Anda di halaman 1dari 11

1

MAKALAH
KETENTUAN TENTANG HARTA,AKAD DAN AIB

DOSEN PENGAMPUH :
Dr. Busman Edyar,S.Ag.,MA

NAMA :
DOVAN REPALIS (20621014)

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP
TAHUN AJARAN 2022
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-nya sehinggah saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi teman-teman dalam penjabaran mengenai ketentuan
tentang harta,akad dan aib..

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi secara keseluruhan, mengingat kemampuan yang dimiliki
penulis.untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
makalah ini.

Akhirnya kami ucapkan syukur dan berterima kasih kepada bapak Busman edyar karena
telah memberikan tugas dan materi tentang ketentuan harta,akad dan aib yang memberikan
dampak baik baik kepada kami sehingga kami dapat mengerti apa yang dimaksud dengan materi
tersebut.

Curup, 15 juni 2022

Penulis

Dovan Repalis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................................2


DAFTARI ISI .................................................................................................................................3
BAB I ...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ...........................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH .......................................................................................................4
BAB II..............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN ..............................................................................................................................5
PENGERTIAN KETENTUAN TENTANG HARTA.....................................................................6
PENGERTIAN AKAD ...................................................................................................................7
PENGERTIAN AIB ........................................................................................................................8
BAB III ..........................................................................................................................................10
PENUTUP......................................................................................................................................10
A. KESIMPULAN ....................................................................................................................10
B. SARAN ...............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................11
4

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ketentuan tentang harta merupakan nikmat dari Allah SWT yang menambah
keindahan kehidupan di dunia. Islam sebagai agama diturunkan ke bumi dilengkapi
dengan aturan-aturan yang menjadi hukum. Hukum tersebut berfungsi sebagai pedoman
bagi manusia untuk mewujudkan kemaslahatan, dan tujuan disyariatkan hukum Islam
adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia, dan salah satunya adalah menjaga
kemaslahatan harta.
Fungsi harta dalam Islam ialah untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah,
meningkatkan takwa, menyeimbangkan dunia dan akhirat, meneruskan kehidupan,
memutarkan peran-peran kehidupan khususnya dibidang ekonomi, dan menumbuhkan
silahturahmi

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian ketentuan tentang harta ?
2. Apa yang dimaksud dengan akad?
3. Apa yang dimaksud dengan aib
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui pengertian ketentuan harta
2) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan akad
3) Untuk mengetahui apa itu aib
5

BAB II
PEMBAHASAN

A. KETENTUAN TENTANG HARTA


merupakan nikmat dari Allah SWT yang menambah keindahan kehidupan di dunia. Definisi
harta yang lengkap dan mencakup pendapat para ulama, bahwa harta adalah benda yang dapat
dimiliki, dikuasai, diusahakan, dan dialihkan, baik benda berwujud maupun tidak berwujud, baik
yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, baik benda bergerak maupun benda yang tidak
bergerak dan hak yang memiliki nilai ekonomis.
Tujuan dari tulisan ini agar bisa menjadi landasan dasar bagi umat Islam dan terutama bagi
pemerhati hukum ekonomi syariah yang ingin memahami hakikat harta yang sebenarnya,
sehingga mampu menapaki jalan yang lurus dalam mencari, mengelola dan menggunakan
hartanya sesuai dengan tujuan syari'ah.
Kontruksi harta dalam perpspektif ekonomi syariah, (studi analisis dalam al-Qur'an dan Hadis)
penulis menemukan bahwa kata mal (harta) dalam al-Qur'an, disebut sebanyak 86 kali pada 76
ayat dalam 38 surat, suatu jumlah yang cukup banyak menghiasi sepertiga surah-surah al-Qur'an.
Dari ayat-ayat al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi tersebut dapat diketahui bahwa pemilik mutlak
harta adalah Allah SWT, manusia berhak memiliki harta namun sifatnya relativ, sekedar titipan,
sebagai perhiasan, ujian keimanan dan sebagai bekal untuk melaksanakan ibadah. Al-Qur'an
maupun hadis memberikan tuntunan cara memperoleh harta sebagai berikut: Menguasai benda-
benda mubah, melakukan akad transaksi perpindahan hak milik, melalui warisan, hak syuf'ah,
Iqtha' dan hak-hak pemberian kepada seseorang yang diatur oleh agama.
 Fungsi harta dalam Islam ialah untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah,
meningkatkan takwa, menyeimbangkan dunia dan akhirat, meneruskan kehidupan,
memutarkan peran-peran kehidupan khususnya dibidang ekonomi, dan menumbuhkan
silahturahmi
 Berikut asas-asas kepemilikan harta :
1. Asas Amanah
Hal ini menunjukkan bahwa manusia tidak mempunyai kepemilikan mutlak atas harta
yang dikuasainya. Dari sudut teologi Allah adalah Pemilik langit dan bumi dengan segala
isinya, sekaligus juga Allah-lah sebagai Dzat Yang memiliki kekayaan. Sebagaimana
termuat dalam Surat Al Hudud ayat 2
Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, dia menghidupkan dan mematikan, dan dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu.

