TENTANG :
PERADILAN ISLAM
DISUSUN OLEH :
SUCITA IRFAREZA
SYAIFUL MAHYA
VIONI ALMAISYA
ZEIDA SAFITRI
MAN 2 BUKITTINGGI
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM
.
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Peradilan Islam” ini tepat pada waktunya.
Shalawat beriring salam tak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan cahaya
kebenaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut
membantu dalam penyelesaian penyusunan makalah ini. Khususnya kepada guru
pembimbing yang telah membimbing dan membagi pengalamannya kepada
penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai
kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun dari segi bahasa. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif
untuk penyempurnaan makalah ini.
Penulis berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
pembaca. Aamiin.
Kata Pengadilan dan Peradilan memiliki kata dasar yang sama yakni
“adil” yang memiliki pengertian:
a. Proses mengadili
b. Upaya untuk mencari keadilan
c. Penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan
d. Berdasar hukum yang berlaku
2) Hukum (qodho’)
Yaitu suatu keputusan produk qadli untuk menyelesaikan
perselisihan dan memutuskan persengketaan. Ada dua bentuk keputusan
hakim :
Qadla’ ilzam, yaitu menetapkan hak/macam hukuman kepada
salah salah satu pihak dengan redaksi “aku putuskan atasmu
demikian”, atau menetapkan suatu hak dengan tindakan,
seperti pembagian secara paksa.
Qadla’ tarki (penetapan berupa penolakan). Seperti ucapan
qadli kepada penggugat: kamu tidak berhak menuntut dari
tergugat, karena kamu tidak mampu membuktikan, dan atas
sumpah tergugat.
4) Al-mahkum ‘alaih
Yaitu orang yang dijatuhi putusan atasnya. Mahkum ‘alaih yaitu
orang yang dikenai putusan untuk diambil haknya, baik ia mudda’a
alaih (tergugat) atau mudda’i (penggugat).
5) Al-mahkum lahu
Yaitu penggugat suatu hak, yang merupakan hak manusia semata-
mata (hak perdata), atau hak yang lazimnya merupakan hak manusia
semata-mata. Mahkum lah harus melakukan sendiri gugatan atas
haknya atau dengan perantaraan orang yang diberi kuasa olehnya, dan
ia harus datang sendiri ke persidangan atau wakilnya. Adapun bila hak
itu merupakan hak Allah semata, maka mahkum lah-nya adalah syara’.
Dalam hal ini, tuntutan bukan datang dari perorangan, tetapi sesuai
syari’at Islam. Tuntutan itu dilakukan oleh lembaga penuntut umum
d) Fungsi Lembaga Peradilan Dalam Islam
Fungsi Peradilan dalam islam adalah untuk menyelasaikan dan
memutuskan setiap perkara dengan adil, maka peradilan berfungsi untuk
menciptakan ketertiban dan ketentraman masyarakat yang dibina melalui
tegaknya hukum. Peradilan Islam bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan
umat dngan tetap tegaknya hukum Islam. Karena itu peradilan Islam
mempunyai tugas pokok :
1) Mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa.
2) Menetapkan sanksi dan menerapkan kepada para pelaku perbuatan
yang melanggar hukum.
B. Hakim
1) Pengertian Hakim
Hakim ialah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk menyelesaikan
persengketaan dan memutuskan hukum suatu perkara dengan adil. Dengan
kata lain, hakim adalah orang yang bertugas mengadili, ia mempunyai
kedudukan yang terhormat selama berlaku adil.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: ''Apabila seorang hakim duduk
ditempatnya (sesuai dengan kedudukan hakim adil), maka dua malaikat
membenarkan, menolong dan menunjukkannya selama ia tidak menyeleweng,
apabila menyeleweng, maka kedua malaikat meninggalkannya” (HR. Al-
Baihaqi).
2) Fungsi hakim
Fungsi hakim adalah menegakkan kebenaran sesunggyuhnya dari apa
yang dikemukakan dan dituntut oleh para pihak tanpa melebihi atau
menguranginya terutama yang berkaitan dengan perkara perdata, sedangkan
dalam perkara pidana mencari kebenaran sesungguhnya secara mutlak tidak
terbatas pada apa yang telah dilakukan oleh terdakwa,12 melainkan dari itu
harusdiselidiki dari latar belakang perbuatan terdakwa. Artinya hakim
pengejar kebenaran materil secara mutlak dan tuntas.
