Disusun oleh :
1. Alya Dzakiyyah Amani 1173050008
2. Eka Sri Oktaviani 1173050025
3. Gita Ramaida Hamada 1173050038
4. Fajar Hidayatullah 11730500
Kelas/ Semester :
Ilmu Hukum A/ V
0
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat serta
dengan judul “Akibat Hukum Pelaksanaan Hibah Wasiat yang Melanggar Hak
Mutlak Ahli Waris (Legitime Portie)”. Shalawat serta salam selalu kita curahkan
Makalah ini adalah sebagai tugas dari mata kuliah Hukum Keluarga dan
waris menurut Burgelijk Wetboek dengan harapan agar bisa memenuhi tugas dan
lebih paham. Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Neng
Yani Nurhayani, S.H., M.H. selaku Dosen pengampu matakuliah Hukum keluarga
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran yang
Tim penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Identifikasi Masalah..................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2
D. Manfaat Penulisan.....................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORITIS..........................................................................4
A. Hukum Waris Menurut BW......................................................................4
B. Hibah.........................................................................................................4
C. Wasiat......................................................Error! Bookmark not defined.
D. Hibah Wasiat...........................................Error! Bookmark not defined.
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................12
A. Pembagian Harta Benda Untuk Bagian Istri Kedua....Error! Bookmark
not defined.
B. Harta Persatuan, Harta Pribadi Suami dan Harta Pribadi Istri........Error!
Bookmark not defined.
C. Pembagian Harta Benda Terhadap Harta Persatuan yang UntungdanRugi
.................................................................Error! Bookmark not defined.
D. Pembagian Harta Benda Untuk Anak Diluar Kawin...Error! Bookmark
not defined.
BAB IV PENUTUP..............................................................................................31
A. Simpulan..................................................................................................31
B. Saran........................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................33
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai salah satu subjek hukum, manusia yang pada akhirnya meninggal,
juga akan meninggalkan kewajiban dan hak yang harus dilakukan peralihan
karena sebagai anggota dalam masyarakat, manusia banyak melakukan hubungan
hukum yang tidak dapat lenyap begitu saja ketika ia meninggal dunia sebab
berakibat pada subjek hukum lainnya bukan hanya terhadap barang saja, berkaitan
dengan hal itu maka dikenal istilah pewarisan yang diatur dengan hukum waris.
Hukum Waris ialah aturan yang mengatur peralihan-peralihan hak dan kewajiban
tersebut.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) sebagai aturan
tertulis yang telah dikodifikasikan di Indonesia memuat aturan tentang warisan
dalam Buku II yaitu tentang Kebendaan dan ada juga diatur sebagian di Buku
IIIyaitu tentang Perikatan. bahwa warisan adalah hanya berlangsung karena
kematian, dan cara mendapatkan warisan adalah dengan dua cara yaitu:
1. Ab.Intestato yaitu pewarisan menurut undang-undang;
2. Testamentair yaitu pewarisan karena ditunjuk surat wasiat atau Testamen.
Jika dilihat dari isinya, menurut Pasal 954 dan 957 KitabUndang-Undang
Hukum Perdata, wasiat terdiri dari:
1. Wasiat pengangkatan ahli waris (Erfstelling).
2. Wasiat yang berisi hibah/hibah wasiat (Legaat)
Dari beberapa jenis wasiat yang terdapat di atas dan pada praktiknya, dengan
testamen pewaris memiliki kebebasan mengatur pembagian harta peninggalannya.
Tetapi kebebasan tersebut bukanlah tanpa batas, hal inilah yang sering dilupakan
oleh si pewaris, ketika si pewaris membagi harta peninggalannya dengan
testameny ang melebihi bagian hak mutlak dari ahli waris (dalam hal terdapat ahli
waris).
1
2
Oleh karena itu penulis merasa perlu dalam mengkaji dan mempelajari apasaja
akibat hukum yang timbul jika pelaksanaan hibah wasiat melebihi hak mutlak dari
ahli waris atau yang biasa disebut dengan Legitime Portie. Penulis menuangkan
dalam bentuk makalah dengan judul“AKIBAT HUKUM PELAKSANAAN
HIBAH WASIAT YANG MELANGGAR HAK MUTLAK AHLI WARIS
(LEGITIME PORTIE)”.
B. Identifikasi Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini dituangkan dalam pertanyaan sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengaturan hukum tentang hibah wasiat?