2. Asas infiradiyah
Asas infiradiyah adalah Kepemilikan individu ketetapan hukum syara' yang berlaku bagi
zat ataupun manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang
6

mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi


dari barang tersebut (jika barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa,
ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli). Oleh karena itu setiap
orang bisa memiliki kekayaan dengan sebab-sebab (cara-cara) kepemilikan tertentu.

3. Asas ijtima’iyah
Menurut hukum Islam dalam hak indvidul terdapat hak masyarakat. Hak masyarakat
tidak akan menghapus hak individu, selama hak masyarakat itu digunakan untuk
kepentingan bersama (umum). harta dapat dimiliki baik secara individu maupun secara
kelompok hanya memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan hidup pemilik, tetapi pada saat
yang sama di dalamnya terhadap hak masyarakat. hak masyarakat dalam kepemilikan
individu diasarkan pada kepekaan sosial indvidu. Kepekaan sosial ini teraplikasikan
dalam kewajiban individu untuk memnuhi kewajiban ibdah zakat, infak dan sedakah serta
kewajiban sosial untuk kesejahteraan umum dalam bentuk pewakafan.

4.Asas manfaat
Dari pendekatan filosis pemanfaatan kepemilikan harta pada asasnya diarahkan untuk
memperbesar manfaat dan mempersempit mudarat. Memanfaatkan harta untuk
kepentingan pribadi dan keluarga menjadi kewajiban primer, sedangkan kepentingan
sosial kemasyarakatan menjadi kewajiban sekunder. Tetapai pada keadaan tertentu
kewajiban sekunder akan menjadi kewajiban primer.

 Cara memperoleh harta:


Ini semuanya adalah ihrazul mubahat. Jadi memperoleh dari harta Allah yang Allah :
1. berikan kepada manusia dengan harta itu belum dimiliki oleh manusia,” jelas Ustaz
Nazaruddin.
2. Yang kedua, katanya, cara memperoleh harta itu dengan cara al-Uqud.“Al-Uqud itu
adalah trasaksi.boleh jadi jual beli,sewa menyewa,pinjam meminjam,dan apa saja
yang kita lakukan secara akad,”kata ustaz nazaruddin.

Ia menegaskan,apapun yang dilakukan dengan cara tersebut,yng didalamnya ada


akad,maka itu sah sebagai harta.jadi harta yg anak miliki ini dalam pandangan islam
boleh dan sah.karena memang itu dari warisan”ungkap ustaz nazzaruddin.
3. Memperoleh harta adalah attaalludu minal mamluk.
“ini artnya dalam bahasa yang sederhana disebut dengan harta beranak
pihak,”jelasnya.
Jika seseorang membawa harta kita milik kita sendiri,tapi tidak dibenarkan kita
menggunakan secara menghambur hamburkan harta itu tanpa manfaat,”jelasnya.
7

