KEPEMILKAN
Dosen pengampu:
Fikafisanti 210711100083
FAKULTAS KEISLAMAN
2022
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari
makalah ini adalah ‘‘ KEPEMILIKAN“.
Pada kesempatan ini mengucapna terima kasih yang sebasar-besarnya kepada dosen
mata kuliah Fiqih muamalah yang memberikan tugas kami, kami juga mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan
makalah ini.
Kami jauh dari kata sempurna dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka krititk an
saran yang seantiasa kami harapkan, semoga makalah ini dapat berguna bagi kami dan pihak
lain yang berkepentingan yang sebelumnya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ........................................................................................................................13
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk sosial, dimana satu individu membutuhkan individu yang lain dalam
menghadapi berbagai persoalan hidup untuk memenuhi kebutuhan antara yang satu dengan yang
lainnya. Karena setiap manusia mempunyai kebutuhan, sering terjadi pertentangan-pentertangan
kehendak. Oleh karena itu, untuk menjaga keperluan masing-masing perlu ada aturan-aturan yang
mengatur kebutuhan manusia agar tidak melanggar hak-hak yang lainnya. Maka, timbullah hak dan
kewajiban diantara sesama manusia salah satunya adalah hak milik sebagai salah satu fitrah manusia
yang Allah ciptakan bagi mereka.
Pemilik sesungguhnya dari sumber daya yang ada, adalah Allah SWT, manusia dalam hal ini hanya
dititipkan untuk sementara saja. Sehingga sewaktu-waktu dapat diambil kembali oleh Allah SWT. Oleh
sebab itu kepemilikan mutlak atas harta tidak diakui dalam Islam. Konsep kepemilikan dan harta dalam
Islam tidak mengenal kepemilikan yang mutlak sebagaimana yang terdapat dalam konsep ekonomi
konvensional. Harta yang dimiliki merupakan suatu ujian bagi manusia, agar manusia selalu mengingat
nikmat Allah SWT atas karunia yang telah diberikan. Islam telah mengatur dalam syariatnya terhadap
pengelolaan harta, baik mulai dari cara pemerolehannya maupun dalam pemanfaatannya. Harta yang
diperoleh melalui usaha langsung maupun melalui transaksi yang dalam prosesnya ditentukan oleh
keberadaannya akad yang telah disepakati. Hal ini begitu penting, bagaimana harta seseorang itu
diperoleh dan hartanya digunakan untuk apa yang akan menjadi pertanyaan Allah di hari kiamat.
4
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian kepemilikan
2. Sifat dasar kepemilikan
3. Macam –macam kepemilikan
4. Sebab –sebab kepemilikan
5. Kekhususan kepemilikan
C. Tujua Pembahasan
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemilikan
Pengertian kepemilikan menurut bahasa berasal dari kata milkun artinya sesuatu yang
berada dalam kekuasaannya, sedang milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau
barang yang secara hukum dapat dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan
dibenarkan untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain.
Kepemilikan (al-milk) berasal dari bahasa Arab dari akar kata “malaka” yang artinya
penguasaan terhadap sesuatu. Kepemilikan atau al-milk biasa juga disebut dengan hak
milik atau milik saja. Para ahli fiqh mendefinisikan hak milik (al-milk) sebagai
”kekhususan seseorang terhadap harta yang diakui syari’ah, sehingga menjadikannya
mempunyai kekuasaan khusus terhadap suatu harta tersebut, baik memanfaatkan dan atau
mentasharrufkannya”.
Sedangkan di buku panji adam, Hak milik (Kepemilikan) adalah hubungan antara
manusia dengan harta yang ditetapkan oleh syara’, di antara manusia memiliki kewenangan
khusus untuk melakukan transaksi terhadap harta tersebut, sepanjang tidak ditemukan hal
yang melanggarnya. Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia, baik berupa
benda (Dzat) atau nilai manfaat. Dengan demikian, dapat dipahami pernyataan Hanafiyah
yang menyatakan, bahwa manfaat dan hak merupakan kepemilikan, bukan merupakan
harta. 1
B. Konsep Dasar Kepemilikan Dalam Islam
Islam memiliki karakteristik yakni Insaniyyah (manusiawi), ini digambarkan dengan
Islam memiliki perhatian yang jelas dan kuat pada kemaslahatan manusia, baik dalam
akidah, ibadah, mu’amalah, akhlaq, dan orientasi-orientasi lainnya.
