Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HARTA GONO GINI

DISUSUN OLEH :

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE

2023
KATA PENGANTAR

Dengan memohon keberkahan dari Allah, Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, kami dengan rendah hati menyajikan makalah ini sebagai bentuk usaha
mendalam dalam memahami serta merenungi ajaran-ajaran Islam. Melalui setiap kata yang
terpilih, kami berharap dapat menggugah hati pembaca untuk lebih mendekatkan diri kepada
Sang Pencipta.
Penting bagi kami untuk menyoroti nilai-nilai keadilan, kasih sayang, dan
kebijaksanaan yang terkandung dalam ajaran Islam. Semoga makalah ini dapat menjadi
sumber inspirasi untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh makna dan taqwa
kepada Allah SWT.
Kritik dan masukan yang membangun sangat kami harapkan, seiring dengan doa kami
agar Allah senantiasa memberikan petunjuk dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Parepare, 12 Desember 2023

_____________
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Pengertian Harta Gono Gini............................................................................................3
B. Dasar Hukum Harta Gono Gini.......................................................................................4
C. Ruang Lingkup Harta Gono Gini....................................................................................6
D. Terbentuknya Harta Gono Gini......................................................................................6
C. Hak dan Tanggung Jawab Suami Istri terhadap Harta Gono Gini..................................7
BAB III PENUTUP....................................................................................................................9
A. Kesimpulan.....................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam dinamika rumah tangga yang terus berkembang, fenomena harta gono gini
menjadi semakin relevan terutama ketika rumah tangga menghadapi situasi perceraian.
Masalah ini muncul sebagai bagian integral dari realitas sosial modern di mana ikatan
pernikahan tidak selalu bertahan sepanjang hayat. Seringkali, perceraian bukan hanya merinci
hubungan antara dua individu, tetapi juga membuka pintu untuk analisis mendalam tentang
distribusi kekayaan yang bisa menciptakan ketidaksetaraan ekonomi yang signifikan.
Proses perceraian seringkali menjadi panggung konflik, khususnya dalam hal
pembagian harta bersama. Pertanyaan mengenai bagaimana harta bersama akan dibagi, dan
hingga sejauh mana harta pribadi memainkan peran dalam pembagian, memunculkan
ketidaksetaraan ekonomi yang kompleks.
Perceraian sebagai titik sentral penelitian menghadirkan pertanyaan mendalam
tentang implikasi harta gono gini terhadap dua individu yang telah membentuk ikatan rumah
tangga. Bagaimana distribusi kekayaan dapat menciptakan ketidaksetaraan ekonomi di antara
mantan pasangan, serta bagaimana dampak sosial dan psikologisnya dapat membentuk
dinamika masyarakat, akan menjadi fokus penelitian. Dengan melihat fenomena ini dari
sudut pandang mikro hingga makro, makalah ini bertujuan untuk merinci, menganalisis, dan
menyajikan perspektif yang mendalam dalam rangka memberikan kontribusi pada pemikiran
kritis mengenai fenomena harta gono gini.
Dengan merinci dan memahami hubungan yang kompleks antara harta gono gini,
perceraian, dan pembagian harta, diharapkan makalah ini dapat memberikan landasan untuk
solusi yang lebih baik dan pemahaman yang lebih mendalam tentang permasalahan sosial dan
ekonomi yang timbul dari fenomena ini. Oleh karena itu, makalah ini bukan hanya sebuah
analisis akademis, tetapi juga sebuah panggilan untuk refleksi dan tindakan positif dalam
membentuk masyarakat yang lebih adil dan seimbang.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian harta gono gini ?
2. Apa dasar hukum yang mengatur harta gono gini ?
3. Apa saja jenis harta yang termasuk dalam ruang lingkup harta gono gini ?
4. Bagaimana proses terbentuknya harta gono gini dalam proses pernikahan ?
5. Bagaimana hak dan tanggung jawab suami istri terhadap pengelolaan dan
pemisahan harta gono gini ?

C. Tujuan
1. Menguraikan dengan jelas pengertian harta gono gini.
2. Menyelidiki dan menganalisis dasar hukum yang mengatur harta gono gini.
3. Memberikan gambaran mengenai jenis harta yang termasuk dalam harta gono
gini.
4. Membahas langkah-langkah dalam proses pembentukan harta gono gini.
5. Mengidentifikasi hak dan tanggung jawab suami istri terkait pengelolaan harta
gono gini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta Gono Gini


"Harta Gono Gini" adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tingkat
ketidaksetaraan distribusi kekayaan di dalam suatu masyarakat. Istilah ini berasal dari kata
"gini," yang merujuk pada Indeks Gini, sebuah metode statistik yang mengukur tingkat
ketidaksetaraan pendapatan atau kekayaan di antara anggota masyarakat. Dengan kata lain,
harta gono gini mencerminkan sejauh mana kekayaan atau pendapatan terkonsentrasi pada
sebagian kecil individu atau kelompok, sementara mayoritas masyarakat mungkin memiliki
akses terbatas terhadap sumber daya ekonomi.

