Anda di halaman 1dari 74

KEKUATAN HIBAH WASIAT DALAM PEMBAGIAN

HARTA WARISAN
(Studi Putusan Nomor 43/Pdt.G/2020/PN Mdn)

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

DICKY JUANDER SITANGGANG

NPM : 190600114
Departemen : Hukum Perdata
Program Kekhususan : Hukum Perdata Umum

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS
MEDAN
2023
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5

E. Keaslian Penelitian .......................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 7

A. Hukum Waris .................................................................................. 7

1. Pengertian Umum Hukum Waris di Indonesia ........................... 7

2. Ahli Waris Menurut Sistem BW ................................................. 11

3. Wasiat dengan Cara Mendapatkan Wasiat................................... 16

4. Pengertian Wasiat......................................................................... 17

5. Syarat-Syarat Wasiat.................................................................... 19

B. Hibah ............................................................................................... 26

1. Pengertian Hibah ......................................................................... 26

2. Dasar Hukum Hibah .................................................................... 27

3. Syarat Hibah ................................................................................ 30

4. Tata Cara Penghibahan ............................................................... 34

5. Penarikan Kembali Hibah ......................................................... 36

C. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik................................................. 38

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 40

A. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 40


B. Alat dan Cara Pengumpulan Data ................................................... 41

C. Analisis Data ................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 43
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta

kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi

ahli waris atau para ahli warisnya. Hukum waris perdata merupakan Hukum

waris bagi golongan tionghoa yang ada di Indonesia dan di atur dalam Kitab

Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam pembahagian Hukum

waris perdata ditentukan dengan dua pembahagian yaitu dengan cara ab

intestato dan testamenteir. Namun penulis melihat kebanyakan masyarakat

tidak mengerti tentang Hukum waris, sehingga di masyarakat berkembang

dengan pembahagian yang adil adalah bagi rata atau porsi yang sama

dengan tidak membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Untuk

itu perlu sekali untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang hukum waris

perdata. Hal ini diperlukan untuk menghindarkan masalah dalam pembahagian

warisan bagi golongan lain yang ingin mengabaikan aturan Hukum waris yang

harusnya dia pakai bukan Hukum waris perdata.1

Hukum waris menurut A. Pitlo yaitu Hukum waris adalah

perkumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan kerena wafatnya

seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si

mati dan akibat dari pemindahan ini dari orang-orang yang memperolehnya,

baik dalam hubungan antara mereka maupun dalam hubungan antara mereka

1
https://www.researchgate.net/publication/339173114 diakses pada tanggal 08 Mei 2023
3

dengan pihak ketiga. Sedangkan menurut Subekti, meskipun tidak

menyebutkan defenisi Hukum kewarisan beliau menyatakan Hukum waris

ssebagai berikut: dalam Hukum waris kitab undang-undang Hukum perdata

berlaku suatu asa, bahwa hanyalah hak dan kewajiban dalam lapangan hukum,

kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Oleh karena itu, hak dan

kewajiban dalam lapangan Hukum kekeluargaan pada umumnya hak

keperibadian, misalnya hak dan kewajiban sebagai seorang suami atau

sebagai seorang ayah tidak dapat diwariskan, begitu pula hak dan kewajiban

seorang sebagai anggota perkumpulan.

Berdasarkan Pasal 833 KUH Perdata, sejak seseorang meninggal maka

seluruh ahliwarisnya mempunyai hak milik atas kekayaannya disebut dengan

saisine. Pewarisan juga dapat berlangsung menurut wasiat, dengan dasar bahwa

hukum menghormati kehendak terakhir seseorang mengenai harta kekayaannya

melalui wasiat. Wasiat adalah akta yang memuat pernyataan seseorang tentang

apa yang dikehendakinya atas harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia yang

dapat kembali dicabut olehnya. Pengaturan wasiat dalam Buku II KUH Perdata,

yang menganut sistem tertutup mengakibatkan ketentuan-ketentuan tentang

wasiat berlaku mutlak dan memaksa2

Dalam hal kali ini Penulis ingin membahas tentang Hukum waris

perdata. Hukum kewarisan yang diatur di dalam KUHPerdata diberlakukan

bagi orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang

Eropa tersebut, termasuk Tionghoa.

2
Sidabalok, J., 2017, Hukum Perdata menurut KUH Perdata, dan Perkembangannya di
dalam Perundang-undangan Indonesia, Medan, USU Press, hlm. 155
4

Pewarisan dalam KUHPerdata terdapat dalam Buku ke II mengenai

Kebendaan pada Bab kedua belas tentang pewarisan karena kematian. Ketentuan

ini dimulai dari pasal 830 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1130

KUHPerdata. Dimana yang menjadi dasar Hukum ahli waris dapat

mewarisi sejumlah harta pewaris menurut system Hukum waris BW adalah

melalui dua hal: 1. Menurut ketentuan undang-undang (ab intestato atau

wettelijk erfrecht) 2. Ditunjuk dalam surat wasiat (testamenteir erfrecht)

Adapun menurut ketentuan Undang-undang (ab intestato atau wettelijk

erfrecht), yaitu ahli waris yang mendapatkan bagian warisan karena

hubungan kekeluargaan yang berdasarkan pada keturunan (832 BW).

Apabila pewaris menentukan sendiri tentang harta kekayaannya

sehingga dalam hal ini pewaris membuat surat wasiat (testamenteir erfrecht)

(899 BW). Mengingat bahwa ada tiga pembahagian Hukum waris yang

berlaku di Indonesia yaitu Hukum waris perdata, Hukum waris Islam dan

Hukum waris adat. Ketiga pembahagian Hukum waris ini tentu telah ada

aturan Hukum yang berlaku dan tidak salah paham dala arti Hukum waris.

Penulis melihat banyak yang tidak mengerti tengang cara pembahagian

hukum waris yang mengatur kehukum mana para ahli waris menyelesaikan

pembahagian harta warisan yang ditinggalkan pewaris. Karena itu dalam hal

ini Penulis lebih focus pada pembahagian Hukum waris yang berlaku bagi

golongan Tionghoa yang ada di Indonesia.

Dalam Putusan Nomor 43/Pdt.G/2020/PN Medan, yang disengketakan

adalah bahwa penggugat merupakan istri sah dari Almarhum Leman. Bahwa
5

selama masa perkawinan antara penggugat dengan Alm. Leman, telah diperoleh

harta bersama yang belum dibagi diantaranya berupa tanah, kios/toko, saham PT.

Bahwa semasa hidupnya, Alm. Leman ada membuat surat wasiat. Pembuatan

Wasiat yang dibuat oleh Notaris Tati Nurwati sebagai anak angkat atau tergugat

IV Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017 tanpa sepengetahuan dan persetejuan dari

penggugat atau istri sah. Bahwa pembuatan surar wasiat a quo sangat merugikan

penggugat, sebab surat wasiat tersebut mencantumkan hampir seluruh harta

bersama milik penggugat dan Alm. Leman. Bahwa dengan dimasukkannya

bagian harta penggugat ke dalam wasiat tersebut, maka tergugat IV telah

melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta tersebut.

Menurut penggugat Akta tersebut dibuat tidak menghindahkan legitimite

portie dari masing-masing Ahli Waris yaitu Tergugat I, II, III. Penggugat

mendalilkan bahwa pembuatan Wasiat tersebut adalah cacat hukum.

Dalam putusannya, Majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan

penggugat, yaitu istri sah dari alm. Leman, dan menyatakan batal Akta Wasiat

Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017 yang dibuat oleh Tergugat IV Ny. Tati

Nurwati selaku Notaris.

Penilaian hakim untuk menyatakan Wasiat tersebut sah dan berkekuatan

hukum, hanya didasarkan pada persyaratan yang ditentukan dalam membuat akta

notaris. Selain ketentuan dalam pasal 938 KUH Perdata yang dengan tegas

menentukan bahwa tiap-tiap surat wasiat dengan akta harus dibuat dihadapan

notaris.
6

Dalam hal pembahagian harta warisan terlebih dahulu diperhatikan

golongan yang menerima warisan bila tidak ada wasiat. Setelah hal tersebut

ditentukan maka hal-hal yang perlu diperhatikan ada beberapa hal lagi. Tiga

golongan anak menurut KUHPerdata yaitu, anak yang sah diatur dalam Pasal

42 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, anak luar kawin diatur dalam pasal

43 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, dan Pengangkatan anak

(adopsi).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dasar pertimbangan hakim mempertimbangkan legaat dalam

Putusan Nomor 43/Pdt.G/2020/PN Mdn?

2. Bagaimana akibat adanya hibah wasiat terhadap harta warisan dalam

Putusan Nomor 43/Pdt.G/2020/PN Mdn?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian proposal skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kedudukan hibah wasiat dalam pembagian harta

warisan

2. Untuk mengetahui hibah wasiat dalam pembagian harta warisan

D. Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberi manfaat baik secara

teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Secara teoritis,

Penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai bahan kajian

maupun masukan terhadap pemahaman mengenai kekuatan hibah wasiat


7

dalam pembagian harta warisan serta pemahaman bagi aparat penegak

hukum dan juga kepada masyarakat.

2. Manfaat Secara praktis,

Penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai bahan referensi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, serta sebagai informasi mengenai

kekuatan hibah wasiat dalam pembagian harta warisn serta pemahamannya

di dalam menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Medan.

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang pengetahuan penulis dan berdasarkan pengamatan serta

penelusuran yang penulis lakukan di Perpustakaan Universitas Katolik Santo

Thomas Medan, dengan judul Kekuatan Hibah Wasiat Dalam Pembagian Harta

Warisan (Studi Putusan Nomor 43/Pdt.G/2020/PN Mdn), bahwa penelitian

dengan judul tersebut belum pernah diteliti oleh penulis lain pada lokasi penelitian

yang sama, dan permasalahan yang sama, dengan demikian penelitian ini

dianggap asli.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Waris

1. Pengertian Umum Hukum Waris di Indonesia

Untuk pengertian hukum waris sampai saat ini baik para ahli hukum Indonesia

maupun di dalam kepustakaan ilmu hukum Indonesia, belum terdapat

keseragaman pengertian, sehingga istilah untuk hukum waris masih beraneka

ragam. Wirjono Prodjodikoro, menggunakan istilah "hukum warisan." Hazairin,

mempergunakan istilah "hukum kewarisan" dan Soepomo menyebutnya dengan

istilah "hukum waris." Soepomo menerangkan bahwa hukum waris itu memuat

peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan

barang-barang harta benda dan barang-barang yang tak berwujud dari suatu

angkatan manusia kepada keturunannya.3 Oleh karena itu, istilah hukum waris

mengandung pengertian yang meliputi kaidahkaidah dan asas-asas yang mengatur

proses beralihnya harta benda dan hakhak serta kewajiban-kewajiban seseorang

yang meninggal dunia. Dalam rangka memahami kaidah-kaidah serta seluk beluk

hukum waris, hampir tidak dapat dihindarkan untuk terlebih dahulu memahami

beberapa istilah yang lazim dijumpai dan dikenal. Istilah-istilah dimaksud tentu

saja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengertian hukum waris itu

sendiri. Beberapa istilah tersebut beserta pengertiannya dapat disimak berikut ini:4

1. Waris berarti orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan) orang


yang telah meninggal.

3
Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, hlm.2
4
Ibid.

7
8

2. Warisan berarti harta peninggalan, pusaka, dan surat wasiat.


3. Pewaris Adalah orang yang memberi pusaka, yakni orang yang meninggal
dunia dan meninggalkan sejumlah harta kekayaan, pusaka, maupun surat
wasiat.
4. Ahli waris yaitu sekalian orang yang menjadi waris, berarti orang-orang
yang berhak menerima harta peninggalan pewaris.
5. Mewarisi yaitu mendapat harta pusaka, biasanya segenap ahli waris adalah
mewarisi harta peninggalan pewarisnya.
6. Proses pewarisan istilah proses pewarisan mempunyai dua pengertian atau
dua makna, yaitu:
a. berarti penerusan atau penunjukan para waris ketika pewaris masih
hidup, dan
b. berarti pembagian harta warisan setelah pewaris meninggal.

Berkaitan dengan beberapa istilah tersebut di atas, Hilman Hadikusumah

dalam bukunya mengemukakan bahwa "warisan menunjukkan harta kekayaan

dari orang yang telah meninggal, yang kemudian disebut pewaris, baik harta itu

telah dibagi-bagi atau pun masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi.”5 Beberapa

penulis dan ahli hukum Indonesia telah mencoba memberikan rumusan mengenai

pengertian hukum waris yang disusun dalam bentuk batasan (definisi). Sebagai

pedoman dalam upaya memahami pengertian hukum waris secara utuh, beberapa

definisi di antaranya penulis sajikan sebagai berikut, Wirjono Prodjodikoro

mengemukakan: "Hukum warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai

hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia

meninggal dunia akan beralih kepada orang yang masih hidup."6 Menurut

Soepomo, "Hukum waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses

meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barangbarang

yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia

5
Ibid.
6
Wirjono Prodjodikoro, 1991, Hukum Warisan Di Indonesia, Sumur, Bandung.
9

(generatie) kepada turunannya."7 Proses ini telah mulai pada waktu orang tua

masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi "akuut" oleh sebab orang tua

meninggal dunia. Meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang

penting bagi proses itu, akan tetapi tidak mempengaruhi secara radikal proses

penerusan dan pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut.

R. Santoso Pudjosubroto mengemukakan, " Yang dimaksud dengan

hukum warisan adalah hukum yang mengatur apakah dan bagaimanakah hak-hak

dan kewajiban-kewajiban tentang harta benda seseorang pada waktu ia meninggal

dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup." 8

B. Ter Haar Bzn dalam bukunya "Azas-azas dan Susunan Hukum Adat"

yang dialihbahasakan oleh K. Ng. Soebakti Poesponoto memberikan rumusan

hukum waris sebagai berikut: "Hukum waris adalah aturan-aturan hukum yang

mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta

kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi." 9 "Hukum

waris adalah kumpulan-kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai

kekayaan karena wafatnya sesorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang

ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang

memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun

dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.10

Suatu hal yang perlu diperhatikan, yaitu walaupun terdapat rumusan dan

uraian yang beragam tentang hukum waris, pada umumnya para penulis hukum

7
Iwan Erar Joesoef dan Siti Nurul Intan Sari, 2022, Pengantar Hukum Waris
Indonesia, Yogyakarta.
8
Ibid.
9
Ibid.,
10
Ibid.,
10

sependapat bahwa "Hukum waris itu merupakan perangkat kaidah yang mengatur

tentang cara atau proses peralihan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli waris

atau para ahli warisnya."11

Berdasarkan pengertian warisan seperti yang telah dikatakan di atas, Prof.

Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, S.H., memperlihatkan tiga unsur, yaitu:12

1. seorang yang meninggalkan warisan (erflater), yang pada wafatnya

meninggalkan kekayaan;

2. seorang atau beberapa orang ahli waris (erfenaam), yang berhak menerima

kekayaan yang ditinggalkan itu;

3. harta warisan (nalatenschap), yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan

sekali beralih kepada para ahli waris itu.

Unsur ke-1 meninggalkan persoalan, bagaimana dan sampai di mana

hubungan seorang peninggal warisan dengan kekayaannya dipengaruhi oleh sifat

lingkungan kekeluargaan, di mana si peninggal warisan berada. Unsur ke-2

meninggalkan persoalan, bagaimana dan sampai di mana harus ada tali

kekeluargaan antara peninggal warisan dan ahli waris, agar kekayaan si peninggal

warisan dapat beralih kepada si ahli waris. Unsur ke-3 menimbulkan persoalan,

bagaimana dan sampai di mana wujud kekayaan yang beralih itu dipengaruhi oleh

sifat lingkungan kekeluargaan, di mana si peninggal warisan dan si ahli waris

bersama-sama berada. Maka dengan demikian, oleh karena tiap-tiap masyarakat di

dunia ini mempunyai macam-macam sifat kekeluargaan, dapatlah dikatakan

bahwa sifat warisan dalam suatu masyarakat tertentu adalah berhubungan erat

11
Ibid., hal. 5.
12
Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hlm. 9.
11

dengan sifat kekeluargaan serta pengaruhnya pada kekayaan dalam masyarakat

itu, sehingga hukum waris yang berlaku di Indonesia untuk para Warga Negara

Indonesia, ialah bahwa:13

a. bagi orang-orang Indonesia asli pada pokoknya berlakulah hukum adat, yang

seperti telah dikatakan, berbeda dalam pelbagai daerah dan yang ada

hubungan rapat dengan tiga macam sifat kekeluargaan tersebut di atas, yaitu

sifat kebapakan, sifat keibuan, dan sifat kebapak-ibuan;

b. bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam di pelbagai daerah ada

pengaruh yang nyata dari peraturan warisan dari hukum agama Islam;

c. bagi orang-orang Arab sekiranya pada umumnya berlaku seluruh hukum

warisan dari agama Islam;

d. bagi orang-orang Tionghoa dan Eropa berlaku hukum warisan dari Burgerlijk

Wetboek (BW) Buku II titel 12 s/d 18, pasal-pasal 830 s/d 1130.

Bertolak dari uraian pengertian hukum waris ini, paparan dalam sub-sub bab

selanjutnya akan berkisar pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam masing-

masing ketentuan hukum waris yang secara bersama-sama berlaku di Indonesia.

2. Ahli Waris Menurut Sistem BW

Undang-undang telah menetapkan tertib keluarga yang menjadi ahli waris,

yaitu isteri atau suami yang ditinggalkan dan keluarga sah atau tidak sah dari

pewaris. Ahli waris menurut undang-undang atau ahli waris ab intestato

berdasarkan hubungan darah terdapat empat golongan, yaitu:14

1. Golongan pertama: keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-


anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan
13
Ibid., hlm. 12.
14
Iwan Erar Joesoef dan Siti Nurul Intan Sari, Op.Cit.
12

atau yang hidup paling lama. Suami atau isteri yang ditinggalkan/hidup
paling lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935
(sebelumnya suami atau isteri tidak saling mewarisi).
2. Golongan kedua: keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua
dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka.
Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka
tidak akan kurang dari seperempat bagian dari harta peninggalan,
walaupun mereka mewaris bersama-sama saudara pewaris.
3. Golongan ketiga: meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas
dari pewaris.
4. Golongan keempat: meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan
sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.

Undang-undang tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan,

juga tidak membedakan urutan kelahiran, hanya ada ketentuan bahwa jika masih

ada ahli waris golongan pertama, maka akan menutup hak anggota keluarga

lainnya dalam garis lurus ke atas maupun ke samping. Demikian pula golongan

yang lebih tinggi derajatnya menutup yang lebih rendah derajatnya. Sedangkan

ahli waris menurut surat wasiat atau testament jumlahnya tidak tentu sebab ahli

waris macam ini bergantung pada kehendak si pembuat wasiat. Suatu surat wasiat

seringkali berisi penunjukan seseorang atau beberapa orang ahli waris yang akan

mendapat seluruh atau sebagian dari warisan. Akan tetapi seperti juga ahli waris

menurut undang-undang (ab intestato), ahli waris menurut surat wasiat

(testamenter) akan memperoleh segala hak dan segala kewajiban dari pewaris.

Dari kedua macam ahli waris di atas, timbullah persoalan ahli waris yang

manakah yang lebih diutamakan, apakah ahli waris menurut undang-undang atau

ahli waris menurut surat wasiat. Berdasarkan beberapa peraturan-peraturan yang

termuat dalam BW tentang surat wasiat, dapat disimpulkan bahwa yang

diutamakan adalah ahli waris menurut undang-undang. Hal ini terbukti beberapa

peraturan yang membatasi kebebasan seseorang untuk membuat surat wasiat agar
13

tidak sekehendak hatinya. Ketentuan yang terdapat dalam BW yang isinya

membatasi seseorang pembuat surat wasiat agar tidak merugikan ahli waris

menurut undang-undang antara lain dapat dilihat dari substansi Pasal 881 ayat (2),

yaitu "Dengan sesuatu pengangkatan waris atau pemberian hibah yang demikian,

pihak yang mewariskan tak boleh merugikan para ahli warisnya yang berhak atas

sesuatu bagian mutlak."15

Ahli waris yang memperoleh bagian mutlak atau legitieme portie (LP) ini

termasuk ahli waris menurut undang-undang. Mereka adalah para ahli waris

dalam garis lurus ke atas maupun dalam garis lurus ke bawah yang memperoleh

bagian tertentu dari harta peninggalan dan bagian itu tidak dapat dihapuskan oleh

si pewaris. Berkaitan dengan hal tersebut, Subekti mengemukakan dalam bukunya

bahwa "peraturan mengenai legitieme portie oleh undang-undang dipandang

sebagai pembatasan kemerdekaan seseorang untuk membuat wasiat atau testament

menurut kehendak hatinya sendiri."16 Sebagaimana telah dikemukakan di atas,

seseorang yang akan menerima sejumlah harta peninggalan terlebih dahulu harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Harus ada orang yang meninggal dunia (Pasal 830 BW)


2. Harus ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris
meninggal dunia. Ketentuan ini tidak berarti mengurangi makna
ketentuan Pasal 2 BW, yaitu "Anak yang ada dalam kandungan
seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana
juga kepentingan si anak menghendakinya. Apabila ia meninggal saat
dilahirkan, ia dianggap tak pernah ada."
Dengan demikian berarti bayi dalam kandungan juga sudah diatur
haknya oleh hukum sebagai ahli waris dan telah dianggap cakap untuk
mewaris;
3. Seseorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam arti ia
tidak dinyatakan oleh undang-undang sebagai seorang yang tidak patut
15
Ibid., hlm. 31.
16
R. Subekti, 2016, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, PT. Balai Pustaka, Bandung
14

mewaris karena kematian, atau tidak dianggap sebagai tidak cakap


untuk menjadi ahli waris.

Setelah terpenuhi syarat-syarat tersebut di atas, para ahli waris diberi

kelonggaran oleh undang-undang untuk selanjutnya menentukan sikap terhadap

suatu harta warisan. Ahli waris diberi hak untuk berfikir selama empat bulan,

setelah itu ia harus menyatakan sikapnya apakah menerima atau menolak warisan

atau mungkin saja ia menerima warisan dengan syarat yang dinamakan

"menerima warisan secara beneficiaire", yang merupakan suatu jalan tengah

antara menerima dan menolak warisan. Akibat yang terpenting dari beneficiaire

aanvaarding, bahwa kewajiban si waris untuk melunasi hutang-hutang dan beban-

beban lainnya dibatasi sedemikian rupa, sehingga pelunasan itu hanyalah

dilakukan menurut kekuatan warisan, sehingga si waris tidak usah menanggung

pembayaran hutang-hutang dengan kekayaannya sendiri.17

Selama ahli waris mempergunakan haknya untuk berfikir guna

menentukan sikap tersebut, ia tidak dapat dipaksa untuk memenuhi kewajiban

sebagai ahli waris sampai jangka waktu itu berakhir selama empat bulan (Pasal

1024 BW). Setelah jangka waktu yang ditetapkan undang-undang berakhir,

seorang ahli waris dapat memilih antara tiga kemungkinan, yaitu:18

1. Menerima warisan dengan penuh


Ahli waris atau para ahli waris yang menerima warisan secara penuh,
baik secara diam-diam maupun secara tegas, bertanggungjawab
sepenuhnya atas segala kewajiban yang melekat pada harta warisan.
Artinya, ahli waris harus menanggung segala macam hutang-hutang
pewaris. Penerimaan warisan secara penuh yang dilakukan dengan
tegas yaitu melalui akta otentik atau akta di bawah tangan, sedangkan
penerimaan secara penuh yang dilakukan diam-diam, biasanya dengan
17
Subekti, Op. Cit., hlm. 104.
18
Iwan Erar Joesoef, Siti Nurul Intan Sari, Loc.Cit.
15

cara mengambil tindakan tertentu yang menggambarkan adanya


penerimaan secara penuh.
2. Menerima warisan tetapi dengan ketentuan bahwa ia tidak akan
diwajibkan membayar hutang-hutang pewaris yang melebihi bagiannya
dalam warisan itu atau disebut dengan istilah "menerima warisan
secara beneficiaire." Akibat menerima warisan secara beneficiaire:
a. seluruh warisan terpisah dari harta kekayaan pribadi ahli waris;
b. ahli waris tidak perlu menanggung pembayaran hutang-hutang pewaris
dengan kekayaan sendiri sebab pelunasan hutang-hutang pewaris
hanya dilakukan menurut kekuatan harta warisan yang ada;
c. tidak terjadi percampuran harta kekayaan antara harta kekayaan ahli
waris dengan harta warisan;
d. jika hutang-hutang pewaris telah dilunasi semuanya dan masih ada sisa
peninggalan, maka sisa itulah yang merupakan bagian ahli waris.
3. Menolak warisan
Ahli waris yang menolak warisan dianggap tidak pernah menjadi ahli
waris karena jika ia meninggal lebih dahulu dari pewaris ia tidak dapat
digantikan kedudukannya oleh anak-anaknya yang masih hidup. Menolak
warisan harus dilakukan dengan suatu pernyataan kepada Panitera
Pengadilan Negeri wilayah hukum tempat warisan terbuka. Penolakan
warisan dihitung dan berlaku surut, yaitu sejak meninggalnya pewaris.

Seorang ahli waris yang menyatakan menerima warisan secara beneficiaire

atau menerima dengan mengadakan inventarisasi harta peninggalan mempunyai

beberapa kewajiban, yaitu:

1. wajib melakukan pencatatan atas jumlah harta peninggalan dalam


waktu empat bulan setelah ia menyatakan kehendaknya kepada
Panitera Pengadilan Negeri;
2. wajib mengurus harta peninggalan dengan sebaik-baiknya;
3. wajib membereskan urusan waris dengan segera;
4. wajib memberikan jaminan kepada kreditur, baik kreditur benda
bergerak maupun kreditur pemegang hipotik;
5. wajib memberikan pertanggungjawaban kepada seluruh kreditur
pewaris, maupun kepada orang-orang yang menerima pemberian
secara legaat;
6. wajib memanggil para kreditur pewaris yang tidak dikenal melalui
surat kabar resmi.
16

Legaat adalah suatu pemberian kepada seseorang yang bukan ahli waris

melalui surat wasiat.19 Adapun yang dapat diberikan dalam suatu legaat dapat

berupa:

1. 20 satu atau beberapa benda tertentu;


2. seluruh benda dari satu macam atau jenis, misalnya seluruh benda yang
bergerak;
3. hak memungut hasil dari seluruh atau bagian harta warisan;
4. sesuatu hak lain terhadap harta peninggalan, misalnya hak untuk
mengambil satu atau beberapa benda tertentu dari harta peninggalan.

Orang yang menerima legaat dinamakan legataris. Karena ia bukan ahli

waris maka ia tidak diwajibkan membayar hutang-hutang pewaris, ia hanya

mempunyai hak untuk menuntut legaat yang diberikan kepadanya.21

3.Wasiat dengan Cara Mendapatkan Wasiat

Ada dua jenis wasiat, yaitu wasiat pengangkatan waris (erfstelling) dan hibah
wasiat (legaat).
a. Wasiat Pengangkatan Waris (erfstelling)
Pemberi wasiat memberikan harta kekayaannya dalam bentuk bagian
(selurhnya, setengah, sepertiga). Pemberi wasiat tidak menyebutkan secara
spesifik benda atau barang apa yang diberikannya kepada penerima wasiat. (Pasal
954 KUHPerdata)
b. Hibah Wasiat (legaat)
Pemberi wasiat memberikan beberapa barang-barangnya secara spesifik dari
suatu jenis tertentu kepada pihak tertentu. (Pasal 957 KUHPerdata).
Hukum perdata tidak menentukan apakah surat wasiat harus dibuat dalam bentuk
akta di bawah tangan atau akta otentik. Meski keduanya diperkenankan, pada
praktiknya surat wasiat biasa dibuat dalam bentuk akta otentik oleh Notaris. Hal
ini penting agar surat wasiat yang dibuat terdaftar pada Daftar Pusat Wasiat di
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dan diakui keberadaannya pada
saat Surat Keterangan Waris dibuat.
Banyak orang yang menganggap hibah wasiat dan wasiat adalah dua hal
yang sama, padahal keduanya berbeda. Hibah wasiat adalah bagian dari wasiat,
tetapi bukan wasiat seutuhnya karena. wasiat sendiri terdiri dari dua jenis yaitu
wasiat pengangkatan waris dan hibah wasiat.

19
http://misaelandpartners.com/artikel-hibah-waris-wasiat-dan-hibah-wasiat/
diakses pada tanggal 15 Mei 2023
20
21
17

Menurut pasal 957 KUHPerdata, hibah wasiat adalah suatu penetapan


wasiat yang khusus, dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih
memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti
misalnya, segala barang bergerak, barang tidak bergerak atau memberikan hak
pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya. Artinya, dalam hibah
wasiat Pemberi Hibah Wasiat menjelaskan secara spesifik barang apa yang mau
diwasiatkan. Hibah wasiat dibuat pada saat Pemberi Hibah Wasiat masih hidup,
tetapi pelaksanaannya dilakukan pada saat Pemberi Hibah Wasiat telah meninggal
dunia.