Hal ini yang menyebabkan Islam mengakui dan menghormati eksistensi kepemilikan
sekaligus memberikan rambu-rambu aturannya dengan maksud menciptakan kemaslahatan
manusia.
1
Panji adam, fiqih muamalah adabiyah, refika aditama, bandung, hal.73
1
https://kicaunews.com/2019/12/06/kepemilikan-dalam-islam/
6
Berdasarkan pengertiannya, kepemilikan merupakan penguasaan seseorang terhadap
sesuatu berupa barang atau harta baik secara riil maupun secara hukum, yang
memungkinkan pemilik melakukan tindakan hukum, seperti jual beli, hibah, wakaf, dan
sebagainya. Kekuasaan seseorang terhadap suatu hal inilah yang membuat orang lain baik
secara individual maupun kelembagaan terhalang untuk memanfaatkan atau
mempergunakan barang tersebut.
Islam mengartikan bahwa kepemilikan itu sendiri dipahami dalam dua dimensi yakni
kepemilikan secara umum, dan kepemilikan secara khusus. Kepemilikan secara umum
berkaitan dengan karakter manusia sebagai makhluk sosial, sedangkan kepemilikan secara
khusus merupakan pengejawantahan sebagai makhluk individu.
Lebih jauh lagi, konsep kepemilikan dalam Islam memiliki suatu pandangan yang khas
mengenai masalah kepemilikan (al-milkiyyah). Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an
surah Al-Ma’idah ayat 120.
ِلِل ِّ س َٰم َٰو
ّ َ ّ ُِت ُم ْلك ِ ّ يهنَِ وما و ْٱْل ْر
َ ض ٱل ّ ّقدّيرِ ش ْىءِ ك ُِّل عل َٰىِ وهُوِ ِۚف
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Ma'idah:120)
Ayat ini Kemudian menjadi landasan dasar mengenai kepemilikan dalam Konsep
islam, yang menunjukkan bahwa Allah Swt adalah pemilik tunggal apa-apa yang ada di
langit dan di bumi dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
Kepemilikan (harta benda) menurut Pandangan Islam sendiri Ialah milik Allah Swt,
bukanlah milik perseorangan (Pribadi) maupun milik bersama . Harta atau kekayaan yang
telah diberikan-Nya di alam semesta ini merupakan Anugerah dari Allah Swt kepada
manusia, dan pada hakikatnya Manusia itu sendiri hanya menerima titipan sebagai amanat
untuk dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, baik dalam pengembangan harta
maupun penggunaannya guna kesejahteraan seluruh umat manusia secara ekonomi, sesuai
dengan kehendak Allah Swt.
Pandangan ini menunjukkan bahwa kepemilikan manusia senantiasa terikat dengan
aturan Allah Swt, bahwa manusia hanyalah sebagai perantara Allah Swt yang diberi
tanggung jawab atas pengelolaan kepemilikan baik secara individu maupun secara umum.
7
C. MACAM MACAM KEPEMILIKAN
Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ada tiga macam kepemilikan yaitu :
1. Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah)
adalah idzin syariat pada individu untuk memanfaatkan suatu barang melalui lima sebab
kepemilikan (asbab al-tamalluk) individu yaitu :
a. Bekerja (al-’amal)
b. Warisan (al-irts)
c. Keperluan harta untuk mempertahankan hidup
d. Pemberian negara (i’thau al-daulah) dari hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa
tanah pertanian, barang dan uang modal
e. Harta yang diperoleh individu tanpa berusaha seperti hibah, hadiah, wasiat, diat, mahar,
barang temuan, santunan untuk khalifah atau pemegang kekuasaan pemerintah.