Di berbagai daerah di tanah air sebenarnya juga dikenal istilah-istilah lain yang
sepadan dengan pengertian harta gono-gini (di Jawa). Hanya, diistilahkan secara beragam
dalam hukum adat yang berlaku di masingmasing daerah. Misalnya di Aceh, harta gono-gini
diistilahkan dengan haeruta sihareukat, di Minangkabau masih dinamakan hartasuarang; di
Sunda digunakan istilah guna-kaya, di Bali disebut dengan druwe gabro, dan di Kalimantan
digunakan istilah barang perpantangan.1

Dengan berjalannya waktu, rupanya istilah “gono-gini” lebih populer dan dikenal
masyarakat,baik digunakan secara akademis, yuridis, maupun dalam perbendaharaan dan
kosa kata masyarakat pada umumnya. Dan dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 35 Ayat 1
harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sedangkan harta
bawaan dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 35 Ayat 2 Harta bawaan dari masing-masing
suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan
adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. 2
Kompilasi hukum islam Pasal 87 sebagai berikut :

1
Ismail Muhammad Syah, Pencaharian Bersama Suami Istri, (Jakarta: Bulan Bintang, 1965), hlm. 18.
2
Abdul Manan, M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 72.
1. Harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta yang diperoleh adalah di
bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam
perjanjian perkawinan
2. Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas
harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqoh atau lainnya.3

Hukum Islam memberi hak kepada masing-masing suami istri untuk memiliki harta
benda secara perseorangan, yang tidak diganggu oleh pihak lain. Suami yang menerima
pemberian, warisan, dan sebagainya tanpaSuami yang menerima pemberian, warisan, dan
sebagainya tanpa ikut sertanya istri berhak menguasai sepenuhnya harta yang diterimanya itu
demikian pula halnya istri yang menerima pemberian, warisan, mahar, dan sebagainya tanpa
ikut sertanya suami berhak menguasai sepenuhnya harta benda yang diterimanya itu.

Harta bawaan yang telah mereka miliki sebelum terjadi perkawinan juga menjadi hak
masing-masing.4 Hal ini amat penting agar keserasian hidup perkawinan dapat tercapai antara
suami dan istri hendaklah senantiasa saling bersikap terbuka. Apa yang menjadi keinginan
istri diketahui suami, demikian pula sebaliknya yang menjadi keinginan suami diketahui oleh
istri. Adanya harta bersama dalam perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya harta
milik masing-masing suami atau istri. Pada dasarnya tidak ada pencampuran antara harta
suami dan harta istri karena perkawinan. Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai
penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh
olehnya. Harta bawaan masing-masing suami dan istri serta harta yang diperoleh masing-
masing sebelum perkawinan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para
pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian kawin.5

B. Dasar Hukum Harta Gono Gini


Konsep harta gono-gini pada awalnya berasal dari adat istiadat atau tradisi yang
berkembang di Indonesia. Konsep ini kemudian didukung oleh Hukum Islam dan Hukum
Positif yang berlaku di Negara kita. Percampuran harta kekayaan (harta gono-gini) berlaku
jika pasangan tersebut tidak menentukan hal lain dalam perjanjian perkawinan. Dasar hukum
tentang harta gono-gini dapat ditelusuri melalui Undang-Undang, hukum Islam, hukum adat
dan peraturan lain, seperti berikut:
3
Abdul Manan, M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 73
4
Soermiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty, 1997),
hlm. 102.
5
Slamet Abidin Aminuddin, Fikih Munakahat I, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 182
1. UU perkawinan pasal 35 ayat 1,menyebutkan bahwa harta gono-gini adalah “harta
bersama yang diperoleh selama masa perkawinan”. Artinya, harta kekayaan yang
diperoleh sebelum terjadinya perkawinan tidak disebut sebagai harta gono-gini.
2. KUH Perdata pasal 119,disebutkan bahwa “sejak saat dilangsungkan
perkawinan ,maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami
istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian
perkawinan. Harta bersama itu,selama perkawinan berlangsung,tidak boleh ditiadakan
atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri.”
3. KHI pasal 85, disebutkan bahwa “adanya harta bersama dalam perkawinan itu, tidak
menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami istri”. Dengan kata
lain, KHI mendukung adanya persatuan harta dalam perkawinan (gono-gini).
4. KHI pasal 86 ayat 1 dan 2, kembali dinyatakan bahwa “pada dasarnya tidak ada
percampuran harta antara suami dan istri karena perkawinan”.6