4. Pengertian Wasiat

Suatu wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang

apa yang dikehendaki setelah ia meninggal. Pasal 875 KUHPerdata, surat wasiat

atau testament adalah suatu akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa

yang akan terjadi setelah ia meninggal, dan yang olehnya dapat ditarik kembali.

Dalam pemberian wasiat, tidak serta merta perintah pewaris dalam testament

dapat dilaksanakan. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Apabila

ternyata tidak ada satupun faktor penghalang, berarti testament tersebut dapat

dipenuhi isinya. Bagian dari harta peninggalan pewaris yang dapat digunakan

untuk memenuhi testament hanya terbatas pada bagian yang tersedia saja. Dengan

demikian, persentasi harta kekayaan peninggalan pewaris untuk pemenuhan

testament tidak tergantung pada bunyi testament, tetapi sangat tergantung pada

jumlah harta peninggalan pewaris yang oleh hukum atau undang-undang tersedia

untuk pewaris.22

Adapun bangunan hukum wasiat dalam KUHPerdata terdapat pada pasal

874 sampai pasal 1002 KUHPerdata yang isinya sebagai berikut:

22
Beni Ahmad Saebani, 2011, Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, CV
Pustaka Setia, Bandung, hlm. 174.
18

Ketentuan umum pengaturannya yang intinya, mengatur tentang segala

harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli

waris (pasal 874 KUHPerdata). Surat wasiat atau testament adalah sebuah akta

berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia

meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya (pasal 875 KUHPerdata).

Ketetapan-ketetapan dengan surat wasiat tentang harta benda dapat juga dibuat

secara umum, dapat juga dengan atas hak umum, dan dapat juga dengan ats hak

khusus (pasal 876 KUHPerdata). Ketetapan dengan surat wasiat untuk keuntungan

keluarga-keluarga sedarah yang terdekat, atau darah terdekat dan pewaris, dibuat

untuk keuntungan para ahli warisnya menurut undang-undang (pasal 877

KUHPerdata). Ketetapan dengan surat wasiat untuk kepentingan orang-orang

miskin, tanpa penjelasan lebih lanjut, dibuat untuk kepentingan semua orang,

tanpa membedakan agama yang dianut (Pasal 878 KUHPerdata).23

a) Macam-Macam Wasiat

Menurut pasal 874 KUHPerdata wasiat dapat dibagi menjadi 2 yaitu sebagai

berikut:

a. Surat wasiat menurut bentuknya (931 KUHPerdata)

1) Surat wasiat olografis yaitu surat wasiat yang seluruhnya ditulis dan

ditanda tangani oleh pewaris yang dibuat dihadapn notaris dan disaksikan

oleh dua orang saksi (932 KUHPerdata ayat 1, 2, 3)

23
M. Wijaya, 2014, Tinjauan Hukum Surat Wasiat Menurut Hukum Perdata,
Jurnal Ilmu Hkum Legal Opinion, Edisi 5, Vol. 2.
19

2) Surat wasiat umum, yaitu surat wasiat dengan akta umum yang harus

dibuat di hadapan notaris dengan dihadiri dua orang saksi (938/939 ayat

1 KUHPeradata)

3) Surat wasiat rahasia (tertutup), yaitu surat wasiat yang ditulis sendiri atau

orang lai yang ditnada tngani oleh pewaris dengan sampul tertutup dan

diserahkan kepada notaris yang dihadiri 4 orang saksi (940 KUHPerdata)

b. Surat wasiat menurut isinya

1) Surat wasiat pengangkatan waris (erfstelling) sebagaimana diatur dalam

pasal 954 KUHPerdata yaitu surat yang berisi wasiat dengan nama orang

yang mewasiatkan (pewaris) memberikan kepada seorang atau lebih,

sebagian atau seluruh dari harta kekayaan jika ia meninggal dunia

2) Surat wasiat hibah (pasal 957 KUHPerdata), yaitu surat wasiat yang

memuat ketetapan khusus, dengan mana yang mewasiatkan memberikan

kepada seseorang atau beberapa orang. Satu atau beberapa benda

tertentu, seluruh benda dari jenis tertentu.

5. Syarat- Syarat Wasiat

a. Orang yang berwasiat

Mengenai kecakapan orang yang membuat surat wasiat atau testament

adalah bahwa orang tersebut mampu berfikir secara normal atau berakal

sehat. Sesuai dengan pasal 895 KUHPerdata yang menyebutkan untuk

dapat membuat atau mencabut suatu surat wasiat seseorang harus

mempunyai akal budinya. Sehingga seseorang yang kurang memiliki akal

sehat ketika membuat surat wasiat, maka wasiatnya tersebut tidak dapat
20

diberikan akibat hukum atau dinyatakan batal. Pasal 895 KUHPerdata

tersebut tidak memberikan wewenang kepada orang yang tidak memiliki

akal sehat untuk melakukan perbuatan kepemilikan dengan surat wasiat.

Pada pasal 897 KUHPerdata disebutkan bahwa para belum dewasa

yang belum mencapai umur genap 18 tahun tidak diperbolehkan membuat

surat wasiat. Hal ini berarti seseorang dikatakan dewasa dan dapat

membuat surat wasiat apabila sudah mencapai umur 18 tahun, akan tetapi

orang yang sudah menikah walaupun belum berumur 18 tahun

diperbolehkan membuat surat wasiat. Karena kedewasaan seseorang akibat

perkawinan sudah dianggap mempunyai kecakapan dalam pembuatan surat

wasiat.

b. Orang yang menerima wasiat

Pada pasal 899 KUHPerdata disebutkan untuk dapat menikmati

sesuatu berdasarkan surat wasiat, seseorang harus sudah ada saat si

pewaris meninggal, dengan mengindahkan peraturan yang ditetapkan

dalam pasal 2 kitab undang-undang ini. Ketentuan ini tidak berlaku bagi

orang-orang yang diberi hak untuk mendapatkan keuntungan dari yayasan-

yayasan.

Selanjutnya pada pasal 912 KUHPerdata disebutkan orang yang

dijatuhi hukuman karena telah membunuh pewaris, orang yang telah

menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau

orang yang denagn paksaan atau kekerasan telah menghalangi pewaris

untuk mencabut atau mengubah surat wasiatnya, serta istri atau suaminya
21

dan anak-anaknya, tidak boleh menikmati suatu keuntunganpun dari wasiat

itu.

a) Isi Surat Wasiat

Pada dasarnya suatu wasiat atau testament berisi mengenai surat wasiat

pengangkatan waris atau yang disebut dengan erfstelling dan surat wasiat hibah

atau disebut dengan legaat.

a. Surat wasiat pengangkatan waris

Pengertian surat wasiat pengangkatan waris (erfstelling) terdapat

dalam pasal 954 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa surat wasiat

pengangkatan waris adalah suatu wasiat dengan mana si yang

mewasiatkan, kepada seorang atau lebih, memberikan harta kekayaan yang

akan ditinggalkannya apabila ia meninggal dunia baik seluruhnya ataupun

sebagian, seperti misalnya setengah, sepertiganya. Berdasarkan pasal

tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa suatu erfstelling menunjuk

seseorang atau beberapa orang menjadi “ahli waris” yang akan

mendapatkan seluruh atau sebagian dari warisan. Orang yang ditunjuk

dalam surat wasiat ini dinamakan testametair erfgenaam. Orang yang

memperoleh suatu erfstelling mempunyai kedudukan seperti ahli waris,

dalam arti bahwa keduanya (ahli waris dan erfstelling) tidak hanya

memperoleh hak-hak (aktiva) yang terdapat pada harta warisan, misalnya

membayar hutang dari orang yang berwasiat.


22

b. Surat Wasiat Hibah (legaat)

Pasal 957 KUH Perdata meyebutkan bahwa hibah wasiat adalah suatu

penetapan wasiat yang khusus, dengan mana si yang mewasiatkan kepada

seorang atau lebih memberikan beberapa barangnya dari suatu jenis

tertentu, seperti misalnya segala barang-barang bergerak atau tak bergerak,

atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta

peninggalannya. Berdasarkan pada pasal tersebut di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa hibah wasiat atau legaat memberikan seseorang atau

beberapa orang; satu atau bebrapa orang tertentu; seluruh benda dari satu

jenis tertentu, misalnya benda bergerak dan benda tidak bergerak; dan hak

memungut hasil dari seluruh atau sebagian harta peninggalan pewaris.

Menurut pasal ini orang-orang yang memperoleh harta warisan

berdasarkan hibah wasiat disebut legataris. Seorang legataris tidak

mempunyai kedudukan ahli waris seperti halnya ahli waris erfstelling. Hal

ini mengandung suatu pengertian bahwa seorang legataris menurut pasal

876 KUH Perdata yang telah disebutkan dalam uraian terdahulu adalah

penerima dengan alas hak khusus. Sehingga legataris tidak mempunyai

hak saisine, hak bereditas petitio dan juga tidak bertanggung jawab secara

yuridis atas pesiva orang yang berwasiat seperti berkewajiban

menanggung hutang-hutang yang ditinggalkan oleh pewasiat. Legataris

tersebut hanya berhak menuntut penyerahan benda atau pelaksanaan hak

yang diberikan kepadanya dari seluruh ahli waris.


23

Suatu erfstelling atau legaat dapat disertai dengan beban (last). Beban

tersebut mengikat orang-orang yang ditunjuk dalam suatu erfstelling dan

legaat, yang berarti memberikan pada orang lain untuk menuntut suatu hak

terhadap ahli waris pengangkatan wasiat (testamentair erfgenaam) atau

seorang legataris secara perseorangan tidak terhadap boedel. Pasal 958

KUHPerdata menyebutkan setiap hibah wasiat yang bersahaja dan tak

bersyarat, memberi hak kepada mereka yang dihibah wasiati, semenjak

hari meninggalnya si yang mewasiatkannya, untuk menuntut kebendaan

yang dihibah wasiatkannya, hak mana menurun kepada sekalian ahli waris

atau pengganti haknya. Berdasarkan pasal tersebut kedudukan legataris

hampir sama dengan seorang kreditur warisan terhadap ahli waris baik

secara undang-undang atau wasiat, karena mempunyai hak untuk menuntut

benda yang diwasiatkan kepadanya.

Oleh karena berdasarkan hak saisime para ahli waris menerima

seluruh aktiva dan pasiva pewaris, maka tuntutan ditunjukan kepada para

ahli waris, baik berdasarkan undang-undnag maupun ahli waris

berdasarkan wasiat penunjuk waris (erfstelling). Seperti yang sudah

dijelaskan bahwa legaat membebani warisan seperti suatu hutang, maka

ada kewajiban ahli waris selaku penanggung beban untuk memenuhi

tuntutan legataris.

Adakalanya seorang legataris yang menerima beberapa benda

diwajibkan memberi salah satu bendanya tersebut kepada orang lain yang

ditunjuk dalam testament, dan pemberian suatu benda yang harus ditagih
24

dari seorang legataris dinamakan sublegaat. Jadi apa yang dinamakan

sublegaat sebenarnya adalah suatu beban. Jika beban tidak dipenuhi oleh

seorang erfstelling atau legataris, maka suatu erfstelling atau legaat dapat

dibatalkan atas permintaan pihak yang berkepentingan atau atas

permintaan dari ahli waris yang lainnya.

b) Batasan Wasiat

Batasan dalam suatu wasiat terdapat dalam pasal 913 KUHPerdata yaitu

tentang legitime portie yang menyatakan bahwa legitime portie atau bagian

mutlak adalah semua bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada

ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian manasi

yang meninggal dunia tidak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku

pembagian antara yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia,

maupun selaku wasiat.

Legitime portie adalah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang

tidak dapat di hapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan bagian tersebut

tidak bisa diberikan kepada orang lain, baik dengan cara penghibahan biasa

maupun dengan surat wasiat. Orang-orang yang mendapatkan bagian ini disebut

legitimaris.

c) Batalnya Wasiat

Batalnya wasiat dapat terjadi karena peristiwa yang tidak tentu, yaitu

apabila orang yang menerima wasiat meningal dahulu sebelum orang yang

mewasiatkan meninggal dunia maka wasiat atau testamentnya menjadi batal.

Pasal 997 KUHPerdata semua penetapan dengan surat wasiat yang dibuat dengan
25

persyaratan yang tergantung pada peristiwa yang tidak tentu terjadinya dan

sifatnya, sehinga pewaris harus dianggap telah menggantungkan pelaksanaan

penetapannya dengan terjadi tidaknya peristiwa itu, adlah gugur, bila ahli waris

atau penerima hibah yang di tetapkan meninggal dunia sebelum terpenuhinya

persyaratan itu.

Jadi sesuai pasal di atas tersebut apabila orang yng menerima wasiat

meninggal terlebih dahulu sebelum orang yang berwasiat meninggal maka

wasiatnya menjadi batal. Dan dalam pasal 1001 KUHPerdata disebutkan

penetapan yang dibuat dengan wasiat, gugur apabila ahli waris atau penerima

yang di tetapkan itu menolak atau tidak cakap untuk memanfaatkan hal itu.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa surat wasiat dapat dicabut

oleh pewaris. Hal ini dapat membatalkan surat wasat yang dibuat, dan wajar

mengingat bahwa wasiat adalah pernyataan sepihak dari pewaris.

Pencabutan wasiat dapat dilakukan dengan tegas dan dapat pula dengan

diam-diam.24 Apabila wasiat dicabut dengan tegas, maka menurut ketentuan pasal

992 KUHPerdata penyabutan itu harus dengan surat wasiat baru atau dengan akta

notaris khusus, dengan mana pewaris menyatakan kehendaknya akan mencabut

wasiat itu seluruhnya atau untuk sebagian.25

Apabila wasiat dicabut dengan diam-diam menurut pasal 994 KUHPerdata

wasiat yang baru yang tidak tegas mencabut wasiat terdahulu, membatalkan

wasiat terdahulu sepanjang tidak bisa disesuaikan dengan ketetapan wasiat yang

baru, atau sepanjang wasiat terdahulu bertentangan dengan wasiat yang baru.26
24
Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, hlm. 277.
25
Ibid, hlm.277.
26
26

Pencabutan surat wasiat secara diam-diam dapat ketahui dari tindakan

pewasiat yang dilakukan sesudah surat wasiat dibuat. Hal ini berarti adanya

keinginan dari pewasiat untuk menarik kembali sebagian atau seluruh wasiat yang

telah dibuatnya. Pencabutan secara diam-diam ini dalam KUHPerdata dapat

dilakukan dengan tiga cara:

a. Kemugkinan seorang yang meninggalkan wasiat membuat dua wasiat


sekaligus, dimana isinya antara satu sama lain tidak sama (pasal 994
KUHPerdata)
b. Diakatakan dalam pasal 996 KUHPerdata, jika suatu barang yang telah
disebutkan dalam suatu wasiat telah diberikan kepada orang lain, atau
barang tersebut dijual atau ditukarkan kepada orang lain.
c. Pada pasal 934 KUHPerdata dikatakan bahwa suatu testament
olographis dicabut kembali dari notaris oleh orang yang membuat
wasiat.