2. Bagaimana pengaturan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terhadap
Hibah Wasiat apabila melanggar hak mutlak Ahli Waris?
3. Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan jika pelaksanaan hibah wasiat
melanggar hak mutlak Ahli Waris?
4. Bagaimana Contoh Kasus Hibah Wasiat?
5. Bagaimana Contoh Soal Hibah Wasiat?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang hibah wasiat.
2. Untuk mengetahui pengaturan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
terhadap Hibah Wasiat apabila melanggar hak mutlak Ahli Waris.
3. Untuk mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan jika pelaksanaan hibah
wasiat melanggar hak mutlak Ahli Waris.
4. Untuk mengetahui contoh kasus Hibah Wasiat.
5. Untuk mengetahui contoh soal Hibah Wasiat.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat hasil penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Bagi Mahasiswa :
3
A. Hukum Waris
Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan
yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli waris.1
Menurut A.Pitlo, hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur
mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan
kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini dari
orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka maupun
dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.2
Sedangkan KUHPerdata sendiri tidak ada pasal tertentu yang memberikan
pengertian tentang hukum kewarisan, hanya pada Pasal 830 menyatakan bahwa
“perwarisan hanya berlangsung karena kematian”.3 Jadi harta peninggalan baru
terbuka untuk dapat diwarisi kalau pewaris sudah meninggal dunia (Pasal 830
KUHPerdata) dan si ahli waris harus masih hidup saat harta warisan tersebut
terbuka untuk diwarisi (Pasal 836 KUHPerdata).
B. Hibah
Menurut Kansil, “hibah adalah suatu perjanjian di mana pihak pertama akan
menyerahkan suatu benda karena kebaikannya kepada pihak lain yang menerima
kebaikannya itu”.4
Menurut KUHPerdata pengertian hibah tercantum dalam Pasal 1666
KUHPerdata menyebutkan bahwa ”hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si
penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma, dan dengan tidak dapat ditarik
kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang
menerima penyerahan itu”.
1
Effendi Purangin, Hukum Waris,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm. 3.
2
A.Pitlo, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda,diterjemahkan
oleh Isa Arief, Intermasa, Jakarta, 1979, hlm. 1.
3
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , Wipress, Jakarta, 2007, hlm. 194.
4
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta, 2002,
hlm. 252
4
5
C. Wasiat
Wasiat adalah salah satu cara pewarisan. Menurut Pasal 875 KUHPerdata,
wasiat adalah akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang
dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat
dicabut kembali. Pemberian wasiat diberikan pada saat pemberi wasiat masih
hidup, tetapi pelaksanaannya dilakukan pada saat pemberi wasiat meninggal
dunia.
Pasal 874 KUHPerdata menyatakan bahwa segala harta peninggalan seseorang
yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut undang-
undang, sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah.
Ketetapan yang sah tersebut ialah surat wasiat. Artinya, jika ada surat wasiat yang
sah, surat wasiat harus dijalankan oleh para ahli waris. Sebaliknya, apabila tidak
ada surat wasiat, semua harta peninggalan pewaris adalah milik ahli waris.
Ada dua jenis wasiat, yaitu wasiat pengangkatan waris (erfstelling) dan hibah
wasiat (legaat).
1. Wasiat Pengangkatan Waris (erfstelling)
Pemberi wasiat memberikan harta kekayaannya dalam bentuk bagian
(selurhnya, setengah, sepertiga). Pemberi wasiat tidak menyebutkan secara
spesifik benda atau barang apa yang diberikannya kepada penerima wasiat.
(Pasal 954 KUHPerdata)
2. Hibah Wasiat (legaat)
Pemberi wasiat memberikan beberapa barang-barangnya secara spesifik dari
suatu jenis tertentu kepada pihak tertentu. (Pasal 957 KUHPerdata).
Hukum perdata tidak menentukan apakah surat wasiat harus dibuat dalam
bentuk akta di bawah tangan atau akta otentik. Meski keduanya diperkenankan,
pada praktiknya surat wasiat biasa dibuat dalam bentuk akta otentik oleh Notaris.
