Anda di halaman 1dari 20

KEPEMILIKAN HARTA MENURUT AL-QUR’AN

Makalah
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Hukum Ekonomi Syari’ah
yang diampu oleh bapak: Busairi, S.Ud, M.Ag

Disusun Oleh:
Muhammad Haikal Azaim 22382041117
Ach Syaukil Muluki 22382041116
Ach Zaenuri 22382041027

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang selalu memberikan taufik
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Tafsir Hukum Ekonomi Syari’ah
tepat waktu. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW.

Sebagaimana dalam penyusunan makalah ini pun kami menyadari bahwa banyak sekali
kekurangannya, maka dari itu kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penyusunan di
masa yang akan datang sangat kami harapkan.

Kami pun menghaturkan terima kasih sebagai dosen pembimbing matakuliah “TAFSIR
HUKUM EKONOMI SYARI’AH” yang tak pernah lelah dan bosan memberikan bimbingannya
dan arahannya yang selalu membangunkan semangat kepada para mahasiswanya.

Dengan adanya pembuatan makalah ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
menguasai materi pelajaran.Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa membawa
kemudahan kita dalam belajar untuk meraih prestasi yang kita inginkan.

Pamekasan, 07 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul......................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi...................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan...................................................................................................1
1. Latar Belakang...............................................................................................1
2. Rumusan Masalah..........................................................................................2
3. Tujuan............................................................................................................2

Bab II Pembahasan..................................................................................................3
1. Pengertian Kepemilikan.................................................................................3
2. Pengertian Harta.............................................................................................4
3. Konsep Kepemilikan Harta Dalam Perspektif Islam.....................................6

Bab III Penutup........................................................................................................16


1. Kesimpulan....................................................................................................16
2. Saran...............................................................................................................16

Daftar Pustaka..........................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Harta merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan yang tidak dapat
dipisahkan dari manusia. Secara umum kekayaan adalah sesuatu yang disukai manusia,
seperti hasil pertanian, emas, perak, hewan ternak, atau barang lainnya, termasuk harta
duniawi.
Masyarakat termotivasi mencari kekayaan untuk mempertahankan eksistensinya
dan untuk meningkatkan kenikmatan materi dan agama, mereka tidak boleh menciptakan
penghalang antara diri mereka dan kekayaan. Namun semua motif tersebut dibatasi oleh
tiga syarat, yaitu harta tersebut harus diperoleh secara halal, digunakan untuk tujuan yang
halal, dan hak Allah serta masyarakat di mana Ia dilahirkan. Kehidupan harus terbebas
dari kekayaan tersebut.
Selain dibeli dan digunakan, aset setiap individu juga harus dilindungi. Menjaga
harta dikaitkan dengan menjaga jiwa, karena harta akan melindungi jiwa dari bencana
dan mengupayakan kesempurnaan demi kehormatan jiwa. Melindungi jiwa memerlukan
perlindungan dari segala bentuk penganiayaan, baik pembunuhan, mutilasi, maupun
kekerasan fisik.
Dalam perspektif Islam, harta pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Allah
kemudian memberi manusia kendali atas harta benda dengan izin-Nya agar ia dapat
secara sah memiliki harta tersebut. Adanya hak milik seseorang atas harta benda pribadi
tertentu juga mencakup kegiatan yang bertujuan untuk menggunakan dan memperluas
hak milik atas harta benda yang telah dimiliki oleh orang tersebut. Setiap muslim yang
secara sah mempunyai suatu harta benda tertentu mempunyai hak untuk menggunakan
dan mengembangkan harta miliknya. Ini hanyalah soal menggunakan dan
mempromosikan kekuatan yang ada tetap harus mematuhi ketentuan hukum Islam
mengenai penggunaan dan penilaian harta. Namun sebaliknya, dalam situasi saat ini,
khususnya di Indonesia, terdapat batasan atas kepemilikan harta yang benar-benar dapat
menjadi milik masyarakat. Faktanya, banyak intervensi asing yang ingin menguasai aset
publik. dalam kepemilikan pribadi.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kepemilikan dalam pandangan islam?
2. Apa pengertian harta dalam pandangan islam?
3. Bagaimana konsep kepemilikan harta dalam perspektif islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kepemilikan
2. Untuk mengetahui pengertian harta
3. Untuk mengetahui konsep kepemilikan harta dalam perspektif islam