B.AKAD
Pengertian akad adalah istilah dalam keuangan syariah Islam dan mengacu pada transaksi jual
beli dimana barang yang diperjual belikan tidak ada di tempat transaksi
Akad berasal dari kata al-'Aqd yang merupakan bentuk masdar dari kata 'Aqada dan jamaknya
adalah al-'Uqud yang artinya perjanjian (yang tercatat) atau kontrak. Menurut Ensiklopedi
Hukum Islam, kata al-'aqd artinya perikatan, perjanjian, dan permufakatan (al-ittifaq).Dalam Jual
Beli Online Ibnu Taimiyah oleh Ariyadi dijelaskan, akad menurut bahasa adalah pertalian yang
mengikat.
Adapun, menurut istilah, Wahbah Zuhailiy dalam kitabnya al-Fiqh al-Islami wa Ad'illatuh
menerangkan, akad adalah hubungan atau keterikatan antara ijab dan qabul atas diskursus yang
dibenarkan oleh syara' dan berimplikasi pada hukum tertentu.
Para fuqaha mendefinisikan akad sebagai perikatan antara ijab dan qabul yang dibenarkan syara',
yang menetapkan persetujuan kedua belah pihak. Ijab merupakan permulaan penjelasan yang
keluar dari salah seorang yang berakad. Sedangkan, qabul adalah jawaban dari pihak lain (pihak
kedua) setelah adanya ijab.
 Rukun Akad
Dalam fikih muamalah dijelaskan bahwa rukun adalah salah satu unsur yang membentuk
terjadinya akad. Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam Fikih Djedjen Zainuddin, rukun
akad terdiri dari 5 hal :
1. Aqid
Aqid yaitu orang yang melakukan akad. Seorang akid haruslah memenuhi keempat syarat
yang telah ditetapkan, di antaranya balig, berakal, kedua belah pihak cakap berbuat, dan
atas kehendaknya (tidak dipaksa).
2. Benda yang menjadi objek akad.
Objek akad harus nyata. Benda tersebut juga bukanlah benda terlarang oleh syara' dan
bukan milik pihak lain.
3. Tujuan dan maksud pokok akad Dalam akad, harus ada tujuan dan maksud yang jelas.
Apakah akad tersebut untuk jual beli, hibah, atau yang lainnya.
4. Ijab
8

5. Qabul
Dalam ijab dan qabul ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Di antaranya harus terang
pengertiannya menurut 'urf (kebiasaan), harus sesuai antara ijab dan qabul, dan
memperhatikan kesungguhan dari pihak-pihak yang bersangkutan (tidak ragu-ragu).
Adapun, jumhur ulama berpendapat bahwa rukun akad mencakup tiga hal, yaitu Al-'Aqidain
(pihak-pihak yang berakad), Ma'qud 'Alaih (objek akad), dan Sighat al-'Aqd (pernyataan untuk
mengikatkan diri).uka, pembeli akan mendapatkan barangnya beberapa waktu setelahnya .

 Syarat Akad
Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan untuk terjadinya akad secara
syara’. Syarat ini terbagi menjadi dua bagian yakni umum dan khusus. Syarat akad yang bersifat
umum adalah syarat–syarat akad yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad. Syarat-
syarat umum yang harus dipenuhi dalam setiap akad adalah:
a. Pelaku akad cakap bertindak (ahli).
b. Yang dujadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
c. Akad itu diperbolehkan syara’dilakukan oleh orang yang berhak melakukannya walaupun
bukan aqid yang memiliki barang.
d. Akad dapat memberikan faidah sehingga tidak sah bila rahn dianggap imbangan amanah.
e. Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Oleh karenanya akad menjadi batal
bila ijab dicabut kembali sebelum adanya kabul.
f. Ijab dan kabul harus bersambung, sehingga bila orang yang berijab berpisah sebelum adanya
qabul, maka akad menjadi batal.
Sedangkan syarat yang bersifat khusus adalah syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam
sebagian akad. Syarat ini juga sering disebut syarat idhafi(tambahan yang harus ada disamping
syarat-syarat yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam pernikahan.

