Zakaria - Makalah Fiqih Muamalad - Harta & Akad
Zakaria - Makalah Fiqih Muamalad - Harta & Akad
Disusun Oleh :
Zakaria 2105010059
BANJARMASIN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta'ala. atas ridho-Nya
penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “ Harta dan Akad ”. Makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah “Fiqih Muamalad”.
Harta adalah segala hal yang dapat dipakai untuk keperluan hidup dan kebutuhan, baik
itu harta dalam berbentuk uang atau harta dalam bentuk majas. Pada dasarnya harta yang kita
miliki haruslah dari perkara yang halal dan disalurkan kepada yang halal pula, dan an harta
merupakan titipan dari Allah subhanahu wa ta'ala, jangan dijadikan ajang pamer dan
kesombongan karena akan berbahaya bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik
dalam penulisan maupun dalam isi makalah. Maka, saran dan kritik dari pembaca sangat
diharapkan bagi penulis demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis
berharap makalah ini dapat memberikan manfaat, umumnya bagi para pembaca dan khususnya
bagi penulis. Aamiin.
Zakaria
i
Daftar Isi
A. Latar Belakang
1. Harta
Al-Qur’an menyebut kata al-mal (harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan
berulang-ulang terhadap sesuatu di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perhatian
khusus dan penting terhadap sesuatu itu. Harta merupakan bagian penting dari
kehidupan yang tidak dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam
kehidupannya terutama di dalam Islam. Islam memandang keinginan manusia untuk
memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta sebagai sesuatu yang lazim, dan
urgen. Harta diperoleh, dimiliki, dan dimanfaatkan manusia untuk memenuhi hajat
hidupnya, baik bersifat materi maupun non materi. Manusia berusaha sesuai dengan
naluri dan kecenderungan untuk mendapatkan harta. Al-Qur’an memandang harta
sebagai sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Khaliq-Nya, bukan
tujuan utama yang dicari dalam kehidupan. Dengan keberadaan harta, manusia
diharapkan memiliki sikap derma yang memperkokoh sifat kemanusiannya. Jika sikap
derma ini berkembang, maka akan mengantarkan manusia kepada derajat yang mulia,
baik di sisi Tuhan maupun terhadap sesama manusia.
Selain itu kriteria harta menurut para ahli fiqih terdiri atas: pertama, memiliki unsur
nilai ekonomis. Kedua, unsur manfaat atau jasa diperoleh dari suatu barang. Nilai
ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf
(kebiasaan/adat) yang berlaku di masyarakat. As-Syuti berpendapat bahwa istilah Mal
hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan
dikenakan ganti rugi baik yang merusak maupun melenyapkannya.
Dengan demikian tempat bergantungnya status al-Mal terletak pada nilai ekonomis
suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya nilai ekonomis dalam harta tergantung
pada besar kecilnya manfaat suatu barang. Faktor manfaat menjadi patokan dalam
menetapkan nilai ekonomis ekonomis suatu barang. Maka manfaat suatu barang
menjadi tujuan dari semua jenis harta. Oleh karena itu dalam makalah ini kita akan
membahasan seberapa besar kedudukan harta dalam islam secara ekonomi.
2. Akad
Sebagai makhluk social, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan
orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat
beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan
harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia
lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan
kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan
dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk
berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakah fitrah yang sudah
ditakdirkan oleh Allah. karena itu ia merupakan kebutuhan sosial sejak manusia mulai
mengenal arti hak milik. Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal
1
memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementasikan
dalam setiap masa.
Dalam pembahasan fiqih, akad atau kontrak yang dapat digunakan bertransaksi sangat
beragam, sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi kebutuhan yang ada. Sebelum
membahas lebih lanjut tentang pembagian atau macam-macam akad secara spesifik,
akan dijelaskan teori akad secara umum yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar
untuk melakukan akad-akad lainnya secara khusus . Maka dari itu, dalam makalah ini
kami akan mencoba untuk menguraikan mengenai berbagai hal yang terkait dengan
akad dalam pelaksanaan muamalah di dalamkehidupan kita sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
1. Harta
Dari latar belakang diatas maka, kami merusmuskan masalah sebagai berikut:
2. Akad
Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka terdapat beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
1) Pengertian Akad
2) Kedudukan, fungsi Akad
3) Rukun, syarat dan jenis-jenis Akad
2. Akad
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini dimaksudkan untuk
menginformasikan dan menjelaskan tentang teori akad dalam prespektif fiqh
muamalah. Secara khusus makalah ini akan menginformasikan dan menjelaskan hal-
hal sebagai berikut:
1) Untuk menjelaskan pengertian akad;
2) Untuk menjelaskan kedudukan, fungsi akad;
3) Untuk menjelaskan rukun, syarat dan jenis-jenis akad.
2
D. Manfaat Penulisan Makalah
Makalah yang kami buat diharapkan dapat memberi manfaat baik dari segi prosedur
penulisan ataupun isi makalah ini, manfaat bagi :
1. Penulis, dapat menambah pengetahuan khususnya mempelajari tentang harta dalam
pandangan islam.