Hal ini penting agar surat wasiat yang dibuat terdaftar pada Daftar Pusat Wasiat di
6
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dan diakui keberadaannya pada
saat Surat Keterangan Waris dibuat.5
D. Hibah Wasiat
Pengertian hibah wasiat tercantum dalam Pasal 957 KUHPerdata
menyebutkan bahwa “hibah wasiat adalah penetapan wasiat yang khusus, dengan
mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih memberikan beberapa
barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya segala barang-barang
bergerak atau tidak bergerak atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh ataus
ebagian harta peninggalan.6
5
Misael, Hibah, Waris, Wasiat,dan Hibah Wasiat, [onine] Melalui:
<http://misaelandpartners.com/artikel-hibah-waris-wasiat-dan-hibah-wasiat/> [Diakses 20
November 2019, 19.18]
6
Pasal 957 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
7
Maman Suparman, Hukum Waris Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 136.
7
8
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXXII,Intermasa, Jakarta, 2005, hlm. 113.
8
yakni 4/5 bagian atas semua harta warisan. Kemudian sistem yang kedua ialah
sistem Romawi yang menetapkan bagian seorang anak setidak-tidaknya harus
diserahkan kepada seorang anak tersebut harta warisan ayahnya.Sistem kedua
inilah yang dianut dalam Burgerlijk Wetboek di Negeri Belanda dan Indonesia.9
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan sifat hukum mengatur bukan
memaksa meberikan kebebasan bagi si pewaris untuk menetukan apa yang terjadi
pada harta kekayaanya setelah ia meninggal dunia tetapi memberikan batasan
dengan adanya ahli waris yang menerima bagian dengan mutlak (legitimaris). Jadi
terdapat dua bagian harta peninggalan yaitu bagian mutlak atau legitime portie
sedangkan yang satunya adalah bagian tersedia (beschikbaar). Bagian yang
tersedia ialah bagian yang dapat dikuasai oleh pewaris, ia boleh menghibahkannya
sewaktu ia masih hidup atau mewasiatkannya. Hampir dalam perundang-
undangan semua negara dikenal lembaga legitime portie. Peraturan di negara satu
tidak sama dengan peraturan di negara lain, terutama mengenai siapa-siapa sajalah
yang berhak atasnya dan legitimaris berhak atas apa. Sedangkan bagian mutlak
diperuntukkan bagian para legitimaris bersama-sama, bilamana seorang
legitimaris menolak (vierwerp) atau tidak patut mewaris (onwaardig) untuk
memperoleh sesuatu dari warisan itu, sehingga bagiannya menjadi tidak dapat
dikuasai (werd niet beschikbaar), maka bagian itu akan diterima oleh legitimaris
lainnya. Jadi bila masih terdapat legitimaris lainnya maka bagian mutlak itu
tetapdiperuntukkan bagi mereka ini, hanya jika para legitimaris menuntutnya,
iniberarti bahwa apabila legitimaris itu sepanjang tidak menuntutnya, maka
pewarismasih mempunyai “beschikking-srecht” atas seluruh hartanya. Hal ini
sesuai dengan isi Pasal 1058 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi sebagai berikut “Si waris yang menolak warisannya dianggap tidak
pernah telah menjadi waris”.
Tujuan dari adanya lembaga bagian mutlak atau legitime portieadalah agar
harta warisan sebagai harta keluarga, jatuh ke tangan keluarga. Jadi dasarnya
adalah harta keluarga sedapat-dapatnya tetap berada dalam keluarga.Secara tidak
langsung, bagian mutlak atau legitime portiemempunyai fungsi pemerataan
9
Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 86.
9
diantara anak-anak sebagai ahli waris. Hal ini berarti dengan adanya bagian
mutlak atau legitime portietidak mungkin ada pewarisan mayorat, di mana anak
yang satu memperoleh seluruh warisan dan yang lain sama sekali tidak menerima
apa apa.10
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan ahli waris mutlak
atau legitimaris yaitu sebagai berikut:11
a. Orang yang bukan legitimaris dapat dikesampingkan dengan wasiat;
b. Bagian mutlak harus selalu dituntut, apabila tidak dituntut tidak diperoleh
bagian mutlak atau legitime portie. Jadi, kalau ada tiga legitimaris danyang
menuntut hanya satu, maka yang menuntut itu saja yang dapat,sedangkan
yang dua lagi (yang tidak menuntut) maka tidak dapat;
c. Seorang legitimaris berhak menuntut atau melepaskan bagian mutlak atau
legitime portie-nya tanpa bersama-sama dengan ahli waris legitimaris
lainnya;
d. Penuntutan atas bagian mutlak atau legitime portiebaru dapat dilakukan
terhadap hibah atau hibah wasiat yang mengakibatkan berkurangnyabagian
mutlak atau legitime portie dalam suatu harta peninggalan setelah warisan
terbuka;
e. Penuntutan itu dapat dilakukan terhadap segala macam pemberian yang
telah dilakukan oleh si pewaris, baik berupa erfstelling (pengangkatan
sebagai ahli waris), hibah wasiat atau terhadap segala pemberian
yangdilakukan oleh pewaris sewaktu si pewaris masih hidup (hibah);
f. Apabila si pewaris mengangkat seorang ahli waris dengan wasiat untuk
seluruh harta peninggalannya, maka bagian ahli waris yang tidak menuntu
titu menjadi bagian ahli waris menurut wasiat itu;
g. Orang yang dinyatakan tidak patut mewaris atau menolak warisan, akan
kehilangan bagian mutlak atau legitime portie;
h. Ahli waris yang dikesampingkan sebagai ahli waris oleh si pewaris
atauonterfd, tetap berhak atas bagian mutlak atau legitime portienya.
