HUKUM PERDATA
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 5 (KELAS C)
ANGGOTA :
1. ALI YUSTIN (082001063)
2. SYARIF AFFANDI (082001003)
3. LA ODE RAHMAT (082001108)
4. IRZUL ARDIANSYAH (082001057)
5. SANJAYA DHEWA PERMANA (082001018)
6. UNAM HABIB (082001104)
Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyusun
makalah ini dengan tepat waktunya. Makalah ini berisikan informasi tentang
pemahaman apa saja mengenai hukum perdata Keluarga, Waris, dan Benda yang
ada di Indonesia saat ini. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi
kepada kita semua tentang wawasan mengenai hukum perdata ini.
Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala urusan kita. Amin
Penyusun
i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. HUKUM KELUARGA..........................................................................................4
1. Definisi Hukum Keluarga dan Menurut Para Ahli.............................................4
2. Sumber Hukum Keluarga...................................................................................5
3. Asas-Asas Hukum keluarga...............................................................................6
4. Ruang Lingkup Hukum Keluarga.......................................................................7
5. Hak dan Kewajiban dalam Hukum Keluarga.....................................................7
B. HUKUM WARIS...................................................................................................8
1. Pengertian Hukum Waris...................................................................................8
2. Unsur-Unsur Kewarisan Menurut KUHPerdata...............................................10
3.Hak dan Kewajiban Pewaris dan Ahli Waris.........................................................14
4. Objek Hukum Waris.........................................................................................16
5. Ahli Waris dan Besarnya Bagian Menurut KUHPerdata..................................17
C. Hukum Benda.......................................................................................................18
1. Pengertian Hukum Benda.................................................................................18
2. Sistem Hukum Benda.......................................................................................19
3. Macam-Macam Benda.....................................................................................19
4. Asas-Asas Hukum Benda.................................................................................23
5. Hak kebendaan menurut UUPA.......................................................................26
BAB III............................................................................................................................28
PENUTUP.......................................................................................................................28
A. Kesimpulan..........................................................................................................28
ii
B. Saran....................................................................................................................29
Daftar Pustaka..................................................................................................................30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Perdata adalah hukum yang memuat semua peraturan-
peraturan, yang meliputi hubungan-hubungan hukum antara orang yang
satu dengan orang yan lainnya di dalam masyarakat (terkadang antara
anggota masyarakat dengan pemerintah), dengan menitiberatkan kepada
kepentingan perseorangan. Hukum Perdata dalam arti luas adalah bahan
hukum sebagaimana tertera dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(BW), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (WVK) beserta sejumlah
undang-undang yang disebut undang-undang tambahan lainnya, atau dapat
pula dikatakan meliputi semua hukum privat materiil, yaitu segala hukum
pokok yang mengatur kepentingan perseorangan. Hukum Perdata dalam
arti sempit adalah Hukum Perdata sebagaimana terdapat dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW).
Sistematika Hukum Perdata Materiil menurut ilmu pengetahuan
dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
a. Hukum Pribadi (personenrecht)
b. Hukum Keluarga (familierecht)
c. Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht)
d. Hukum Waris (erfrecht)
Dari yang telah dibahas diatas, maka dapat kita sadari bahwa
Hukum Perdata timbul karena manusia yang hidup bermasyarakat, karena
manusia sendiri merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa
manusia lainnya. Maka untuk mempertahankan keberadaan manusia di
muka bumi dan hasil dari interaksi manusia antara satu sama lain dapat
timbul peristiwa perkawinan. Salah satu akibat hukum dari perkawinan
1
adalah penyatuan harta. Hal tersebut sangat penting oleh karena itu, di
perlukan perangkat hukum untuk menganturnya.
Istilah Hukum Waris sudah bukan hal yang asing dalam kehidupan
kita, karena hal ini sudah lumrah terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Indonesia adalah negara yang sistem hukumnya pluralistik begitu juga
dengan sistem kewarisan hukumnya, yaitu Hukum Waris Adat, Hukum
Waris Islam dan Hukum Perdata Barat.
