Oleh:
ARMAN
2220203860102003
Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ayat dan Hadis
Ekonomi
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Swt Yang Maha Pengasih lagi Maha
sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah Studi Tafsir dan Hadits Ekonomi
yang berjudul “Penafsiran Ayat dan Hadis tentang Hak dan Batas Kepemilikan
Harta”. Penulis tidak lupa untuk berterima kasih kepada Bapak Dr. Muhammad
Jufri, S.Ag., M.Ag. selaku dosen mata kuliah Studi Tafsir dan Hadis Ekonomi
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan harapan semoga
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya.
Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis mengharapkan saran, kritik,
dan usulan pembaca untuk memperbaiki makalah yang telah Penulis buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Akhir kata, Penulis tidak lupa untuk memohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata yang kurang berkenan dan berharap semoga makalah sederhana ini
Penulis
ii
HALAMAN SAMPUL………............................................................................ i
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
3
4. Fungsi Harta ....................................................................................16
............................................................................................................
5. Cara Memperoleh Harta...................................................................17
............................................................................................................
6. Pengelolaan Harta ............................................................................19
............................................................................................................
A. Kesimpulan ...........................................................................................22
...................................................................................................................
B. Saran-saran ...........................................................................................22
...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................23
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Harta merupakan Karunia yang begitu besar dari Allah SWT untuk umat
manusia, harta bagaikan sebuah perhiasan atau raja yang begitu berkuasa dan
bisa menambah indahnya kehidupan di dunia. Pada umumnya manusia
mengorbankan Kesehatan dan fikirannya untuk mendapatkan harta sebanyak-
banyaknya.
Pada sisi lain, manusia dihadapkan kepada persoalan bagaimana dan di
mana memperoleh harta dimaksud. Persoalan ini merupakan siklus yang tidak
pernah terputus yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan,
keterampilan, fisik, keturunan, dan kondisi lingkungan yang dihadapi
seseorang. Tidak sedikit manusia yang harus bekerja keras untuk memperoleh
harta yang dibutuhkan, walaupun kadangkala hasil yang diperoleh tidak
setimpal dengan tenaga ia dikeluarkan. Sebaliknya, sebagian manusia cukup
mengeluarkan sedikit tenaga atau bahkan tidak perlu mengeluarkan sedikit pun
tenaga untuk memperoleh harta yang banyak. Fenomena seperti ini, tentu
sangat dipengaruhi oleh jenis profesi yang digeluti seseorang. Sejatinya
semakin tinggi tingkat intelektualitas seseorang, maka semakin sedikit tenaga
yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan harta yang dibutuhkan. Begitulah
gambaran tentang harta yang tidak pernah habis bila dikupas dalam berbagai
aspeknya1
Kepemilikan harta dalam Islam merupakan bentuk kekuasaan terhadap
sesuatu sesuai dengan aturan hukum, dan memiliki wewenang untuk bertindak
terhadap apa yang ia miliki selama dalam jalur yang benar dan sesuai dengan
hukum Islam. Sebab-sebab adanya kepemilikan harta diantaranya bekerja
(al’amal), pewarisan (al-irts), pemberian harta negara kepada rakyat, dan harta
yang diperoleh tanpa kompensasi harta atau tenaga. Kepemilikan harta yang
terjadi karena sebab kewarisan (al-irts), adalah pemindahan hak pemilikan dari
1
Toha Andiko, Konsep Harta dan Pengelolaannya dalam Al-Quran. dalam Jurnal Al-Intaj, Vol. 2, No. 1.
Maret 2016
1
orang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya, sehingga ahli warisnya
menjadi sah untuk memiliki harta warisan tersebut2.
Sebenarnya Islam mengakui bahwa eksistensi harta sangat penting untuk
mendukung penyempurnaan pelaksanaan ibadah baik yang ritual ataupun
sosial, bahkan jihad salah satunya harus dengan harta. Oleh sebab itu, Islam
melalui al-Qur’ān dan Ḥadīṡ memberikan tuntunan mengenai harta, agar
manusia bisa memposisikan harta dengan benar untuk meraih keselamatan dan
kebahagiaan di dunia dan akhirat sebagaimana tujuan aktifitas ekonomi Islam.