B. Tinjauan Umum Tentang Hibah

1. Pengertian Hibah

Pengertian hibah menurut dalam Pasal 1666 KUHPerdata adalah suatu

perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma, dan

dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si

penerima hibah yang menerima penyerahan itu.

Selain itu ada beberapa pengertian lain mengenai hibah menurut para ahli

hukum yakni sebagai berikut :

a. Menurut Abdul Ghofur Anshori, Hibah dalam hukum adat dikenal dengan

“beri-memberi” atau be-ulah be-atei (berkarya hati) yang memiliki makna

memberi orang lain barang-barang untuk menunjukkan belas kasih, harga


27

menghargai, tanda ingat, tanda hormat, tanda terima kasih, tanda akrab, tanda

prihatin dan sebagainya.27.

b. Menurut Kansil, Hibah adalah suatu perjanjian di mana pihak pertama akan

menyerahkan suatu benda karena kebaikannya kepada pihak lain yang

menerima kebaikannya itu.28

c. Menurut R. Subekti Hibah adalah perjanjian “dengan cuma-cuma” (bahasa

Belanda: “omniet”), dimana perkataan “dengan cuma-cuma” itu ditujukan

pada hanya adanya prestasi dari satu pihak saja, sedang pihak yang lainnya

tidak usah memberikan kontra-prestasi sebagai imbalan.29

Berdasarkan uraian di atas, hibah merupakan suatu perjanjian di mana

salah satu pihak menjanjikan suatu barang dengan tanpa imbalan kepada pihak

lainnya.

2. Dasar Hukum Hibah

Berdasarkan Pasal 1667 KUHPerdata, penghibahan hanya boleh dilakukan

terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat peristiwa penghibahan itu

terjadi. Jika hibah itu mencakup barang-barang yang belum ada, maka

penghibahan batal sekadar mengenai barang-barang yang belum ada. Sementara

itu, Pasal 1668 KUHPerdata menyebutkan bahwa pemberi hibah tidak boleh

menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada

orang lain suatu benda yang termasuk dalam hibah karena hal demikian dianggap

batal.

27
Abdul Ghofur Anshori, 2011, Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 60.
28
C.S.T. Kansil, 2002, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 252.
29
Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, PT.Intermasa, Jakarta, hlm.42.
28

Akan tetapi, penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berhak

menikmati atau memungut hasil barang bergerak atau barang tidak bergerak yang

dihibahkan, atau menggunakan hak itu untuk keperluan orang lain dengan syarat

memperhatikan ketentuan-ketentuan buku kedua bab X tentang hak pakai hasil

(Pasal 1669 KUHPerdata).

Bab kesepuluh dari buku kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata,

yang dimaksud itu adalah bab yang mengatur tentang Hak Pakai Hasil atau

Nikmat Hasil. Sekedar ketentuan-ketentuan itu telah dicabut, yaitu mengenai

tanah, dengan adanya Undang-undang Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960),

tetapi ketentuan-ketentuan itu mengenai barang yang bergerak masih berlaku.30

Pada prinsipnya, hibah tidak dapat ditarik kembali (Pasal 1666

KUHPerdata), kecuali ada hal-hal yang melanggar ketentuan undang-undang,

baru hibah dapat ditarik kembali ataupun juga dapat dimintai pembatalan (Pasal

1688 Ayat (2) KUHPerdata). Penarikan atau pembatalan hibah hanya dapat

dilakukan dengan alasan tertentu dengan dasar hukum Pasal 1688 KUHPerdata

yaitu sebagai berikut :

a. Tidak terpenuhinya syarat-syarat dengan mana penghibahan telah

dilakukan (Pasal 1688 Ayat (1) KUHPerdata).

b. Penerima hibah telah dinyatakan bersalah melakukan kejahatan yang

bertujuan untuk mengambil nyawa si penghibah (Pasal 1688 Ayat (2)

KUHPerdata).

30
R.Subekti dan R.Tjitrosudibyo, 1992, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet ke
25, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 365.
29

c. Penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si

penghibah, setelah si pemberi hibah ini jatuh dalam keadaan miskin atau

pailit (Pasal 1688 Ayat (3) KUHPerdata).

Hal-hal di atas membatasi tindakan pemberi hibah agar tidak bertindak seenaknya

membatalkan hibah yang telah dilakukannya. Perlu ditegaskan bahwa hal-hal di

atas bukan bersifat kumulatif, melainkan bersifat alternatif artinya jika ada salah

satu saja alasan di atas terpenuhi, maka suatu tindakan hibah dapat ditarik

kembali.

Selain pasal di atas terdapat juga larangan-larangan dalam penghibahan menurut

KUHPerdata, yaitu:

1) Menurut Pasal 1670 KUHPerdata

Pemberi hibah tidak boleh membebani penerima hibah dengan

pembayaran hutang-hutang dan kewajiban-kewajiban selainnya yang

tercantum dalam akta hibah sendiri atau dalam daftar yang telah

dilampirkan dalam akta hibah.

2) Menurut Pasal 913 KUHPerdata

Pemberi hibah tidak boleh menetapkan sesuatu yang dapat

melanggar ketentuan LP (bagian mutlak), baik selaku pemberian antara

yang masih hidup, maupun selaku wasiat.

3) Menurut Pasal 1680 KUHPerdata

Hibah-hibah kepada lembaga umum atau lembaga keagamaan tidak

berakibat hukum, kecuali jika Presiden atau pembesar yang ditunjuknya

telah memberikan kuasa kepada para pengurus lembaga-lembaga tersebut

untuk menerimanya.

3. Syarat Hibah
30

Berdasarkan Pasal 1666 KUHPerdata maka dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa syarat hibah, diantaranya adalah :

1. Di antara orang-orang yang hidup,


2. Suatu perjanjian cuma-cuma,
3. Adanya penghibah,
4. Adanya objek hibah,
5. Adanya penerima hibah,
6. Tidak dapat ditarik kembali.

Dibawah ini akan dijelaskan mengenai ketentuan penghibahan dalam

KUHPerdata yang telah disebutkan diatas, yaitu:

1. Di antara orang-orang yang hidup Perkataan “diwaktu-hidupnya” si

penghibah, adalah untuk membedakan penghibahan ini dari pemberian-

pemberian yang dilakukan dalam suatu testament (surat wasiat), yang

baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku sesudah si pemberi

meninggal dunia dan setiap waktu selama si penerima hibah itu masih

hidup, dapat dirubah atau ditarik kembali olehnya.31

Pemberian dalam testament itu dalam B.W dinamakan “legaat”

(“hibah wasiat”) yang diatur dalam hukum waris, sedangkan penghibahan

ini adalah suatu perjanjian. Suatu perjanjian dengan cuma-cuma adalah

suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu

keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu imbalan bagi

dirinya sendiri. Perjanjian yang demikian juga dinamakan perjanjian

“sepihak” (“unilateral”) sebagai lawan dari perjanjian “bertimbal-balik”

(“bilateral”). Perjanjian yang banyak tentunya adalah bertimbal-balik,

31
R.Subekti, 2014, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 95
31

karena lajim adalah bahwa orang menyanggupi suatu prestasi karena ia

akan menerima suatu kontra-prestasi.32

Perkecualian dari hal tersebut di atas adalah sebagaimana

dinyatakan dalam pasal 1670 KUHPerdata yang berbunyi : Suatu hibah

adalah batal, jika dibuat dengan syarat bahwa si penerima hibah akan

melunasi utang-utang atau beban-beban lain, selain yang dinyatakan

dengan tegas di dalam akta hibah sendiri atau di dalam suatu daftar yang

ditempelkan padanya.

Dari ketentuan ini dapat kita lihat bahwa adalah diperbolehkan

untuk memperjanjikan bahwa si penerima hibah akan melunasi beberapa

utang si penghibah, asal disebutkan dengan jelas utang-utang yang mana

(kepada siapa dan berapa jumlahnya). Kalau tidak disebutkan dengan jelas

maka janji seperti itu akan membuat batal penghibahannya.33

2. Adanya penghibah, Pada dasarnya setiap orang berhak untuk melakukan

penghibahan kecuali orang-orang yang dinyatakan tidak cakap untuk itu

oleh undang-undang KUHPerdata memberikan syarat-syarat kepada

pemberi hibah sebagai berikut :34

1) Pemberian hibah diisyaratkan sudah dewasa yaitu mereka yang telah


mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah penah menikah
(Pasal 330 no.1677 KUHPer).
2) Hibah itu diberikan saat pemberi hibah masih hidup
3) Tidak mempunyai hubungan perkawinan sebagai suami istri dengan
menerima hibah dengan kata lain hibah antara suami istri selama
32
Ibid.
33
R.Subekti, Op.Cit., hlm. 96.
34
Ali Affandi, 2000, Hukum Hukum Waris Hukum Keluarga Pembuktian, Rineka Cipta,
Jakarta, hlm. 30.
32

perkawinan tidak diperbolehkan menurut Pasal 1678 Ayat (1)


KUHPer, tetapi KUHPer masih memperbolehkan hibah yang
dilakukan antara suami istri terhadap benda-benda yang harganya tidak
terlalu tinggi sesuai dengan kemampuan penghibah (Pasal 1678 Ayat
(2) KUHPer) dalam hal ini tidak ada penjabaran lebih lanjut tentang
batasan nilai atau harga benda-benda yang dihibahkan itu, jadi ukuran
harga yang tidak terlalu tinggi itu sangat tergantung kondisi ekonomi
serta kedudukan sosial mereka dalam masyarakat.
3. Adanya objek hibah, Benda yang dihibahkan harus merupakan benda yang

sudah ada saat penghibahan itu dilakukan. Suatu hibah adalah batal atau

tidak sah apabila dilakukan terhadap barang-barang yang belum ada atau

baru akan ada dikemudian hari (Pasal 1667 KUHPerdata). Berdasarkan

ketentuan ini maka jika dihibahkan suatu barang yang sudah ada, bersama-

sama dengan suatu barang lain yang baru akan ada dikemudian hari,

penghibahan yang mengenai barang yang pertama adalah sah, tetapi

mengenai barang yang kedua adalah tidak sah.35

4. Adanya penerima hibah, Syarat-syarat penerima hibah menurut

KUHPerdata, yaitu:

1) Penerima hibah sudah ada pada saat terjadinya penghibahan atau bila

ternyata kepentingan si anak yang ada dalam kandungan

menghendakinya, maka undang-undang dapat menganggap anak yang

ada di dalam kandungan itu sebagai telah dilahirkan (Pasal 2

KUHPerdata).

2) Lembaga-lembaga umum atau lembaga keagamaan juga dapat

menerima hibah, asalkan presiden atau penguasa yang ditunjuk

olehnya yaitu Menteri Kehakiman, memberikan kekuasaan kepada

35
R.Subekti, Loc.Cit.
33

pengurus, lembaga-lembaga tersebut untuk menerima pemberian itu

(Pasal 1680 KUHPerdata).

3) Pemberian hibah bukan bekas wali dari pemberi hibah, tetapi apabila si

wali telah mengadakan perhitungan pertanggungjawaban atas

perwaliannya, maka bekas wali itu dapat menerima hibah (Pasal 904

KUHPerdata).

4) Penerima hibah bukanlah notaris yang dimana dengan perantaranya

dibuat akta umum dari suatu wasiat yang dilakukan oleh pemberi hibah

dan juga bukan saksi yang menyelesaikan pembuatan akta itu (Pasal

907 KUHPerdata).

5. Tidak dapat ditarik kembali

Meskipun suatu penghibahan, sebagaimana halnya dengan suatu perjanjian

pada umumnya, tidak dapat ditarik kembali secara sepihak tanpa

persetujuan pihak lawan, namun undang-undang memberikan

kemungkinan bagi si penghibah untuk dalam hal-hal tertentu menarik

kembali atau menghapuskan hibah yang telah diberikan kepada seorang.

Kemungkinan itu diberikan oleh Pasal 1688.36

4 Tata cara penghibahan

Dalam Pasal 1682 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Tiada suatu hibah,

kecuali yang disebutkan dalam Pasal 1687 KUHPerdata, dapat atas ancaman

batal, dilakukan selainnya dengan suatu akta notaris, yang aslinya disimpan oleh

notaris itu.” Pasal 1682 yang mengharuskan pembuatan akte notaris untuk

penghibahan tanah, sekarang sudah dianggap tidak berlaku lagi, tetapi sesuai
36
R.Subekti, Op.Cit., hlm. 104.
34

dengan PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (peraturan pelaksanaan

dari Undang-Undang Pokok Agraria), maka penghibahan tanah, sebagai

perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah (menurut Pasal 19) harus

dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (P.P.A.T) seperti halnya dengan

jual-beli tanah (lihat dalam bab tentang jual-beli). Adapun Pejabat Pembuat Akte

Tanah (P.P.A.T) itu pada umumnya juga dirangkap oleh para Notaris.37

Pasal 1687 KUHPerdata yang disebutkan dalam Pasal 1682 KUHPerdata

itu berbunyi demikian:

Pemberian barang-barang bergerak yang bertubuh atau surat-surat


penagihan utang atas tunjuk dari tangan satu ke tangan lain, tidak
memerlukan suatu akta, dan adalah sah dengan penyerahan belaka kepada
si penerima hibah atau kepada seorang pihak ke tiga yang menerima
penghibahan itu atas nama si penerima hibah.

Selanjutnya, Pasal 1683 KUHPerdata menetapkan sebagai berikut:

Tiada suatu hibah mengikat si penghibah, atau menerbitkan sesuatu akibat


yang bagaimanapun, selain mulai hari penghibahan itu dengan kata-kata
yang tegas telah diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh
seseorang yang dengan suatu akta otentik oleh si penerima hibah itu
dikuasakan untuk menerima penghibahan-penghibahan yang telah
diberikan kepada si penerima hibah atau akan diberikan kepadanya di
kemudian hari.

Jika penerimaan hibah tersebut tidak telah dilakukan didalam suratnya

hibah sendiri, maka itu akan dapat dilakukan di dalam suatu akte otentik

terkemudian yang aslinya harus disimpan, asal yang demikian itu dilakukan

diwaktu si penghibah masih hidup dalam hal mana penghibahan, terhadap orang

yang terakhir ini hanya akan berlaku sejak saat penerimaan itu diberitahukan

kepadanya.38 Dari ketentuan tersebut dapat kita lihat bahwa suatu penghibahan,

37
R.Subekti, Op.Cit, hlm.102.
38
R.Subekti, Op.Cit, hlm.103.
35

yang tidak secara serta-merta diikuti dengan penyerahan barangnya kepada si

penerima hibah (tunai) seperti yang dapat dilakukan menurut Pasal 1687, harus

diterima dahulu oleh si penerima hibah, agar supaya ia mengikat si penghibah.

