Anda di halaman 1dari 11

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang
berjudul “Perpecahan USSR” ini tepat pada waktunya. Kami mengharapkan makalah ini
dapat memberikan informasi dan menambah wawasan pengetahuan kepada kita semua.
.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.

Talawi, 20 Januari 2022

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3 Manfaat....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2

2.1 Kapitalisme................................................................................................. 2
2.2 Krisis Global............................................................................................... 3
2.3 Munculnya Gorbachef................................................................................ 3
2.4 Ketidak Puasan Publik................................................................................ 5

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 7

3.1 Kesimpulan................................................................................................. 7
3.2 Saran........................................................................................................... 7

Daftar Pustaka................................................................................................... 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Harta benda dapat memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan penunjang manusia.
Dengan adanya harta benda berbagai kebutuhan hidup seperti makanan, pakaian, tempat
tinggal, transportasi, rekreasi, penunjang beribadah dan sebagainya dapat dipenuhi. Dalam
perkawinan kedudukan harta benda disamping sarana untuk memenuhi kebutuhan tersebut di
atas, juga berfungsi sebagai pengikat perkawinan. Tetapi banyak juga ditemukan keluarga
yang memiliki banyak harta benda dalam perkawinan menjadi sumber masalah dan penyebab
terjadinya perselisihan dan perceraian suami isteri. Oleh sebab itu perlu ditinjau dari beberapa
segi agar hal yang tidak baik dapat dihindari.
Ada aspek lain yang perlu ditinjau dari segi hukum karena status harta benda sebagai
salah satu simbol duniawi sering membawa mala petaka yang fatal antara suami isteri. Hal ini
terjadi karena sangat banyak di antara pasangan suami isteri tidak mengerti dengan
perkawinan yang sedang dijalaninya secara benar. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami
akan menjelaskan mengenai Kedudukan Harta Dalam Perkawinan dan beberapa hal yang
berkaitan dengannya. Walaupun makalah kami jauh dari kesempurnaan, tetapi kami berharap
semoga dapat bermanfaat untuk kita semua.

B. PERMASALAHAN
Dari latar belakang tersebut, kami menemukan beberapa permasalahan yang akan
kami coba ulas dalam makalah ini. Permasalahan tersebut antara lain :
1. Apa saja jenis harta dalam perkawinan?
2. Apa itu harta bersama dan apa yang tidak termasuk harta bersama?
3. Bagaimana yang terjadi dengan harta perkawinan jika terjadi perceraian, perlukah
dibuat perjanjian kawin?
4. Bagaimanakah pemanfaatan harta benda dalam perkawinan?

C. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
mempelajari lebih dalam mengenai harta dalam perkawinan dan apa yang terjadi dengan
harta perkawinan jika terjadi perceraian.

iv
D. PEMBATASAN MASALAH
Agar mengena pada sasaran, kami membatasi permasalahan yang akan kami bahas dalam
makalah ini meliputi :
1. Harta benda dalam perkawinan
2. Harta bersama dan Harta bawaan
3. Akibat Perceraian Terhadap Harta Perkawinan
4. Perjanjian Perkawinan
5. Pemanfaatan Harta dalam Perkawinan

v
BAB II
PEMBAHASAN

1. HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN


Menurut pasal 35 UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP), harta benda
dalam perkawinan terbagi dalam tiga bentuk yakni harta bersama, harta bawaan dan harta
perolehan.
a. Harta Bersama (psl 36 ayat (1) UUP No 1/1974).
Harta bersama yaitu harta benda yang diperoleh sesudah suami-istri berada dalam
hubungan perkawinan, atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang dari mereka.
Harta bersama dikuasai oleh suami dan istri, sehingga baik suami maupun istri punya
hak dan kewajiban yang sama untuk memperlakukan harta mereka dengan persetujuan
kedua belah pihak. Bila terjadi perceraian, maka menurut pasal 37 UUP, harta bersama
diatur menurut hukumnya masing-masing. Yang dimaksud dengan ‘hukumnya’
masing-masing adalah hukum yang berlaku sebelumnya bagi suami istri, yaitu hukum
agama, hukum adat dan hukum-hukum lain (KUH Perdata misalnya).
 b. Harta Bawaan (psl 36 ayat ( 2) UUP)
Yaitu harta benda yang telah dimiliki masing-masing suami-istri sebelum mereka
melangsungkan perkawinan, baik yang berasal dari warisan, hibah, atau usaha mereka
sendiri-sendiri. Harta bawaan dikuasai oleh masing-masing pemiliknya yaitu suami
atau istri. Artinya, seorang istri atau suami berhak sepenuhnya untuk melakukan
perbuatan hukum mengenai harta bendanya masing-masing. Tetapi bila suami istri
menentukan lain yang dituangkan dalam perjanjian perkawinan misalnya, maka
penguasaan harta bawaan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian itu. Demikian pula bila
terjadi perceraian, harta bawaan dikuasai dan dibawa oleh masing-masing pemiliknya,
kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Untuk itu penyimpanan surat-
surat berharga sangat penting disini.
 c. Harta Perolehan
  Yaitu harta masing-masing suami-istri yang dimilikinya sesudah mereka berada dalam
hubungan perkawinan. Harta ini diperoleh bukan dari usaha mereka baik seorang atau
bersama-sama, tetapi merupakan hibah, wasiat atau warisan masing-masing. Pada
dasarnya penguasaan harta perolehan ini sama seperti harta bawaan, yakni suami atau