R. Subekti beranggapan seperti hal dengan Hukum Perkawinan,
begitu pula Hukum Waris di Indonesia masih beraneka ragam. Di samping
Hukum Waris Adat, berlaku Hukum Waris menurut KUHPerdata
(Burgelijk Wetboek).
Dalam Hukum Waris Perdata Barat, bagian-bagian ahli waris
terhadap harta kekayaan si pewaris telah ditentukan sehingga setiap ahli
waris dipastikan untuk mendapatkan bagiannya. Bahkan Undang-Undang
menjamin hak ahli waris jika si pewaris membuat wasiat.Bagian yang
dilindungi ini disebut legitieme portie, yaitu bagian mutlak bagi para ahli
waris yang tidak boleh dikurangi dengan cara apapun oleh si pewaris.
Walaupun Undang-Undang sudah secara jelas dan nyata
menentukan bagian para ahli waris sesuai golongannya, namun tetap
seringkali terjadi permasalahan pembagian harta warisan. Tidak jarang
permasalahan ini sampai diperkarakan di pengadilan, agar dapat
diselesaikan dengan aturan yang tepat sesuai dengan Undang-Undang.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
2. Untuk mengetahui tentang hukum waris
3. Untuk mengetahui tentang hukum benda
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. HUKUM KELUARGA
4
Hukum kekeluargaan adalah keseluruhan ketentuan yang
menyangkut hubungan hukum mengenai kekeluargaan sedarah
dan kekeluargaan karena perkawinan
5
3. Asas-Asas Hukum keluarga
Berdasarkan hasil analisis terhadap KUH Perdata dan UU
Nomor 1 tahun 1974 dirumuskan beberapa asas yang cukup prinsip
dalam Hukum Keluarga, yaitu:
Asas monogamy, asas ini mengandung makna bahwa seorang
pria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang istri hanya
boleh mempunyai seorang suami.
Asas konsensual, yakni asas yang mengandung makna bahwa
perkawinan dapat dikatakan sah apabila terdapat persetujuan atau
consensus antara calon suami-istri yang akan melangsungkan
perkawinan.
Asas persatuan bulat, yakni suatu asas dimana antara suami-istri
terjadi persatuan harta benda yang dimilikinya.(Pasal 119
KUHPerdata)
Asas proporsional,yaitu suatu asas dimana hak dan kedudukan
istri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban suami dalam
kehidupan rumah tangga dan di dalam pergaulan masyarakat.
( Pasal 31 UUNo.1 Tahun 1974 tentang perkawinan)
Asas tak dapat dibagi-bagi,yaitu suatu asas yang menegaskan
bahwa dalam tiap perwalian hanya terdapat seorang
wali. Pengecualian dari asas ini adalah
- Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang
hidup lebih lama maka kalau ia kawin lagi, suaminya menjadi
wali serta/wali peserta
- Jika sampai ditunjuk pelaksana pengurusan yang mengurus
barang-barang dari anak di bawah umur di luar Indonesia
Asas prinsip calon suami istri harus telah matang jiwa
raganya.( Pasal 7 UU No.1 Tahun 1974)
Asas monogamy terbuka/poligami terbatas, asas yang
mengandung makna bahwa seorang suami dapat beristri lebih dari
6
seorang dengan izin dari pengadilan setelah mendapat izin dari
istrinya dengan dipenuhhinya syarat-syarat yang ketat.
Asas perkawinan agama, asas yang mengandung makna suatu
perkawinan hanya sah apabila dilaksanakan sesuai dengan hukum
agama dan kepercayaannya masing-masing.( Pasal 31 UUNo.1
Tahun 1974 tentang perkawinan)
Asas perkawinan sipil, asas yang mengandung makna bahwa
perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan dan dicatat oleh
pegawai pencatat sipil (kantor catatan sipil), perkawinan secara
agama belum berakibat sahnya suatu perkawinan.