10
J.Satrio, Hukum Waris, Penerbit Alumni, Bandung, 1992, hlm. 244.
11
Effendi Peranginangin, Op.cit., hlm. 84.
10
12
Maman Supraman, Op.cit., hlm.93.
11
Artinya, bahwa garis lurus ke atas adalah orang tua atau nenek atau
seterusnya keatas sehingga jumlah bagian mutlak adalah 1/2 (setengah) dari
bagiannya sebagaiahli waris menurut undang-undang.Pada Pasal 917 Kitab
Undang-UndangHukum Perdata, dijelaskan dalam hal tidak terdapat keluarga
sedarah pun tak adaanak-anak luar kawin yang sah, hibah-hibah antara yang
masih hidup atau dengansurat wasiat, boleh meliputi segenap harta peninggalan.
BAB III
PEMBAHASAN
13
Effendi Peranginangin, Op.cit., hlm. 79.
12
13
17
Ibid., hlm. 108.
15
18
Ibid., hlm. 72.
19
Andreas P Senoadji, Tesis: Penerapan Legitime Portie (Bagian Mutlak) Dalam Pembagian
Waris Menurut Kitab Undang Hukum Perdata, UNDIP, Semarang, 2007, hlm. 42.
20
Ibid., hlm. 43.
17
C. Akibat Hukum Hibah Wasiat Yang Melanggar Hak Mutlak Ahli Waris
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang memberi kebebasan pada ahli
waris dalam menentukan pembagian harta peninggalannya, kerap kali ditemui si
pewaris melewati batas dalam memberikan wasiat berupa hibah ataupun
pengangkatan ahli waris. Namun ada akibat yang ditimbulkan oleh terjadinya hal
itu yaitu si ahli waris yang berhak atas bagian mutlak memiliki hak untuk
menuntut sepanjang hal itu menyinggung haknya sebagai penerima bagian
mutlak. Maka perlu adanya pemenuhan bagian mutlak dalam pewarisan sehingga
diketahui apakah pembagiannya telah melewati batas bagian mutlak. Berdasarkan
Pasal 921Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, besarnya bagian mutlak atau
legitime portie dihitung dengan cara yaitu sebagai berikut:21
1. Menghitung semua hibah yang telah diberikan oleh pewaris semasa
hidupnya, termasuk hibah yang diberikan kepada salah seorang atau para
ahli waris mutlak atau legitimaris;
21
Maman Supraman, Op.cit., hlm. 94.
18
22
Anistius Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-pasal Hukum Perdata BW, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 1.
19
23
Maman Supraman, Loc. Cit.
24
Effendi Peranginangin, Op.Cit., hlm. 114.
20
D. Contoh Kasus
Kasus Posisi
Sengketa pewarisan bukan hal yang jarang ditemui dalam kehidupan
bermasyarakat, karena semua manusia akan meninggal dan melakukan perbuatan
hukum mewaris. Dalam kasus ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor
25
Maman Supraman, Op.Cit. hlm. 160.