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemilikan
Pada dasarnya segala jenis harta dapat menjadi milik setiap orang asalkan
sepadan dengan kegiatan yang dilakukannya. Sebelum melanjutkan pembahasan
kepemilikan, penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan kepemilikan.. Milik
atau Al Milki dengan asal kata ‫ ملك‬yang mempunyai arti milik. Kata milik menurut bahasa
Arab adalah:

‫إحتواء الشيئ والقدرة على اإلستبداد به‬

Artinya: “Memiliki sesuatu dan sanggup secara bebas terhadapnya”


Sedangkan arti milik menurut istilah yaitu:

‫إختصاص جائز شرعا يسوغ صاحبه التصرف إال لمانع‬

Artinya: “Kekhususan yang dibolehkan syara’ membenarkan si pemilik berhak atas


barang miliknya sendiri sesuai kehenda kecuali ada penghalang”. Yang dimaksud
dengan boleh yaitu sesuatu yang mencegah orang yang bukan pemiliknya memanfaatkan
dan bertindak tanpa izin dari pemiliknya.
Dan dalam terminologi syariah, kepemilikan berarti suatu hubungan dengan
sesuatu yang menghalangi pihak lain untuk memiliki hak atasnya dan membebaskan
pemiliknya untuk melakukan transaksi atau menggunakannya dalam bentuk apa pun
hingga ia tidak mempunyai syariah untuk menghentikannya1. Sesuatu dapat berupa suatu
aset (substansi) atau sekedar berupa nilai dan manfaat. Orang lain tidak mempunyai hak
untuk menggunakan, mengeksploitasi atau bertanggung jawab atas harta benda yang kita
peroleh sampai ada sesuatu yang dapat mengambil alih kepemilikan kita, seperti
penjualan, pembelian, subsidi, shadaqah atau sponsorship. Selain itu, ada alasan lain
mengapa seorang pemilik tidak dapat membuang hartanya. seperti menjadi gila,
mengalami gangguan ingatan, kehilangan akal sehat, atau terlalu muda untuk memahami
cara menggunakan benda.

1
Ningsih. Prilla Kurnia, Fiqh Muamalah (Depok: Rajawali Press, 2021,) 70.

3
Dalil dasar tentang kepemilikan dalam Al-Qur’an terdapat pada surat Al Baqarah
ayat 284, yang berbunyi:

‫ِهّٰلِل َم ا ِفى الَّسٰم ٰو ِت َو َم ا ِفى اَاْلْر ِضۗ َو ِاْن ُتْبُد ْو ا َم ا ِفْٓي َاْنُفِس ُك ْم َاْو ُتْخ ُفْو ُه ُيَح اِس ْبُك ْم ِبِه ُهّٰللاۗ َفَيْغ ِفُر ِلَم ْن َّيَش ۤا ُء َو ُيَعِّذ ُب َم ْن‬
‫َّيَش ۤا ُء ۗ َوُهّٰللا َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِدْيٌر‬

Artinya: “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya
Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
Mengampuni yang dikehendaki...”. Tafsir dari ayat ini adalah Allah SWT. menyatakan
bahwa kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu di antaranya adalah milik-Nya. Dia
mengetahui segala sesuatu yang ada di dalamnya, tidak ada yang samar-samar baginya,
segala sesuatu yang nyata, tersembunyi dan tersimpan di dalam hati, walaupun sangat
kecil dan sangat samar-samar2.