2. Kepemilikan Umum (Milkiyah ‘Ammah)
adalah idzin syariat kepada masyarakat secara bersama-sama memanfaatkan suatu
kekayaan yang berupa barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupa
sehari-hari seperti air, sumber energi (listrik, gas, batu bara, nuklir dsb), hasil hutan, barang
tidak mungkin dimiliki individu seperti sungai, pelabuhan, danau, lautan, jalan raya,
jembatan, bandara, masjid dsb, dan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak
seperti emas, perak, minyak dsb.
3. Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah)
adalah idzin syariat atas setiap harta yang hak pemanfaatannya berada di tangan khalifah
sebagai kepala negara. Termasuk dalam kategori ini adalah harta ghanimah (pampasan
perang), fa’i, kharaj, jizyah, 1/5 harta rikaz (harta temuan), ‘ushr, harta orang murtad, harta
yang tidak memiliki ahlli waris dan tanah hak milik negara.
Menurut Taqyudin an-Nabani dikatakan bahwa sebab-sebab kepemilikan seseorang atas suatu
barang dapat diperoleh melalui sebab yaitu ;
a. Pekerja
b. Warisan
c. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup
d. Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat
e. harta yang diperoleh seseorang tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun.
Ada pula pembagian kemilikan (milkiyah) dalam buku fikih muamalah adabiyah karya panji
adam diantaranya:
8
Milk 'Ain, Milk Manfaat, dan Milk Dain
Dari segi objek (mahal, kepemilikan dibedakan menjadi tiga. Pertama. milk al-'ain
(memiliki benda). Kepemilikan ini diperoleh melalui empat sebab kepemilikan. Pada
prinsipnya, kepemilikan benda disertai dengan kepemilikan atas manfaat benda, sampai ada
kehendak untuk melepaskan manfaat benda melalui cara yang dibenarkan oleh syara'.
Kedua, milk al-manfaat adalah kepemilikan seseorang untuk memanfaatkan suatu harta
benda milik orang lain dengan keharusan menjaga materi bendanya. Seperti pemilikan atas
manfaat membaca buku, mendiami rumah atau menggunakan segala perabotan berdasarkan
ijarah (persewaan) atau 'ariyah (pinjaman).
Ketiga, milk ad-dain (milik hutang) adalah kepemilikan harta benda yang berbeda
dalam tanggung jawab orang lain karena sebab tertentu. Seperti harta yang dihutangkan, harga
jual yang belum terbayar dan harga kerugian barang yang dirusak atau dimusnahkan oleh pihak
lain.
Milk Tam dan Milk Naqish
Dari segi unsur harta (benda dan manfaat) dibedakan menjadi dua. Pertama, Milk al-
Tamm (kepemilikan sempurna), yaitu kepemilikan terhadap benda sekaligus manfaatnya.
Kedua, Milk an-Naqish (kepemilikan tidak sempurna), yakni kepemilikan atas salah satu unsur
harta saja. Dengan demikian, milk naqish ada dua bentuk: 1) kepemilikan atas manfaat tanpa.
memiliki bendanya. 2) kepemilikan atas benda tanpa disertai kepemilikan manfaatnya.
2
Panji adam, fiqih muamalah adabiyah, refika aditama,bandung, hal.77
9
3
D. Sebab-Sebab Kepemilikan ( Asbab Al Milkiyyah )
Sebab-sebab kepemilikan yang diakui oleh syariah terdapat pada 4 hal, yakni istila’ al-
mubahat (penguasaan harta bebas), al-aqd (kontrak), al-khalafiyah (penggantian), al-
tawallud (berkembang biak).
1. Istila’ al- mubahat (penguasaan harta bebas)
Istila’ al mubahat adalah cara kepemilikan melalui penguasaan tehadap harta yang
belum dikuasai atau dimiliki pihak lain. Al- mubahat adalah harta benda yang tidak
termasuk dalam milik yang dilindungi ( dikuasai orang lain ) dan tidak ada larangan hukum
(mani’ asy-syari’ah) untuk memilikinya. Misalnya air yang masih ada pada sumbernya,
jika yang berada di lautan, hewan dan pohon kayu dihutan dan sebagainya.