21
433/ PDT. G/ 2011/ PN. JKT. PSTmemeriksa dan mengadili sebuah perkara
Pembatalan Akta Hibah Wasiat yang gugatannya diajukan oleh AEM, YH dan
HM selaku para penggugat yaitu anak-anak dari perkawinan pertama pewaris
dengan Ny.BDJK yang berlangsung pada tanggal 20 Februari 1954 dan berakhir
dengan perceraian berdasarkan Putusan Pengadilan Istimewa Jakarta tertanggal
6April 1963. Para Penggugat mengajukan gugatan kepada JM dan JRM, di
manaJM adalah istri dari perkawinan kedua dengan pewaris yang berlangsung
padatanggal 8 Oktober1966 dan JRM adalah anak dari perkawinan kedua dengan
JM.
Pada hari Selasa tanggal 17 Mei 1994, (almarhum) DBM dinyatakan telah
meninggal dunia, yang adalah bapak dari AEM, YH dan HM (Para Penggugat)
dan JRM (Tergugat II) dan suami dari JM (Tergugat I). Bahwa Para Penggugat
menuntut legitime portie atas harta warisan dariPewaris sehingga isi dalam
AktaWasiat tidak boleh melanggar legitimeportie dari Para Penggugat, yaitu ¾
(tiga perempat) bagian dari harta peninggalan Pewaris (Pasal 914 Kita Undang-
Undang Hukum Perdata).
Adapun objek gugatan dari pihak para penggugat adalah Akta Hibah Wasiat
yang No. 1 tertanggal 2 Oktober 1992 yang dibuat di hadapan Notaris F.J. Mawati
yaitu berisi:
1. Hibah wasiat untuk:
AEM, YH, HM (ketiganya disebut Para Penggugat), JM (Tergugat I) dan
JRM (Tergugat II) berupa Hotel dan Restoran PT. LNI yang terletak di
Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor, Kecamatan Cisarua, Kelurahan
Desa Kopo dengan segala aset-asetnya;
2. Pembagian saham untuk PT LNI kepada:
a) JM (Tergugat I) sebesar 40%;
b) AEM, YH, HM (ketiganya disebut Para Penggugat) dan JRM(Tergugat
II), masing-masing sebesar 15 %;(dengan ketentuan: saham hanya boleh
diperjualbelikan atar pemegangsaham).
3. Susunan pengurus PT LNI, setelah Pewaris meninggal yaitu:
Presiden Komisaris : JM (Tergugat I);
22
berhak menjadi ahli waris adalah orang yang mempunyai hubungan darah dengan
si pewaris dan suami atau isteri yang hidup terlama sebagaimana dijelaskan dalam
Pasal 832 dan 852 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sehingga
yang berhak menjadi ahli waris yaitu AEM, YH, HM, JM, serta JRM. Kemudian
kelima pihak tersebut bukanlah termasuk pihak yang tak patut mewaris
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 838 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Bahwa selama hidupnya, Pewaris membuat wasiat yang dituangkan dalam Akta
Wasiat No.1 tertanggal 2 Oktober 1992 yang dibuat di hadapan Notaris FJM atas
nama Pewaris DBM. Kemudian sesuai asas yang diatur dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata pada Pasal 913 bahwa bagian mutlak atau legitime portie
adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada parawaris
dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si yang
meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara
yang masih hidup, maupun selaku wasiat dan Para Penggugat menuntut legitime
portie dari harta warisan dari Pewaris sehingga isi dari Akta Wasiat tidak boleh
melanggar bagian mutlak dari Para Penggugat yaitu 3/4 bagian dari harta
peninggalan Pewaris. Lebih jelas Para Penggugat memberikan uraian mengenai
Hibah Wasiat yang terdapat dalam Akta Wasiat Pewaris bahwa terhadap harta
kekayaan milik Persekutuan PT LNI tidak dapat dibagi tanpa persetujuan
bersamapeserta persekutuan sehingga hanya dapat dibagi sebatas setoran pribadi
dariPewaris. Lalu yang kedua, mengenai pembagian saham dalam Wasiat
Pewaristelah melanggar Legitime Portie karena Pewaris mewariskan modal
kepadaTergugat I sebesar 40% di mana telah melebihi bagian sisa yang dapat
dibagi.
Kemudian yang ketiga, bahwa sesuai Pasal 1641 Kitab Undang-Undang
HukumPerdata, susunan pengurus hanya dapat ditentukan melalui keputusan
bersamapara persekutuan perdata. Keempat, mengenai pembagian keuntungan PT
LNImerupakan ketetapan yang berakibat batal karena termasuk dalam hibah
wasiat lompat tangan atau fidei commisdi mana telah menunjuk PT LNI sebagai
pemikulbeban untuk menyimpan modal yang disetor dari Pewaris agar kemudian
PT LNImenyerahkan keuntungan ke para ahli waris dari Pewaris selaku
24
E. Contoh Soal
1. A meninggal, meninggalkan dua orang anak, yaitu B dan C serta Harta warisan
(HP) sebesar Rp. 12.000.000.