2. Pembaca, dapat dijadikan inspirasi dari makalah penulis untuk bahan penambah
pengetahuan mengenai hal tersebut.
Metode penulisan makalah ini dengan menguraikan isi kajian dengan menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbasis studi pustaka dan menganalisis dengan keadaan yang
nyata atau sebenarnya.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan makalah
D. Manfaat penulisan makalah
E. Metode penulisan makalah
F. Sistematika penulisan makalah
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Harta
Pengertian harta (maal) dalam bahasa Arab ialah apa saja yang dimiliki manusia,
sebagaimana Rasulullah bersabda dalam sebuah Hadits: “ Sebaik-baik maal ialah yang
berada pada orang yang saleh.” (Bukhari dan Muslim). Harta itu lebih bermanfaat apabila
berada di tangan orang-orang yang sholeh, karena orang yang sholeh pasti tahu hukum
bagaimana seharusnya mempergunakan harta tersebut di jalan yang diridhoi Allah.
Ada beberapa pendapat tentang pengertian harta, diantaranya sebagai berikut:
Secara Istilah Madzhab Iman Hanafiyah “Harta adalah semua yang mungkin dimiliki,
disimpan dan dimanfaatkan”
1. Menurut Iman Hambali “Harta adalah apa – apa yang dimiliki manfaat yang mubah
untuk suatu keperluan dan atau untuk kondisi darurat”
2. Menurut Iman Syafi’I “Harta yaitu barang – barang yang mempunyai nilai untuk
dijual dan nilai harta itu akan terus ada kecuali kalau semua orang telah
meninggalkannya (tidak berguna lagi bagi manusia)”
3. Menurut Ibnu Abidin “Harta adalah segala yang disukai nafsu atau jiwa dan bisa
disimpan sampai waktu ia butuhkan”
4. Menurut Cahyanai, kata al mal dengan berbagai bentuknya disebut 87 kali yang
terdapat dalam 79 ayat dalam 38 surat. Berdasarkan pengertian tersebut, harta meliputi
segala sesuatu yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi), seperti
uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan,
hasil perikan-lautan, dan pakaian termasuk dalam katagori al amwal. Islam sebagai
agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak lebih dari sekedar anugerah
Allah swt yang dititipkan kepada manusia.
Dari Pegertian diatas maka dapat disimpulkan harta adalah segala sesuatu yang dimiliki,
dimanfaatkan dan untuk keperluan dan berharga apabila dijual disukai nafsu jiwa dan
merupakan anugrah dari Allah swt. Islam memandang harta dengan acuan akidah yang
disarankan al-Qur’an, yakni dipertimbangkannya kesejahteraan manusia, alam, masyarakat
dan hak miliki. Pandangan demikian, bermula dari landasan iman kepada Allah, dan bahwa
Dia-lah pengatur segala hal dan kuasa atas segalanya Kalau harta seluruhnya adalah milik
Allah, maka tangan mausia hanyalah tangan suruhan untuk jadi khalifah. Maksudnya
manusia adalah khalifah – khalifah Allah dalam mempergunakan dan mengatur harta itu.
Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah milik
Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan
amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya (QS al-Hadiid: 7).
Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda:
4
”Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk
apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan
untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk dipergunakan”.
1. Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah
karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada (Al-Baqarah: 284)
Surat Al-Baqarah: 284 yang artinya berbunyi :
” Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada dibumi dan jika kamu melahirkan apa
yang ada dalam htimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah membuat
perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa
yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu ”.
” Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dab jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah lading, itulah kesenangan hidup didunia, dan
disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
3. Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (Al-Anfal: 28)
Surat Al-Anfal: 28 yang berbunyi :
4. Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan
muamalah bagi antar sesama manusia, melaui zakat, infak, dan sedekah (At-Taubah:
41, 60: Al Imran: 133-134)
Surat At-Taubah: 41 yang artinya berbunyi :
” Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan
berjihadlah dengan hartamu dan dirimu dijalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui”.
5. Merupakan nikmat yang harus disyukuri Naluri manusia senang terhadap harta (Al-Fajr:
20 dan Al-Aadiyaat: 8) Surat Al-Fajr: 20 yang artinya berbunyi :
” Doa kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.”
Surat Al-Aadiyaat: 8 yang artinya berbunyi :
” Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.”
6. Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha atau mata pencarian yang halal dan
sesuai dengan aturan-Nya.
5
BAB III
PEMBAHASAN
Orang islam diwajibkan berusaha (bekerja) mencari nafkah, firman Allah SWT,
dalam Al-Quran surat Al-Jumu’ah: 10.
Surat Al-Jumu’ah: 10.yang artinya berbunyi :
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Dalam mencari harta dengan berusaha (bekerja), haruslah dengan cara baik dan halal.