B. Pengertian Harta
Pada dasaranya setiap manusia mempunyai hak untuk mendapatkan seala sesuatu
atau benda, sehingga dapat dijadikan sebagai kekayaan. Harta dalam bahasa Arab berasal
dari kata ‫مول‬. Kata al-mal menurut bahasa adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki.
Menurut para fuqaha ialah:

‫ما يميل إليه طبع اإلنسان ويمكن ادخاره إلى وقت الحاجت‬

Artinya: ”Sesuatu yang manusia cenderung kepadanya dan dapat disimpan sampai
saatnya dibutuhkan”.
Menurut Ibn al-Katsir3 awal mula kata Mal digunakan untuk arti emas atau perak,
namun seiirng berkembangnya zaman, penafsiran itu berubah menjadi sesuatu yang
dimiliki meskipun bukan berupa emas atau perak.
Secara terminologi, menurut imam Hanafi harta adalah sesuatu yang melekati tabiat
manusia dan memungkinkan untuk disimpan dan dibutuhkan 4. Jadi Menurut mazhab Hanafi,
sesuatu dapat dikatakan harta apabila sudah mempunyai dua hal, yaitu pertama, sesuatu

2
Ghoffar. M.Abdul, Tafsir Ibn Katsir, terj (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004,) 571-572.
3
Abu Nawab (eds), Fiqih Muamalah (Bandung: STAI Persis, 2021,) 48.
4
Ningsih. Prilla Kurnia, Fiqh Muamalah (Depok: Rajawali Press, 2021,) 53.

4
yang dapat dimiliki dan dikuasai. Dan yang kedua bisa digunakan. Al Mal juga berarti
segala sesuatu yang dapat digunakan secara syara'.
Dalam Al-Qur'an kekayaan disebutkan dalam 25 surat dan 46 ayat sehingga
membentuk 86 ayat dengan berbagai bentuk ayat. Pengucapan maal dalam Al-Quran
mempunyai arti yang berbeda-beda tergantung posisi maknanya dalam Al-Quran itu
sendiri, seperti dalam QS. Al Fajr: 20 yaitu:

‫ما يميل إليه طبع اإلنسان ويمكن ادخاره إلى وقت الحاجت‬

Artinya: ”Sesuatu yang manusia cenderung kepadanya dan dapat disimpan sampai
saatnya dibutuhkan”.
Dalam QS. Ali Imron: 14

‫ُز ِّيَن ِللَّناِس ُح ُّب الَّش َهٰو ِت ِم َن الِّنَس ۤا ِء َو اْلَبِنْيَن َو اْلَقَناِط ْيِر اْلُم َقْنَطَرِة ِم َن الَّذ َهِب َو اْلِفَّضِة َو اْلَخ ْيِل اْلُم َسَّو َم ِة َو اَاْلْنَعاِم‬
‫َو اْلَح ْر ِثۗ ٰذ ِلَك َم َتاُع اْلَح ٰي وِة الُّد ْنَياۗ َوُهّٰللا ِع ْنَدٗه ُح ْسُن اْلَم ٰا ِب‬

Artinya: ”Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa
perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak,
kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan
di sisi Allahlah tempat kembali yang baik”. Tafsir ayat ini menunjukkan bahwa kecintaan
terhadap harta benda, seringkali dimaksudkan untuk berbangga-bangga, angkuh, dan
sombong kepada orang-orang lemah serta menindas orang-orang fakir 5. Tentu hal ini
merupakan perbuatan yang tercela.
Oleh karena itu, kita dapat melihat perbedaannya tergantung pada posisi frase
maal. Namun yang dimaksud dengan maal secara umum adalah hal-hal yang disukai
manusia, seperti ternak, emas, perak, dan barang-barang lainnya, termasuk permata di
dunia.

Di dalam fiqih Islam harta dapat dibagi menjadi sepuluh bagian, yaitu6:

1. Maal Mutaqawwim dan Ghairu Mutaqawwim


2. Maal Mitsli dan Maal Qimi
3. Maal Istihlaqi dan Maal Isti’mali
5
Ghoffar. M.Abdul, Tafsir Ibn Katsir, terj, Jilid 2 (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004,) 19.
6
As-Shiddiq. Hasbi, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Cet ke-3 (Jakarta: Bulan Bintang, 1989,) 142-143.