Seorang Muslim harus mampu mengelola, dan menjaga dharuriyat al-
Khamsah (lima kebutuhan dasar) di mana hal tersebut merupakan maqashid al-
syariah (tujuan-tujuan dari syariah) yaitu menjaga agama, jiwa, keturunan, akal
dan harta. Jadi harta merupakan salah satu di antara lima hal yang sangat
penting yang dibicarakan dalam agama Islam3.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
Ali Akbar, “Konsep Kepemilikan Dalam Islam,” dalam Jurnal Ushuluddin , Vol.18, No.2, (Juli 2012) : 3
3
Abū Ubaid. “Al-Amwāl,” dalam Jurnal Hukum Islam Vol.15, No 1 (Juni 2017)
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hak Dalam Pandangan Islam
1. Pengertian Hak
a. Pengertian Hak
Secara Bahasa dalam Al-Quran, Kata Hak memiliki Pengertian Yaitu :
1) Kepastian. Hal ini terdapat dalam QS. Yasiin (36):7:
3
b. Rukun Hak
Para ulama fikih mengemukakan bahwa rukun hak itu ada dua
yaitu : Pemilik Hak (Orang yang berhak) dan objek Hak, baik yang
bersifat materi maupun utang. Yang menjadi pemilik hak, dalam
pandangan syariat islam adalah Allah SW, baik yang menyangkut hak-
hak keagaaman, hak-hak pribadi, atau hak-hak secara hukum, seperti
perserikatan, Yayasan.
Seorang manusia, menurut ketetapan syara’, telah memiliki hak
pribadi sejak ia masih dijanin dan hak-hak itu dapat dimanfaatkan dengan
penuh apabila janin lahir keduania dengan selamat. Hak-hak pribadi yang
diberikan oleh Allah ini akan habis dengan wafatnya pemilik hak.4
c. Macam-Macam Hak
Para Ulama Fiqh membagi hak dari berbagai segi, yaitu:5
1) Dari segi pemilik hak
Dari segi ini, hak terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Hak Allah,adalah segala bentuk yang bisa mendekatkan diri kepada
Allah, mengagungkanNya, dan menyebarluaskan syiar-syiar
agamaNya, seperti berbagai macam ibadah, jihad, amar makruf
nahimungkar
b) Hak Manusia, yaitu yang pada hakikatnya untuk memelihara
kemaslahatan setiap pribadi manusia
c) Hak Berserikat (gabungan) antara hak Allah dengan hak manusia,
tetapi adakalanya hak Allah lebih dominan didalamnya, seperti
persoalan iddah, dan adakalanya hak lebih manusia lebih dominan,
seperti halnya hak qishash.
4
harga barang yang dijual, dan hak pembeli terhadap barang yang
dibeli, hak irtifaq, hak khiyar dan hak sewa terhadap sewaannya.
b) Haqq Ghair Mali (hak yang bukan harta) yaitu hak yang tidak
terkait dengan kehartabendaan, seperti hak qishash, seluruh hak
dasar manusia, hak Wanita dalam talak kerena suaminya tidak
memberinya nafkah, hak suami menalak istrinya karena istrinya
mandul, dll
c) Haqq Syakhshi (Hak Pribadi) yaitu hak yang ditetapkan syara’ bagi
seorang pribadi, berupa kewajiban terhadap orang lain.
d) Haqq ‘Aini (Hak Materi) yaitu hak seseorang terhadap syara’
terhadap zat tertentu, sehingga dia memiliki kekuasaan penuh
untuk menggunakan dan mengembangkan haknya, seperti hak
memiliki suatu harta benda, hak irtifaq dan hak terhadap benda
yang dijadikan sebagai jaminan utang.
e) Haqq Mujarrad (Hak Semata-mata) yaitu hak murni yang tidak
meninggalkan bekas apabila digugurkan melalui perdamainan dan
pemufakatan. Misalnya dalam persoalan utang
f) Haqq Ghair Mujarrad (Hak yang bukan hak semata) yaitu suatu
hak yang apabila digugurkan atau dimaafkan meninggalkan bekas
terhadap orang yang dimaafkan, misalanya dalam hak Qishash.
