Anda di halaman 1dari 21

KEPEMILIKAN DALAM ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam
Dosen Pengampu Mata Kuliah:
Alan Au’ud Ma’adi, M. Sh.Ec

Disusun Oleh:

1. Virda Alfira (210721100172)


2. Dila Iska Ariyanti (210721100181)
3. Andrie Firmansyah (210721100218)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam kita curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan
kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada dosen yang telah membimbing dalam proses kegiatan belajar
mengajar.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam
dan juga untuk teman-teman guna sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan
serta informasi yang bermanfaat bagi kita semua. Makalah ini kami susun dengan
segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin. Namun, kami menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak
kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini.
Kami mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah
ini terutama Dosen Mata Kuliah Etika Bisnis yang kami harapkan sebagai bahan
koreksi untuk kami.

Bangkalan, 11 Oktober 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1


DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan Pembahasan ..................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
A. Pengertian Kepemilikan Islam ................................................................. 5
B. Asas-Asas Kepemilikan Harta .................................................................. 7
C. Prinsip Dasar Kepemilikan Harta ............................................................. 8
D. Sebab-Sebab Kepemilikan ..................................................................... 10
E. Jenis-Jenis Kepemilikan Dalam Islam ................................................... 12
BAB III ................................................................................................................. 19
PENUTUP ............................................................................................................ 19
A. Kesimpulan ............................................................................................... 19
B. Saran ......................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT.
kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasi harta
tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut.
Adanya pemilikan seseorang atas harta kepemilikian individu tertentu mencakup
juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan kepemilikan harta yang telah
dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu
maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam
memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap
wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berkaitan dengan
pemanfaatan dan pengembangan harta.
Islam menganggap kepemilikan dan penguasaan harta benda pembagian
dari naluri alami yang ada dalam diri setiap orang. Oleh karena itu, Islam
menganggap bahwa tidaklah baik atau adil untuk menekan atau
menghapuskannya. Islam menganggap tidak ada bahaya dalam hak milik
perseorangan bahkan sebaliknya ia menggalakkan setiap orang supaya berusaha
untuk mendapatkan harta sehingga dapat memberikan manfaat yang besar kepada
masyarakat. Dengan demikian jelas bahwa kebenaran untuk memiliki harta benda
merupakan suatu perkara yang dapat mendorong individu dalam berusaha
memperoleh lebih banyak harta kekayaan.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kepemilikan?
2. Bagaimana Prinsip Dasar Kepemilikan?
3. Apa saja Asas-asas Kepemilikan?
4. Apa Sebab-Sebab Kepemilikan?
5. Apa saja Jenis-Jenis Kepemilikan Dalam Islam?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian kepemililikan dalam Islam
2. Untuk mengetahui prinsip dasar kepemilikan.
3. Untuk mengetahui asas-asas kepemilikan Islam
4. Untuk mengetahui sebab-sebab dalam kepemilikan Islam
5. Untuk mengetahui jenis-jenis kepemilikan dalan Islam

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemilikan Islam


Kata “kepemilikan” dalam bahasa Indonesia terambil dari kata “milik”. Ia
merupakan kata serapan dari kata “al-milk” dalam bahasa Arab yaitu
memelihara dan menguasi dengan baik. Secara etimologi al- malik
mempunyai arti memiliki.1 Milik atau milikiyah (kepemilikan) adalah
hubungan antara manusia dengan benda yang mendapatkan pengakuan syara
atau hukum sehingga menjadikan manusia itu memiliki hak atau kuasa
terhadap benda tersebut sehingga ia dapat melakukan apapun terhadap benda
tersebut selama tidak melanggar aturan syariat Islam.2
Maksudnya kepenguasaan adalah hak seseorang terhadap sesuatu harta
(barang atau jasa) yang membolehkannya untuk mengambil manfaat dengan
segala cara yang dibolehkan oleh syara’, sehingga orang lain tidak
diperkenankan mengambil manfaat dengan barang tersebut kecuali dengan
izinnya, dan sesuai dengan bentuk-bentuk muamalah yang diperbolehkan.
Sedangkan definisi “kepemilikan” menurut para ahli adalah sebagai
berikut:3
1. Muhammad Mushthafa alSalaby mendefinisikan al-Milk adalah
Pengkhususan (keistimewaan) atas sesuatu benda yang menghalangi orang
lain bertindak atasnya dan memungkinkan pemiliknya melakukan tindakan
secara langsung terhadap benda itu, selama tidak ada halangan syara.