5
4. Maal Manqul dan Ghairu Manqul
5. Maal ‘Aini dan Maal Daini
6. Maal ‘Aini dan Maal Manfa’i
7. Maal Mamluk dan Maal Mahjur
8. Maal Qabil lil Qismah dan Ghairil Qabili Qismah
9. Maal Ashli dan Maal Tsamari
10. Maal Khas dan Maal ‘Am

Kecintaan manusia terhadap harta sangatlah besar, bahkan bisa melebihi


kecintaan manusia terhadap dirinya sendiri. Banyak orang mengorbankan dirinya sendiri
bahkan mengorbankan orang lain demi mendapatkan kekayaan. Dan hal ini telah
dijelaskan dalam QS. Surat Al-Fajr ayat 20. Hal ini menjelaskan mengapa manusia
seringkali begitu mencintai harta benda.

C. Konsep Kepemilikan Harta Dalam Islam


Kepemilikan merupakan ikatan antara seseorang dan harta benda berharga yang
dikukuhkan dan dilegalkan syara'. Kata al-Milku digunakan untuk mengungkapkan
makna sesuatu yang dimiliki, seperti kata “Hadza milki” yang berarti ini milik saya
sungguh bagus dalam bentuk barang atau manfaat. Setidaknya ada dua prinsip dasar hak
milik yang diungkapkan dalam Al- Qur’an. Kepemilikan mutlak Al-Quran pertama hanya
milik Allah SWT (Q.S. Ali Imran:189) sedangkan aset manusia bersifat relatif (QS. An
Nisa:7). Mengenai hak milik relatif orang Saefuddin 7 menjelaskan bagaimana manusia
memperoleh hak milik: Aset yang terkait dengan penggunaan sumber daya ekonomi,
tidak dapat mengendalikan sumber daya ini. Seorang Muslim tidak melakukan hal itu
menggunakan atau menghasilkan manfaat dari non-sumber daya diamanatkan oleh Allah
akan kehilangan hak untuk menggunakan sumber daya kekuatan itu. Properti dalam
konteks ini berlaku pada kepemilikan tanah. Kepemilikan manusia terbatas, hanya selama
orang tersebut masih hidup dan jika orang tersebut meninggal, maka hak milik harus
dibagi kepada ahli warisnya.

7
Lukman Hamdani, ”Prinsip-prinsip Kepemilikan Harta Dalam Islam” El-Mal: Jurnal Kajian Ekonomi & Bisnis Islam, 1
(Juni, 2018,) 121.

6
Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan
di dunia ini, sehingga oleh para ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukkan ke dalam
salah satu adh-dharuriyat alkhamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas, agama,
jiwa, akal, keturunan dan harta. Atas dasar itu mempertahankan harta dari segala upaya
yang dilakukan orang lain dengan cara yang tidak sah, termasuk ke dalam kelompok yang
mendasar dalam Islam. Konsep harta dalam pandangan ulama Hanafiyyah adalah
kebendaan, yakni sesuatu itu ada di alam nyata dan ‘Urf, yakni apa yang berlaku dalam
tradisi manusia, semua atau sebagian, menyatakan kehartaan suatu benda,
memperolehnya, bersaing padanya, mengeluarkan bayaran sebagai gantinya, dan
menerimanya dalam penyelesaian. Apa yang tidak berlaku antara manusia tidak termasuk
harta sedangkan sesuatu itu tidak dibenarkan oleh syara’ tetapi berharga bagi sebagian
yang lain adalah harta yang tidak bernilai8.
Islam memiliki visi unik tentang kekayaan. Harta yang hakikatnya itu adalah
mutlak milik Allah. Dan harta yang dimiliki manusia itu adalah anugerah yang
dipercayakan Tuhan kepadanya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penggunaan dan
pengeluaran kekayaan harus sesuai dengan aturan-Nya. Allah adalah pemilik mutlak atau
pemilik sebenarnya atas segala kekayaan. Dialah pencipta alam semesta dan Dialah
pemiliknya. Ungkapan tauhid laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan selain Allah) juga
mengandung makna, tidak ada pemilik mutlak atas segala ciptaan kecuali Allah SWT.
Tuhan adalah pemilik mutlak, sehingga Dia berhak memberikannya kepada siapa pun,
tidak peduli kelompok atau golongan mana yang Dia inginkan, dan Dia juga berhak
merampas milik siapa pun yang di inginkan. Tuhanlah yang menentukan siapa yang kaya
dan Tuhan juga yang menentukan siapa yang miskin. Sebagaimana dijelaskan di dalam
QS. Al Baqarah yang telah dijelaskan di atas. Dan juga di dalam QS. Al Maidah: 120
yang berbunyi:

‫ِهّٰلِل ُم ْلُك الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِض َو َم ا ِفْيِهَّن ۗ َو ُهَو َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِدْيٌر‬

Artinya: “Hanya milik Allah kerajaan langit dan bumi serta apa pun yang ada di
dalamnya. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. Tafsir dari ayat ini menjelaskan bahwa
Allah lah yang menciptakan segala sesuatu, Yang memilikinya, Yang mengatur semua
8
Masrina, Dewi Maharani, Verina Ayustriani, “Konsep Harta dan Kepemilikan dalam Perspektif Islam”, Jurnal
Ilmiah Ekonomi Islam, 9 (2023,) 31-32.

7
yang ada padanya, Yang berkuasa atasnya; semuanya adalah milik Allah dan di bawah
perintah, kekuasaan, dan kehendak-Nya. Maka tiada yang menyaingi-Nya, tiada
pembantu, tiada tandingan, tiada yang memperanakkan-Nya, tidak beranak, tidak beristri,
tiada tuhan selain Dia, tiada pula Rabb selain Dia9.
Pemilik dari sumber daya yang ada sebenarnya adalah Allah SWT, manusia
dalam hal ini hanyalah penerima penugasan sementara. Sehingga sewaktu-waktu bisa
diambil kembali oleh Allah SWT. Oleh karena itu, kepemilikan mutlak atas harta benda
tidak diakui dalam Islam. Untuk melindungi kebutuhan setiap individu, diperlukan aturan
yang mengatur kebutuhan manusia dan mencegah orang melanggar hak orang lain. Oleh
karena itu timbul hak dan kewajiban antar manusia. Persoalan kepemilikan masih
menjadi topik kontroversial hingga saat ini. Ada pihak yang berargumentasi bahwa
mengakui bahwa pemerintah adalah pemilik seluruh sumber daya adalah demi
kepentingan nasional dan masyarakat. Ada pula yang menganggapnya sebagai milik
pribadi, sehingga setiap orang bisa menikmati kebebasan memilikinya10.
Maka dengan kepemilikan harta ini, Allah telah memberika aturan-aturan
tentangnya, yakni:
1. Kepemilikan Personal
Hak kepemilikan harta individu (milik pribadi) dipahami sebagai kepemilikan
properti individu. Dimana seseorang memilikinya kepemilikan penuh,
dimiliki dan digunakan. Jadi jika ada yang lain ingin memiliki dan menguasai
aset maka harus ada izin dan dengan persetujuan pemilik aslinya. Harta ini
didapat dari usaha yang dijalankan. Kepemilikan perseorangan adalah hukum
syariah yang berlaku pada barang baik zat (‘ayn) maupun manfaat, yang
memungkinkan seseorang untuk menggunakan barang tersebut atau
mendapatkan kompensasi baik karena barangnya diambil manfaatnya oleh
orang lain11. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri dimana Allah telah
mengizinkan manusia untuk mengusai atas dzat-dzat tertentu dan

9
http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-maidah-ayat-119-120.html. Diakses pada tanggal 11
september 2023 pukul 19.37.
10
Ahmad Junaedi, (Konsep harta dan kepemilikan dalam perspektif islam” https://osf.io/tycb7/download/?
format=pdf. Diakses pada tanggal 11 september 2023 pukul 20.01.
11
Nizaruddin, “Konsep Kepemilikan Harta Perspektif Ekonomi Syari’ah” Adzkiya: Jurnal Hukum dan Ekonomi
Syari’ah, 2 (2018), 25.