C. AIB
Aib adalah sesuatu yang cenderung dilakukan dengan menutup-nutupinya, atau sesuatu yang
akan membuat malu yang bersangkutan jika diketahui orang lain. Perselingkuhan, perzinahan,
cacat pribadi, masa lalu yang buruk.
Rasulullah juga mengingatkan umatnya untuk tidak menyebarkan aib sesama umat Muslim. Ini
sebagaimana bunyi hadits berikut:
9

"Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia
dan akhirat." (HR. Ibnu Majah).
Alasan di bolehkan nya membuka aib pertama, ketika mengungkapkan kesalahan itu penting
untuk melindungi orang dari kemungkinan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh seseorang
atau beberapa orang.
Misalnya, jika seseorang tidak dapat dipercaya dalam urusan keuangan, atau diketahui
melanggar kepercayaan, kita perlu membocorkan karakter buruk ini kepada mereka yang
berpikir untuk menjalin kemitraan bisnis atau kontrak dengannya.
Kedua, demikian juga, jika kita ditanya tentang seseorang yang kita kenal untuk menentukan
kelayakannya untuk menjadi pasangan pernikahan, kita harus mengungkapkan apa yang kita
ketahui tentang mereka. Walaupun kita tidak perlu masuk ke rincian spesifik.
Ketiga, jika kita dipanggil untuk memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu masalah di
mana kita memiliki fakta-fakta dimana juri atau hakim dapat memberikan putusan yang adil.

Hikmah Dalam Hidup, Kita Terkadang Lupa dengan Aib Sendiri Rasulullah melarang seorang
Muslim membuka aib saudaranya Suatu hari Rasulullah SAW naik ke atas mimbar dan menyeru
dengan suara yang tinggi,
"Janganlah kalian menyakiti kaum Muslim, janganlah menjelekkan mereka, janganlah mencari-
cari aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat saudara sesama Muslim, Allah
akan mencari-cari auratnya. Dan, siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan
membongkarnya walaupun ia berada di tengah tempat tinggalnya." (dari Abdullah bin 'Umar)
Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitabnya Mausu'ah min Akhlaqir-Rasul mengungkapkan, di
zaman sekarang ini sulit untuk menemukan orang yang dapat dipercaya dalam menjaga rahasia.
Kebanyakan manusia-kecuali manusia yang mendapat pertolongan Allah-tak dapat menjaga
rahasia orang lain.
Padahal, membuka aib orang lain termasuk bagian dari khianat.
Dalam hadis di atas, Rasulullah menegaskan bahwa menutupi aib dan menjaga rahasia termasuk
keutamaan. Nabi SAW menganjurkan agar umatnya senantiasa saling memelihara rahasia dan
menutupi aib saudaranya agar dapat hidup bermasyarakat dalam ketenangan, kedamaian, juah
dari keresahan, kedengkian, serta balas dendam.Namun, kita sering melalaikan peringatan ini.
Kita kerap kali bermain-main dengan aib. Kita lupa kalau suatu saat Allah SWT pun akan
membukakan aib kita tanpa bisa ditolak. Sesungguhnya, ketika membuka aib orang lain, sama
dengan memberitahukan aib kita sendiri.
10

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan ketentuan tentang harta ialah kekuasaan atas benda dan manfaanya
secara utuh.didalam islam umat muslim snantiasa dianjurkan untuk mecari rezki yang
baik dan halal dn sangat dilarang untk menyembah kekayaan sebagaimana hadish
rasulullah yang artinya “terkutuk bagi mereka yang menjadi penyembah dinar da terkutuk
pula bagi mereka yang menjadi penyembah dirham”.

B. SARAN
Kami berharap teman-teman dapat memberikan saran agar kami dapat memperbaiki
kesalahan yang terdapat didalam Makala yang telah dibuat, dan terima kasih atas semua
partisipasi teman- teman dalam persentasi kelompok ini.
11

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad Daud, Asas-Asas Hukum Islam (Cet. 2; Jakarta:Rajawali Press, 1991)
Azami, M. Mustafa, On Schacht’s Origins of Muhammadan Jurisprudence, (Riyadh: King Saud
University, 1985).Hadikusuma, Hilman. Hukum Waris Adat (Bandung: Alumni, 1980).
Harahap, M. Yahaya. Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (UU No.7 Tahun
1989) (Jakarta: Pustaka Kartini, 1990).Ibn Rusyd, Ahmad bin Muhammad Hafidz. Bidayat al-
Mujtahid wa al- Nihayat al-Muqtashid

Anda mungkin juga menyukai