Dari sisi Hukum Islam, baik ahli hukum kelompok syafi’iyah maupun para ulama
yang paling banyak diikuti oleh ulama lain, tidak ada satupun yang sudah membahas masalah
harta bersama dalam perkawinan, sebagaimana yang dipahami oleh hukum adat. Dalam Al-
Qur’an dan sunnah, harta bersama tidak diatur dan tidak ada pembahasannya. Harta kekayaan
istri tetap menjadi milik suami dan dikuasai sepenuhnya. 7 Harta bersamaan antara suami dan
istri dalam istilah fiqh muamalah dapat dikategorikan sebagai syirkah, yaitu akad antara dua
pihak yang saling berserikat dalam hal modal dan keuntungan.

Dalam kitab-kitab fiqh telah banyak dibahas, akan tetapi tidak dalam bab nikah
melainkan pada bab buyu’. Syirkah digolongkan sebagai suatu usaha yang sah oleh para ahli
hukum Islam sepanjang tidak ada kecurangan atau ketidakadilan yang dilakukan oleh pihak-
pihak tertentu.8 Demikianlah yang dimaksud Pasal 35 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa
kekayaan yang diperoleh dengan cara warisan atau hadiah, tidak dapat dikategorikan sebagai
kekayaan bersama.

6
Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Citra
Umbara, Bandung, 2010.
7
Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang- Undangan Hukum Adat
dan Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 2007), hlm. 127.
8
Ghufron A. Mashadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), hlm. 93.
Harta bersama jadi harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan di luar hadiah
atau warisan. Maksudnya harta yang didapat atas usaha mereka, atau sendiri-sendiri selama
masa ikatan perkawinan.9

C. Ruang Lingkup Harta Gono Gini


Menurut pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa harta
bersama meliputi harta-harta yang diperoleh suami istri sepanjang perkawinan saja. Harta
yang diperoleh sebelum perkawinan dan sesudah perceraian menjadi harta pribadi masing-
masing. Hadiah, hibah, wasiat dan warisan menjadi harta pribadi kecuali para pihak
berkehendak untuk memasukan ke dalam harta bersama. 10 Ruang lingkup pembagian harta
gono gini meliputi 5 kategori berikut:

1. Harta yang dibeli selama perkawinan


2. Harta yang dibeli dan dibangun sesudah perceraian yang dibiayai dari harta bersama
3. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan
4. Penghasilan harta bersama dan harta bawaan
5. Segala penghasilan suami istri11

D. Terbentuknya Harta Gono Gini


Kajian ulama tentang gono-gini telah melahirkan pendapat bahwa harta gono-gini
termasuk dapat di qiyaskan dengan syirkah. Syirkah sendiri menurut bahasa ialah
pertempuran, sedangkan menurut syara’ ialah adanya hak dua orang atau lebih terhadap
sesuatu.

Menurut Sayuti Thalib harta bersama terbentuk pada saat syirkah adapun terjadinya
syirkah dapat melalui cara-cara sebagai berikut.

1. Dengan mengadakan perjanjian syirkah secara tertulis atau diucapkan sebelum atau
sesudah berlangsungnya akad nikah.
2. Dengan ditentukan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan
perundangundangan lain bahwa harta yang dimaksud adalah harta bersama suami
istri.

9
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm.
161-162.
10
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RI Tahun 2001.
11
M. Yahya Harahap, “Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agam”, (Jakarta: Pustaka
Kartini, 1995), h. 302-306.
3. Berjalan dengan sendirinya artinya syirkah dapat terjadi dengan kenyataan dalam
kehidupan sehari-hari suami istri itu.

Cara ketiga ini khusus untuk harta bersama yang diperoleh atas usaha selama masa
perkawinan, dimana suami dan istri bersatu dalam mencari hidup dan membiayai hidup.12

Selain itu, pengaturan harta gono gini tentang bentuk kekayaan bersama dijelaskan
dalam pasal 93 Kompilasi Hukum Islam berikut:

1. Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda
berwujud atau tidak berwujud.
2. Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak,
dan surat-surat berharga.
3. Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban.
4. Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas
persetujuan pihak lainnya.13

Penjelasan pasal 93 tersebut menunjukan adanya respons terhadap perkembangan


modernisasi, seperti surat-surat berharga (polis, bilyet giro, saham dan lain-lain). Dengan
demikian, pengertian harta kekayaan menjadi sangat luas, tidak hanya barang-barang yang
secara material langsung dapat dikonsumsi. Ini menunjukan bahwa kompilasi telah
mengantisipasi problematika perekonomian modern. Yang terpenting adalah penggunaan
kekayaan tersebut, baik untuk kepentingan salah satu pihak, atau kepentingan bersama, harus
didasarkan kepada persetujuan mereka.