1
Ali Akbar. Konsep kepemilikan dalam Islam. Jurnal Ushuluddin, 2012. Vol 18.2: 124-140. Hlm.

125
2
Dr. Rozalinda, M.Ag. Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Depok:

Rajawali Pers, 2017. Hlm. 35


3
Ali Akbar. Konsep kepemilikan dalam Islam. Jurnal Ushuluddin, 2012. Vol 18.2: 124-140. Hlm.

125-126

5
2. Musthafa Ahmad Zarqa’ mendefinisikan al-Milkiyyah “Kepemilikan
adalah kekhususan (keistimewaan) yang bersifat menghalangi (orang lain)
yang syara’ memberikan kewenangan kepada pemiliknya melakukan
tindakan kecuali terdapat halangan”.
3. Abdul Karim Zaidan mendefinisikan al Milk adalah “Pengkhususan
(keistimewaan) atas sesuatu benda yang memungkinkan pemiliknya secara
pribadi untuk menggunakan atau melakukan suatu tindakan terhadap harta
tersebut tanpa ada sesuatu yang mencegah menurut syariat Islam”
Dari beberapa pendapat para ahli tentang kepemilikan pada dasarnya
memiliki prinsip sama yaitu pengkhsususan atau keistimewaan yang dimiliki
oleh seseorang terhadap suatu harta. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kepemilikan (al Milikiyyah) adalah penguasaan atau hak yang dimiliki
seseorang terhadap harta baik itu secara rill maupun didepan hukum yang
menjadikan dibebaskannya pemilik dalam mengelolah harta tersebut selama
tidak melanggar ketentuan syariat Islam.
Dalam kepemilikan, pemilik mempunyai kebebasan penuh dalam
bertindak dan mengelolah hartanya. Kepemilikan juga harus diperoleh dengan
cara yang halal begitupula dalam mengembangkannya harus dilakukan dengan
cara yang halal pula. Islam sendiri mewajibkan pemilik untuk menyisikan
sebagian hartanya untuk infaq, shadaqah serta zakat. Pada prinsipnya atas
dasar kepemilikan itu, seseorang mempunyai keistimewaan berupa kebebasan
dalam berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu kecuali ada halangan tertentu
yang diakui syara’.
Adapun maksud halangan syara’ di sini adalah sesuatu yang membatasi
kebebasan pemiliknya untuk mempergunakan atau memanfaatkannya, karena
disebabkan dua macam yaitu;
1. Disebabkan karena pemiliknya dipandang tidak cakap secara hukum,
seperti anak kecil, safih (cacat mental) atau karena taflis (pailit).
2. Dimaksudkan karena untuk melindungi hak orang lain, seperti yang belaku
pada harta bersama, dan halangan yang dimaksudkan karena untuk
melindungi kepentingan orang lain atau kepentingan masyarakat umum.

6
B. Asas-Asas Kepemilikan Harta
Dalam Islam menyatakan bahwa pemilik segala sesuatu yang ada sialam
ini adalah Allah SWT termasuk juga harta. Harta merupakan titipan yang
Allah berikan kepada manusia untuk dikelolah serta dimanfaatkan untuk
keberlangsungan hidup. Manusia yang merupakan khalifah bertugas untuk
mengatur harta yang Allah titipkan sesuai dengan aturan-aturan syariat.
Didalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah menantumkan ada empat
asas kepemilikan harta yaitu4:
1. Asas Amanah
Allah menempatkan isteri, anak dan harta disatu sisi merupakan amanah
dan juga sebuah fitnah. Amanah ini berarti menunjukkan bahwa manusia
tidak mempunyai kepemilikan yang mutlak terhadap harta yang dimiliki.
Karena hanya Allah SWT lah pemilik segala sesuatu yang ada di alam
semesta dan hanya Allah lah Dzat Yang memiliki kekayaan. Allah SWT
telah menyerahkan harta kekayaan kepada manusi untuk diatur dan
dibagikan kepada mereka. Oleh karena itulah manusia diberikan hak untuk
mengatur dan meguasi harta tersebut.
2. Asas Infiradiyah
Kepemilikan individu adalah hukum syara’ yang berlaku bagi zat ataupun
manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang
mendapatkannya untuk memenfaatkan barang tersebut serta memperoleh
kompensasi dari barang tersebut (apabila barang tersebut diambil
kegunaannya oleh orang lain seperti disewa ataupun dibeli).
3. Asas Ijtima’iyah.
Menurut hukum Islam dalam hak individu terdapat hak umum. Hak umum
ini tidak akan menghapus terhadap hak individu selama hak umum
tersebut digunakan untuk kepentingan bersama. Hak umum ini
teraplikasikan oleh kepekaan sosial terhadap kewajiban individu seperti