Dalam mencari, dilarang dengan cara-cara yang dapat :
1. Melupakan mati
2. Melupakan Dzikrillah
3. Melupakan sholat dan Zakat
4. Memusatkan kekayaan hanya pada kelompok orang kaya saja
5. Dalam mencarinya dilarang menempuh usaha yang haram, seperti, Riba, Judi,
Curang, Mencuri, Jahat, Bathil, dan Dosa, Suap – menyuap (al-Ruswah)
1. Diserahkan ke Sufaha
2. Tabdzir (boros)
3. Israf (berlebih – lebihan)
4. Bermewah-mewah
5. Kikir atau boros
Untuk itulah pada satu takaran tertentu harta dikenai wajib zakat. Zakat merupakan
implementasi pemenuhan hak masyarakat dan upaya memberdayakan harta pada fungsi
ekonomisnya.
Ringkasnya, aturan dalam memperoleh harta dan membelanjakan harta, didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip Sirkulasi dan perputaran. Artinya harta memiliki fungsi ekonomis yang
harus senantiasa diberdayakan agar aktifitas ekonomi berjalan sehat. Maka harta
harus berputar dan bergerak di kalangan masyarakat baik dalam bentuk konsumsi
atau investasi.sarana yang diterapkan oleh syari’at untuk merealisasikan prinsip ini
adalah dengan larangan menumpuk harta, monopoli terutama pada kebutuhan
pokok, larangan riba, berjudi, menipu.
2. Prinsip jauhi konflik. Artinya harta jangan sampai menjadi konflik antar sesama
manusia. Untuk itu diperintahkan aturan dokumentasi, pencatatan/akuntansi, al-
isyhad/saksi, jaminan (rahn/gadai).
6
3. Prinsip Keadilan. Prinsip keadilan dimaksudkan untuk meminimalisasi kesenjangan
sosial yang ada akibat perbedaan kepemilikan harta secara individu. Terdapat dua
metode untuk merealisasikan keadilan dalam harta yaitu perintah untuk zakat infak
shadaqah, dan larangan terhadap penghamburan (Israf/mubazir)
1. Waqap
7
Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, bantuan kepada fakir miskin.
Rukun wakaf ada empat, yaitu: pertama, orang yang berwakaf (al - wakif). Kedua,
benda yang diwakafkan (al - mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf
(al – mauquf ‘alaihi). Keempat, lafaz atau ikrar wakaf (sighah).
c. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi
klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu
(mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan
tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang
atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan
yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara
terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat
ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-
mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta
(ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang
memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba
sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan
dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu
mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat
mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk
kepentingan Islam saja.
d. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa
syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan
kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu.
Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau
digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat,
ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua
persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi
penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan
harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah
orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat
ghaira tammah.
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang
diwakafkan oleh wakif. Harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak, dan
benda bergerak. Wakaf benda tidak bergerak, yaitu Hak atas tanah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun
yang belum terdaftar, Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah,
Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah, hak milik atas satuan rumah
susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Tata cara perwakafan tanah milik secara berurutan dapat diuraikan sebagai
berikut: Perorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya
diharuskan datang sendiri dihadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar Wakaf,
Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu harus menyerahkan
surat – surat (sertifikat, surat keterangan dll) kepada PPAIW, PPAIW meneliti surat
dan syarat – syaratnya dalm memenuhi untuk pelepasan hak atas tanah, Dihadapan
PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan dengan jelas, tegas dan dalam
bentuk tertulis. Apabila tidak dapat menghadap PPAIW maka dapat membuat ikrar
secra tertulis dengan persetujuan dari kandepag, PPAIW segera membuat akta ikrar
wakaf dan mencatat dalam daftar akta ikrar wakaf dan menyimpannya bersama
aktanya dengan baik.
2. Riba
a. Hukum Riba
Menurut pemahaman berbalik, hal itu menunjukan di perbolehkannya
mengambil harta riba tersebut tanpa adanya taubat. Selain itu, di perbolehkannya
mengambil keuntungan dari harta riba tersebut baik bertaubat maupun tidak.
b. Macam-macam Riba
1) Riba Qardh
2) Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu
membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan Tafsir Qurtuby.
3) Riba Fadhl
4) Riba Nasi’ah
c. Hikmah dilarangnya Riba
1) Untuk menutup pintu kejahatan,
2) Untuk menghindari dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai
biaya uang yang mana hal tersebut akan menimbulkan kemiskinan struktural
yang menimpa lebih dari separuh masyarakat dunia.
3) Sebagai bentuk rasa syukur atas rizki yang diberikan oleh Allah SWT.
d. Perbandingan antara Riba dan Bank (Bunga Bank) Riba
1) Semua tambahan modal pokok dalam semua transaksi.
2) Pelarangan riba dalam al-Qur’an bersifat progresif
3) Riba adalah suatu tambahan yang hanya terjadi dalam urusan pinjam-
meminjam atau hutang-piutang.
4) Riba yang diharamkan yang berlipat ganda, menyusahkan dan memaksa.
Riba yang memiliki sifat sebaliknya hukumnya halal.
8
5) Bunga termasuk riba yang haram hukumnya.