Penerimaan itu dapat dilakukan oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang

kuasa yang dikuasakan dengan akte otentik (akte notaris), surat kuasa mana harus

berupa suatu kuasa khusus. Pasal 1686 KUHPerdata, menetapkan bahwa hak

milik atas benda-benda yang temaktub dalam penghibahan, sekalipun

penghibahan itu telah diterima secara sah, tidaklah berpindah kepada si penerima

hibah, selain dengan jalan penyerahan yang dilakukan menurut pasal-pasal

612,613,616 dan selanjutnya. Berdasarkan pasal tersebut penghibahan hanya

dianggap sebagai obligatoir saja (hak miliknya belum berpindah), karena baru

akan berpindah setelah dilakukan levering atau penyerahan. Oleh sebab itu,

penghibahan harus didilakukan dua tahapan sekaligus diwaktu yang bersamaan,

yakni obligatoir dan levering.

5 Penarikan kembali hibah

Dalam Pasal 1688 KUHPerdata dimungkinkan bahwa hibah dapat ditarik kembali

atau bahkan dihapuskan oleh penghibah, yaitu:

a. Karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibahan telah

dilakukan. Dalam hal ini, barang yang telah dihibahkan tetap berada pada

penguasaan si penghibah, atau ia boleh meminta kembali barang itu, bebas

dari semua beban dan hipotik yang sekiranya telah diletakkan di atasnya

oleh si penerima hibah serta hasil dan pendapatan yang ada pada si
36

penerima hibah yang didapatnya sejak saat kelalaiannya (Pasal 1689

KUHPerdata).

b. Jika orang yang diberi hibah telah bersalah melakukan atau membantu

melakukan kejahatan yang bertujuan membunuh atau kejahatan lain

terhadap penghibah.

c. Apabila penerima hibah menolak memberi nafkah atau tunjangan kepada

penghibah, setelah penghibah jatuh miskin.

Dalam hal yang pertama, barang yang telah dihibahkan tetap berada pada

penguasaan si penghibah, atau ia boleh meminta kembali barang itu, bebas

dari semua beban dan hipotik yang sekiranya telah diletakkan di atasnya

oleh si penerima

hibah serta hasil dan pendapatan yang ada pada si penerima hibah yang

didapatnya sejak saat kelalaiannya (Pasal 1689 KUHPerdata). Untuk kedua hal

terakhir yang disebutkan dalam Pasal 1688 KUHPerdata, benda yang telah

dihibahkan tidak dapat diganggu gugat jika benda tersebut telah

dipindahtangankan oleh penerima hibah sebelum tuntutan untuk pembatalan hibah

telah didaftarkan di samping pengumuman tersebut dalam Pasal 616 KUHPerdata.

Semua pemindahtanganan yang dilakukan oleh si penerima hibah sesudah

pendaftaran adalah batal (Pasal 1690 KUHPerdata). Penarikan kembali atau

penghapusan penghibahan dilakukan dengan menyatakan kehendaknya kepada si

penerima hibah disertai penuntutan kembali barang-barang yang telah dihibahkan

dan apabila itu tidak dipenuhi secara sukarela, maka penuntutan kembali barang-

barang itu diajukan kepada Pengadilan.39


39
R.Subekti,Op.Cit., hlm. 105.
37

Kalau si penghibah belum menyerahkan barangnya, maka barang yang

dihibahkan tetap padanya dan si penerima hibah tidak lagi dapat menuntut

penyerahannya. Kalau si penghibah sudah menyerahkan barangnya, dan ia

menuntut kembali barang itu, maka si penerima hibah diwajibkan mengembalikan

barang yang dihibahkan itu dengan hasil-hasilnya terhitung mulai hari

diajukannya gugatan, atau jika barang sudah dijualnya, mengembalikan harganya

pada waktu dimasukkannya gugatan, pula disertai hasil-hasil sejak saat itu (Pasal

1691).40 Tuntutan hukum pemberi hibah terhadap penerima hibah ini gugur

dengan lewatnya waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai hari terjadinya peristiwa

yang menjadi alasan tuntutan itu, dan dapat diketahuinya peristiwa itu oleh si

pemberi hibah (Pasal 1692 KUHPer). Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah

bahwa dalam KUHPer masih terdapat beberapa kemungkinan untuk melakukan

penarikan hibah.

C. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik

Membuktikan dalam arti yuridis berarti memberi dasar yang cukup kepada

hakim guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan di

persidangan. Memberikan dasar yang cukup artinya memberikan landasan yang

benar bagi kesimpulan yang akan diambli setelah proses pemeriksaan selesai,

sehingga putusan hakim diharapkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Di

dalam hukum acara perdata, kepastian akan kebenaran peristiwa tergantung

kepada pembuktian melalui alat-alat bukti yang sah. Sebagai konsekuensinya,

kebenaran dikatakan tercapai apabila terdapat kesesuaian antara kesimpulan

40
Ibid.
38

hakim dari hasil proses dengan peristiwa yang telah terjadi. Apabila kebenaran

gugatan atau kebenaran jawaban atas gugatan tidak cukup terang akan tetapi ada

juga kebenarannya dan sama sekali tidak ada jalan lain untuk menguatkannya

dengan alat bukti lain, maka berdasarkan Pasal 155 ayat (1) HIR/182 ayat (1)

Rbg, hakim karena jabatannya dapat menyuruh salah satu pihak bersumpah

dihadapan hakim, supaya dengan itu perkara dapat diputuskan.

Pengaturan alat bukti dalam Pasal 164 HIR/284 Rbg, bersifat limitatif dan

sistematis yang artinya hanya mengenai surat, saksi, persangkaan, pengakuan, dan

sumpah yang dapat diajukan sebagai alat bukti. Sifat sistematis berarti kekuatan

pembuktiannya didasarkan kepada urutannya, sehingga surat dalam perkara

menjadi alat bukti yang utama atau sempurna. Ditetapkannya, surat sebagai alat

bukti sempurna dalam perkara perdata merupakan akibat sifatnya formal

sementara tujuan beracara perdata adalah untuk menemukan kebenaran formal.41

Alasan atau pertimbangan menjadi dasar pertanggungjawaban hakim pada

putusannya. Menilai alat bukti berarti menilai kekuatan alat bukti, ukuran

perbedaan kekuatan sebagai alat bukti adalah besar atau kecilnya kemungkinan

mendekati pada kebenaran. Akta otentik mempunyai kemungkinan besar

mendekati kepada kebenaran, karena telah dikuatkan oleh pejabat yang

berwenang dibandingkan akta di bawah tangan.42

Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan didasarkan pada pengakuan

pihak yang menandatangani surat perjanjian itu, oleh karena dalam akta di bawah

tangan tidak mempunyai kekuatan bukti lahir karena tanda tangan dapat
41
Elisabeth Nurhaini Butarbutar, 2016, Hukum Pembuktian, Analisis terhadap
kemandirian Hakim sebagai Penegak Hukum dalam Proses Pembuktian, Edisi Pertama, CV
Nuansa Aulia, Bandung, hlm. 13
42
Sudikno, Mertokusumo, 2013, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Revisi, Sudikno,
Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta
hlm. 15
39

dipungkiri, sehingga apabila tanda tangan tangan telah diakui maka keterangan di

dalam akta itu benar dan berlaku sebagai benar terhadap siapa yang membuatnya.

Apabila pihak yang menandatangani, mengakui atau tidak menyangkal

tandatangannya, maka akta di bawah tangan tersebut memperoleh kekuatan

pembuktian sama dengan akta otentik yang mempunyai kekuatan bukti formil dan

materil. Jika tanda tangan itu disangkal, maka pihak yang mengajukan surat

perjanjian tersebut diwajibkan untuk membuktikan kebenaran penandatanganan

atau isi akta tersebut.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Yuridis Normatif

adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-

bahan kepustakaan atau data sekunder belaka. Penelitian ini juga menggunakan

data sekunder. Data sekunder adalah data yang dipergunakan dalam menjawab

permasalahan pada penelitian ini melalui studi kepustakaan dengan cara

membaca, mengutip, mempelajari, menelah literatur-literatur atau bahan-bahan

yang ada serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti. Sumber bahan hukum terdiri dari 3 (tiga) jenis bahan

hukum yaitu :

1. Bahan Hukum Primer (Primary Law Material)

2. Bahan Hukum Sekunder (Secondary Law Material)

3. Bahan Hukum Tersier (Tertiary Law Material)43

Bahan hukum primer (primary law material) merupakan bahan hukum

yang bersifat autoritarif yaitu yang mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum

primer terdiri atas perundang-undangan. Bahan hukum sekunder (secondary

laterial) merupakan publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen-dokumen

resmi. Bahan hukum tersier (tertiary law material) yaitu bahan yang mendukung

bahan hukum primer dan bahan sukum sekunder dengan memberikan pemahaman

dan pengertian atas bahan hukum lainnya.

43
Peter Mahmud Marzuki, 2020, Penelitian Hukum, PT. Kencana Preneda Media, Jakarta,
hal. 181

40
41

Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan sebagai bahan

dasar adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bahan hukum sekunder yang

digunakan adalah buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum. Bahan hukum

tersier yang digunakan adalah Kamus Umum Bahasa Indonesia.

B. Alat Dan Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data yuridis normatis dilakukan dengan studi dokumentasi

yaitu penelitian yang dilakukan dengan pencarian data, baik dari buku-buku

ilmiah, majalah maupun peraturan perundang-undangan khususnya yang

berhubungan dengan permasalahan yang di bahas.

C. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini bahwa telah terkumpul dalam penelitian

ini dianalisis secara kualitatif yuridis artinya penelitian mengacu kenyataan yang

ada dan dihubungkan dengan studi kepustakaan yang ada maupun terhadap data

sekunder yang digunakan dan juga secara yuridis normatif yaitu dengan

mengadakan analisis terhadap pelaksanaan perundang-undangan yang berlaku dan

menghubungkan dengan kenyataan dilapangan dan penerapannya dalam praktik.

Data yang diperoleh dari lapangan diolah dan dianalisis secara deskriptif,

normatif, logis dan sistematis Deskriptif artinya, data yang diperoleh dari

lapangan dituliskan sebagai kenyataan yang sebenarnya. Normatif artinya bahwa

analisis data yang dilakukan dengan menggunakan bahan pustaka dan

dihubungkan dengan permasalahan yang diteliti. Logis artinya, bahwa dalam

melakukan analisis tidak bertentangan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan.

Sistematis artinya, bahwa setiap bagian yang dianlisis berkaitan satu sama lain
42

dan saling mempengaruhi. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan

metode berfikir deduktif dan metode berfikir induktif. Metode deduktif adalah

metode yang dilakukan dengan menarik kesimpulan yang bersifat umum terhadap

kesimpulan yang bersifat khusus, berpangkal dengan pengajuan premis mayor

yaitu pernyataan umum, kemudian diajukan premis minor yaitu pernyataan

khusus dan dari kedua premis ini ditarik sebuah kesimpulan, artinya melakukan

pengolahan. analisis bahan dengan menarik kesimpulan dari permasalahan yang

bersifat umum terhadap permasalahan konkrit yang sedang diteliti.


43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Posisi Kasus

Penggugat merupakan Istri sah dari Almarhum Leman yang bernama Ny.

Tan Bie Tju, yang telah melangsungkan perkawinan tanggal 04 April 1968, dan

perkawinan tersebut baru dicatatkan tanggal 21 Oktober 1975 berdasarkan Petikan

Daftar Perkawinan dan Perceraian untuk Warga Negara Indonesia di Binjai tahun

1975 No. 72 tanggal 21 Oktober 1975.

Bahwa dari perkawinan tersebut, Penggugat dan Alm. Leman telah

dikaruniai 3 (tiga) orang anak kandung dan 1 (satu) orang anak angkat yaitu: 1.

Edison, laki-laki, Lahir di Tj. Pura, 09 Oktober 1969 (Tergugat I);

2. Verawati, perempuan, lahir di Tj. Pura, 13 November 1973 (Tergugat II);

3. Lilis Leman, perempuan, lahir di Tj. Pura, 10 Agustus 1972 (Tergugat III);

4. Cindy Chandra (anak angkat), Perempuan, Lahir di Tj. Pura, 20 Desember 1989

(Turut Tergugat). Bahwa Almarhum Leman telah meninggal dunia pada tanggal

06 Maret 2018 di Medan, sebagaimana tercantum dalam Kutipan Akta kematian

Nomor 1205-KM-20032018-0001 tanggal 20 Maret 2018 yang diterbitkan oleh

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat.

Bahwa selama masa perkawinan antara Penggugat dengan Alm. Leman,

telah diperoleh harta bersama yang belum dibagi di antaranya berupa :

1. Satu bidang tanah pekarangan seluas 3.920 m2 (tiga ribu Sembilan ratus dua

puluh meter persegi), terletak di Jalan Teuku Amir Hamzah DSN 2, Desa Cempa,
44

Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan

Sertifikat Hak Milik No.62, yang terdaftar atas nama Leman ;

2. Satu unit kios/toko di Grand Palladium Mall Blok GS-15 No. 07, beralamat di

Jalan Kapten Maulana Lubis, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan

Barat, Kota Medan ;

3. 4.950 (empat ribu sembilan ratus lima puluh) lembar saham Perseroan Terbatas

“PT. Asdal Prima Lestari” yang berkedudukan di Desa Subussalam, Kecamatan

Simpang Kiri, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh ;

4. 10 (sepuluh) lembar saham Perseroan Terbatas “PT. Nusachandra Perkasa”

yang berkedudukan di Desa Puji Mulio, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli

Serdang, Provinsi Sumatera Utara ;

5. 375 (tiga ratus tujuh puluh lima) lembar saham Perseroan Terbatas “PT.

Bangun Nusa Sarana”, yang berkedudukan di Kelurahan Ujung Menteng,

Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta.

Bahwa semasa hidupnya, Almarhum Leman ada membuat Surat Wasiat

sebagaimana dinyatakan dalam Akta Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017

yang dibuat oleh Ny. Tati Nurwati, S.H. Notaris di Jakarta Utara (Tergugat IV).