4
Dadang Suhairi. KONSEP HARTA KEKAYAAN DAN HAK MILIK DALAM ISLAM. Al-Intifa':

Jurnal Ilmiah Ilmu Syariah, 2020, 2.2: 1-5. Hlm. 2-3

7
zakat, infaq, sadaqah serta kewajiban sosial untuk kesejahteraan umum
dalam bentuk pewakafan.
4. Asas Manfaat.
Pemanfaatan kepemilikan harta pada dasarnya diarahkan untuk
memperbesar kebermanfaatan dan memperkecil kemudharatam.
Memanfaatkan harta untuk kepentingan pribadi dan keluarga menjadi
suatu kewajiaban primer bagi seorang kepala keluarga, sedangkan
kepentingan masyarakat atau umum menjadi kewajiban sekunder. Asas
manfaat dalam kepemilikan harta menempatkan kebutuhan pribadi dan
keluarga menjadi prioritas, jika telah terpenuhi kebutuhan kerabat
pemanfaatan selanjutnya adalah untuk memenuhi kebutuhan fakir, miskin
dan sekitarnya.

C. Prinsip Dasar Kepemilikan Harta


Dalam konsep Islam ada beberapa prinsip dasar tentang kepemilikan, yaitu5:
1. Kekayaan merupakan titipan, pemilik yang sebenarnya adalah Allah SWT.
Al-Quran dalam surat al-Imran ayat 189 dengan tegas menyatakan bahwa
Allah SWT-lah pemilik mutlak segala sesuatunya.

َّ ‫ض َج ِم ْي ًعا ث ُ َّم ا ْست َٰۤوى اِلَى ال‬


َ َ‫س َما ٓ ِء ف‬
َ ‫سوٮ ُه َّن‬
‫س ْب َع‬ ْ ‫ه َُو الَّذ‬
ِ ‫ِي َخلَقَ لَـ ُك ْم َّما ِفى ْاْلَ ْر‬
‫ع ِليْم‬
َ ٍ‫ش ْيء‬َ ‫ت ۗ َوه َُو ِب ُك ِل‬
ٍ ‫سمو‬ َ
"Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu,
kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi
tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."(QS. Al-Baqarah
2: Ayat 29).
Ayat ini menekankan bahwa apa yang telah diciptakan oleh Allah
SWT adalah untuk dimiliki dan dimanfaatkan oleh umat manusia.
Kekayaan seseorang di dunia dalam perwujudannya dapat berupa

5
Rahayu, Wedi Pratanto. Konsep Kepemilikan Dalam Islam. Irtifaq: Jurnal Ilmu-Ilmu Syari'ah,

2020, Vol.7.1: 74-91. Hlm 77

8
kedudukannya yang tinggi sebagai raja dan sebagi orang yang dipercaya.
Secara alamiah, hak haknya ditentukan oleh batas batas yang ditetapkan
oleh Allah SWT dan hak hak tersebut harus digunakan sesuai dengan apa
yang diperintahkan oleh Allah SWT. Adalah suatu kewajiban untuk
menerima dengan tulus dan ikhlas, jika Allah SWT berkehendak untuk
memindahkan suatu hak kepada orang lain.
Dengan demikian, hak kepemilikan seseorang tidaklah mutlak,
tetapi terbatas dan memiliki persyaratan. Al-Quran menggambarkan
sejumlah contoh dari orang orang yang merampas hak orang lain untuk
kepentinganya sendiri dengan menimbun harta bendanya yang justru
menyimpang dari batasan batasan yang telah ditetapkan oleh Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, bahkan mengangkat sesuatu berkedudukan pada
kedudukan yang hanya diperuntukkan bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
2. Harta yang diperoleh dapat menjadi penolong untuk menyempurnakan
kewajiban manusia sebagai khalifah Allah SWT di bumi dan sarana untuk
mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan
di hari kemudian. Di antara contoh pembatasan tersebut sebagaimana yang
difirmankan Allah SWT dalam al-Quran surat an-nisa ayat 5:

‫سفَ َها ٓ َء اَ ْم َوا لَـ ُك ُم الَّ ِت ْي َج َع َل ّٰللاُ لَـ ُك ْم ِقي ًما َّوا ْر ُزقُ ْو ُه ْم ِف ْي َها َوا‬
ُّ ‫َو َْل تُؤْ تُوا ال‬
‫س ْو ُه ْم َوقُ ْولُ ْوا لَ ُه ْم قَ ْو ًْل َّم ْع ُر ْوفًا‬
ُ ‫ْك‬
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna
akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan
Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari
hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik."(QS.
An-Nisa' 4: Ayat 5)
3. Allah SWT telah melimpahkan kekayaan kepada hambanya untuk
dipergunakan menunaikan kewajiban hambanya seperti shalat dan zakat.
Umat manusia sebagai suatu kesatuan dari setiap individu-individu
manusia harus saling mengawasi proses kepemilikan dan penguasaan harta
kekayaan tersebut dalam bentuk adanya, rasa persaudaraan, kebersamaan,

9
saling membantu satu sama lain. Persaudaraan, kebersamaan dan rasa
saling membantu sama lain tersebut merupakan fondasi utama bagi
pertalian ekonomi antar manusia. Islam tidak memperbolehkan suatu
perolehan dan peningkatan kekayaan seseorang terwujud dengan
merampas nilai-nilai kemanusiaan. Karena kegunaan kekayaan tersebut
adalah untuk menunjang dan menyempurnakan kelangsungan hidup
manusia. Allah SWT menghendaki kekayaan itu dapat dimiliki oleh setiap
individu-individu manusia sehingga dapat dijadikan sarana penolong
untuk kehidupan duniawi yang lebih baik.
4. Hak-hak kepemilikan dalam Islam dipandang sebagai cobaan atau ujian.
Allah SWT telah menetapkan aturan-aturan yang terkait hak-hak
kepemilikan tersebut berupa terbatasnya kebebasan individu dan adanya
kewajiban untuk mentasharufkan kekayaan kepada orang-orang lain yang
berhak. Hal itu menjadi ukuran bagi seseorang untuk dapat lulus dalam
cobaan atau ujian atas hak-hak kepemilikan kekayaan tersebut. Aspek
adanya keterbatasan kepemilikan individu dan adanya kepentingan sosial
yaitu orang-orang yang membutuhkan dapat menjadikan umat
mendapatkan keberhasilan dalam hidup.

D. Sebab-Sebab Kepemilikan
Berdasarkan ketentuan syara’ terkait sebab-sebab dalam kepemilikan atau
cara memperoleh adalah sebagai berikut6:
1. Ihrazul Mubahat (Menimbulkan Kebolehan)
Ihrazul Mubahat yaitu penguasaan atas benda yang belum dimiliki
seseorang dan tidak pula dilarang syara untuk memilikinya. Al-Mubahat
adalah harta benda yang tidak termasuk dalam milik yang dilindungi
(dikuasai oleh orang lain) dan tidak ada larangan hukum (mani al-syar’iy)