6) Seorang muslim dapat mengambil bunga bank untuk diserahkan kepada
orang miskin. Mengembalikan bunga bank kepada bank sama dengan
membesarkan dan memperkaya rentenir.
7) Menurutnya bunga bank adalah riba yang halal karena tidak bersifat
memaksa, tidak beresiko tinggi), tidak berlipatganda, dan kebanyakan
pinjaman bank untuk kegiatan produktif.
8) Seorang Muslim wajib mendirikan bank untuk mencegah praktek rentenir
3. Sadaqoh
4. Jual Beli
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak
lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.
Menurut Wildadi jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain).
Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.
Menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya,
antara lain :
9
a. Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : Jual beli adalah “ pertukaran harta
dengan harta untuk kepemilikan.”
b. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni : Jual beli adalah “ pertukaran
harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian jual beli yaitu suatu kegiatan
yang di dalamnya terdapat kegiatan tukar menukar barang dan juga terdapat
perjanjian di dalamnya
Persyaratan barang yang boleh dan tidak di perbolehkan untuk di perjual belikan;
yang boleh:
a. Barang yang dihukumkan najis oleh agama seperti anjing, babi, berhala, bangkai
dan khamar.
b. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya.
c. Jual beli dengan menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen.
d. Jual beli secara lempar - melempar.
e. Jual beli yang samar sehingga kemungkinan adanya penipuan .
f. Larangan menjual makanan sehingga dua kali ditakar, hal ini menunjukkan
kurang saling mempercayainya antara penjual dan pembeli.
Allah mensyari’atkan jual beli sebagai penberian keluangan dan keleluasaan dari-
Nya untuk hamba-hamba-Nya, yang membawa hikmah bagi manusia diantaranya:
a. Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai
hak milik orang lain.
b. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan.
c. Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram atau
secara bathil.
d. Penjual dan pembeli sama-sama mendapat rizki Allah
e. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
Jual Beli itu merupakan bagian dari pada ta”awun (saling tolong menolong).
Bagi pembeli menolong penjual yang membuuhkan uang, sedangkan bagi penjual
juga berarti enolong pembeli yang sedang membutuhkan barang. Karenanya jual
beli itu adalah perbuatan yang mulia dan pelakunya mendapatkan ridha dari Allah,
bahkan Rasulullah menegaskan bahwa penjual yang jujur dan benar kelak diakhirat
akan ditempatkan bersama para Nabi, syuhada dan orang-orang shaleh.
Akan tetapi lain halnya apabila didalam jual beli itu terdapat unsure kedzaliman,
seperti berdusta, mengurangi takaran, dan lainnya. Maka tidak lagi bernilai ibadah,
tetapi sebaliknya yaitu perbuatan dosa. Untu menjadi pedagang yang jujur itu
sangat berat, tetapi harus disadari bahwa kecurangan dan kebohongan itu tidak ada
10
gunanya. Jadi usaha yang baik dan jujur itulah yang paling menyenangkan yang
nantinya akan mendatangkan keberuntungan, kebahagiaan dan sekaligus Ridha
Allah.
a. Khiyar Majlis
Adalah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan atau
membatalkan akad selama masih berada di tempat akad dan kedua belah pihak
belum berpisah.
b. Khiyar Syarat
Khiyar syarat yaitu hak memilih antara meneruskan jual beli atau
membatalkannya dengan syarat tertentu
c. Khiyar’Aib
Khiyar ’aib yaitu hak memilih antara meneruskan jual beli atau
membatalkannya yang disebabkan karena adanya cacat pada barang yang dijual.
5. Hutang
a. Hukum Berutang
Rasulullah saw. sangat takut berutang dan sangat takut jika hal tersebut menjadi
kebiasaannya. Seperti yang Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a. bahwasanya dia
mengabarkan, “Dulu Rasulullah saw. sering berdoa di shalatnya:
11
“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari azab kubur, dari
fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal dan dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya
Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari hal-hal yang menyebabkan
dosa dan dari berutang“
“Sesungguhnya seseorang yang (biasa) berutang, jika dia berbicara maka dia
berdusta, jika dia berjanji maka dia mengingkarinya” (HR Al-Bukhaari dan
Muslim)
Perlu dipahami bahwa berutang bukanlah suatu perbuatan dosa sebagaimana
telah disebutkan. Tetapi, seseorang yang terbiasa berutang bisa saja
mengantarkannya kepada perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah
saw.
c. Anjuran Islami dalam Utang Piutang
Terdapat beberapa anjuran dalam islam tentang utang piutang ini, diantaranya:
1) Siapa yang memberi pinjaman atas kesusahan orang lain, maka dia
ditempatkan di bawah naungan singgasana Allah pada hari kiamat. (HR.
Thabrani, Ibnu Majah, Baihaqi
2) Barangsiapa meminjamkan (harta) kepada orang lain, maka pahala shadaqah
akan terus mengalir kepadanya setiap hari dengan jumlah sebanyak yang
dipinjamkan, sampai pinjaman tersebut dikembalikan. (HR. Muslim, Ahmad,
Ibnu Majah).