Istri Alm. Leman, Nyonya Tan Bie Tju mendapat sebesar 40% atau 2/5 (dua per

lima) bagian,sedangkan ketiga orang anak nya yaitu Edison, Lilis Leman dan

Verawati, masing-masing mendapat bagian yang sama besarnya yaitu masing-

masing mendapat 20% (dua puluh perseratus) atau masing masing 1/5 (satu per

lima) bagian.
45

Pembuatan Surat Wasiat a aquo sangat merugikan penggugat, sebab Surat

Wasiat tersebut mencantumkan hampir seluruh harta bersama milik Penggugat

dan Almarhum Leman sebagaimana Penggugat telah uraikan sebelumnya di atas,

hal mana bertentangan dengan ketentuan Pasal 903 Jo. Pasal 966 KUHPerdata.

Bahwa dengan dimasukkannya bagian harta Penggugat ke dalam Wasiat tersebut,

maka Tergugat IV telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dalam pembuatan

akta tersebut, sehingga cukup beralasan bagi Majelis Hakim Yang Terhomat.

untuk menyatakan batal Akta Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017 yang

dibuat oleh Notaris Ny.Tati Nurwati SH cq Tergugat IV. Bahwa berdasarkan hal

tersebut, oleh karena Akta Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017 yang dibuat

oleh Tergugat IV adalah cacat hukum, maka cukup beralasan hukum bagi Majelis

Hakim yth. untuk menyatakan Batal Akta Keterangan Hak Waris No. 09 tanggal

23 Juli 2018 yang dibuat oleh Notaris Ny. Tati Nurwati SH cq Tergugat IV.

Bahwa selanjutnya, Tergugat IV ada membuat Akta Keterangan Hak

Waris No. 09 tanggal 23 Juli 2018, yang mana substansi dari Akta Keterangan

Waris tersebut ternyata dibuat hanya berdasarkan Akta Wasiat Nomor 05 tanggal

12 Agustus 2017, dengan tidak mengindahkan Legitimate Portie dari masing-

masing anak Alm. Leman yaitu Tergugat I, II, III, dan turut tergugat (Vide Pasal

913 Jo. 914 KUHPerdata) dan bahkan menghilangkan Hak Waris dari Turut

Tergugat selaku anak angkat dari Penggugat dan Almarhum Leman. - Bahwa

berdasarkan hal tersebut, oleh karena Akta Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus

2017 yang dibuat oleh Tergugat IV adalah cacat hukum, maka cukup beralasan

hukum bagi Majelis Hakim yth. untuk menyatakan Batal Akta Keterangan Hak
46

Waris No. 09 tanggal 23 Juli 2018 yang dibuat oleh Notaris Ny. Tati Nurwati SH

cq Tergugat IV.

Bahwa dengan batalnya Akta keterangan Hak Waris a quo, agar tidak

menjadi persoalan hukum baru bagi para Ahli Waris Alm. Leman di kemudian

hari, maka Penggugat dengan ini memohon kepada Pengadilan Negeri Medan c.q.

Majelis Hakim yang mengadili perkara ini agar menetapkan para ahli waris yang

sah dari Almarhum Leman dengan bagian masing-masing sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku yaitu sebagai berikut :

1). Ny. Tan Bie Tju (Penggugat) sebesar 1/5 Bagian ;

2). Edison (Tergugat I) sebesar 1/5 Bagian ;

3). Verawaty (Tergugat II) sebesar 1/5 Bagian ;

4). Lilis Leman (Tergugat III) sebesar 1/5 Bagian ;

5). Cindy Chandra (Turut Tergugat) sebesar 1/5 Bagian ;

Bahwa patut dan beralasan hukum bagi Majelis Hakim yth untuk

menghukum Tergugat I, II, III, dan IV serta Turut Tergugat untuk tunduk dan

patuh terhadap putusan dalam perkara ini. Bahwa untuk melindungi kepentingan

Penggugat dan Tergugat I, II, III serta turut Tergugat dalam perkara a quo, mohon

kiranya kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini untuk

berkenan meletakkan Sita Jaminan terhadap seluruh harta benda yang tersebut dan

tercantum dalam Akta Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017 yang akan

dirincikan oleh Penggugat dalam persidangan nantinya; Bahwa oleh karena

gugatan Penggugat diajukan berdasarkan dalil-dalil dan bukti yang authentik yang

tidak diragukan atas kebenarannya, maka Penggugat mohon agar putusan dalam
47

perkara ini dinyatakan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbar bij voraad),

meskipun ada verzet, banding maupun kasasi.

Berdasarkan hal – hal yang diuraikan Penggugat tersebut diatas, maka

Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Medan, agar kiranya berkenan untuk

menetapkan suatu hari persidangan dengan memanggil Penggugat dan Tergugat I,

II, III, IV serta Turut Tergugat, kemudian mengadili Perkara Gugatan ini dan

seterusnya memberikan keputusan sebagai berikut :

1). Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;

2). Menyatakan Sah dan Berharga Sita Jaminan (Conservatoir Beslag)

yang diletakkan dalam perkara ini ;

3). Menyatakan bahwa seluruh harta yang diperoleh dalam perkawinan

antara Penggugat dengan almarhum Leman di antaranya sebagai berikut:

- Satu bidang tanah pekarangan seluas 3.920 m2 (tiga ribu Sembilan ratus

dua puluh meter persegi), terletak di Jalan Teuku Amir Hamzah DSN 2, Desa

Cempa, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara,

berdasarkan Sertifikat Hak Milik No.62, yang terdaftar atas nama Leman;

- Satu unit kios/toko di Grand Palladium Mall Blok GS-15 No. 07,

beralamat di Jalan Kapten Maulana Lubis, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan

Medan Barat, Kota Medan;

- 4.950 (empat ribu sembilan ratus lima puluh) lembar saham Perseroan

Terbatas “PT. Asdal Prima Lestari” yang berkedudukan di Desa Subussalam,

Kecamatan Simpang Kiri, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh;


48

- 10 (sepuluh) lembar saham Perseroan Terbatas “PT. Nusachandra

Perkasa” yang berkedudukan di Desa Puji Mulio, Kecamatan Sunggal, Kabupaten

Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

- 375 (tiga ratus tujuh puluh lima) lembar saham Perseroan Terbatas “PT.

Bangun Nusa Sarana”, yang berkedudukan di Kelurahan Ujung Menteng,

Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta ; Adalah

merupakan Harta Bersama antara Penggugat dengan Almarhum Leman yang

belum dibagi ;

4). Menyatakan Penggugat berhak atas ½ (seperdua) bagian dari seluruh

harta bersama yang diperoleh dalam perkawinan antara Penggugat dengan

Almarhum Leman ;

5). Menyatakan batal Akta Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017

yang dibuat oleh Tergugat – IV cq Ny. Tati Nurwati, S.H. selaku Notaris di

Jakarta Utara ;

6). Menyatakan batal Akta Keterangan Hak Waris No. 09 tanggal 23 Juli

2018 yang dibuat oleh Tergugat- IV Cq Ny. Tati Nurwati, S.H. Notaris di Jakarta

Utara.

7). Menetapkan para Ahli Waris yang sah dari Almarhum Leman dengan

bagian masing-masing sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yaitu sebagai

berikut :

Ny. Tan Bie Tju (Penggugat) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;

- Edison (Tergugat I) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;

- Verawaty (Tergugat II) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;


49

- Lilis Leman (Tergugat III) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;

- Cindy Chandra (Turut Tergugat) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;

8). Menghukum Tergugat I, II, III, dan IV serta Turut Tergugat untuk

tunduk dan patuh terhadap putusan dalam perkara ini.

9). Menyatakan keputusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun

ada upaya verzet, banding, dan kasasi;

10). Menghukum Tergugat I, II, III, IV serta Turut Tergugat untuk

menanggung biaya yang timbul dalam perkara a quo; Apabila Pengadilan c.q.

Majelis Hakim Yang Terhormat yang mengadili perkara a quo berpendapat lain,

maka Penggugat mohon Putusan yang seadil-adilnya berdasarkan hukum dan

Undang-undang yang berlaku ;

Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditentukan, untuk

Penggugat dan Tergugat III datang menghadap Kuasanya sebagaimana disebutkan

di atas, sedangkan Tergugat I, II, IV dan Turut Tergugat tidak datang menghadap

atau menyuruh wakilnya datang meghadap meskipun sudah dipanggil dengan

patut;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah mengupayakan perdamaian

diantara para pihak melalui mediasi sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1

Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dengan menunjuk Gosen

Butar-Butar, S.H.,M.Hum, Hakim pada Pengadilan Negeri Medan, sebagai

Mediator;

Menimbang, bahwa berdasarkan laporan Mediator tanggal 19 Februari

2020, upaya perdamaian tersebut tidak berhasil;


50

Menimbang, bahwa oleh karena itu pemeriksaan perkara dilanjutkan

dengan pembacaan surat gugatan yang isinya tetap dipertahankan oleh Penggugat;

Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut Tergugat III

memberikan jawaban pada pokoknya sebagai berikut:

1. Dalam Eksepsi

Eksepsi Surat Kuasa tidak sah yang mengakibatkan gugatan

mengandung cacat formil. Menurut Yahya Harahap (dalam bukunya

Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, 2010, hal.437) surat kuasa harus

memenuhi syarat formil yang digariskan pasal 123 ayat (1) HIR dan

SEMA N0.01 Tahun 1971 jo. SEMA No. 6 Tahun 1994, dimana sesuai

ketentuan tercebut ditentukan antara lain bahwa surat kuasa khusus

(bijzondere schriftelijke machtiging) surat kuasa harus dengan jelas

dan tegas menyebut:

 Secara spesifik kehendak untuk berperkara di PN tertentu sesuai

dengan

 kompetensi relative,

 ldentitas para pihak yang berperkara,

 Menyebut secara ringkas dan konkret pokok perkara dan obyek

yang diperkarakan, serta

 Mencantumkan tanggal serta tanda tangan pemberi kuasa. Semua

syarat tersebut bersifat kumulatif. Oleh karena itu, apabila salah satu

syarat tidak terpenuhi, surat kuasa tidak sah karena mengadung cacat

formil. Bahwa sangat beralasan dan mendasar, Tergugat Ill


51

mengajukan eksepsi surat kuasa tidak sah terhadap gugatan yang

diajukan Penggugat, atas dasar alasan Tanda tangan yang tercantum

pada surat kuasa bukanlah tanda tangan dari lbu Tan Bie Tju, sebagai

berikut:

a). Bahwa memang pada surat kuasa khusus tertanggal 07 Januari

2020 tertera suatu tanda tangan yang seolah dibuat/dilakukan oleh

Penggugat (lbu Tan Bie Tju), namun patut diduga bahwa tanda tangan

tersebut bukan tanda tangan dari lbu Tan Bie Tju;

b). Bahwa Ny. Lilis Leman (Tergugat lll) yang merupakan puteri

dari lbu Tan Bie sendiri tentu sangat mengenal bentuk tanda tangan lbu

Tan Bie Tju. Bahwa pada kenyataannya terbukti bahwa bentuk tanda

tangan yang tercantum pada surat kuasa khusus yang (seolah)

diberikan oleh lbu Tan Bie Tju tidak bersesuaian dengan tanda tangan

lbu Tan Bie Tju Kartu Tanda Penduduk elektronik (eKTP) maupun

pada paspor yang bersangkutan;

c). Bahwa pada sisi lain adanya keberatan lbu Tan Bie Tju sangat

tidak beralasan, mengingat lbu Tan Bie Tju adalah seorang isteri yang

sangat mengasihi dan menghormati suaminya Bapak Leman. Pada saat

wasiat dibuat oleh almarhum Bapak Leman semasa hidupnya

dihadapan Tati Nurwati SH, Notaris di Jakarta pada tanggal 12

Agustus 2017, lbu Tan Bie Tju turut serta hadir dan tidak pernah

berkeberatan atas pembuatan wasiat tersebut. Lebih lanjut setelah

Bapak Leman meninggal dunia, lbu Tan Bie Tju bersama dengan para
52

ahli waris / legataris hadir dihadapan Tati Nurwati, SH, Notaris di

Jakarta dan mengajukan pembuatan akta keterangan hak waris (Akta

Wasiat tanggal 12 Agustus 2017 No. 05 dan Akta Keterangan Hak

waris tanggal 23 Juli 2018 No. 09, keduanya dibuat oleh/dihadapan

Tati Nurwati SH, Notaris diJakarta)

d). Bahwa sangat beralasan bahwa Tergugat lll tidak meyakini jika

lbu Tan Bie Tju dengan kehendak murninya sendiri mengajukan

gugatan a quo karena pada sisi lain ternyata putera-puteri bapak Leman

yang menjadi para Tergugat (kecuali Tergugat lll) dengan sengaja tidak

pernah hadir memenuhi panggilan sidang perkara a quo dan memang

membiarkan Tergugat lll berjuang sendiri mempertahankan keberadaan

Surat Wasiat yang merupakan kehendak terakhir almarhum Bapak

Leman sebagai penghormatan anak terhadap ayahanda Bapak Leman;

e). Tergugat lll memohon dengan sangat kiranya Majelis Hakim yang

mulia berkenan memperhatikan secara khusus dan memeriksa dengan

cermat eksepsi surat kuasa tidak sah ini demi penegakan keadilan dan

penghormatan atas nilai-nilai luhur relasi individu daram keruarga

sebagai bagian dari menjaga tegaknya hukum dan moralitas yang baik

dalam masyarakat.

f). Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, dimana terutama karena

tanda tangan yang tercantum pada surat Kuasa tertanggal 07 Januari

2020 bukanlah tanda tangan dari lbu Tan Bie Tju sendiri, maka pada
53

surat kuasa tidak tercantum tanda tangan yang sah, oreh karenanya

gugatan mengadung cacat formil.

2. Dalam Pokok Perkara.

1. Bahwa segala sesuatu yang telah dikemukakan dalam Eksepsi tersebut

diatas, secara mutatis mutandis juga termasuk daram pokok perkara ini.

2. Bahwa Tergugat dengan tegas menolak seluruh dalil-dalil Penggugat

kecuali apa yang dengan tegas diakui kebenarannya oleh Tergugat; Mengenai

Hubungan Kekeluargaan.

3. Bahwa Tergugat lll perlu meluruskan terkait data mengenai status

kekeluargaan dalam hubungan marital dan hubungan sedarah dalam keluarga

adalah sebagai berikut:

1) Bahwa memang benar Penggugat merupakan istri sah dan Almarhum

Bapak Leman, yang telah melangsungkan perkawinan tanggal 04 April 1968, dan

perkawinan tersebut baru dicatatkan tanggal 21 Oktober 1975 berdasarkan Petikan

Daftar Perkawinan dan Perceraian untuk Warga Negara lndonesia di Binjai tahun

1975 No. 72 tanggal 21 Oktober 1975.

2) Bahwa dari perkawinan tersebut,Penggugat dan Almarhum Bapak

Leman telah dikaruniai 3 (tiga) orang anak kandung yaitu :

a. Tn. Edison, (Tergugat l)

b. Ny. Verawati, (Tergugat ll)

c. Ny. Lilis Leman, (Tergugat lll)

3) Bahwa terkait status hubungan keluarga dari Ny. Cindy Chandra (Turut

Tergugat) dengan keluarga Bapak Leman dan lbu Tan Bie Tiu adalah seseorang
54

yang tinggal bersama dan dibesarkan seperti seorang anak dan kamipun

sekeluarga saling mengasihinya sebagai saudara. Namun sebagaimana fakta yang

sebenarnya secara hukum terhadap Turut Tergugat tidak pernah dilakukan

pengangkatan sebagaimana ketentuan hukum mengenai adopsi; Mengenai

Wafatnya Bapak Leman.