8
melarangnya atas dzat yang lain. Begitupula hal tersebut berlaku dalam hal
transaksi yang dilakukan oleh manusia. Hak kepemilikan pribadi adalah hak
syariah bagi perorangan. Hak ini dilindungi dan diatur oleh hukum Islam.
Perlindungan harta individu adalah tanggung jawab Negara. Oleh karena itu,
hukum syariah mengatur adanya sanksi preventif terhadap siapapun yang
menyalahgunakan hak tersebut. Hukum syariah juga menentukan metode atau
sebab kepemilikan sebagai suatu cara tertentu yang disahkan oleh hukum
syariah yang memperbolehkan seseorang memiliki sesuatu. Beberapa sebab-
sebab kepemilikan harta personaldianataranya sebagai berikut12:
a. Ihrazul Mubahat. yaitu memiliki sesuatu harta yang belum dimiliki
oleh orang lain seperti mengambil air pada sumber mata air,
mengambil ikan yang ada di laut, hewan dan pepohonan yang ada di
hutan tanpa pemilik.
b. Khalafiyah. yaitu milik personal yang dicapai melalui pemindahan
hak kepemilikan atas sesuatu barang, seperti harta yang diperoleh dari
warisan.
c. Tawallud. Kepemilikan pribadi atas hewan peliharaan, termasuk
keturunan yang lahir dari hewan. Tak hanya itu, aset produk yang
dihasilkan dari hutan tanaman juga dipahami sebagai aset personal.
d. Aqad. Kepemilikan personal yang diperoleh melalui suatu akad yang
dilakukan dengan ijab qabul sesuai dengan ketentuan hukum syariah,
sehingga menimbulkan akibat hukum terhadap objek akad.
Sementara itu Islam melarang cara perolehan harta melalui usaha-
usaha yang batil seperti judi, pelacuran, korupsi dan perbuatan
maksiat lainnya. Sebab kegiatan ini akan membawa pada kehancuran
dan kenistaan hidup manusia itu sendiri. Selain itu akan membawa
pihak-pihak lain yang tidak bersalah
2. Kepemilikan Umum
Kepemilikan umum adalah kepemilikan atas harta benda atau sesuatu yang
dimiliki dan digunakan oleh banyak orang dalam bentuk apapun yang benar-

12
Ibid.

9
benar diperlukan masyarakat dalam kehidupan, seperti bendungan air, jalan,
dll. Pengelolaan umum ini dijamin sepenuhnya oleh Negara bagi seluruh
rakyat. Sebab jika diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat maka dapat
menimbulkan ketimpangan antara yang kuat dan yang lemah. Oleh karena
itu, upaya pemerintah dalam mengelola kekayaan tersebut harus berkeadilan
agar dapat membawa kebahagiaan bagi semua orang. Dalam Islam,
keberadaan harta umum merupakan aspek yang penting. Memang dengan
adanya barang bersama dapat tercipta kesetaraan sosial, yang mana setiap
orang dapat menikmati kegunaan dan manfaat dari barang tersebut, sehingga
dapat terhindar dari kesenjangan sosial. Atas dasar itu, barang publik adalah
segala sarana atau benda yang dianggap sangat efektif dalam memenuhi
kebutuhan manusia. Fasilitas umum adalah aset berupa segala sesuatu yang
dianggap sebagai kebutuhan umum. Abdurahman al-Maliki menjelaskan
dalam bahwa hukum syariah membatasi harta benda umum, yaitu harta benda
yang secara sah tidak dapat menjadi milik perseorangan karena tiga alasan,
yaitu13:
a. Jumlah aset tidak terbatas.
b. Sumber daya alam mempunyai sifat yang menghambat kepemilikan
individu.
c. Jika aset tersebut milik umum, jika tidak ada pada suatu bangsa, suku,
atau komunitas, maka ada risiko litigasi dalam pencariannya.
3. Kepemilikan Negara
Kepemilikan negara atas harta benda adalah harta benda yang
kepemilikannya milik suatu negara, yang mana harta benda tersebut
ditentukan untuk kepentingan rakyat. Hak pengelolaan harta benda ini
diserahkan kepada penguasa sesuai dengan hukum syariah dan peraturan
negara yang berlaku. Pada masa peradaban Islam. Negara dapat mengontrol
properti dengan berbagai cara. Tentunya cara-cara tersebut disesuaikan
dengan hukum syariat Islam dan mencontoh apa yang dilakukan Nabi

13
Utami Fitri, Dini Maulana Lestari, Khaerusoalikhin. “Analisis Kritis Konsep Kepemilikan Harta Dalam Islam” Juris:
Jurnal Ilmiah Syari’ah, 2 (2020,) 140.