Di sini terlihat intelektualitas hakim yang akan teruji dengan
dikerahkannya segenap kemampuan dan bekal ilmu pengetahuan yang
mereka miliki, yang semua itu akan terlihat pada proses pemeriksaan perkara
apakah masih derdapat pelanggaran-pelanggaran dalam teknis yustisial atau
tidak.
3) Syarat-syarat hakim
Untuk menjadi hakim harus memenuhi syarat - syarat berikut :
Artinya :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
(Q.S. Al-Isra’ : 36).
10. Dapat mendengar, melihat, mengerti baca tulis. Hakim harus bisa
mendengar dan melihat, kalau tuli tidak bisa mengetahui antara
yang menerima dan menolak. Demikian juga kalau buta tidak bisa
mengetahui antara penggugat dan tergugat.
11. Memiliki ingatan yang kuat. Orang yang pelupa atau tidak jelas
bicaranya tidak boleh menjadi hakim.
4) Macam-macam hakim
Hakim merupakan pekerjaan yang mulia. Kemuliaan yang dimilikinya
itu disebabkan adanya tuntutan supaya adil dalam memutuskan perkara.
Untuk itu ia tidak boleh semena-mena dalam menentukan hukum. Oleh sebab
itu Rasulullah Saw mengelompokkan hakim itu menjadi tiga golongan
sebagaimana hadis Rasul sebagai berikut : Artinya : “ Hakim ada tiga macam.
Satu disurga dan dua di neraka. Hakim yang mengetahui kebenaran dan
menetapkan hukum berdasarkan kebenaran itu maka ia masuk surga, hakim
yang mengetahui kebanaran dan menetapkan hukum bertentangan dengan
kebenaran ia masuk neraka, hakim yang menetapkan hukum dengan
kebodohannya ia masuk neraka. ”(HR. Abu Dawud dan lainnya).
C. Saksi
1) Pengertian Saksi
Saksi salam bahasa arab disebut al-shahadah yaitu orang yang mengetahui
atau melihat. Yaitu orang yang dimintakan hadir dalam suatu persidangan untuk
memberikan keterangan yang membenarkan atau menguatkan bahwa peristiwa
itu terjadi.
Pembicaraan tentang saksi dibagi menjadi tiga, yaitu sifat-sifat saksi, jenis
kelamin, dan bilangannya. Sifat-sifat yang dipegangi dalam penerimaan saksi
secara garis besar ada lima, yaitu adil, dewasa, islam, merdeka, dan tidak
diragukan niat baiknya. Sebagian sifat ini telah disepakati dan sebagian yang lain
masih diperselisihkan.
Hukum memberikan saksi adalah fardhu kifayah, dengan kata lain, jika
terjadi suatu perkara dan seseorang menyaksikan perkara tersebut maka
fardhu kifayah baginya untuk memberikan kesaksian di pengadilan dan jika
tidak ada pihak lain yang bersaksi atau jumlah saksi tidak mencukupi tanpa
dirinya maka ia menjada fardhu a’in. dengan pemahaman ini saksi tentu tidak
akan keberatan atau mangkir dari memberi kesaksia di pengadilan sebab ia
merupakan perbuatan yang bernilai pahala. Selain itu, kesaksian harus
didasarkan pada keyakinan pihak saksi, yakni berdasarkan penginderaanya
secara langsung pada peristiwa tersebut.
2) Fungsi Saksi
Fungsi dan peran saksi dalam pembuktian adalah bahwa Islam sangat
menghormati dan menjaga hak seorang muslim, sehingga wajib hukumnya
bagi para saksi untuk memberikan kesaksian sesuai dengan fungsi dan
perannya sebagai seorang saksi; tentang segala sesuatu yang
diperkarakan/sengketakan, mengungkap segala sesuatu yang berhubungan
dengan Pemohon dan Termohon selama mampu menunaikannya tanpa
adanya suatu hal yang menimpa, baik pada badannya, kehormatan, harta
maupun keluarganya demi menjaga hak seseorang. Jika para saksi enggan
memberikan kesaksiannya, dikhawatirkan suatu kebenaran akan hilang dan
akan merugikan atau menghilangkan hak seseorang
3) Syarat-syarat Saksi
a) Islam.
b) Sudah dewasa atau baligh sehingga dapat membedakan antara yang
hak danyang bathil.
c) Berakal sehat.
d) Merdeka (bukan seorang hamba sahaya).
e) Adil.