4. Bahwa benar Almarhum Leman telah wafat pada tanggal 06 Maret 2018

di Medan, sebagaimana tercantum dalam Kutipan Akta kematian Nomor 1205-

KM-20032018-0001 tanggal 20 Maret 2018 yang diterbitkan oleh Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat. Mengenai Harta Benda

Dalam perkawinan Dan Wasiat.

5. Bahwa sebagaimana didalilkan oleh Penggugat bahwa selama masa

perkawinanantara Penggugat dengan Alm. Leman, telah diperoleh harta bersama

yang dibagi belum di antaranya berupa:

1) Harta tidak tetap (barang-barang bergerak yang berupa kendaraan

bermotor, tagihan, uang tunai, asuransi, tabungan/deposito ataupun surat-surat

berharga yang terdapat di bank-bank baik di daram Negeri (antara lain di bank

U0B, Standard Chartered Bank) maupun di Luar Negeri, emas perhiasan/pakaian

dan barang-barang perlengkapan rumah tangga.

2) Harta tetap (barang-barang tidak bergerak) baik berupa tanah maupun

bangunan yang berdiri diatasnya baik yang terdapat di Jakarta maupun yang

terdapat di Medan, antara lain sebagai berikut:

a) satu bidang tanah perkarangan seluas 3.920 m2 (tiga ribu sembilan ratus

dua puluh meter persegi), terletak di Jalan Tengku Amir Hamzah DSN 2, Desa
55

Cempa, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara,

berdasarkan Sertifikat Hak Milik No.62, yang terdaftar atas nama Leman.

b) Satu unit kios/toko di Grand Palladium Mall Blok GS-1S No. 07,

beralamat di Jalan Kapten Maulana Lubis, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan

Medan Barat, Kota Medan yang telah dikuasai/dimiliki oleh Bapak Leman,

berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Kios/Kios Nomor 0086/PPJB-

UPI/12/2004 D. tertanggal 22 (dua puluh dua) Desember 2004 (dua ribu empat);

3) seluruh saham atas nama bapak Leman yang terdapat dalam:

a) Perseroan Terbatas "PT. Asdal Prima Lestari" yang berkedudukan di

Desa Subussalam, Kecamatan Simpang Kiri, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi

Aceh, sebanyak 4.950 (empat ribu sembilan ratus lima puluh) lembar saham.

b) Perseroan Terbatas "PT. Nusachandra Perkasa" yang berkedudukan di

Desa Puji Mulio, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi

Sumatera Utara, 10 (sepuluh) lembar saham. Namun demikian harta benda

tersebut di atas merupakan beberapa diantara harta bersama yag diperoleh dalam

perkawinan antara Almarhum Bapak Leman dengan lbu Tan Bie Tju (Penggugat).

Secara hukum Penggugat berhak atas 1/2 (seperdua) bagian dari seluruh Harta

Bersama (Vide pasar 35 ayat (1) undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang

perkawinan);

6. Bahwa memang semasa hidupnya Almarhum Bapak Leman telah

membuat kehendak terakhirnya sebagaimana tertuang dalam Akta Wasiat No. 05

tanggal 12 Agustus 2017 yang dibuat oleh/dihadapan tati Nunrvati, S.H., Notaris

di Jakarta, dimana Bapak Leman untuk melindungi dan menjaga keutuhan


56

keluarganya telah menentukan pembagian atas harta peninggalan tertentu yang

mungkin dianggap penting, yaitu atas harta benda sebagaimana tersebut dalam

posita angka 5 tersebut di atas dengan pembagian, dalam wasiat yang berbunyi

antara lain sebagai berikut:

"Bilamana terhadap baik benda-benda tidak bergerak maupun benda

bergerak tersebut diatas tidak saya iual/alihkan sewaktu saya hidup, maka bita tiba

saatnya saya dipanggil Tuhan (meninggal dunia), saya berikan hibah wasiat

(legaat) atas seluruh harta peninggatan saya tersebut kepada lstri Saya Nyonya

Tan Bie Tju dan 3 (tiga) orang anak saya tersebut di atas, dengan pembagian

sebagai berikut:

1) lstri saya, Nyonya Tan Bie Tju mendapaf sebesar 40% atau 25 (dua per

lima) bagian.

2) 2. Ketiga orang anak saya, yaitu Edison Lills Leman dan Verawati

masing-masinmendapat bagian yang sama besamya yartu

masingmasing mendapat 20% (dua puluh perseratus) atau masing

masing 1/5 (satu per lima) bagian.

7. Bahwa apa yang tertuang dalam Akta Wasiat merupakan sebagian dari harta

peninggalan Bapak Leman termasuk didalamnya tentu terdapat sebagian dari harta

bersama yag merupakan hak dari Penggugat; Wasiat Tidak Dapat Dikatakan Batal

Demi Hukum.

8. Pasal 903 KUH Perdata menentukan: *Suami atau isteri hanya boleh

menghibah wasiatkan barang-barang dan harta bersama, sekedar barang-barang

itu termasuk bagian mereka masing-masing dalam harta bersama itu. Akan tetapi
57

bila suatu barang dan harta bersama rtu Dihibah wasiatkan, penerima hibah wasiat

tidak dapat menuntut barang itu dalam wujudnya, bila barang itu tidak diserahkan

oleh pewaris kepada ahli waris sebagai bagian mereka. Dalam hal itu, penerima

hibah wasiat harus diberi ganti rugi, yang diambil dan bagian hafia bersama yang

dibagikan kepada para ahli waris si pewaris, dan bila tidak mencukupi, diambil

dan barang-barang pribadi para ahli waris.

9. Sebagaimana telah kami kemukakan didalam eksepsi, menurut pendapat dari J.

Satrio (dalam bukunya Hukum Waris, Citra Aditya Bakti, Cetakan l, 1990, hal

203 dan 204) disebutkan bahwa pembicaraan dalam pasal 903 KUH Perdata

adalah mengenai ketetapan dengan alas hak khusus. Karena undang-undang

menyebutkan tentang hibah wasiat (legaat). Di dalam suatu perkawinan dengan

gebonden mede-eigendom (hak milik yang terikat) sebenarnya tidak dapat

dikatakan berapa besar andil masing masing suami dan isteri. Namun nanti, pada

waktu pecahnya persatuan antara lain karena kematian akan ternyata, berapa

besarnya andil suami atau isteri tersebut, yang masih-masing untuk 1/2 bagian.

Pasal 903 KUH Perdata mengatur dalam hal semasa hidupnya sepanjang masih

berjalannya harta persatuan suami atau isteri membuat ketetapan testamentair,

yang isinya memberikan barangbarang tertentu kepada orang, yang jumlahnya

kemudian ternyata melebihi haknya dalam harta persatuan. Ketetapan yang

demikian itu dapat diambil oleh suami isteri selama hidup mereka, karena

ketetapan yang dituangkan dalam testamen baru berlaku sesudah yang

bersangkutan meninggal dunia. Dengan demikian sepanjang hidup suami-isteri

atau lebih tepat sebelum pemecahan harta persatuan orang belum tahudengan
58

persis, apakah ketetapan yang diambil suami/isteri atas barang-barang persatuan

melebihi haknya atau tidak.

10. Pasal 966 KUH Perdata menentukan bahwa: "Bila pewaris menghibah

wasiatkan barang tertentu milik orang lain, hibah wasiat ini adalah batal, entah

pewaris rtu bhu atau tidak tahu bahwa barang itu bukan kepunyaannya."

11. Bahwa lebih lanjut Penggugat dengan hanya membaca ketentuan pasal 966

KUH Perdata tersebut telah keliru menafsirkan dan menghubungkan dengan

ketentuan pasal 903 KUH Perdata sebagaimana alasan guna membatalkan Akta

Wasiat. Hartono Soerjopratiknjo (dalam bukunya Hukum Waris Testamenter,

Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Cetakan

Kedua, 1984, hal 200 dan 201) disebutkan bahwa: "Syarat untuk sahnya legaat

(hibah-wasiat) mengenai barang (atau uang) tertentu adalah bahwa barang itu

dimilikisi pewaris (966 BW. Suatu benda tertentu hanyalah dapat menjadi obyek

dari suatu hibah wasiat, apabila terdapat dalam harta peninggalan pewaris.

Apabila pewaris menghibah-wasiatkan sesuafu benda tertentu yang dipunyai oleh

orang lain, maka hibah-wasiat itu batal. Yang menjadi soal di sini adalah saat

terbukanya harta peninggalan dan bukan saat membuat testamen. Apabila wasiat

ini dibuat pada saat sebelum pewasiat menjadi pemilik dari benda yang dihibah-

wasiatkan, akan tetapi benda itu telah menjadi miliknya sebelum ia meninggal,

maka pemberian itu sebagai hibah wasiat adalah sah."

12. Bahwa dari uraian posita angka 8 sampai dengan 11 tersebut di atas dapat

diketahui bahwa Penggugat telah keliru dalam menafsirkan dan menghubungkan

ketentuan pasal 903 dengan 966 KUH Perdata adalah suatu yang tidak relevan.
59

Oleh karenanya dalil Penggugat bahwa cukup beralasan bagi Majelis Hakim

untuk menyatakan batal akta Wasiat nomor 05 tanggal 12 Agustus yang dibuat

oleh Notaris Ny. Tati Nurwati, S.H. cq Tergugat lV adalah adalah keliru, sehingga

harus ditolak; Pembuatan Wasiat Tidak merugikan Penggugat.

13. Bahwa Tergugat lll sangat tidak setuju atas dalil Penggugat yang menyatakan

bahwa: "Pembuatan Surat Wasiat a quo sangat merugikan Penggugat, sebab Surat

Wasiat tersebut mencantumkan hampir seluruh harta bersama mitik Penggugat

dan Almarhum Leman sebagaimana Penggugat telah uraikan sebelumnya".

14. Bagaimana mungkin Penggugat dapat mendalilkan bahwa pembuatan Surat

Wasiat sangat merugikan Penggugat, karena sampai dengan diajukannya gugatan

oleh Penggugat, belum diadakan pendataan dan penghitungan atas boedel wasiat

dan seluruh harta benda dalam perkawinan antara Almarhum Bapak Leman dan

lbu Tan Bie Tju, oleh karenanya tidak dapat dikatakan bahwa ketentuan Wasiat

telah merugikan Penggugat. Untuk mengukur bahwa ketentuan Wasiat merugikan

Penggugat tidak dapat ditentukan berdasarkan asumsi, namun seharusnya dengan

melakukan pendataan dan penghitungan yang cermat atas seluruh harta bersama

dalam perkawinan antara Penggugat dengan Bapak Leman yang dipersandingkan

dengan harta benda yang dihibah-wasiatkan.

15. Sebagaimana telah Tergugat kemukakan dalam dalam eksepsi di atas bahwa

gugatan Penggugat mengadung cacat materiil gugatan yang diajukan belum dapat

diterima untuk diperiksa sengketanya di pengadilan karena masih premature,

dalam arti gugatan yang diajukan masih terlalu dini, mengingat bahwa memang

sebenamya obyek perkara dalam perkara a quo dapat diketahui tidak terdapat
60

ketentuan wasiat yang melanggar hak isteri (Penggugat) dalam harta persatuan;

16. Bahwa atas dalil Penggugat yang menyatakan bahwa dengan dimasukkannya

bagian harta Penggugat ke dalam Wasiat tersebut, maka Tergugat IV tetah

melakukan Perbuatan Melawan Hukum dalam pembuatan akta tersebut, sehingga

cukup beralasan bagi Maielis Hakim Yang Terhomat untuk menyatakan batal

Akta Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017 yang dibuat oleh Notaris Ny.Tati

Nurwati, S.H cg Tergugat llI adalah suatu pendapat yang keliru.

17. Bahwa mengenai dalil Penggugat selanjutnya, yang menyatakan: Tergugat lV

ada membuat AKa Keterangan Hak Waris No. 09 tanggal 23 Juli 2018, yang

mana subsfansi dari Akta Keterangan Waris tersebut temyata dibuat hanya

berdasarkan Akta Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017, dengan tidak

mengindahkan Legitieme Portie dari masing-masing anak Alm. Leman yaitu

Tergugat l, ll, lll, dan Turut Tergugat (Vide Pasal 913 Jo. 914 KUHPerdata) dan

bahkan menghilangkan Hak Waris dan Turut Tergugat selaku anak angkat dari

Penggugat dan Almarhum Leman. Adalah hal yang sangat keliru, mengingat

sebagaimana telah kami kemukakan pada posita 3 tersebut di atas Turut tergugat

bukanlah merupakan anak angkat yang secara sah menurut hukum, tidaklah

memiliki legietime porsi. Sehingga dengan adanya Surat Wasiat tersebut tidak

terdapat pelanggaran legietime portie. Akta Wasiat Dan Akta Keterangan Hak

Waris Tidak mengandung Cacat Hukum Oleh Karenanya Permohonan Penggugat

harus ditolak.

18. Bahwa berdasarkan hal tersebut, Akta Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus

2017 yang dibuat oleh Tergugat lV tidak cacat hukum, demikian pula Akta
61

Keterangan Hak Waris No. 09 tanggal 23 Juli 2018 yang dibuat oleh Notaris Ny.

Tati Nurwati, S.H. (Tergugat lV) oleh karenanya gugatan yang demikian, tidak

dibenarkan hukum, sehingga Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili

perkara ini harus menyatakan gugatan Penggugat ditolak; Permohonan Sita

Jaminan Dan Tuntutan Uitvoerbaar bij voerraad Haruslah Ditolak

19. Bahwa mengenai permohonan Penggugat untuk meletakkan sita jaminan

terhadap seluruh harta benda yang tersebut dan tercantum dalam Akta Wasiat

Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017 guna melindungi kepentingan Penggugat,

Tergugat l, Il, lll serta Turut Tergugat, menurut Tergugat lll adalah hal yag tidak

perlu, mengingat:

a). harta benda tersebut sebagian besar telah dikuasai oleh Penggugat, dimana

selaku lbunda dari Tergugat l, ll dan lll tentunya akan bersikap adil dan

kemungkinan akan diasingkannya dan atau dialihkannya harta benda tersebut

secara merugikan Tergugat l, ll, lll tidak akan terjadi

b). Dalil-dalil dan gugatan Penggugat tidak berdasar

20. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat mengenai tuntutan

Uitvoerbaar bij vooraad, karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 180 HIR dan

bahkan bertentangan dengan surat-surat edaran Mahkamah Agung RI. maka sudah

sepatutnya permohonan Penggugat tersebut harus ditolak, mengingat:

a). Sesuai dengan ketentuan yang digariskan oleh SEMA No. 4 Tahun 2001

Jo.SEMA No. 3 Tahun 2000, setiap Pengadilan tidak boleh menjatuhkan putusan

serta merta (uitvuoerbaar bij vooraad) kecuali memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut:
62

1) Gugatan didasarkan pada bukti surat autentik atau surat tulisan tangan yang

tidak dibantah kebenaran tentang isi dan tanda tangannya, yang menurut undang-

undang tidak mempunyai cukup bukti.