7
c) Hak dan kewajiban antara anak dengan orang tuanya manakala
oarng tuanya telah mengalami proses penuaan
B. HUKUM WARIS
8
ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih
hidup.
g. Menurut Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, S.H., warisan adalah
soal apakah dan bagaimanakah pembagian hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tentang kekayaan sesorang pada waktu ia
meninggal dunia akan beralih kepada yang masih hidup
h. Menurut Kompilasi Hukum Islam, hukum warisan adalah hukum
yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang
berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing
(Simanjuntak, 2017).
9
2. Unsur-Unsur Kewarisan Menurut KUHPerdata
10
1. Hidup secara nyata, yaitu dia menurut kenyataan
memang benar-benar masih hidup, dapat dibuktikan
dengan panca indra.
2. Hidup secara hukum, yaitu dia tidak diketahui secara
kenyataan masih hidup. Dalam hal ini termasuk juga bayi
dalam kandungan ibunya (Pasal 1 ayat 2 KUH Perdata).
11
adalah orang yang berhak menerima warisan,
sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Ahli waris ini diatur didalam (Pasal
832 KUHPerdata) menurut undang-undang yang berhak
menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah
maupun luar nikah, suami atau isteri yang hidup terlama.
Bilamana baik keluarga sedarah, maupun si hidup
terlama diantara suami istri tidak ada, maka segala harta
peninggalan si yang meninggal menjadi milik negara, yang
mana berwajib akan melunasi segala utangnya, sekadar harta
peninggalan mencukupi untuk itu.
Ahli waris karena hubungan darah ini ditegaskan
kembali dalam (Pasal 852 a KUHPerdata). Dalam hal warisan
dan seorang suami atau isteri yang telah meninggal lebih
dahulu, suami atau isteri yang ditinggal mati, dalam
menerapkan ketentuan-ketentuan bab ini, disamakan dengan
seorang anak sah dan orang yang meninggal, dengan
pengertian bahwa bila perkawinan suami isteri itu adalah
perkawinan kedua atau selanjutnya.
Dan dari perkawinan yang dulu ada anak-anak atau
keturunan-keturunan anak-anak itu, suami atau isteri yang baru
tidak boleh mewarisi lebih dan bagian terkecil yang diterima
oleh salah seorang dan anak-anak itu, atau oleh semua
keturunan penggantinya bila ia meninggal lebih dahulu, dan
bagaimanapun juga bagian warisan isteri atau suami itu tidak
boleh melebihi seperempat dan harta peninggalan si pewaris.
12
dalam kuasanya.
c. Warisan (Nalatenschap)
Menurut hukum barat dalam BW yang dimaksud warisan
adalah harta kekayaan (vermogen) berupa aktiva atau passive atau
hak-hak dan kewajiban yang bernilai uang yang akan beralih dari
13
pewaris yang telah wafat kepada para waris pria atau wanita.
Itulah tiga unsur waris, jika salah satu dari unsur tersebut
tidak ada, maka waris mewarisipun tidak bisa dilakukan ataupun
dibagikan.
14
Testament rahasia, dibuat oleh calon pewaris
tidak harus ditulis tangan, kemudian testament
tersebut disegel dan diserahkan kepada seorang
notaries dengan disaksikan oleh empat orang
saksi
2) Kewajiban pewaris
Merupakan pembatasan terhadap haknya yang
ditentukan UU. Ia harus mengindahkan adanya legitieme
portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan
yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan
warisan (Pasal 913 KUHPerdata).
15
terpenting dari warisan secara beneficiare ini adalah
kewajiban untuk melunasi hutang-hutang danbeban lain
si pewaris dibatasi sedemikian rupa sehingga
pelunasannya dibatasi menurut kekuatan warisan, dalam
hal ini berarti si ahli waris tersebut tidak usah
menanggung pembayaran hutang dengan kekayaan
sendiri, jika hutang pewaris lebih besar dari harta
bendanya.
- Menolak warisan, ini mungkin, jika jumlah harta
kekayaan yang berupa kewajiban membayar hutang lebih
besar daripada hak untuk menikmati harta peninggalan.
Penolakan wajib dilakukan dengan suatu pernyataan
kepada Panitera Pengadilan Negeri setempat.