3) Dua kali memberikan pinjaman, sama derajatnya dengan sekali bershadaqah.
(HR. Bukhari, Muslim, Thabrani, Baihaqi).
d. Menghindari Utang
Beberapa adab umum dalam kaitannya dengan utang piutang ini adalah sebagai
berikut:
12
1) Sebaiknya memberi tempo pembayaran kepada yang meminjam agar ada
kemudahan untuk membayar. (HR. Muslim, Ahmad).
2) Jangan menagih sebelum waktu pembayaran yang sudah ditentukan. (HR.
Ahmad)
3) Hendaknya menagih dengan sikap yang lembut penuh maaf. (HR. Bukhari,
Muslim, Tirmidzi).
4) Boleh menyuruh orang lain untuk menagih utang, tetapi terlebih dahulu diberi
nasihat agar bersikap baik, lembut dan penuh pemaaf kepada orang yang akan
ditagih. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Hakim).
6. Zakat
Zakat berasal dari bahasa Arab “az-zakah”. “az-zakah” adalah masdar dari
fi’il madli “zaka”, yang berarti bertambah, tumbuh dan berkembang. Zakat juga
bermakna suci. dengan makna ini Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat As-
Syams:9
Menurut (Miftah Faridl:40) Zakat merupakan tolak ukur keimanan kita kepada
Allah Swt. zakat adlaah penyempurnaan ibadah shalat yang manusia lakukan. Tidak
sempurna shalat yang kita lakukan tanpa menunaikan zakat. seperti Firman Allah
dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 110.
Artinya : “Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan
yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkan (pahala) di sisi Allah.
Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Baqarah, 2:110)
a. Hukum Mengeluarkan Zakat
Hukum zakat sendiri ialah fardhu’ain bagi setiap muslimin yang memiliki
kemampuan untuk menunaikannya, sebagai salah satu dari lima rukun Islam.
Bahkan dalam Al-Qur’an, perintah Allah untuk mengeluarkan zakat sama
dengan perintah Allah untuk mendirikan shalat. Karena begitu pentingnya
peranan zakat bagi setiap muslim yang mampu Allah selalu menggandengkan
zakat dan shalat sebagai tiang utama dalam agama. Zakat telah difardukan
13
diMadinah pada bulan Syawal tahun kedua hijrah setelah kepada ummat islam
diwajibkan berpuasa ramadhan Sedikitnya ada 28 ayat dalam Al-Qur’an yang
menjadi Dasar-dasar atau landasan kewajiban mengeluarkan zakat disebutkan
dalam beberapa ayat Al-Qur’an antara lain :
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-
orang yang ruku”
b. Orang-orang yang berhak menerima zakat
1) Fakir yaitu orang yang tidak mempunyai harta dan usaha, atau yang
mempunya harta atau usaha tetapi penghasilannya jauh dari mencukupi
kebutuhan.
2) Miskin yaitu orang yang mempunyai harta atau usaha sebanyak kebutuhan
atau lebih , tetapi tidak sampai mencukupi.
3) Amil yaitu semua orang yang bekerja mengurus zakat, sedangkan dia tidak
mendapat upah selain dari zakat itu.
4) Muallafah yaitu orang kafir yang sudah masuk Islam dan imannya masih
lemah, ia diberi zakat dengan harapan agar imannya bertambah kuat.
5) Fir Riqab yaitu orang yang memerdekakan budak yaitu yang dijanjikan oleh
tuannya akan dimerdekakan apabila telah dapat mengumpulkan uang yang
telah disepakati. Untuk di Indonesia sendiri karena tidak ada budak maka
“ashnaf memerdekakan budak” gugur dengan sendirinya.
6) Gharim atau orang yang berhutang.
7) Fi Sabilillah. Arti sabilillah disini ialah orang yang ikut perang sabil, yaitu
perang untuk meninggikan agama Allah, sedangkan mereka tidak
mendapatkan gaji pemerintah
8) Ibnu Sabil atau orang yang sedang dalam perjalanan
7. Hibah
14
amalan yang lain, maka tidaklah sah suatu amal perbuatan tanpa terpenuhinya
rukun dan syarat hibah. Adapun rukun hibah menurut Al-Jaziri adalah sebagai
berikut :
c. Rukun Hibah
Setelah terpenuhinya semua rukun hibah, maka masing-masing dari rukun itu
memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu:
1) Pemberi Hibah (Al-Wahib), baligh, tidak terpaksa, keinginan sendiri, dan
merupakan pemilik barang.
2) Bagi Penerima Hibah (Al-Mauhub Lah), diketahui keberadaannya saat
pemberian hibah.
3) Harta yang Dihibahkan (Al-Mauhub), dapat dimiliki, dan jelas dzatnya.
4) Siġat (Ijab – Qabul)
8. Syirkah
Syirkah adalah bentuk organisasi bisnis antara dua orang atau lebih untuk
menjalankan suatu usaha yang sesuai dengan ketentuan Syaria’t Islam. Bentuk
kerja sama yang dilakukan oleh seseorang dibagi kedalam dua bentuk yaitu syirkah
amlak dan syirkah uqud.