6
Dr. Rozalinda, M.Ag. Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Depok:

Rajawali Pers, 2017. Hlm. 35

10
untuk memilikinya.7 Misalnya kayu dihutan, air sungai dihutan, ikan dilaut
dan lainnya. Sehingga setiap orang berhak untuk melakukan penguasan
terhadap benda tersebut. Ada empat cara penguasaan terhadap benda bebas
tersebut yaitu8:
a. Ihya’ al-mawat adalah membuka tanah (ladang) baru yang tidak di
manfaatkan orang lain, tidak dimiliki dan berada diluar tempat tinggal
penduduk.
b. Berburu hewan, berburu hewan menandakan bahwa sesorang berusaha
untuk menguasi atau memberikan hak atas hewan buruan tersebut.
c. Mengumpulkan kayu dan rerumputan dirimba belukar, dengan
kegiatan mengumpulkan menandakan bahwa ada pemilk terhadap
benda bebas tersebut.
d. Melalui penggalian yang tersimpan diperut bumi.
2. Al-Uqud (Perjanjian)
Al Uqud atau disebut juga dengan akad adalah petalian antara ijab dan
qobul dengan cara yang dibenarkan oleh syara yang membawa akibat
hukum terhadap objeknya. Seperti akad jual beli, hibah, warisan dan
lainnya. Akad merupakan sebab kepemilikan yang kuat dan paling luas
berlaku dalam kehidupan menusia yang membutuhkan distribusi harta
kekayaan
3. Al-khalafiyah (Penggantian)
Al-khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru
ditempat yang lama yang telah hilang dalam berbagai hak. Penggantian
ini dapat berbentuk warisan maupun penggantian suatu benda dengan
benda lain dalam bentuk ganti rugi.
4. Al-Tawallud Minal Mamluk (Berkembang Biak)

7
Salim, Muhammad Firliadi Noor. Makalah Konsep Kepemilikan Dalam Islam. Jurnal Academia.

2014. Hlm. 4
8
Harun, M. H. Fiqh muamalah. Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2007. Hlm. 26-28

11
Al-Tawallud minal amluk adalah segala sesuatu yang terjadi dari harta
benda yang dimiliki menjadi hak bagi orang yang memiliki harta benda
tersebut. Misalnya anak hewan yang lahir berarti anak hewan ini menjadi
hak milik orrang yang mempunyai hewan tersebut, atau air susu sapi maka
juga menjadi hak milik peternak sapi tesebut.

E. Jenis-Jenis Kepemilikan Dalam Islam


Menurut pandangan Islam kepemilikan suatu property atau benda dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu9:
1. Kepemilikan Individu (al-Milkiyat alfardiyah atau private property).
Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara’ yang berlaku
bagi zat ataupun manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja
yang mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta
memperoleh kompensasi jika barangnya diambil kegunaannya oleh orang
lain seperti disewa, ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya
seperti dibeli – dari barang tersebut.10
Kepemilikan individu tersebut adalah semisal hak milik seseorang
atas roti dan rumah. Maka, orang tersebut bisa saja memiliki roti untuk
dimakan, dijual serta diambil keuntungan dari harganya. Begitupula
dengan rumah, pemilik tersebut boleh memiliki rumah untuk dihuni atau
dijual serta diambil keuntungan dari harganya. Dimana, masing-masing
roti dan rumah tersebut adalah zat. Sementara hukum syara’ yang
ditentukan untuk keduanya adalah izin al-Syari’ kepada manusia untuk
memanfaatkannya dengan cara dipakai langsung habis, dimanfaatkan
ataupun ditukar. Izin untuk memanfaatkan ini telah menjadikan pemilik
barang bebas untuk mengelolah harta yang dimiliki yaitu bisa memakan

9
Nanang Sobarna. Konsep Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam. Jurnal Eco-Iqtishodi. 2021.

Vol.2.2: 107-118. Hlm. 114.


10
Ali Akbar. Konsep kepemilikan dalam Islam. Jurnal Ushuluddin, 2012. Vol 18.2: 124-140. Hlm.

131

12
roti atau menjulanya dan menempati rumah tersebut atau menyewakannya
selama tidak melanggar ketentuan Islam.
Hukum syara’ roti tersebut adalah berkaitan dengan ditentukan
pada zatnya, yaitu izin untuk menghabiskannya. Sedangkan hukum syara’
yang berhubungan dengan rumah, adalah hukum syara’ yang ditentukan
pada kegunaan (utility)-nya, yaitu izin menempatinya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kepemilikan individu adalah kekuasaan yang dimiliki
seseorang terhadap harta atau kekayaan yang dimiliki dengan
menggunakan mekanisme tertentu, sehingga menjadikan kepemilikan
tersebut memberikan hak syara’ atas harta atau kekayaan kepada pemilik.
Dengan demikian terdapat undang-undang yang memberikan
jaminan pemeliharaan hak milik individu tersebut sebagai kewajiban
negara. Hak milik tersebut juga harus dihormati, dijaga serta tidak boleh
diciderai. Oleh karena itu, dibuatlah sanksi-sanksi hukum yang bersifat
preventif yang diberlakukan kepada siapa saja yang menciderai hak
tersebut, baik karena mencuri, merampok, atau karena cara-cara lain yang
tidak dibenarkan oleh syara’11.
Sedangkan menurut An-Nabhaniy yang disebutkan oleh Nanang
Sobarna dalam jurnalnya berjudul "Konsep Kepemilikan Dalam Ekonomi
Islam", hukum-hukum syara’ yang menentukan pemilikan seseorang atas
harta tersebut, maka akan nampak bahwa sebab-sebab kepemilikan
tersebut terbatas pada lima sebab berikut ini:
a. Bekerja.
b. Warisan.
c. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup.
d. Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat.
e. Harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan
harta atau tenaga apapun.