16
Jadi obyek hukum waris adalah harta kekayaan yang dapat berupa
benda berwjud dan tidak berwujud, yang berarti hak dan
kewajiban pewaris yang lahir dari hubungan hukum kekeluargaan
tidak dapat diwariskan, kecuali hak suami/ayah untuk
menyangkal anaknya
17
harus di bagi dua bahagian sama besarnya, satu bahagian
untuk semua keluarga sedarah dalam garis lurus keatas, dan satu
bahagian lagi untuk semua keluarga seddaarah dalam garis si ibu.
6) Golongan 4
Dalam hal ini pasal 858 KUHPerdata, Menentukan bahwa
dalam hal tidak adanya saudara saudara laki laki dan perempuan
dann tidak adanya pula keluarga dalam garis lurus keatas,
setengah bagian dari warisan menjadi bagian sekalian keluarga
dalam garis keatas yang masih hidup, sedangkan setengah bagian
lainnya, kecuali dalam hal tersebut masih hidup, sedangkan
setengah bagian lainnya kecuali dalam hal tersebut dalam pasal
859 menjadi bagian para sanak saudara dalam garis lain. Ahli
waris dalam golongan keempat ini yaitu keluarga lainnya dalam
garis menyamping yang dibatasi sampai dengan derajat keenam,
baik dari pihak ayah maupun dari pihak Ibu. (Sagala, 2018)
C. Hukum Benda
18
Jadi hukum benda adalah peraturan-peraturan hukum yang
mengatur mengenai hak- hak kebendaan yang sifatnya mutlak
(P.N.H.Simanjuntak, 2015 :177)
3. Macam-Macam Benda
a. Benda yang dapat diganti (contoh : uang ) dan yang tak dapat diganti
(Contoh : seekor kuda)
b. Benda yang dapat diperdagangkan(praktis tiap barang dapat
diperdagangkan) dan yang tidak dapat diperdagangkan atau diluar
perdagangan (contoh : jalan – jalan dan lapangan umum)
c. Benda yang dapat dibagi (contoh : beras) dan yang tidak dapat dibagi
(contoh: seekor kuda)
d. Benda yang bergerak (contoh: perabot rumah) dan yang tak bergerak
(contoh: tanah) (Soebekti, 1979 : 50 – 51).
19
Menurut Prof.Sri Soedewi Majvhoen Sofwan, benda dapat
dibedakan atas :
Sementara menurut Prof. L.J. Van Apeldoorn, benda dapat dibagi atas :
a. Benda berwujud (lichamelijk zaken), yakni benda yang dapat
ditangkap dengan pancaindra
b. Benda tidak berwujud (onlichamelijk zaken), yakni hak-hak
subyektif
20
diatas, yang paling penting adalah pemabgian benda bergerak dan benda
tak bergerak, sebab pembagian ini mempunyai akibat yang sangat
penting dalam hukum. Menurut Pasal 540 KUHPerdata, tiap- tiap
kebendaan adalah benda bergerak atau benda tak bergerak
a. Benda bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya atau karena
penetapan undang-undang dinyatakan sebagai benda bergerak,
misalnya kendaraan, surat- surat berharga, dan sebagainya. Dengan
demikian kebendaan bergerak ini sifatnya adalah kebendaan yang
dapat dipindah atau dipndahkan (Pasal 509 KUHPerdata). Menurut
Pasal 505 KUHPerdata, benda bergerak ini dapat dibagi atas benda
yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan
b. Benda tidak bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya,
tujuan pemakaiannya atau karena penetapan undang-undang
dinyatakan sebagai benda tak bergerak, misalnya tanah, bangunan,
dan sebagainya
c. Benda dapat dipalai habis dan tidak dapat dipakai habis (Pasal 505
KUHPerdata)
d. Benda yang sudah ada dan benda yang aka nada (Pasal 1334
KUHPerdata)
21
h. Benda atas nama dan tidak atas nama (Pasal 613 KUHPerdata jis
UUPA dan PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah) ( Djaja
S. Meliala, 2015 : 4-5)
22
4. Asas-Asas Hukum Benda
Menurut asas ini, atas suatu benda itu hanya dapat diadakan
hak kebendaan sebagaimana yangntelah disebutkan dalam undang-
undang. Hak-hak kebendaan tidakan akan memberikan wewenang
yang lain daripada apa yang sudah ditentukan dalam undang-
undang. Dengan kata lain, kehendak para pihak tidak dapat
memengaruhi isi hak kebendaan. Jadi, berlakunya aturan-aturan itu
tidak dapat disimpangi oleh para pihak
b. Dapat dipindahkan
