MAKALAH
KETENTUAN TENTANG HARTA,AKAD DAN AIB
DOSEN PENGAMPUH :
Dr. Busman Edyar,S.Ag.,MA
NAMA :
DOVAN REPALIS (20621014)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-nya sehinggah saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi teman-teman dalam penjabaran mengenai ketentuan
tentang harta,akad dan aib..
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi secara keseluruhan, mengingat kemampuan yang dimiliki
penulis.untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
makalah ini.
Akhirnya kami ucapkan syukur dan berterima kasih kepada bapak Busman edyar karena
telah memberikan tugas dan materi tentang ketentuan harta,akad dan aib yang memberikan
dampak baik baik kepada kami sehingga kami dapat mengerti apa yang dimaksud dengan materi
tersebut.
Penulis
Dovan Repalis
3
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ketentuan tentang harta merupakan nikmat dari Allah SWT yang menambah
keindahan kehidupan di dunia. Islam sebagai agama diturunkan ke bumi dilengkapi
dengan aturan-aturan yang menjadi hukum. Hukum tersebut berfungsi sebagai pedoman
bagi manusia untuk mewujudkan kemaslahatan, dan tujuan disyariatkan hukum Islam
adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia, dan salah satunya adalah menjaga
kemaslahatan harta.
Fungsi harta dalam Islam ialah untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah,
meningkatkan takwa, menyeimbangkan dunia dan akhirat, meneruskan kehidupan,
memutarkan peran-peran kehidupan khususnya dibidang ekonomi, dan menumbuhkan
silahturahmi
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian ketentuan tentang harta ?
2. Apa yang dimaksud dengan akad?
3. Apa yang dimaksud dengan aib
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui pengertian ketentuan harta
2) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan akad
3) Untuk mengetahui apa itu aib
5
BAB II
PEMBAHASAN
2. Asas infiradiyah
Asas infiradiyah adalah Kepemilikan individu ketetapan hukum syara' yang berlaku bagi
zat ataupun manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang
6
3. Asas ijtima’iyah
Menurut hukum Islam dalam hak indvidul terdapat hak masyarakat. Hak masyarakat
tidak akan menghapus hak individu, selama hak masyarakat itu digunakan untuk
kepentingan bersama (umum). harta dapat dimiliki baik secara individu maupun secara
kelompok hanya memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan hidup pemilik, tetapi pada saat
yang sama di dalamnya terhadap hak masyarakat. hak masyarakat dalam kepemilikan
individu diasarkan pada kepekaan sosial indvidu. Kepekaan sosial ini teraplikasikan
dalam kewajiban individu untuk memnuhi kewajiban ibdah zakat, infak dan sedakah serta
kewajiban sosial untuk kesejahteraan umum dalam bentuk pewakafan.
4.Asas manfaat
Dari pendekatan filosis pemanfaatan kepemilikan harta pada asasnya diarahkan untuk
memperbesar manfaat dan mempersempit mudarat. Memanfaatkan harta untuk
kepentingan pribadi dan keluarga menjadi kewajiban primer, sedangkan kepentingan
sosial kemasyarakatan menjadi kewajiban sekunder. Tetapai pada keadaan tertentu
kewajiban sekunder akan menjadi kewajiban primer.
B.AKAD
Pengertian akad adalah istilah dalam keuangan syariah Islam dan mengacu pada transaksi jual
beli dimana barang yang diperjual belikan tidak ada di tempat transaksi
Akad berasal dari kata al-'Aqd yang merupakan bentuk masdar dari kata 'Aqada dan jamaknya
adalah al-'Uqud yang artinya perjanjian (yang tercatat) atau kontrak. Menurut Ensiklopedi
Hukum Islam, kata al-'aqd artinya perikatan, perjanjian, dan permufakatan (al-ittifaq).Dalam Jual
Beli Online Ibnu Taimiyah oleh Ariyadi dijelaskan, akad menurut bahasa adalah pertalian yang
mengikat.