Apabila ahli waris terbunuh memafkan pembunuh, maka
pembunuh yang tadinya berhak dibunuh menjadi tidak berhak
dibunuh.
5
b) Hak Qadha’I (Hak pengadilan) yaitu hak yang tunduk dibawah
kekuasaan pengadilan, dan pemilik hak itu mampu untuk
menuntuk dan membuktikan haknya didepan hakim.
ت ْ ب ِم َّما َملَ َك َ وْ نَ ْال ِك ٰتzzلِ ٖه ۗ َوالَّ ِذ ْينَ يَ ْبتَ ُغz ضْ َف الَّ ِذ ْينَ اَل يَ ِج ُدوْ نَ نِ َكاحًا َح ٰتّى يُ ْغنِيَهُ ُم هّٰللا ُ ِم ْن ف ِ َِو ْليَ ْستَ ْعف
فَت َٰيتِ ُك ْم َعلَىzوْ اzzُي ٰا ٰتى ُك ْم َۗواَل تُ ْك ِره ْٓ وْ هُ ْم ِّم ْن َّما ِل هّٰللا ِ الَّ ِذzzُم اِ ْن َعلِ ْمتُ ْم فِ ْي ِه ْم َخ ْيرًا َّو ٰاتzُْاَ ْي َمانُ ُك ْم فَ َكاتِبُوْ ه
هّٰللا
را ِه ِه َّنzَ z ِد اِ ْكzاِ َّن َ ِم ۢ ْن بَ ْعz َض ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَا ۗ َو َم ْن يُّ ْك ِر ْهه َُّّن ف َ ْالبِغ َۤا ِء اِ ْن اَ َر ْدنَ تَ َحصُّ نًا لِّتَ ْبتَ ُغوْ ا ع ََر
َغفُوْ ٌر َّر ِح ْي ٌم
6
Mardani, Hukum Bisnis Syari’ah (Cet. I; Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 113
7
Mardani, Hukum Bisnis Syari’ah, h. 113
6
mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari
keuntungan kehidupan duniawi. Siapa yang memaksa mereka, maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada
mereka) setelah mereka dipaksa.”
Allah adalah pemilik mutlak (Absolut), sedangkan manusia
memegang hak milik relative. Artinya manusia hanyalah sebagai penerima
titipan, trustee (Pemegang Amanah) yang harus
mempertanggungjawabkannya kepada Allah. menurut ekonomi islam,
penguasaan manusia terhadap sumber daya, factor produksi atau asset
produksi hanyalah bersifat titipan dari Allah. Pemilikan manusia atas harta
secara absolut bertentangan dengan tauhid, keran pemilikan sebenarnya
hanya ada pada Allah semata.
Pandangan ini ssangat bertolak belakang dengan paham kapitalisme
yang menganggap harta adalah milik manusia sendiri. Untuk itu menurut
paham ini, manusia bebas menentukan cara mendapatkan dan bebas pula
memanfaatkannya, tanpa perlu menlihat hala haramnya8
Pandangan islam tentang harta (sumber daya) juga berbeda dengan
sosialis yang tidak megakui kepemilikan individu. Semua adalah milik
negara, individu hanya diberikan sebatas yang diperlukan dan bekerja
sebatas yang dia bisa.