Setiap orang berhak menguasai harta benda ini untuk tujuan dimiliki sebatas
kemampuan masing-masing. Perbuatan menguasai harta bebas ini untuk tujuan
kepemilikan, dinamakan dengan al-istila’i. Dengan demikian, upaya kepemilikan suatu
harta melalui istila’ al-mubahat harus memenuhi 2 syarat: 1) tidak ada pihak lain yang
mendahului melakukan istila’ al- mubahat, dalam hal ini berlaku kaidah, barang siapa lebih
dahulu menguasai harta bebas, maka sungguh ia telah memilikinya; 2) penguasaan harta
tersebut dilakuikan untuk tujuan dimiliki. Menangkap ikan dari laut, lalu dilepaskan di
sungai, menujukkan tida adanya memiliki. Dengan demikian status ikan tersebut tetap
sebagai al-mubahat.
Kata kunci dari istila' al-mubahat adalah penguasaan atas al mubahat (harta bebas)
dengan tujuan untuk dimiliki. Penguasaan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara yang
lazim, misalnya dengan menempatkannya pada tempat yang dikuasainya atau dengan
memberi batas atau tanda kepemilikan.
Terdapat empat cara penguasaan harta bebas, yakni: 1) ihya al-mawat, membuka tanah
(ladang) baru yang tidak dimanfaatkan orang lain, tidak dimiliki, dan berada di luar tempat
tinggal penduduk; 2) berburu hewan; 3) mengumpulkan kayu dan rerumputan di rimba
belukar; dan 4) melakukan penggalian tambang yang tersimpan di perut bumi.
10
pengadilan secara langsung atau melalui kuasa hukumnya. Seperti paksaan menjual harta
untuk melunasi hutang, kekuasaan hakim untuk memaksa menjual harta timbunan dalam
kasus ihtikar demi kepentingan umum.
Tamlik jabari (kepemilikan secara paksa) dibedakan menjadi dua. Pertama, adalah
kepemilikan secara paksa atas mal 'Iqrar (harta tidak bergerak) yang hendak dijual. Hak
kepemilikan paksa ini dalam term fikih dinamakan dengan hak syuf'ah. Hak ini dimiliki
oleh sekutu atau tetangga.
Kedua, kepemilikan secara paksa untuk kepentingan umum. Ketika ada kebutuhan
memperluas bangunan masjid misalnya, maka syariat Islam membolehkan kepemilikan
secara paksa terhadap tanah yang berdekatan dengan masjid, sekalipun pemilik tidak
berkenan untuk menjualnya. Demikian juga ketika ada kebutuhan perluasan jalan umum,
tentunya dengan kompensasi yang sepadan.
4
Panji adam, Fikih muamalah adabiyah, refika aditama, bandung, hal. 80
11
E. Kekhususan kepemilikan (Khususiyyah Al- Milkiyyah)
Berbeda antara mikiyah satu dengan yang lain:
Memiliki benda mengharuskan sejak dari semula memiliki manfaat bukan sebaliknya.
Permulaan milkiyah yang diterangkan atas sesuatu yang sebelumnya menjadi harta miliki,
selalu merupakan milkiyah yang sempurna.
Milkiyah benda tidak terbatas atas waktu. Adapun milkiyah manfaah pada asalnya
berketentuan waktu. Milkiyah benda tidak dapat digugurkan, akan tetapi hanya dapat
dipindahkan.
Milkiyah yang berkembang pada harta-harta yang erupa benda (materi) pada asalnya
seperti milkiyah tertentu yang berbeda dengan yang lain didalam meneria tasarrufnya,
kecuali ada penghalang. Milkiyah yang berkembang pada hutang-hutang yang
diperserikatkan; dan berpautan dengan tanggung jawab, tidak dapat dibagi-bagi.
5
5
http://mnovrianto.blogspot.com/2009/12/ringkasan-tentang-muamalah.html?m=1
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
14