c. Asas individualiteit
23
d. Asas totaliteit
f. Asas prioriteit
24
wewenang yang sejenis dengan wewenang-wewenang dari
eigendom, sekalipun luasnya berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu
diatur urutannya, iura in realiena melekat sebagai beban atas
eigendom. Sifat ini membawa serta bahwa iura in realiena
didahulukan (lihat Pasal 674, 711, 720, 756, 1150 KUHPerdata)
i. Asas publiciteit
25
pendaftaran dalam register umum
j. Sifat perjanjian
26
milik orang lain, yang member wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberiknnya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau
perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan
dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang ini (Pasal 41
ayat 1 UUPA)
e) Hak sewa untuk bengunan adalah hak seseorang atau suatu badan
hukum mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan
bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang
sebagai sewa (Pasal 44 ayat 1 UUPA)
f) Hak membuka hutan dan memungut hasil hutan adalah hak
membuka tanah dan memungut hasil hutan yang hanya dapat
dipunyai oleh warga Negara Indonesia. Dengan mempergunakan
hak memungut hasil hutan secara sah, tidak dengan sendirinya
diperoleh hak milik atas tanah itu (Pasal 46 UUPA)
g) Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan adalah hak
memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air
itu diatas tanah orang lain (Pasal 47 ayat 1 UUPA)
h) Hak guna ruang angkasa adalah hak untuk mempergunakan tenaga
dan unsure-unsur dalam ruang angkasa guna usaha-usaha
memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air, serta
kekayaan alam yang terkendung di dalamnya dan hal-hal lainnya
yang bersangkutan dengan itu (Pasal 48 ayat 1 UUPA)
i) Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan social adalah hak milik
tanah badan-badan keagamaan dan social sepanjang dipergunakan
untuk usaha dalam bidang keagamaan dan social diakui dan
dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh
tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang
keagamaan dan social (Pasal 49 ayat 1 UUPA)
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum keluarga berasal dari terjemahan
kata familierecht (belanda) atau law of familie (inggris). Istilah keluarga
dalam arti sempit adalah orang seisi rumah, anak istri, sedangkan dalam
arti luas keluarga berarti sanak saudara atau anggota kerabat dekat. Ali
affandi mengatakan bahwa hukum keluarga diartikan sebagai
“Keseluruhan ketentuan yang mengatur hubungan hukum yang
bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena
perkawinan (perkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian, pengampuan ,
keadaan tak hadir).
Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang
harus terjadi terhadap harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia.
Dengan demikian, hukum waris pada hakikatnya, mengatur mengenai tata
cara peralihan harta kekayaan dari seorang yang meninggal dunia atau
pewaris kepada para ahli warisnya. Jadi, di dalam kewarisan ini, terdapat
tiga unsur, yaitu:
a. Adanya orang yang meninggal dunia (pewaris)
b. Adanya harta kekayaan yang ditinggalkan
c. Adanya ahli waris.
Hukum benda adalah terjemahann dari istilah bahasa Belanda,
yaitu “zakenrecht”. Menurut Prof. Soediman Kartohadiprodjo, hukum
kebendaan ialah semua kaidah hukum yang mengatur apa yang diartikan
dengan benda dan mengatur hak – hak atas benda. Adapun menurut Prof.
L.J.Apeldoorn, hukum kebendaan adalah peraturan mengenai hak – hak
kebendaan.
28
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih
terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan
memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber
serta kritik yang membangun dari para pembaca.
29
Daftar Pustaka
30