vi
istri berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta
perolehannya masing-masing dan jika ada kesepakatan lain yang dibuat dalam
perjanjian perkawinan maka penguasaan harta perolehan dilakukan sesuai dengan isi
perjanjian. Demikian juga jika terjadi perceraian.

2. HARTA BERSAMA DAN HARTA BAWAAN


Seperti telah dijelaskan di atas, harta bersama atau lebih sering disebut dengan
harta gono-gini adalah harta benda atau hasil kekayaan yang diperoleh selama perkawinan.
Meskipun harta tersebut diperoleh dari hasil kerja suami saja, isteri tetap memiliki hak atas
harta bersama. Jadi, harta bersama meliputi harta yang diperoleh dari usaha suami dan isteri
berdua atau usaha salah seorang dari mereka. Ini berarti baik suami maupun istri
mempunyai hak dan kewajiban yang sama atas harta bersama dan segala tindakan hukum
atas harta bersama harus mendapat persetujuan kedua belah pihak. Harta bersama dapat
berupa benda berwujud, benda tidak berwujud (hak dan kewajiban), benda bergerak, benda
tidak bergerak dan surat-surat berharga. Sepanjang tidak diatur lain dalam perjanjian
perkawinan, apabila terjadi perceraian maka masing-masing pihak isteri maupun suami
berhak atas separoh (seperdua) dari harta bersama.
Sebelum memasuki perkawinan adakalanya suami atau isteri sudah memiliki harta
benda. Dapat saja merupakan harta milik pribadi hasil usaha sendiri, harta keluarganya atau
merupakan hasil warisan yang diterima dari orang tuanya. Harta benda yang telah ada
sebelum perkawinan ini bila dibawa kedalam perkawinan tidak akan berubah statusnya. Pasal
35 ayat 2 UU nomor 1 tahun 1974 menetapkan bahwa harta bawaan dari masing-masing
suami dan isteri adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak
menentukan lain. Masing-masing berhak menggunakan untuk keperluan apa saja.
Sehinggam menurut hukum perkawinan yang berlaku (Undang-Undang No 1 thn
1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam), harta kekayaan yang dimiliki
sebelum perkawinan (harta bawaan) tidak termasuk dalam harta bersama kecuali ditentukan
lain dalam perjanjian perkawinan.

3. AKIBAT PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA


Berdasarkan Pasal 37 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, bila
perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-
masing. Dalam penjelasan Pasal 37 tersebut, ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan

vii
hukumnya masing-masing adalah hukum Agama, hukum adat, dan hukum-hukum lainnya.
Oleh karena itu, bagi pemeluk agama Islam berlakulah peraturan yang ditetapkan itu dalam
kompilasi hukum Islam.
Bagi umat Katolik pada dasarnya tidak ada perceraian dalam agama. Namun dalam
praktiknya, pasangan Katolik tetap dapat bercerai secara perdata, walaupun secara Katolik
perceraian tersebut dianggap tidak sah. Dalam hal yang demikian, perceraian dan pembagian
harta bersama berpedoman pada ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(“KUHPer”).
Berdasarkan Pasal 126 KUHPer, harta bersama bubar demi hukum salah satunya
karena perceraian. Lalu, setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama mereka dibagi
dua antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dan
pihak mana asal barang-barang itu (Pasal 128 KUHPer).
H. Hilman Hadikusuma menjelaskan dalam buku “Hukum Perkawinan Indonesia
Menurut: Perundangan Hukum Adat Hukum Agama” (hlm. 189), akibat hukum yang
menyangkut harta bersama berdasarkan Pasal 37 UU Perkawinan ini diserahkan kepada para
pihak yang bercerai tentang hukum mana dan hukum apa yang akan berlaku, dan jika tidak
ada kesepakatan antara mantan suami-istri, hakim dapat mempertimbangkan menurut rasa
keadilan yang sewajarnya.
Selain itu, akibat perceraian terhadap harta bersama juga dapat ditentukan oleh hukum
adat yang digunakan para pihak, apabila para pihak menggunakan hukum adat untuk
mengatur akibat perceraian.