11
Ibid, hlm. 132

13
2. Kepemilikan Umum (al-Milkiyyat al-’ammah atau collective property).
Kepemilikan umum adalah izin As-Syari’ kepada suatu komunitas
untuk sama-sama memanfaatkan benda. Sedangkan benda-benda yang
termasuk dalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang
telah dinyatakan oleh Allah SWT dan Rasulullah saw bahwa benda-benda
tersebut untuk suatu komunitas dimana mereka masing-masing saling
membutuhkan. Berkaitan dengan pemilikan umum ini, hukum Islam
melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang akan sekelompok
kecil orang. Benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum
tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Benda-benda yang merupakan fasilitas umum.
Dimana jika tidak ada benda tersebut didalam suatu negeri atau suatu
komunitas, maka akan menyebabkan kesulitan dan orang akan
berpencar-pencar dalam mencarinya yang merupakan fasilitas umum
adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara
umum. Jenis harta ini dijelaskan dalam hadist Nabi saw yang berkaitan
dengan sarana umum yang artinya:
“Manusia berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga hal: air,
padang rumput dan api” (HR. Abu Daud).
Dalam hal ini diakui bahwa manusia itu sama-sama membutuhkan
air, padang dan api. Air yang dimaksud disini adalah air yang masih
belum diambil, baik itu yang keluar dari sumber mata air, sungai, atau
danau yang tidak dimiliki oleh perseorangan dirumahnya. Oleh karena
itu berdasarkan pembahasan para fuqaha’mengenai kepemilikan umum
ini difokuskan kepada air-air yang belum diambil.
Adapun al-kala’ adalah padang rumput, baik rumput basah atau
hijau (al-khala) maupun rumput kering (al-hashish) yang tumbuh di
tanah, gunung atau aliran sungai yang tidak ada pemiliknya.
Sedangkan yang dimaksud al-nar (api) adalah bahan bakar dan segala

14
sesuatu yang terkait dengannya, termasuk didalamnya adalah kayu
bakar.
b. Sumber alam yang tabiat pembentukannya menghalangi dimiliki oleh
individu secara perorangan.
Meski sama-sama sebagai sarana umum sebagaimana kepemilikan
umum jenis pertama, akan tetapi terdapat perbedaan antara keduanya.
Jika kepemilikan jenis pertama, tabiat dan asal pembentukannya tidak
menghalangi seseorang untuk memilikinya, maka jenis kedua ini
secara tabiat dan asal pembentukannya, menghalangi seseorang untuk
memilikinya secara pribadi. Karena benda-benda tersebut merupakan
benda yang tercakup kemanfaatan umum. Jenis benda tersebut adalah
jalan umum, manusia berhak lalu lalang di atasnya.
Oleh karenanya, penggunaan jalan yang dapat merugikan orang
lain yang membutuhkan, tidak boleh diizinkan oleh penguasa. Hal
tersebut juga berlaku untuk Masjid. Termasuk dalam kategori ini
adalah kereta api, instalasi air dan listrik, tiang-tiang penyangga listrik,
saluran air dan pipa-pipanya, semuanya adalah milik umum sesuai
dengan status jalan umum itu sendiri sebagai milik umum, sehingga ia
tidak boleh dimiliki secara pribadi.
c. Barang tambang yang kandungan tidak terbatas.
Dalil yang menjelaskan tentang jenis barang yang tidak terbatas
kandugannya adalah hadist Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh
Abu Dawud tentang Abyad ibn Hamal yang meminta kepada Nabi
Muhammad SAW agar diizinkan mengelola tambang garam di
daerah Ma’rab. Rasulullah bersabda: “bahwa Abyad ibn Hamal datang
kepada Rasulullah SAW meminta (tambang) garam, maka
beliaupun memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki
yang bertanya kepada Beliau: “wahai Rasulullah SAW, tahukah apa
yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah
memberikan sesuatu yang bagaikan air yang mengalir”. Lalu ia