Syirkah amlak adalah suatu harta yang dimiliki secara bersama-sama, melalui
jalan hibah, warisan atau dibeli dengan kesepakatan bersama.
Syirkah uqud adalah suatu kerja sama antara dua orang atau lebih karena
keduanya bersepakat dalam perjanjian yang sesuai dengan kontrak untuk
menginvestasikan sesuatu hal dan berbagi keuntungan dan kerugian bersama-
sama.
1) Syirkah inan
2) Syirkah abdan
3) Syirkah mudharabah
4) Syirkah wujuh
5) Syirkah mufawadhah
a. Etika dalam Kerja Sama atau Syirkah
15
menjalankan suatu usaha atau berbisnis.
1) Kejujuran
2) Keadilan.
3) Amanah
4) Nasihat-menasihati; misalnya dalam konteks jual beli
5) Barang yang dijual harus halal dalam hal zat dann cara memperolehnya.
6) Tidak ada unsur penipuan.
C. Bahaya harta
Nabi SAW bersabda, ”Harta sebagai kenikmatan yang akan dimintai pertanggungan
jawabnya.” (Tirmidzi, Ibnu Majah) Allah SWT berfirman, ”Kemudian pasti kamu
akan ditanya tentang semua nikmat yang telah kamu rasakan di dunia.” (At-
Takatsur:8) Sabda Nabi SAW, ”Halalnya dunia itu hisab dan haramnya itu adzab.”
(Ibnu Abidunya)
b) Timbul penyakit cinta dunia dan melalaikan Akherat
Sabda Nabi SAW, ”Kemanisan dunia adalah kepahitan akherat. Dan pahitnya dunia
adalah manisnya akherat.” (Thabrani, Baihaqi, Hakim) Sabda Nabi SAW lainnya,
”Cinta dunia adalah induk segala kesalahan.” (Baihaqi) Pada hakikatnya semua harta
yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah. Sebagaimana dalam firmanNya :
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan
jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan,
niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.
Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang
dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. ( Q.S Al Baqarah 284 )
Orang – orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah
dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Allah menyiksa kamu
karena dosa-dosamu?” (kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya),
tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya dan
menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya.
dan kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. dan kepada Allah-lah kembali
(segala sesuatu). ( Q.S Al – Maidah : 18 )
Orang – orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu
mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah
petunjuk (yang benar)”. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka
setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan
penolong bagimu.( Q.S Al Baqarah : 120 )
16
D. Pengertian Akad
Secara literal, akad berasal dari bahasa arab yang berarti perjanjian atau
persetujuan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan
antara orang yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad diartikan dengan
hubungan dan kesepakatan.
Secara terminologi ulama fiqih, akad dapat ditinjau dari segi umum dan segi
khusus. Dari segi umum, pengertian akad sama dengan pengertian akad dari segi bahasa
menurut ulama Syafi’iyah, Hanafiyah, dan Hanabilah yaitu segala sesuatu yang
dikerjakan oleh seseorang berdasakan keinginananya sendiri seperti waqaf, talak,
pembebasan, dan segala sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua
orang seperti jual beli, perwakilan, dan gadai. Sedangkan dari segi khusus yang
dikemukakan oleh ulama fiqih antara lain:
1. Perikatan yang ditetapkan dengan ijab- qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang
berdampak pada objeknya.
2. Keterkaitan ucapan antara orang yang berakad secara syara’ pada segi yang tampak
dan berdampak pada objeknya.
3. Terkumpulnya adanya serah terima atau sesuatu yang menunjukan adanya serah
terima yang disertai dengan kekuatan hukum.
4. Perikatan ijab qabul yang dibenarkan syara’ yang menetapkan keridhaan kedua belah
pihak.
5. Berkumpulnya serah terima diantara kedua belah pihak atau perkataan
seseorang yang berpengaruh pada kedua belah pihak. Dari uraian diatas dapat
dinyatakan bahwa Kedudukan dan fungsi akad adalah sebagai alat paling utama dalam
sah atau tidaknya muamalah dan menjadi tujuan akhir dari muamalah.
Akad yang menyalahi syariat seperti agar kafir atau akan berzina, tidak harus
ditepati. Akad-akad yang dipengaruhi aib adalah akad-akad pertukaran seperti jual beli
dan akad sewa.
1. Kedudukan dan fungsi akad adalah sebagai alat paling utama dalam sah atau
tidaknya muamalah dan menjadi tujuan akhir dari muamalah.
2. Akad yang menyalahi syariat seperti agar kafir atau akan berzina, tidak harus
ditepati.
3. Tidak sah akad yang disertai dengan syarat. Misalnya dalam akad jual beli aqid
berkata: “Aku jual barang ini seratus dengan syarat dengan syarat kamu menjual
rumahmu padaku sekian…,” atau “aku jual rumah barang ini kepadamu tunai dengan
harga sekian atau kredit dengan harga sekian”, atau “aku beli barang ini sekian
asalakan kamu membeli dariku sampai dengan jangka waktu tertentu sekian”.