Adapun, menurut istilah, Wahbah Zuhailiy dalam kitabnya al-Fiqh al-Islami wa Ad'illatuh
menerangkan, akad adalah hubungan atau keterikatan antara ijab dan qabul atas diskursus yang
dibenarkan oleh syara' dan berimplikasi pada hukum tertentu.
Para fuqaha mendefinisikan akad sebagai perikatan antara ijab dan qabul yang dibenarkan syara',
yang menetapkan persetujuan kedua belah pihak. Ijab merupakan permulaan penjelasan yang
keluar dari salah seorang yang berakad. Sedangkan, qabul adalah jawaban dari pihak lain (pihak
kedua) setelah adanya ijab.
Rukun Akad
Dalam fikih muamalah dijelaskan bahwa rukun adalah salah satu unsur yang membentuk
terjadinya akad. Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam Fikih Djedjen Zainuddin, rukun
akad terdiri dari 5 hal :
1. Aqid
Aqid yaitu orang yang melakukan akad. Seorang akid haruslah memenuhi keempat syarat
yang telah ditetapkan, di antaranya balig, berakal, kedua belah pihak cakap berbuat, dan
atas kehendaknya (tidak dipaksa).
2. Benda yang menjadi objek akad.
Objek akad harus nyata. Benda tersebut juga bukanlah benda terlarang oleh syara' dan
bukan milik pihak lain.
3. Tujuan dan maksud pokok akad Dalam akad, harus ada tujuan dan maksud yang jelas.
Apakah akad tersebut untuk jual beli, hibah, atau yang lainnya.
4. Ijab
8
5. Qabul
Dalam ijab dan qabul ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Di antaranya harus terang
pengertiannya menurut 'urf (kebiasaan), harus sesuai antara ijab dan qabul, dan
memperhatikan kesungguhan dari pihak-pihak yang bersangkutan (tidak ragu-ragu).
Adapun, jumhur ulama berpendapat bahwa rukun akad mencakup tiga hal, yaitu Al-'Aqidain
(pihak-pihak yang berakad), Ma'qud 'Alaih (objek akad), dan Sighat al-'Aqd (pernyataan untuk
mengikatkan diri).uka, pembeli akan mendapatkan barangnya beberapa waktu setelahnya .
Syarat Akad
Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan untuk terjadinya akad secara
syara’. Syarat ini terbagi menjadi dua bagian yakni umum dan khusus. Syarat akad yang bersifat
umum adalah syarat–syarat akad yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad. Syarat-
syarat umum yang harus dipenuhi dalam setiap akad adalah:
a. Pelaku akad cakap bertindak (ahli).
b. Yang dujadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
c. Akad itu diperbolehkan syara’dilakukan oleh orang yang berhak melakukannya walaupun
bukan aqid yang memiliki barang.
d. Akad dapat memberikan faidah sehingga tidak sah bila rahn dianggap imbangan amanah.
e. Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Oleh karenanya akad menjadi batal
bila ijab dicabut kembali sebelum adanya kabul.
f. Ijab dan kabul harus bersambung, sehingga bila orang yang berijab berpisah sebelum adanya
qabul, maka akad menjadi batal.
Sedangkan syarat yang bersifat khusus adalah syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam
sebagian akad. Syarat ini juga sering disebut syarat idhafi(tambahan yang harus ada disamping
syarat-syarat yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam pernikahan.
C. AIB
Aib adalah sesuatu yang cenderung dilakukan dengan menutup-nutupinya, atau sesuatu yang
akan membuat malu yang bersangkutan jika diketahui orang lain. Perselingkuhan, perzinahan,
cacat pribadi, masa lalu yang buruk.
Rasulullah juga mengingatkan umatnya untuk tidak menyebarkan aib sesama umat Muslim. Ini
sebagaimana bunyi hadits berikut:
9
"Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia
dan akhirat." (HR. Ibnu Majah).