3. Sebab-Sebab Kepemilikan
Ada beberapa sebab kepemilikan dalam islam, yaitu.9
a. Bekerja (al-‘Amal)
Pemilikan harta harus didapatkan dengan usaha (amal) atau mata
pencaharian (maisyah) yang halal. Dilarang mencari harta, berusaha dan
bekerja yang dapat melupakan kematian, melupakan dzikrullah,
melupakan shalat dan Zakat, memusatkan kekayaan hanya pada
kelompok orang kaya saja. Dilarang menempuh usaha yang haram,
seperti kegiatan riba, perjuadian, jual beli barang haram, mencuri dan
8
Veitsal Rivai et al., Islamic Business, Loc., cit, hlm. 28; Mardani “Hukum Bisnis Syariah”. Jakarta:
Prenamedia Group. Cet.1.hlm.114
9
Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Loc.cit.,hlm.25; Mardani “Hukum
Bisnis Syariah”. Jakarta: Prenamedia Group. Cet.1.hlm.114
7
sejenisnya, curang dalam takaran dan timbangan, dan cara-cara batil yang
merugikan. 10
Beberapa Ayat dan hadis sebagai pedoman memperoleh harta
sebagai berikut:
1) QS. Al-Mulk (67):15:
10
Fathurrahman Djamil,”Hukum Ekonomi Islam”, Jakarta:Sinargrafika, cet1, 2013, hal.181,
8
5) QS. An-nuur (24): 37:
َافُوْ نzzَام الص َّٰلو ِة َواِ ْيت َۤا ِء ال َّز ٰكو ِة ۙيَخzِ َِر َجا ٌل اَّل تُ ْل ِه ْي ِه ْم تِ َجا َرةٌ َّواَل بَ ْي ٌع ع َْن ِذ ْك ِر هّٰللا ِ َواِق
َ يَوْ ًما تَتَقَلَّبُ فِ ْي ِه ْالقُلُوْ بُ َوااْل َ ْب
ۙ رzُ صا
“ orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari
mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka
takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari
Kiamat).”
b. Warisan (al-irts)
c. Harta untuk meyambung hidup
d. Harta pemberian Negara (I’tha’u ad-daulah).
e. Harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan daya
dan upaya apapun
4. Asas-Asas Kepemilikan
Dalam Islam dikenal beberapa asas kepemilikan yang harus diketahui
oleh setiap pemilik harta. Asas-asas tersebut yaitu:11
a. Asas Amanah
Bahwa Kepemilikan pada dasarnya merupakan titipan dari Allah SWT
untuk didayagunakan bagi kepentingan hidup, apakah kepentingan untuk
kepentingan diri sendiri, keluarga maupun orang lain.
b. Asas infiradiyah (Individual).
Kepemilikan merupakan Hak eksklusif yang harus dihormati oleh pihak
lain yang tidak mempunyai hak atasnya.
c. Asas Ijtima’iyah (Fungsi Sosial)
Pada prinsipnya mengajarkan agar umat islam mempunyai empati dan
kebersamaan dalam kapasitasnya sebagai mahluk social yang saling
membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.
d. Asas Manfaat.
Yang dimaksud dengan asas manfaat pada dasarnya harta kekayaan itu
perlu diarahkan untuk memperbesar manfaat dalm kehidupan, sebaliknya
11
Muhammad Djakfar, “Etika Bisnis”.Jakarta: Penebar Plus. Hlm 106; Mardani “Hukum Bisnis Syariah”.
Jakarta: Prenamedia Group. Cet.1.hlm.118.
9
mempersempit mudharat, baik kepada diri pemiliknya, maupun kepada
orang lain.
5. Jenis-Jenis Kepemilikan
Menurut pandangan islam hak milik dibedakan menjadi 3 Kelompok, yaitu :
d. Kepemilikan Mutlak
12
M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, ( Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2007)
10
Kepemilikan Hakiki semua kekayaan di alam semesta ini adalah milik
Allah SWT.13
e. Kepemilikan Relatif
11
Adapun Ibn Imarah dalam Qamush alMushthalahat al-Iqtishadiyah
fi al-Hadharah alIslamiyyah menjelaskan pengertian al-mal sebagai istilah
yang digunakan untuk menyatakan segala sesuatu yang ingin digandrungi
dan dimiliki, baik dalam jumlah banyak maupun dalam jumlah sedikit. Pada
masa sekarang diidentikkan dengan barang-barang (material), emas atau
perak dan segala sesuatu yang mengikuti ukuran keduanya. Begitu
pentingnya eksistensi al-mal tersebut, sehingga menjadi salah satu bahasan
dalam ilmu hukum Islam (fikih). Para ahli fikih memberikan definisi yang
sedikit berlainan antara satu dengan yang lain. Namun perbedaan tersebut
tidak menghilangkan esensi makna dasar dari kata tersebut. Ulama mazhab
Hanafi mendefinisikan harta dengan segala sesuatu yang digandrungi
manusia dan dapat dihadirkan ketika dibutuhkan. Sedangkan jumhur ulama
mendefinisikannya segala sesuatu yang mempunyai nilai dan dikenakan
ganti rugi bagi orang yang merusak atau melenyapkannya17
2. Pembagian Harta
12
termasuk benda yang bergerak sebab apabila dipindahkan ketempat
lain akan berubah bentuknya, menjadi puing-puing. Demikian pula
pohon besar, apabila dipindahkan ketempat lain, ia akan berbentuk
potongan-potongan kayu.