4. Akad yang dapat dipengaruhi Aib adalah akad akad-akad yang mengandung unsur
pertukaran seperti jual beli atau sewa.
17
5. Cacat yang karenanya barang dagangan bisa dikembalikan adalah cacat yang bisa
mengurangi harga/nilai barang dagangan, dan cacat harus ada sebelum jual beli
menurut kesepakatan ulama. Turunnya harga karena perbedaan harga pasar, tidak
termasuk cacat dalam jual beli.
6. Akad yang tidak dimaksudkan untuk pertukaran seperti hibah tanpa imbalan, dan
sedekah, tak ada sedikitpun pengaruh aib di dalamnya.
7. Akad tidak akan rusak/ batal sebab mati atau gilanya aqid kecuali dalamaqad
pernikahan.
8. Nikah tidak dikembalikan (ditolak) lantaran adanya setiap cacat yang karenanya jual
beli dikembalikan, menurut ijma’ kaum musllimin, selain cacat seperti gila,kusta,
baros, terputus dzakarnya, imptoten, fataq (cacat kelamin wanita berupa terbukanya
vagina sampai lubang kencing atau Ada juga yang mengatakan sampai lubang anus
(cloaca). Kebalikan dari fatq adalah rataq, yaitu tertutupnya vagina oelh daging
tumbuh), qarn (tertutupnya vagina oleh tulang), dan adlal, tidak ada ketetapan khiyar
tanpa diketahui adanya khilaf diantara ahlul ilmi. Dan disyaratkan bagi penetapa
khiyar bagi suami tidak mengetahuinya pada saat akad dan tidak rela dengan cacat
itu setelah akad. Apabila ia tahu cacat itu setelah akad atau sesudahnya tetapi rela,
maka ia tidak mempunyai hak khiyar. Dan tidak ada khilaf bahwa tidak adanya
keselamatan suami dari cacat, tidak membatalkan nikah, tapi hak khiyar tetap bagi si
perempuan, bukan bagi para walinya.
9. Dalam hal pernikahan Jika ada cacat dalam mahar maka boleh dikembalikan dan
akadnya tetap sah dengan konsekuensi harus diganti.
F. Rukun Akad
b) Wilayah
Wilayah bisa diartikan sebagai hak dan kewenangan seseorang yang
mendapatkan legalitas syar’i untuk melakukan transaksi atas suatu obyek tertentu.
Artinya orang tersebut memang merupakan pemilik asli, wali atau wakil atas suatu
obyek transaksi, sehingga ia memiliki hak dan otoritas untuk mentransaksikannya.
Dan yang terpenting, orang yang melakukan akad harus bebas dari tekanan
sehingga mampu mengekspresikan pilihannya secara bebas.
18
2. Ma’qud ‘Alaih (objek transaksi)
Ma’qud ‘Alaih harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
a) Obyek transaksi harus ada ketika akad atau kontrak sedang dilakukan.
b) Obyek transaksi harus berupa mal mutaqawwim (harta yang diperbolehkan syara’
untuk ditransaksikan) dan dimiliki penuh oleh pemiliknya.
c) Obyek transaksi bisa diserahterimakan saat terjadinya akad, atau dimungkinkan
dikemudian hari.
d) Adanya kejelasan tentang obyek transaksi.
e) Obyek transaksi harus suci, tidak terkena najis dan bukan barang najis.
Dari dua pernyataan definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akad Ijab
Qobul merupakan ungkapan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi atau
kontrak atas suatu hal yang dengan kesepakatan itu maka akan terjadi pemindahan ha
kantar kedua pihak tersebut.
Dalam ijab qobul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, ulama fiqh
menuliskannya sebagai berikut :
19
G. Syarat Akad
1. Syarat Terjadinya Akad
Dalam pelaksanaan akad, ada dua syarat yaitu kepemilikan dan kekuasaan.
Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia bebas
beraktivitas dengan apa-apa yang dimilikinya sesuai dengan aturan syara’. Adapun
kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam ber-tasharuf sesuai dengan
ketentuan syara’.
Dasar dalam akad adalah kepastian. Seperti contoh dalam jual beli, seperti
khiyar syarat, khiyar aib, dan lain-lain. Jika luzum Nampak maka akad batal atau
dikembalikan
H. Pembagian Akad
20
1. Berdasarkan ketentuan syara’
a) Akad shahih akad shahih adalah akad yang memenuhi unsur dan syarat yang
ditetapkan oleh syara’. Dalam istilah ulama Hanafiyah, akad shahih adalah akad
yang memenuhi ketentuan syara’ pada asalnya dan sifatnya.
b) Akad tidak shahih adalah akad yang tidak memenuhi unsur dan syarat yang
ditetapkan oleh syara’. Dengan demikian, akad ini tidak berdampak hukum atau
tidak sah. Jumhur ulama selain Hanafiyah menetapkan akad bathil dan fasid
termasuk kedalam jenis akad tidak shahih, sedangkan ulama Hanafiyah
membedakan antara fasid dengan batal.