4. Lafal-lafal sumpah
Menurut Syekh Sayyid Sabiq dalam kitabnya yang fenomenal Fikih
Sunah, ditinjau dari sisi syara, sumpah adalah penguatan dan penegasan
sesuatu dengan menyebut nama Allah SWT atau salah satu sifat-Nya.
''Pengertian lain dari sumpah ( yamin ) adalah akad yang dengannya
orang yang bersumpah menguatkan tekadnya untuk melakukan atau
meninggalkan sesuatu,'' tutur ulama terkemuka dari Mesir itu.
Sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW, bersumpah harus menyebut
nama Allah SWT. '' Ada tiga kata atas nama Allah, yakni wallahi , billahi
dan tallahi . Nah, ketiga kata itu disebut dengan huruf qasam artinya huruf
yang berkaitan dengan sumpah. Sedang lillahi itu bukan kata sumpah,''.
5. Tujuan Sumpah
Tujuan Sumpah Dalam perspektif Islam yaitu :
a) Menyatakan tekad untuk melaksanakan tugas dengan sungguh-
sungguh dan bertanggung jawab terhadap tugas tersebut.
b) Membuktikan dengan sungguh-sungguh bahwa yang bersangkutan
di pihak yang benar Tujuan sumpah yang kedua inilah yang
dilakukan di pengadilan. Sumpah tergugat adalah sumpah yang
dilakukan pihak tergugat dalam rangka mempertahankan diri dari
tuduhan penggugat. Selain sumpah, tergugat juga harus
menunjukkan bukti-bukti tertulis dan bahan-bahan yang
meyakinkan hakim bahwa dirinya memang benar-benar tidak
bersalah.
6. Pelanggaran Sumpah
Pelanggaran Sumpah Konsekuensi yang harus dilakukan oleh seseorang
yang melanggar sumpah adalah membayar kaffarah yamin (denda pelanggaran
sumpah) dengan memilih salah satu dari ketiga ketentuan berikut :
a) Memberikan makanan pokok pada sepuluh orang miskin, dimana
masing-masing dari mereka mendapatkan ¾ liter.
b) Memberikan pakaian yang pantas pada sepuluh orang miskin.
c) Memerdekakan hamba sahaya.
2. Syarat-syarat
a) Penggugat adalah materi yang dipersoalkan oleh kedua belah pihak
yang terlibat perkara, dalam proses peradilan disebut gugatan.
Sedangkan Penggugat adalah orang yang mengajukan gugatan
karena merasa dirugikan oleh pihak tergugat (orang yang digugat).
b) Penggugat dalam mengajukan gugatannya harus dapat
membuktikan kebenaran gugatannya dengan menyertakan bukti-
bukti yang akurat, saksi-saksi yang adil atau dengan melakukan
sumpah. Ucapan sumpah dapat diucapkan dengan kalimat semisal:
“Apabila gugatan saya ini tidak benar, maka Allah akan melaknat
saya”.
c) Ketiga hal tersebut (penyertaan bukti-bukti yang akurat, saksi-
saksi yang adil, dan sumpah) merupakan syarat diajukannya sebuah
gugatan.
4. Hikmah peradilan
Sesuai dengan fungsi dan tujuan peradilan sebagaimana dijelaskan
di atas, maka dengan adanya peradilan akan diperoleh hikmah yang sangat
besar bagi kehidupan umat, yaitu :
2. Fungsi
Peradilan merupakan hal penting dan menjadi pusat perhatian bagi
keberlangsungan kehidupan insan manusia karena pada umumnya
kewajiban yang bersifat sosial itu bertujuan untuk menjaga stabilitas
kehidupan sosial dan melindungi kewajiban personal dari setiap individu.
Sebab merupakan kategori fardlu kifayah karena sebagai upaya
memerintahkan pada amar ma’ruf nahi munkar (kebaikan dan mencegah
perbuatan munkar). Sepintas terkesan bahwa hukum untuk menjadi hakim
bagi setiap orang adalah fardlu kifayah terutama orang-orang yang
dianggap layak dan mampu menjadi wakil dari pemimpin dalam
mengurusi masalah peradilan.
3. Hukum
Peradilan Islam tidak hanya menetapkan hukum antara manusia
dengan lainnya, tetapi juga menetapkan segala sesuatu menurut hukum
Islam, dengan kata lain bahwa peradilan Islam tidak hanya menyangkut
pada perkara perselisihan yang bersifat perdata saja tetapi juga
menyangkut hal-hal yang bersifat pidana dan kenegaraan.