Dalam wasiat A mengangkat X sebagi ahli waris satu- satunya dan memberi
legaat (hibah wasiat) kepada Y sebesar Rp. 3.000.000
Pembagian Warisan :
Legaat kepada Y = Rp. 3.000.000
Sisanya Rp. 12.000.000 - Rp. 3.000.000 = Rp. 9.000.000 jatuh menjadi milik
X.
Catatan : Kalau dalam suatu soal, tidak disebutkan bahwa legitimaris menuntut
atau tidak maka dianggap semua legitimaris menuntut LP nya. Jika
salah satu disebut menuntut, maka yang lain tidak disebut maka
dianggap tidak menuntut.
Karena itu B dan C dianggap menuntut bagian legitime portienya.
Lp. B dan C terhadap Y masing-masing: 2/3 x ½ x Rp. 12.000.000 = Rp.
4.000.000
Lp. B + Lp. C = 8.000.000
Sebagian Lp ini harus diambil dari bagian Y menurut perbandingannya
terhadap X dalam menerima keuntungan karena wasiat, yaitu X : Y = 3 : 1
Bagian Y yang harus dikurangi untuk Lp. B dan Lp. C adalah
= ¼ x Rp. 8.000.000 = Rp. 2.000.000
27
2. A meninggal dunia dan meninggalkan ahli waris seorang isteri bernama B dan
seorang anak laki-laki bernama C. Dalam wasiatnya A memberi legaat (hibah
wasiat) kepada istri (B) sebesar Rp 4.000,00 dan mengangkat X seabagai ahli
waris satu-satunya. Harta peninggalan A berjumlah Rp 16.000,00
a) Pelaksanaan wasiat:30
Harta peniggalan A............... Rp 16.000.00
Hibah wasiat kepada B.......... Rp 4.000,00
Bagian X.............................. Rp 12.000,00
b) Berdasarkan Pasal 914: Legitieme portie C terhadap B = ½ + ½ x Rp
16.000,00 = Rp 4.000,00
Berdasarkan Pasal 916 a Legitieme portie C terhadap X = ½ x Rp
16.000,00 = Rp 8.000,00
c) Apabila Legitieme portie C terhadap B = Rp 4.000,00,
hal ini menerima hibah wasiat Rp 4.000,00 tidak akan menerima apa-apa
lagi setelah dipotong LP C sebesar Rp 4.000,00 itu.
Apabila Legitieme portie C terhadap X = Rp 8.000,00 lihat angka B diatas
maka X menerima besar yaitu Rp 16.000,00 – Rp 4.000,00 = Rp 12.000,00 adalah
28
tidak adil. Jadi harus diantara Rp 4.000,00 s.d Rp 16.000,00 (B:X) dalam
pelaksanaan wasiat, jadi diadakan pemotongan (inkorting) terhadap B diterapkan
Pasal 914, sedangkan terhadap X diterapkan Pasal 916
a. B dipotong ¾ x yang akan diterima B = ¼ Rp 4.000,00 = Rp 1.000,00
sedangkan X dipotong ¾ x Rp 8.000,00 = Rp 6.000,00 jadi Legitieme portie C =
Rp 1.000,00 + Rp 6.000,00 = Rp 7.000,00 hasilnya sebagai berikut: B = Rp
4.000,00 – (1/4 x Rp 4.000,000) = Rp 3.000,00 C = Rp 1.000,00 + Rp 6.000,00 =
Rp 7.000,00 X = dipotong ¾ x Rp 8.000,00 = Rp 6.000,00 Jumlah = Rp16.000,00
B. Saran
Dari hasil pembahasan ini, penulis memberikan beberapa saran yaitu sebagai
berikut:
31
32
Sumber Buku :
Ali,Zainuddin. 2010. Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia. Jakarta : Sinar
Grafika
Kamello, Tan dan Syarifah Lisa Andriati. 2011. Hukum Orang dan Keluarga.
Medan : USU Press.
Meliala, Djaja S. 2012. Hukum Perdata Dalam Perspektif BW. Bandung : Nuansa
Aulia.
Sumber Elektronik
33