Pembagian benda menjadi benda tetap dan benda bergerak ini
diperlukan sebab dalam banyak segi hukum perikatan, perbedaan
mempunyai arti penting, misalnya, apabila seseorang dinyatakan jatuh
pailit, untuk melunasi utang-utangnya, lebih dahuku dilakukan hak
miliknya yang berupa benda-benda bergerak. Kalau belum
mencukupi, baru dilakukan penjualan benda-benda tetapnya.
b. Ditinjau dari segi dapat atau tidaknya diganti dengan benda lain, harta
dibagi menjadi dua yaitu:
1) Harta (benda) Mitsli (benda yang dapat diganti dengan yang lain yang
sama)
Harta Mitsli yaitu harta yang ada jenisnya dipasaran, yaitu harta yang
ditimbang atau ditakar seperti gandum, beras, kapas, dan besi.
2) Harta Qimi (Benda yang hanya dapat diganti dengan harga (Qimi)
Harta Qimi yaitu harta yang tidak jenis yang sama dalam satuannya
dipasaran atau ada jenisnya tetapi pada setiap unitnya bebeda dengan
kualitasnya, seperti satuan pepohonan, logam mulia, dan alat-alat
rumah tangga.18
c. Ditinjau dari segi bernilai atau tidaknya, harta dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Harta mutaqawwim (benda bernilai)
Yaitu sesuatu yang boleh diambil menurut syara’
Harta yang termasuk mutaqawwin ini ialah semua harta yang baik
jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunaannya. Misalnya,
kerbau halal dimakan oleh umat islam, tetapi kerbau tersebut
disembelih tidak sah menurut syara’, missal dipukul, maka daging
kerbau tidak bisa dimanfaatkan kerena cara penyembelihannya batal
menurut syara’
18
Hendi Suhendi, “Fiqih Muamalah”. Jakarta:Rajawali Pres, 2008, hal. 19; Mardani “Hukum Bisnis
Syariah”. Jakarta: Prenamedia Group. Cet.1.hlm.129.
13
2) Harta ghair mutaqawwin (benda tidak bernilai)
Harta ghair mutaqawwin yaitu sesuatu yang tidak boleh diambil
manfaatnya menurut syara’
Harta yang ghairu mutaqawwin ialah kebalikan dari harta
mutaqawwin yakni yang tidak boleh diambil manfaatnya, baik
jenisnya, cara memperolehnya, maupun cara penggunaannya.
Misalnya, babi termasuk harta ghair mutaqawwin, karena jenisnya.
Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk ghair
mutaqawwin karena cara memperolehnya yang haram. Uang yang
disumbangkan untuk membangun tempat pelacuran, termasuk ghair
mutaqawwin karena penggunaannya itu. 19
d. Dilihat dari segi pemanfaatannya, harta terbagi atas:
1) Isti’mali, yaitu harta-harta yang apabila digunakan atau dimanfaatkan
bend aitu tetap utuh, sekalipun manfaatnnya sudah banyak
2) Istihlaqi, yaitu harta yang apabila dimanfaatkan berakibatkan kepada
menghabiskan harta itu, contohnya seperti sabun, makanan dan
minuman.
e. Dilihat dari segi status harta, harta dibagi menjadi:
1) Al-mal al-mamluk, yaitu harta yang telah dimiliki, baik pemiliknya itu
pribadi atau badan hukum , seperti negara dan organisasi
kamasyarakatan
2) Al-mal al-mubah, yaitu harta yang tidak dimiliki oleh seseorang,
seperti air disumbernya, hewan buruan dan kayu dihutan belantara
yang belum dijamah dan dimiliki orang dan ikan dilautan lepas.
