Indonesia, Jawa Barat, hlm. 143

Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta, 1984, hlm. 308

Dedy Pramono, Gugatan Pemotongan (Inkorting) Dalam Pembagian Warisan Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Jurnal Forum Ilmiah 13, 2016
Kansil, Praktek Hukum Peraturan Perundangan Di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1983.
Perangin, Effendi. Hukum Waris, Raja Grafindo Persada, Depok, 2023.
Mohammad Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat
(Burgerlijk Wetboek), Sinar Grafika, Jakarta, 1993.
Ria, Wati Rahmi, dan Muhamad Zulfikar. Hukum Waris Berdasarkan Sistem Perdata Barat Dan
Kompilasi Hukum Islam, Kencana Media, Bandar Lampung, 2011.
Sari, Astari Amalia, Pelaksanaan Hibah Mengenai Legitime Portie Dalam Putusan Pengadilan
Tinggi (Analisis Terhadap Putusan Nomor 14/G/B/Q/1985/PT Pdg, Universitas Indonesia,
2010.

19

Anda mungkin juga menyukai