Menurut ulama Hanafiyah, akad batal adalah akad yang tidak memenuhi
memenuhi rukun atau tidak ada barang yang diakadkan seperti akad yang
dilakukan oleh salah seorang yang bukan golongan ahli akad. Misalnya orang
gila, dan lain-lain. Adapun akad fasid adalah akad yang yang memenuhi
persyaratan dan rukun, tetapi dilarang syara’ seperti menjual barang yang tidak
diketahui sehingga dapat menimbulkan percekcokan.
2. Berdasarkan ada dan tidak adanya qismah:
a) akad musamah, yaitu akad yang telah ditetapkan syara’ dan telah ada hukum-
hukumnya, seperti jual beli, hibah, dan ijarah.
b) Ghair musamah yaitu akad yang belum ditetapkan oleh syara’ dan
belumditetapkan hukumnya.
21
6. Berdasarkan sifat benda yang menjadi objek dalam akad :
22
12. Berdasarkan tujuan akad :
a) tamlik: seperti jual beli
b) mengadakan usaha bersama seperti syirkah dan mudharabah
c) tautsiq (memperkokoh kepercayaan) seperti rahn dan kafalah
d) menyerahkan kekuasaan seperti wakalah dan washiyah
e) mengadakan pemeliharaan seperti ida’ atau titipan
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Harta
Harta dapat diartikan apa saja yang dimiliki manusia. Secara kedudukan harta
memiliki enam pokok diantaranya : pemiliki mutlak dari seluruh kekayaan adalah
Allah SWT, status harta yang ada pada manusia, naluri manusia senang terhadap harta,
pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha atau mata pencarian yang halal dan
sesuai dengan aturan-Nya, dilarang mencari harta dengan berusaha atau bekerja yang
melupakan mati, dilarang menempuh usaha yang haram.
Kedudukan Harta dalam Islam. Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang
ada di muka bumi ini adalah milik Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat
relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai
dengan ketentuan-Nya (QS al-Hadiid: 7).
Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut Harta sebagai amanah
(titipan) dari Allah SWT, Harta sebagai perhiasan perhiasan hidup yang
memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan,
Harta sebagai ujian keimanan. Harta sebagai bekal ibadah, Merupakan nikmat yang
harus disyukuri Naluri manusia senang terhadap harta, Pemilikan harta dapat
dilakukan melalui usaha atau mata pencarian yang halal dan sesuai dengan aturan-
Nya,
Sumber mendapatkan harta dapat disebutkan yang terpenting, Waqap, Riba, Sadaqoh,
Jual Beli , Hutang, Zakat, Hibah , Syirkah. Bahaya harta Lebih banyak harta, lebih
keras hisabnya dan Timbul penyakit cinta dunia dan melalaikan Akherat.
2. Akad
Dari beberapa penjelasan yang telah teruai diatas dapat ditarik beberapa
kesimpulan bahwasanya kesepakatan antar kedua pihak berkenaan dengan suatu hal
atau kontrak antara beberapa pihak atas diskursus yang dibenarkan oleh syara’ dan
memiliki implikasi hukum tertentu.terkait dalam implementasinya tentu akad tidak
24
pernah lepas dari yang namanya rukun maupun syarat yang mesti terpenuhi agar
menjadi sah dan sempurnanya sebuah akad.
Sehingga dengan terbentuk akad, akan muncul hak dan kewajiban diantara pihak yang
bertransaksi, sehingga tercapailah tujuan kegiatan mualamalah dalam kehidupan kita
sehari-hari.
B. Saran
1. Kita sebagai umat muslim, haruslah mencari harta dan mengeluarkannya sebaik
mungkin dan sesuai ketentuan ajaran Islam.
25
DAFTAR PUSTAKA
Munir, Abdul, Harta Dalam Perspektif Al Quran, Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.
At-Thariqi, Abdullah Abdul Husain, Ekonomi Islam, Prinsip Dasar dan Tujuan, Magistra Insani
Press, 2004.
Fadhil, M. Mustaqim. 2013. Buku Ajar Pokok-pokok Materi Al-Islam 2. Surabaya: UMSurabaya
Press.
Tim dosen pendidikan agama islam. (2009), Islam tuntunan dan pedoman hidup. Bandung:Value Press
Yusanto dan Wijajakusuma. 2003. Menggags Bisnis Islami. Jakarta: Gema Insani)
Anwar. (2011). Makalah Syirkah. [online].
Tersedia (http://www.blogbersamakhairulanwar/2011/28/makalahsyirkah.html)
Tim Dosen Pendidikan Agama Islam. 2009. Islam dan Tuntunan Dan Pedoman Hidup. Bandung:
Value Press.
Sa’adi Abu Habieb, Ensiklopedi Ijmak, Jakarta: Pustaka Firdaus, cet. IV, 2009
26