3) Al-mal al-mahjur, yaitu harta yang ada larangan syara’ untuk
memilkinya, baik karena harta itu dijadikan harta wakaf maupun
diperuntukan bagi kepentingan umum. Harta seperti ini tidak boleh
dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi tertentu.
f. Dilihat dari segi boleh dibagi atau tidak, harta dibagi kepada:
19
Ibid. hlm129.
14
1) Harta yang boleh dibagi. Pengertian boleh dibagi yaitu apabila harta
dibagi, maka harta itu tidak rusak dan manfaatnya tidak hilang.
Misalnya satu karung duku, gandum dll.
2) Harta yang tidak boleh dibagi. Yaitu harta yang apabila dibagi, maka
manfaat bend aitu akan hilang, seperti gelas, sebuah kursi dll
3. Kedudukan Harta
Kedudukan harta dalam islam, yaitu sebagai berikut:20
a. Harta sebagai jalan bukan sebagai tujuan
Materia tau harta dalam pandangan islam adalah sebagai jalan, bukan
satu-satunya tujuan, yaitu jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia dan untuk sarana penunjang ibadah kepada Allah.
b. Harta yang baik adalah jika diperoleh dari yang halal dan digunakan
menurut tempatnya.
c. Harta adalah perhiasan hidup di dunia
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Kahfi (18): 46:
ِ ِة َو ْالخَ يzض
لzْ َّ ِب َو ْالف َّ ََاطي ِْر ْال ُمقَ ْنطَ َر ِة ِمن
ِ َذهzال ِ ت ِمنَ النِّ َس ۤا ِء َو ْالبَنِ ْينَ َو ْالقَنِ اس حُبُّ ال َّشهَ ٰو ِ َُّزيِّنَ لِلن
هّٰللا
ِ ع ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَا ۗ َو ُ ِع ْند َٗه ُحسْنُ ْال َم ٰا
ب ُ ك َمتَا َ ِث ۗ ٰذلِ ْام َو ْال َحرzِ ْال ُم َس َّو َم ِة َوااْل َ ْن َع
“Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan
yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun
tak terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak,
dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi
Allahlah tempat kembali yang baik.”
20
Muhammad Mahmud Bably, “Kedudukan Harta Menurut Pandangan Islam”. Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 2
hal. 5
15
Tingginya nilai harta dan kedudukannya dalm islam dinyatakan
oleh sikap islam terhadap kemiskinan dan ta’awwuudz-nya Rasulullah
SAW dari kejahatan yang ditimbulkan oleh kefakiran. Hal ini banyak
dijumpai dalam hadis. Diantaranya, nabi berdo’a, “Ya Allah!
Lindungilah aku dari kejahatan (Fitnah) kekayaan dan kejahatan fitnah
kemiskinan” (HR. Bukhari). Nabi Menerangkan bahwa kemiskinan bisa
menyebabkan manusia terjerumus pada perbuatan jahat. Didalam sebuah
hadis tentang seseorang yang bersedekah tiga malam berturut-turut, dan
dirahasiakannya.Nabi bersabda, “Adapun sedekahmu kepada pencuri
semoga membuatnya berhenti mencuri, apapun sedekahmu kepada
tunasusila semoga membuatnya tidak lagi berbuat Susila”21
f. Harta sebagai Ujian dan Cobaan
Allah SWT, berfirman dalam QS. Al-Anfal (8):28:
ࣖ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ َمٓا اَ ْم َوالُ ُك ْم َواَوْ اَل ُد ُك ْم فِ ْتنَةٌ ۙ َّواَ َّن هّٰللا َ ِع ْند ٗ َٓه اَجْ ٌر َع ِظ ْي ٌم
“Ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
ujian dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.”
4. Fungsi Harta
Fungsi harta sesuai dengan ketentuan syariat islam adalah sebagai berikut:22
a. Kesempatan ibadah madhdhah, seperti memerlukan kain untuk menutupi
aurat.
21
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Pres, Cet.4. hlm 78; Mardani
“Hukum Bisnis Syariah”. Jakarta: Prenamedia Group. Cet.1.hlm.132.
22
Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001. Hal. 31; Mardani “Hukum Bisnis
Syariah”. Jakarta: Prenamedia Group. Cet.1.hlm.134.