4. Sejarah
Pada mulanya peradilan Islam dilakukan langsung oleh Rasulullah
SAW, beliau melakukannya atas dasar perintah Allah SWT sebagai Dzat
yang paling berhak menghukum manusia, karena pada hakikatnya
menetapkan hukum itu adalah hak Allah SWT sebagaimana dijelaskan
dalam firman Allah SWT yang terdapat pada surat al-An‟am ayat 57
dengan redaksi sebagai berikut :
Artinya :
“Katakanlah: "Sesungguhnya aku (berada) di atas hujah yang nyata
(Al-Qur'an) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah
wewenangku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk
disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah
SWT. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan
yang paling baik”.
b) Sunnah
Dalam catatan sejarah Islam, bahwa Rasulullah SAW sendiri
langsung memimpin sistem peradilan saat itu beliaulah yang menghukumi
umat yang bermasalah sebagaimana disamapaikan Aisyah isteri Rasulullah
SAW bahwa beliau berkata, Sa‟ad Ibn Abi Waqqash dan Abd Zama‟a
berselisih satu sama lain mengenai seorang anak laki-laki. Sa‟ad berkata:
“Rasulullah SAW, adalah anak dari saudaraku Utbah Ibn Abi Waqqash
yang secara implisit dia menganggap sebagai anaknya. Lihatlah kemiripan
wajahnya.”. Abd Ibn Zama‟a berkata: “Rasulullah SAW, dia adalah
saudaraku karena dia lahir diatas tempat tidur ayahku dari hamba
sahayanya. Rasulullah SAW lalu melihat persamaan itu dan beliau
mendapati kemiripan yang jelas dengan Utbah. Tapi beliau bersabda, “Dia
adalah milikmu wahai Abd Ibn Zama‟a, karena seorang anak akan
dihubungkan dengan seseorang yang pada tempat tidurnya ia dilahirkan,
dan hukum rajam itu adalah untuk pezina.”
2. Rukun
Secara bahasa, rukun yaitu bagian yang kuat, yang berfungsi menahan
sesuatu. Secara istilah, rukun berarti bagian tertentu yang mesti dari sesuatu,
karena terwujudnya sesuatu itu mesti dengan adanya bagian itu. Jadi, rukun
qadha’ (unsur-unsur peradilan) yaitu apa yang menunjukkan eksistensi
peradilan itu, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagian ahli fiqih
menyebutkan bahwa peradilan Islam mempunyai lima rukun atau unsur, yaitu:
a) Hakim (qadhi)
b) Hukum (qodho’)
c) Al-mahkum bih (hak)
d) Al-mahkum ‘alaih
e) Al-mahkum lahu
3. Hukum dan keutamaan
Pada hakikatnya garis-garis hukum ini merupakan satu kesatuan yang
berpusat pada tema keadilan. Karena itu, karena itu dalam ayat ini “perintah
menegakkan keadilan ditempatkan atau di digariskan pada urutan yang
pertama. Dari sini dapat dipahami, bahwa perintah menegakkan keadilan
berlaku bagi setiap mukmin yang diserahi amanah memegang kekuasaan
negara
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang berani menerima
amanah yang diembankan oleh Allah, yang sebelumnya tidak ada yang berani
memikulnya kecuali manusia, manusia merupakan makhluk yang sempurna
yang dikarunia akal dengan nafsu, manusia diberi keleluasan dengan
akalnya. Manusia bebas memikirkan cara memahami dan melaksanakan
amanah sebagai khalifah dimuka bumi ini.
Oleh karena itu dalam peradilan harus diutamakan keadilan karena,
Pertama karena Allah memiliki sifat maha adil, keadilannya penuh dengan
kasih sayang kepada mahluk-mahlukNYa. Kedua, dalam islam, keadilan
adalah kebenaran. Kebenaran adalah pula merupakan salah satu nama Allah
4. Peradilan di Indonesia
Adapun di Indonesia, unsur-unsur peradilan agama meliputi :
1) Kekuasaan negara yang merdeka.
2) Penyelenggara kekuasaan negara, yakni pengadilan.
3) Perkara yang menjadi wewenang pengadilan.
4) Pihak-pihak yang berperkara.
5) Hukum yang dijadikan rujukan dalam berperkara
6) Prosedur dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus dan
menyelesaikan perkara.
7) Penegakan hukum dan keadilan sebagai tujuan.
BAB III
PENUTUP