2) Gugatan tentang hutang piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak

dibantah.

3) Gugatan tentang sewa menyewa tanah, rumah, gudang dan lain-lain dimana

hubungan sewa menyewa sudah habis/lampau atau Penyewa terbukti melalaikan

kewajibannya sebagai penyewa yang beritikad baik.

4) Pokok gugatan mengenai tuntutan pembagian harta perkawinan (gono gini

setelah putusan mengenai gugatan cerai mempunyai kekuatan hukum tetap.

5) Dikabulkannya gugatan provisionil dengan pertimbangan hukum yang tegas

dan jelas serta memenuhi pasal 332 Rv.

6) Gugatan berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

(in kracht van gewijsde) dan mempunyai hubungan dengan pokok gugatan yang

diajukan.

7) Pokok sengketa mengenai bezrtsrecht; dan

8) Setiap pelaksanaan putusan serta merta harus terdapat pemberian jaminan uang

yang nilainya sama dengan nilai barang/obyek eksekusi, sehingga tanpa adanya

uang jaminan itu tidak boleh ada pelaksanaan putusan serta merta. Ternyata

berdasarkan fakta hukum yang ada, permintaan pelaksanaan putusan serta merta

yang diajukan oleh Penggugat tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam

SEMA No. 4 Tahun 2001 Jo. SEMA No. 3 Tahun 2000.


63

2. Petitum Gugatan

Atas gugatan tersebut, maka Penggugat memohon kepada Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Medan, untuk mengadili dan memutuskan perkara tersebut

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;

2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (Conservatoir Beslag) yang

diletakkan dalam perkara ini ;

3. Menyatakan bahwa seluruh harta yang diperoleh dalam perkawinan antara

Penggugat dengan almarhum Leman di antaranya sebagai berikut:

- Satu bidang tanah pekarangan seluas 3.920 m2 (tiga ribu Sembilan ratus dua

puluh meter persegi), terletak di Jalan Teuku Amir Hamzah DSN 2, Desa Cempa,

Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan

Sertifikat Hak Milik No.62, yang terdaftar atas nama Leman;

- Satu unit kios/toko di Grand Palladium Mall Blok GS-15 No. 07, beralamat di

Jalan Kapten Maulana Lubis, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan

Barat, Kota Medan;

- 4.950 (empat ribu sembilan ratus lima puluh) lembar saham Perseroan Terbatas

“PT. Asdal Prima Lestari” yang berkedudukan di Desa Subussalam, Kecamatan

Simpang Kiri, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh;

- 10 (sepuluh) lembar saham Perseroan Terbatas “PT. Nusachandra Perkasa”

yang berkedudukan di Desa Puji Mulio, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli

Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

- 375 (tiga ratus tujuh puluh lima) lembar saham Perseroan Terbatas “PT. Bangun

Nusa Sarana”, yang berkedudukan di Kelurahan Ujung Menteng, Kecamatan


64

Cakung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta ; Adalah merupakan Harta

Bersama antara Penggugat dengan Almarhum Leman yang belum dibagi ;

4. Menyatakan Penggugat berhak atas ½ (seperdua) bagian dari seluruh harta

bersama yang diperoleh dalam perkawinan antara Penggugat dengan Almarhum

Leman ;

5. Menyatakan batal Akta Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017 yang dibuat

oleh Tergugat – IV cq Ny. Tati Nurwati, S.H. selaku Notaris di Jakarta Utara ;

6. Menyatakan batal Akta Keterangan Hak Waris No. 09 tanggal 23 Juli 2018

yang dibuat oleh Tergugat- IV Cq Ny. Tati Nurwati, S.H. Notaris di Jakarta Utara.

7. Menetapkan para Ahli Waris yang sah dari Almarhum Leman dengan bagian

masing-masing sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yaitu sebagai

berikut:

- Ny. Tan Bie Tju (Penggugat) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;

- Edison (Tergugat I) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;

- Verawaty (Tergugat II) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;

- Lilis Leman (Tergugat III) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;

- Cindy Chandra (Turut Tergugat) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;

8. Menghukum Tergugat I, II, III, dan IV serta Turut Tergugat untuk tunduk dan

patuh terhadap putusan dalam perkara ini.

9. Menyatakan keputusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun ada upaya

verzet, banding, dan kasasi;

10. Menghukum Tergugat I, II, III, IV serta Turut Tergugat untuk menanggung

biaya yang timbul dalam perkara a quo; Apabila Pengadilan c.q. Majelis Hakim
65

Yang Terhormat yang mengadili perkara a quo berpendapat lain, maka Penggugat

mohon Putusan yang seadil-adilnya berdasarkan hukum dan Undang-undang yang

berlaku ;

3. Amar Putusan Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan


Nomor: 43/Pdt.G/2020/PN Mdn

Dalam perkara tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan


memutuskan untuk

MENGADILI
Dalam Eksepsi.
- Menolak Eksepsi Tergugat III untuk seluruhnya;

Dalam Pokok Perkara.


1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebahagian ;
2. Menyatakan bahwa seluruh harta yang diperoleh dalam perkawinan
antara Penggugat dengan almarhum Leman di antaranya sebagai berikut:
- Satu bidang tanah pekarangan seluas 3.920 m2 (tiga ribu Sembilan ratus
dua puluh meter persegi), terletak di Jalan Teuku Amir Hamzah DSN 2, Desa
Cempa, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara,
berdasarkan Sertifikat Hak Milik No.62, yang terdaftar atas nama Leman;
- Satu unit kios/toko di Grand Palladium Mall Blok GS-15 No. 07,
beralamat di Jalan Kapten Maulana Lubis, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan
Medan Barat, Kota Medan; - 4.950 (empat ribu sembilan ratus lima puluh) lembar
saham Perseroan Terbatas “PT. Asdal Prima Lestari” yang berkedudukan di Desa
Subussalam, Kecamatan Simpang Kiri, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh;
- 10 (sepuluh) lembar saham Perseroan Terbatas “PT. Nusachandra
Perkasa” yang berkedudukan di Desa Puji Mulio, Kecamatan Sunggal, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
- 375 (tiga ratus tujuh puluh lima) lembar saham Perseroan Terbatas “PT.
Bangun Nusa Sarana”, yang berkedudukan di Kelurahan Ujung Menteng,
Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta ; adalah
merupakan Harta Bersama antara Penggugat dengan Almarhum Leman yang
belum dibagi ;
3. Menyatakan Penggugat berhak atas ½ (seperdua) bagian dari seluruh
harta bersama yang diperoleh dalam perkawinan antara Penggugat dengan
Almarhum Leman ;
4. Menyatakan batal Akta Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017
yang dibuat oleh Tergugat – IV cq Ny. Tati Nurwati, S.H. selaku Notaris di
Jakarta Utara ;
66

5. Menyatakan batal Akta Keterangan Hak Waris No. 09 tanggal 23 Juli


2018 yang dibuat oleh Tergugat- IV Cq Ny. Tati Nurwati, S.H. Notaris di Jakarta
Utara;
6. Menetapkan para Ahli Waris yang sah dari Almarhum Leman dengan
bagian masing-masing sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yaitu sebagai
berikut:
- Ny. Tan Bie Tju (Penggugat) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;
- Edison (Tergugat I) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;
- Verawaty (Tergugat II) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;
- Lilis Leman (Tergugat III) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ;
- Cindy Chandra (Turut Tergugat) sebesar 1/5 (Seperlima) Bagian ; dari
harta warisan yang ditinggakan oleh suami Penggugat atau orang tua dari Para
Tergugat dan Turut Tergugat;
7. Menghukum Tergugat I, II, III, dan IV serta Turut Tergugat untuk
tunduk dan patuh terhadap putusan dalam perkara ini;
8. Menghukum Tergugat I, II, III, serta Tergugat IV untuk menanggung
biaya yang timbul dalam perkara ini secara tanggung renteng sebesar
Rp.2.554.700,00 (dua juta lima ratus lima puluh empat ribu tujuh ratus rupiah);
9. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;

B. PEMBAHASAN

1. Pertimbangan Hakim mempertimbangkan Legaat dalam Putusan Nomor


43/Pdt.G/2020/PN Mdn?

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat yang pada

pokoknya adalah mengenai .Akta Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017 dari

Leman (Almarhum) yang dibuat Tergugat IV (dibuat oleh Ny. Tati Nurwati, S.H.

Notaris di Jakarta Utara) yang merugikan Penggugat sebagai isteri dari Leman.

Bahwa Penggugat Ny.Tan Bie Tju adalah isteri dari Leman (Almarhum)

yang telah melangsungkan perkawinan tanggal 04 April 1968, dan

perkawinan tersebut baru dicatatkan tanggal 21 Oktober 1975 berdasarkan

Petikan Daftar Perkawinan dan Perceraian untuk Warga Negara Indonesia di

Binjai tahun 1975 No. 72 tanggal 21 Oktober 1975;

Bahwa Almarhum Leman telah meninggal dunia pada tanggal 06 Maret


67

2018 di Medan, sebagaimana tercantum dalam Kutipan Akta kematian Nomor

1205-KM-20032018-0001 tanggal 20 Maret 2018 yang diterbitkan oleh Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat;

- Bahwa dari perkawinan Penggugat dan Alm. Leman telah dikaruniai 3

(tiga) orang anak kandung yaitu:

1. Tn. Edison, (Tergugat I)

2. Ny. Verawati, (Tergugat II)

3. Ny. Lilis Leman, (Tergugat III)

Bahwa selama masa perkawinan antara Penggugat dengan Alm. Leman,

telah diperoleh harta bersama yang belum dibagi di antaranya berupa :

a). Satu bidang tanah pekarangan seluas 3.920 m2 (tiga ribu

Sembilan ratus dua puluh meter persegi), terletak di Jalan Teuku Amir

Hamzah DSN 2, Desa Cempa, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat,

Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan Sertifikat Hak Milik No.62, yang

terdaftar atas nama Leman ;

b). Satu unit kios/toko di Grand Palladium Mall Blok GS-15 No. 07,

beralamat di Jalan Kapten Maulana Lubis, Kelurahan Petisah Tengah,

Kecamatan Medan Barat, Kota Medan ;

c). 4.950 (empat ribu sembilan ratus lima puluh) lembar saham

Perseroan Terbatas “PT. Asdal Prima Lestari” yang berkedudukan di

Desa Subussalam, Kecamatan Simpang Kiri, Kabupaten Aceh Selatan,

Provinsi Aceh

d). 10 (sepuluh) lembar saham Perseroan Terbatas “PT. Nusachandra


68

Perkasa” yang berkedudukan di Desa Puji Mulio, Kecamatan Sunggal,

Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara ;

e). 375 (tiga ratus tujuh puluh lima) lembar saham Perseroan Terbatas

“PT. Bangun Nusa Sarana”, yang berkedudukan di Kelurahan Ujung

Menteng, Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta ;

Bahwa Akta Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017 telah melanggar

legietime portie dari masing masing Ahli Waris yang ada, sehingga Akta

Wasiat Nomor 05 tanggal 12 Agustus 2017 harus dibatalkan. Menimbang, bahwa

berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat gugatan

Penggugat dapat dikabulkan Sebagian. Menimbang, bahwa oleh karena gugatan

Penggugat dikabulkan sebagian dan Para Tergugat berada di pihak yang kalah,

maka Para Tergugat harus dihukum untuk membayar biaya perkara sedangkan

Turut Tergugat tidak perlu dihukum untuk membayar biaya perkara.

Memperhatikan Pasal 903 jo Pasal 966 jo Pasal 852 KUHPerdata dan

Undang-undang Nomor Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

dan peraturan-peraturan lain yang bersangkutan.

2. Akibat adanya hibah wasiat terhadap harta warisan dalam Putusan

Nomor 43/Pdt.G/2020/PN Mdn


69
44

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Affandi, Ali, 2000, Hukum Hukum Waris Hukum Keluarga Pembuktian, Rineka
Cipta, Jakarta.

Allot, Antony, 2001, The Concept of Law, Raja Grafindo, Bandung.

Anshori, Abdul Ghofur, 2011, Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bachtiar, 2002, Pengantar ilmu Hukum, Pustaka Pelajar, Surabaya.

Butarbutar, E. N. (2016), Hukum Pembuktian, Analisis terhadap kemandirian


Hakim sebagai Penegak Hukum dalam Proses Pembuktian, Edisi
Pertama, Bandung : CV Nuansa Aulia.

Joesoef, Iwan Erar, Siti Nurul Intan Sari, 2022, Pengantar Hukum Waris
Indonesia, Yogyakarta.

Kansil, C.S.T, 2002, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta.

Mariam, Darus, 2003, pengertian hibah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud, 2020, Penelitian Hukum, PT. Kencana Preneda Media,
Jakarta.

Mertokusumo, S. 2013), Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Revisi,


Yogyakarta : Cahaya Atma Pustaka

Prodjodikoro, Wirjono, 1991, Hukum Warisan Di Indonesia, Sumur, Bandung.

Sidabalok, J., 2017, Hukum Perdata menurut KUH Perdata, dan


Perkembangannya di dalam Perundang-undangan Indonesia,
Medan : USU Press.

Subekti, R, dan R.Tjitrosudibyo, 1992, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,


Cet ke-25, Pradnya Paramita, Jakarta.

Subekti, R, 2014, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

…………., 2016, Kitab Undang Hukum Perdata, PT.Balai Pustaka, Bandung.

Suryodiningrat, 2001, arti dari hukum perdata, Sinar Grafika, Yogakarta.


45

B. PERUNDANG-UNDANGAN

Republik Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ketiga Tentang


Hibah

Republik Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

C. INTERNET
https://etheses.uinsgd.ac.id/5917/4/4%20BAB%20I.pdf, diakses pada tanggal 03
Mei 2023.
http://misaelandpartners.com/artikel-hibah-waris-wasiat-dan-hibah-wasiat/
diakses pada tanggal 15 Mei 2023

Anda mungkin juga menyukai