15
berkata: kemudian Rasulullah SAW pun menarik kembali tambang itu
darinya” (HR Abu Dawud)12.
Larangan tersebut tidak hanya terbatas pada tambang garam saja,
melainkan meliputi seluruh barang tambang yang jumlah
kandungannya banyak (laksana air mengalir) atau tidak terbatas.
Ini juga mencakup kepemilikan semua jenis tambang, baik yang
tampak di permukaan bumi seperti garam, batu mulia atau tambang
yang berada di dalam perut bumi seperti tambang emas, perak, besi,
tembaga, minyak, timah dan sejenisnya.13
Barang tambang semacam ini menjadi milik umum sehingga tidak
boleh dimiliki oleh perorangan atau beberapa orang. Demikian juga
tidak boleh hukumnya, memberikan keistimewaan kepada seseorang
atau lembaga tertentu untuk mengeksploitasinya tetapi penguasa wajib
membiarkannya sebagai milik umum bagi seluruh rakyat. Negaralah
yang wajib menggalinya, memisahkannya dari benda-benda lain,
menjual dan menyimpan hasilnya di bayt al mal. Sedangkan barang
tambang yang tergolong kecil atau sangat terbatas, dapat dimiliki oleh
perseorangan atau perserikatan.
Hal ini didasarkan kepada hadits Nabi Saw. yang mengizinkan
kepada Bilal ibn Harits al-Muzani memiliki barang tambang yang
sudah ada dibagian Najd dan Tihamah. Hanya saja mereka wajib
membayar khumus (seperlima) dari yang diproduksinya kepada bayt
al-mal14.

12
Rahayu, Wedi Pratanto. Konsep Kepemilikan Dalam Islam. Irtifaq: Jurnal Ilmu-Ilmu Syari'ah,

2020, Vol.7.1: 74-91. Hlm. 87


13
Ibid, hlm. 87
14
Ali Akbar. Konsep kepemilikan dalam Islam. Jurnal Ushuluddin, 2012. Vol 18.2: 124-140. Hlm.

135-137

16
3. Kepemilikan Negara (al-Milkiyyat al-Dawlah atau state property).
Harta-harta yang terrnasuk milik negara adalah harta yang merupakan
hak seluruh kaum muslimin yang pengelolaannya menjadi wewenang
negara, dimana negara dapat memberikan kepada sebagian warga negara,
sesuai dengan kebijakannya. Maksud pengelolaan oleh negara ini adalah
adanya kekuasaan yang dimiliki negara untuk mengelolanya harta
tersebut. Kepemilikan negara ini meliputi semua jenis harta benda
yang tidak dapat digolongkan kedalam jenis harta milik umum (al-
milkiyattal-ammah/public property) dan juga bisa tergolong dalam jenis
harta kepemilikan pribadi (al-milkiyatal-Fardiyyah/private property).
Beberapa harta yang dapat dikategorikan ke dalam jenis kepemilikan
negara (al-Milkiyyat al-Dawlah/state property) menurut syara’ dan negara
berhak mengelolanya, dengan pandangan ijtihadnya adalah15:
1. Harta al-Ghanimah, al-Anfal (harta yang diperoleh dari rampasan
perang dengan orang kafir) al-Fay’ (harta yang diperoleh dari musuh
tanpa peperangan) dan Khums.
2. Harta yang berasal dari al-Kharaj (hak kaum muslim atas tanah yang
diperoleh dari orang kafir, baik melalui peperangan atau tidak).
3. Harta yang berasal dari al-Jizyah (hak yang diberikan Allah SWT
kepada orang kafir sebagai tunduknya mereka kepada Islam).
4. Harta yang berasal dari al-Daribah (pajak).
5. Harta yang berasal dari al-Ushr (pajak penjualan yang diambil
pemerintah dari pedagang yang melewati batas wilayahnya dengan
pungutan yang diklafikasikan berdasarkan agamanya).
6. Harta yang tidak ada ahli warisnya atau kelebihan harta dari sisa waris.