4. PERJANJIAN PERKAWINAN
Seringkali pihak isteri dirugikan dan mengalami ketidakadilan dalam pembagian harta
bersama. Ketidakadilan ini terkait dengan masalah pembakuan peran suami isteri dalam
Undang-Undang No. 1 thn 1974 tentang Perkawinan (UUP) yang menyatakan bahwa suami
adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga. UUP juga telah menempatkan isteri
sebatas pengelola rumah tangga (domestik) dengan aturan yang mewajibkan isteri mengatur
urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Dampaknya, banyak isteri yang tidak memiliki
kesempatan bekerja dan mencari nafkah sendiri sehingga tidak bisa mengolah ketrampilan
yang dimilikinya untuk memperoleh penghasilan. Dalam hal ini, para isteri mengalami
ketergantungan ekonomi terhadap suaminya. Bagaimana jika kemudian terjadi perceraian?
Isteri yang telah "dirumahkan" tentu akan mengalami kesulitan untuk mandiri secara

viii
ekonomi. Beban isteri pun semakin berat jika dalam perkawinan sudah lahir anak-anak yang
menjadi tanggungannya.Jadi perlu sekali dibuat suatu kesepakatan perjanjian sebelum
perkawinan yang bebas dari tekanan  dan ancaman agar jika terjadi sesuatu yang tidak adil
maka setidaknya istri mendapat setengah bagian harta gono gini sesuai dengan hukum yang
berlaku.
Jika Anda tidak menghendaki harta kekayaan yang Anda peroleh selama masa
perkawinan menjadi harta bersama, Anda harus membuat perjanjian perkawinan pada waktu
atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Hal-hal yang dapat diatur dalam perjanjian
perkawinan ,diantaranya, adalah :
a) Ketentuan pembagian harta bersama termasuk prosentase pembagian harta bersama jika
terjadi perceraian;
b) Pengaturan atau penanganan urusan keuangan keluarga selama perkawinan berlangsung;
c) Pemisahan harta selama perkawinan berlangsung, artinya harta yang anda peroleh dan
harta suami terpisah sama sekali.
Membuat perjanjian perkawinan adalah hal yang penting untuk mencegah terjadinya
ketidakadilan dalam pembagian harta bersama sebaiknya di sahkan didepan notaris dan
dicatatkan di KUA untuk agama islam dan non islam di Kantor Catatan Sipil.

5. PEMANFAATAN HARTA DALAM PERKAWINAN


Dalam hal penggunaan harta benda milik bersama ini menurut pasal 36 ayat 1 UU
nomor 1 tahun 1974 menetapakan bahwa suami atau isteri dapat bertindak bila atas dasar
peretujuan kedua belah pihak. Menurut pasa 92 Inpres nomor 1 tahun 1991 suami atau isteri
tanpa adanya persetujuan pihak lainnya tidak boleh menjual atau memindahtangankan harta
milik bersama.
Harta benda milik bersama hanya dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari semua
pihak terkait menurut atau untuk memenuhi kebutuhan bersama atau kebutuhan apa yang
menjadi tanggung jawabnya.menurut yang wajar dan layak. Bila ada ada kelebihan wajib
disimpan sebagai cadangan atau sebagai modal dan investasi. Tidak boleh dibelanjakan
secara boros, karena orang pemboros adalah sahabat setan di dunia dan sahabat setan juga di
dalam neraka kelak. Harta milik bersama dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai
pinjaman atau hibah dengan syarat harus disetujui oleh suami / isteri dan anak-anak. Harta
bersama dalam perkawinan adalah milik suami /isteri dan semua anak-anak.

ix
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan
kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena kami hanyalah manusia
biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat
diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

2. Saran
Untuk mencegah munculnya kezaliman dalam rumah tangga akibat pembagian harta
bersama yang tidak tepat, maka ada baiknya jika setiap harta yang tumbuh dari masing-
masing harta bersama tersebut didaftarkan. Agar kepada masyarakat yang ingin melakukan
pernikahan supaya membuat perjanjian mengenai pembagian harta bersama, agar ketika
terjadi perceraian tidak terjadi perselisihan dalam pembagian harta bersama. Pemerintah
diharapkan dapat melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang ketentuan pembagian
harta bersama menurut hukum positif dan hukum islam

x
DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.lbh-apik.or.id/ pemisahan-harta-perk.htm diakses tanggal 2 April 2014


2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);
3. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
4. Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan
Kompilasi Hukum Islam).
5. H. Hilman Hadikusuma “Hukum Perkawinan Indonesia Menurut: Perundangan Hukum
Adat Hukum Agama” Mandar Maju, Bandung, 1990
6. Adi Condro Bawono, S.H., M.H. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/ /dampak-
perceraian-terhadap-harta-bersama- Diakses tanggal 2 April 2014
7. http://www.ajihoesodo.com/index.php?option= seputar-masalah-harta-bersama-dalam-
tinjauan-hukum. Diakses tanggal 2 April 2014

xi

Anda mungkin juga menyukai