16
b. Memelihara dan meningkatkan keimanan serta ketakwaan kepada Allah
SWT.
c. Meneruskan stafet kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi yang
lemah. Sebagaiman firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa (4):9:
قَوْ اًل َس ِد ْيدًاz َعلَ ْي ِه ۖ ْم فَ ْليَتَّقُوا هّٰللا َ َو ْليَقُوْ لُوْ اzض ٰعفًا خَافُوْ ا
ِ ًش الَّ ِذ ْينَ لَوْ ت ََر ُكوْ ا ِم ْن َخ ْلفِ ِه ْم ُذرِّ يَّة
َ َو ْليَ ْخ
“Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati)
meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka
khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan
berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-
hak keturunannya).”
اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل َ zوْ نَ تِ َجzz ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكz َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِطzْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْمzَوْ ا اَل تzzُٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمن
ٍ َرzَارةً ع َْن تz
تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما
17
Ayat ini melarang orang mukmin untuk memperoleh harta dengan
cara yang batil. Sebaliknya boleh memperolehnya dengan cara jual beli
yang tidak diikuti dengan unsur paksaan. Tetapi sama-sama senang.
Kendatipun ayat di atas menyatakan berdagang sebagai cara memperoleh
harta, namun bukan berarti berdagang tersebut merupakan satusatunya
usaha yang boleh dilakukan. Hal ini dapat dipahami dari ayat-ayat lain yang
menyatakan bahwa zakat diambil dari harta-harta orang Islam dalam
berbagai profesinya,dan bukan hanya dari para pedagang belaka23.
a. Pertukaran
b. Pewarisan
23
Toha Andiko, Konsep Harta dan Pengelolaannya dalam Al-Quran. dalam Jurnal Al-Intaj, Vol. 2, No. 1.
Maret 2016
24
Harun Nasroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007) Hal. 32; Mardani, “Fiqih Ekonomi
Syariah” Jakarta:Prenadamedia, cet-5. Hal.67
18
c. Hibah
d. Pertambahan Alamiah
e. Jual Beli
f. Luqathah
g. Wakaf
h. Cara lain yang dibenarkan menurut syariah.
6. Pengelolaan Harta
ُ َل هّٰللاzض َّ َ ِه ۗ ْم فzا َ ْم َوالِ ِه ْم َواَ ْنفُ ِسzِبِ ْي ِل هّٰللا ِ بz ُدوْ نَ فِ ْي َسz َر ِر َو ْال ُم ٰج ِهzالض
َّ ُر اُولِىz ْؤ ِمنِ ْينَ َغ ْيz ُدوْ نَ ِمنَ ْال ُمzاَل يَ ْست َِوى ْال ٰق ِع
َ ِد ْينzْن َعلَى ْال ٰق ِعzَ ِديz َل هّٰللا ُ ْال ُم ٰج ِهzض َّ َ ٰنىۗ َوفzُس ْ َد هّٰللا ُ ْالحzَ ةً ۗ َو ُكاًّل َّوعz ِد ْينَ َد َر َجzْال ُم ٰج ِه ِد ْينَ بِا َ ْم َوالِ ِه ْم َواَ ْنفُ ِس ِه ْم َعلَى ْال ٰق ِع
اَجْ رًا َع ِظ ْي ًم ۙا
Tidak sama orang-orang mukmin yang duduk (tidak turut berperang) tanpa
mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta
dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta
dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa uzur).
Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang terbaik (surga), (tetapi)
Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk
dengan pahala yang besar.
Di samping itu, harta juga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dengan tidak menggunakannya secara boros dan
berlebihlebihan. Lebih jauh, pemanfaatan harta harus memperhatikan aspek-
aspek social kemasyarakatan seperti membantu pendanaan aktifitas-aktititas
yang dibutuhkan orang banyak serta membangun tempat-tempat ibadah,
tempat pengajian,dan sebagainya.
19
Selanjutnya, ajaran Islam juga memelihara keseimbangan terhadap
hal-hal yang berlawanan seperti antara pelit dan boros, tidak hanya dengan
mengakui hak milik pribadi, tetapi juga dengan menjamin pembagian
kekayaan yang seluas-luasnya. Salah satu perbedaan konsep kepemilikan
dalam Islam adalah pada sisi pengelolaan harta, baik dari segi konsumsi
maupun upaya investasi untuk pengembangan harta yang dimiliki.