15
Ahmad Fuad. Konsep Kepemilikikan Dalam Islam Studi atas Pemikiran Syaikh Taqiyuddin an-

Nabhani. Jurnal Syariah. 2017. Vol.5.2: 23-52. Hlm. 45-47

17
7. Harta yang ditinggalkan oleh orang-orang yang murtadh. Harta yang
diperoleh secara tidak sah para penguasa, pegawai negara, harta yang
didapat tidak sesuaidengan syara’.
8. Harta lain milik negara, seperti padang pasir, gunung, pantai laut dan
tanah mati yang tidak ada pemiliknya.
Terhadap kepemilikan negara ini, Allah telah memberikan kepada
pemerintah kewenangan untuk mengatur urusan kaum muslimin, meraih
kemaslahatan dan memenuhi kebutuhan, sesuai dengan ijtihadnya dalam
meraih kebaikan dan kemaslahatan. Maka pemerintah harus mengelola
harta-harta milik negara semaksimal mungkin agar pendapatan baitul mal
bertambah, dan dapat dimanfaatkan kaum muslim, sehingga milik negara
tidak sia-sia, hilang manfaatnya dan pendapatannya terputus.
Untuk itu, harta itu menjadi tanggung jawab negara yang diwakili oleh
pejabat atau pemerintahan untuk merawat, mengelola dan
memanfaatkannya untuk kepentingan rakyatnya, seperti keperluan perang,
menggaji pegawai pemerintah, penyelenggaraan pendidikan, penyediaan
fasilitas publik, memelihara hukum dan keadilan, menyantuni fakir-
miskin, dan hal-hal lain yang terkait dengan kepentingan dan
kemaslahatan rakyatnya.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kepemilikan adalah penguasaan atau hak yang dimiliki seseorang terhadap
harta baik itu secara rill maupun didepan hukum yang menjadikan
dibebaskannya pemilik dalam mengelolah harta tersebut selama tidak
melanggar ketentuan syariat Islam. Manusia bebas dalam mengelolah harta
yang dimiliki namun juga harus ditekankan bahwa semua harta yang dimiliki
manusia adalah milik Allah SWT dan manusia hanya sebagai khalifah yang
ditugaskan untuk mengelolah dan memanfaatkan harta tersebut.
Berdasarkan ketentuan syara’ sebab-sebab kepemilikan ada tiga yaitu
Ihrazul Mubahat (Menimbulkan Kebolehan), Al-Uqud (Perjanjian), dan Al-
Tawallud Minal Mamluk (Berkembang Biak). Sedangkan jenis-jenis
kepemilikan dalam Islam terbagi menjadi tiga yaitu kepemilikan individu,
kepemilikan umum dan kepemilikan negara.

B. Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki baik dalam
penulisan maupun bahasa yang kami gunakan maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat membantu kami
dalam penyempurnaan makalah ini. Kami harap makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dan dapat menambah wawasan. Dan kami juga berharap
dengan makalah ini akan memberikan pemahaman kepada mahasiswa terkait
studi ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Ali. 2021. Konsep kepemilikan dalam Islam. Jurnal Ushuluddin.


Vol 18.2: 124-140.
Dr. Rozalinda, M.Ag. 2017. Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya pada
Aktivitas Ekonomi. Depok: Rajawali Pers.
Fuad, Ahmad. 2017. Konsep Kepemilikikan Dalam Islam Studi atas
Pemikiran Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Jurnal Syariah.
Vol.5.2: 23-52.
Harun, M. H. 2007. Fiqh muamalah. Surakarta: Muhammadiyah University Press
Rahayu, Pratanto, Wendi. 2020. Konsep Kepemilikan Dalam
Islam. Irtifaq: Jurnal Ilmu-Ilmu Syari'ah. Vol.7.1: 74-91.
Salim, Noor.F. M.2014. Makalah Konsep Kepemilikan Dalam Islam. Jurnal
Academia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sobarna Nanang. Konsep Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam. Jurnal Eco-
Iqtishodi. 2021. Vol.2.2: 107-118.
Suhair, Dadang 2020. Konsep Harta Kekayaan Dan Hak Milik. Jurnal Ilmiah
Ilmu Syariah, Vol.2.2: 1-5.

20

Anda mungkin juga menyukai