E. Hak dan Tanggung Jawab Suami Istri terhadap Harta Gono Gini
Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa suami bertangggung jawab menjaga
harta bersama, harta istri maupun hartanya sendiri. Istri juga turut bertanggung jawab
terhadap harta bersama, maupun harta suami yang ada padanya. UU no 1 tahun 1974 Pasal
36:

1. Mengenai harta bersama, suami istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah
pihak

12
Moh. Idris Ramulyo, “Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama Dan
Zakat”,(Jakarta: Sinar Grafika, 1995), h. 30.
13
Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Citra
Umbara, Bandung, 2010.
2. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami istri mempunyai hak sepenuhnya
untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.

Kompilasi Hukum Islam pasal 89 “Suami bertanggung jawab menjaga harta


bersama ,harta istri maupun harta sendiri”. Pasal 90 “Istri turut bertanggung jawab menjaga
harta bersama ,maupun harta suami yang ada padanya”. Pasal 92 “Suami istri tanpa
persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama”. 14

Utang bersama merupakan semua utang-utang atau pengeluaran yangdibuat, baik oleh
suami ataupun istri atau bersama-sama, untuk kebutuhan kehidupan keluarga mereka,
pengeluaran untuk kebutuhan mereka bersama, termasuk pengeluaran sehari-hari. Sedangkan
utang pribadi merupakan utangutang yang dibuat suami ataupun istri untuk kepentingan
pribadi mereka, yang bukan merupakan pengeluaran sehari-hari atau pengeluaran untuk
kepentingan harta pribadi mereka masing-masing.15

Jadi pertanggung jawaban utang suami atau istri dibebankan harta masing-masing dan
harta bersama itu diperoleh selama masa perkawinan baik hak maupun tanggung jawabnya
maka suami istri mempunyai andil yang sama atas harta bersama.

BAB III
14
Abdul Manan, M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 75.
15
J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, cet-3 (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 74-75.
PENUTUP

Kesimpulan
Konsep harta gono-gini memiliki akar yang kuat dalam undang-undang dan norma-
norma hukum yang berlaku di Indonesia. Istilah ini mencerminkan tingkat ketidaksetaraan
distribusi kekayaan dalam masyarakat, dengan dasar hukum yang melibatkan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974, KUH Perdata, dan Kompilasi Hukum Islam. Harta gono-gini
melibatkan harta yang diperoleh selama perkawinan, termasuk harta berwujud, tidak
berwujud, hak, kewajiban, dan penghasilan suami istri. Proses terbentuknya harta gono-gini
dapat melibatkan perjanjian tertulis, ketentuan undang-undang, atau terjadi secara alami
dalam kehidupan sehari-hari. Hak dan tanggung jawab suami istri terhadap harta gono-gini
diatur dengan jelas, melibatkan pemahaman yang adil terhadap pengelolaan harta bersama.
Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai konsep ini sangat penting untuk
menciptakan keselarasan dan keadilan dalam kehidupan pernikahan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, Slamet Abidin Aminuddin. 1999. Fikih Munakahat I. Bandung. Pustaka Setia.

Harahap, M. Yahya. 1995. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Jakarta.
Pustaka Kartini.

Kusuma, Hilman Hadi. 2007. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang-Undangan


Hukum Adat dan Hukum Agama. Bandung. Mandar Maju.

Manan, Abdul. M. Fauzan. 2002. Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan


Agama. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Mashadi, Ghufron A. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Ramulyo, Moh. Idris. 1995. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan
Agama Dan Zakat. Jakarta. Sinar Grafika.

Rofiq, Ahmad. 2013. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Satrio, J. 1993. Hukum Harta Perkawinan, cet-3. Jakarta. Citra Aditya Bakti.

Soermiyati. 1997. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan. Yogyakarta.


Liberty.

Syah, Ismail Muhammad, 1965. Pencaharian Bersama Suami Istri. Jakarta: Bulan Bintang,

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam,
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RI Tahun 2001.

Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974. 2010. tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam. Bandung. Citra Umbara.

Anda mungkin juga menyukai