م ۚ َواَلzُْوالَهz
َ zا ْدفَع ُْٓوا اِلَ ْي ِه ْم اَ ْمzzَدًا فzُش ْ تُ ْم ِّم ْنهُ ْم رzاِ ْن ٰان َْسzَا ۚ َح فzz ْاليَ ٰتمٰ ى َح ٰتّ ٓى اِ َذا بَلَ ُغوا النِّ َكzَوا ْبتَلُوا
ْلzzرًا فَ ْليَْأ ُكzانَ فَقِ ْيzzف ۚ َو َم ْن َك zْ ِتَ ْعفzا فَ ْليَ ْسzzًّانَ َغنِيzz ۗ َو َم ْن َكzرُوْ اzَ َّوبِدَارًا اَ ْن يَّ ْكبzتَْأ ُكلُوْ هَٓا اِ ْس َرافًا
م اِلَ ْي ِه ْم اَ ْم َوالَهُ ْم فَا َ ْش ِه ُدوْ ا َعلَ ْي ِه ْم ۗ َو َك ٰفى بِاهّٰلل ِ َح ِس ْيبًاzُْف ۗ فَاِ َذا َدفَ ْعت
ِ ْبِ ْال َم ْعرُو
Ujilah anak-anak yatim itu (dalam hal mengatur harta) sampai ketika
mereka cukup umur untuk menikah. Lalu, jika menurut penilaianmu mereka
telah pandai (mengatur harta), serahkanlah kepada mereka hartanya.
Janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas kepatutan
dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menghabiskannya) sebelum mereka
dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia
menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan siapa saja yang
fakir, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang baik.
Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, hendaklah
kamu adakan saksi-saksi. Cukuplah Allah sebagai pengawas.
Ayat di atas memberikan arahan dan pengajaran yang sangat
kompleks tentang pengelolaan harta, sekalipun fokusnya harta anak yatim,
20
namun menjadi pelajaran yang sangat penting tentang aspek aspek pokok
dari pengelolaan harta tersebut. Diantara hal-hal yang termasuk penting
diperhatikan dalam ayat diatas adalah sebelum harta diserahkan kepada
pemiliknya untuk dikelola sendiri, hendaklah terlebih dahulu diuji sejauh
mana pemilik harta tersebut sudah matang dalam hal dimaksud; boleh
mengambil sewajarnya sebagai imbalan membantu pengelolaan harta orang
lain; penggunaan harta harus diketahui oleh pemiliknya Ketika pemiliknya
telah memahami seluk-beluk harta; jika pengelola mampu (mempunyai
harta miliknya sendiri) maka lebih baik tidak mengambil imbalan Ketika
mengelolanya; penyerahan harta kepada pemiliknya harus di hadapan saksi-
saksi yang dianggap memadai dan dapat dipertanggung jawabkan.25
25
Ibid…
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Adapun Saran yang diberikan penulis Sebagai Berikut:
1. Untuk Penulis itu sendiri, tentunya dalam penulisan makalah ini, penulis
menyadari masih sangat jauh dari kata sempurna dan penulis mengharapkan
saran dan kritik kepada penulis itu sendiri untuk kesempurnaan makalah ini.
2. Untuk Masyarakat. Saran penulis untuk masyarakat, agar masyarakat
senantiasa bekerja keras dalam memperoleh dan memiliki Harta dengan
dengan cara-cara yang di ridhoi oleh Allah SWT.
3. Untuk pemerintah, Penulis menyaran kepada pemerintah agar senantiasa
membuka lapangan pekerjaan yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat.
Dan tentunya untuk pemerintah agar senantiasa adil dalam perkara-perkara
harta yang melibatkan masyarakat luas.
22
DAFTAR PUSTAKA
Abū Ubaid. “Al-Amwāl,” dalam Jurnal Hukum Islam Vol.15, No 1 (Juni 2017)
Toha Andiko, Konsep Harta dan Pengelolaannya dalam Al-Quran. dalam Jurnal
Al-Intaj, Vol. 2, No. 1. Maret 2016
23