Alasan di bolehkan nya membuka aib pertama, ketika mengungkapkan kesalahan itu penting
untuk melindungi orang dari kemungkinan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh seseorang
atau beberapa orang.
Misalnya, jika seseorang tidak dapat dipercaya dalam urusan keuangan, atau diketahui
melanggar kepercayaan, kita perlu membocorkan karakter buruk ini kepada mereka yang
berpikir untuk menjalin kemitraan bisnis atau kontrak dengannya.
Kedua, demikian juga, jika kita ditanya tentang seseorang yang kita kenal untuk menentukan
kelayakannya untuk menjadi pasangan pernikahan, kita harus mengungkapkan apa yang kita
ketahui tentang mereka. Walaupun kita tidak perlu masuk ke rincian spesifik.
Ketiga, jika kita dipanggil untuk memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu masalah di
mana kita memiliki fakta-fakta dimana juri atau hakim dapat memberikan putusan yang adil.
Hikmah Dalam Hidup, Kita Terkadang Lupa dengan Aib Sendiri Rasulullah melarang seorang
Muslim membuka aib saudaranya Suatu hari Rasulullah SAW naik ke atas mimbar dan menyeru
dengan suara yang tinggi,
"Janganlah kalian menyakiti kaum Muslim, janganlah menjelekkan mereka, janganlah mencari-
cari aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat saudara sesama Muslim, Allah
akan mencari-cari auratnya. Dan, siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan
membongkarnya walaupun ia berada di tengah tempat tinggalnya." (dari Abdullah bin 'Umar)
Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitabnya Mausu'ah min Akhlaqir-Rasul mengungkapkan, di
zaman sekarang ini sulit untuk menemukan orang yang dapat dipercaya dalam menjaga rahasia.
Kebanyakan manusia-kecuali manusia yang mendapat pertolongan Allah-tak dapat menjaga
rahasia orang lain.
Padahal, membuka aib orang lain termasuk bagian dari khianat.
Dalam hadis di atas, Rasulullah menegaskan bahwa menutupi aib dan menjaga rahasia termasuk
keutamaan. Nabi SAW menganjurkan agar umatnya senantiasa saling memelihara rahasia dan
menutupi aib saudaranya agar dapat hidup bermasyarakat dalam ketenangan, kedamaian, juah
dari keresahan, kedengkian, serta balas dendam.Namun, kita sering melalaikan peringatan ini.
Kita kerap kali bermain-main dengan aib. Kita lupa kalau suatu saat Allah SWT pun akan
membukakan aib kita tanpa bisa ditolak. Sesungguhnya, ketika membuka aib orang lain, sama
dengan memberitahukan aib kita sendiri.
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan ketentuan tentang harta ialah kekuasaan atas benda dan manfaanya
secara utuh.didalam islam umat muslim snantiasa dianjurkan untuk mecari rezki yang
baik dan halal dn sangat dilarang untk menyembah kekayaan sebagaimana hadish
rasulullah yang artinya “terkutuk bagi mereka yang menjadi penyembah dinar da terkutuk
pula bagi mereka yang menjadi penyembah dirham”.
B. SARAN
Kami berharap teman-teman dapat memberikan saran agar kami dapat memperbaiki
kesalahan yang terdapat didalam Makala yang telah dibuat, dan terima kasih atas semua
partisipasi teman- teman dalam persentasi kelompok ini.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud, Asas-Asas Hukum Islam (Cet. 2; Jakarta:Rajawali Press, 1991)
Azami, M. Mustafa, On Schacht’s Origins of Muhammadan Jurisprudence, (Riyadh: King Saud
University, 1985).Hadikusuma, Hilman. Hukum Waris Adat (Bandung: Alumni, 1980).
Harahap, M. Yahaya. Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (UU No.7 Tahun
1989) (Jakarta: Pustaka Kartini, 1990).Ibn Rusyd, Ahmad bin Muhammad Hafidz. Bidayat al-
Mujtahid wa al- Nihayat al-Muqtashid