10
Muhammad SAW di masa lalu. Dalam Islam, harta benda yang boleh
dikuasai negara adalah harta benda yang diperoleh atas dasar14:
a. Jizyah, adalah harta yang diperoleh negara dari orang non-Muslim
yang bertempat tinggal di wilayah yang dikuasai negara-negara
Muslim, sebagai jaminan perlindungan.
b. Harta rampasan dan kekayaan yang diperoleh selama perang. Harta
yang ada di dalamnya adalah harta peninggalan musuh-musuh Islam
pada masa perang.
c. Barang fa’i diserahkan oleh non muslim tanpa melalui peperangan).
d. Kharaj, kewajiban rakyat untuk melepaskan hasil pertanian dari
pengelolaan tanah milik negara. 5) Oushur, negara berpenduduk
muslim tanpa perang.
e. Khumus, 1/5 rikaz (barang temuan) dan denda pidana; juga termasuk
barang milik negara berupa gurun pasir, gunung, pantai dan tanah
mati yang tidak dimiliki, asy-Syawafi, marafiq dan segala bangunan
yang dibangun negara dengan harta benda bad baitul.
Namun seiring berjalannya waktu, terdapat sejumlah perubahan terkait tata
cara pengambilan aset negara. Hal ini sesuai dengan sistem kenegaraan yang
diselenggarakan untuk mencapai kesejahteraan sosial.
Dalam hal ini, negara dapat dianggap sebagai pelindung dan kesejahteraan
rakyat yang berada dalam wilayah yurisdiksinya. Barang milik negara
merupakan bagian penting dalam kehidupan bernegara. Hal ini terjadi hanya
untuk memenuhi kebutuhan dan fasilitas masyarakat serta dapat
mensejahterakan masyarakat sehingga dapat memperoleh manfaat dan
terhindar dari kerugian. Selain itu, kekayaan milik negara dapat dijadikan
sebagai sumber pokok keuangan, yang dapat dikelola sedemikian rupa
sehingga memperoleh keuntungan yang dapat dijadikan sebagai sumber
pendapatan dan peruntukan negara, institusi negara dan rakyatnya yang terus
berkembang. Saat ini jelas bahwa ekonomi Islam telah memberikan kerangka

14
Ibid, 140-141.

11
hukum dan batasan-batasan tertentu bagi manusia dalam memiliki aset alam,
baik melalui harta benda pribadi, publik atau milik negara.
Oleh karena itu hakikat kepemilikan yang ada dalam jiwa manusia dapat dikenali
dengan baik, tanpa kendala, tanpa dukungan dan batasan yang mengakibatkan kurangnya
kreativitas serta tidak memberikan hak kebebasan pada individu.
Penguasaan dan pengelolaan kekayaan alam secara mutlak dapat mengakibatkan
eksploitasi. Namun pandangan ekonomi Islam tentang hak milik adalah pandangan
tawazun, yang menciptakan keseimbangan antara individu, masyarakat, dan negara dalam
kepemilikan aset alam15. Oleh karena itu, kekayaan alam dapat kita harapkan menjadi alat
perekonomian yang memungkinkan masyarakat mencapai kesejahteraan, khususnya
dalam memenuhi kebutuhan dhauriyah, hajiyah, dan tahsiniyah melalui pemanfaatan
sumber daya alam hanya dengan adil.
Konsep kekayaan dalam ekonomi Islam saat ini menjadi isu yang sangat penting.
Hal ini sejalan dengan pesatnya pertumbuhan industri syariah, lembaga keuangan, dan
layanan perbankan syariah. Untuk itu perdebatan mengenai kekayaan haruslah dinaungi
oleh syariat Islam yang tidak dapat dipisahkan dari maqashid syariat, dimana
kemaslahatan dilimpahkan kepada manusia oleh Allah demi kehidupan di dunia dan di
akhirat. Artinya Islam dengan perangkat syariahnya mengatur harta benda dan cara
pemeliharaannya sesuai dengan keinginan al-Syāri (Pemberi Hukum; Allah SWT).
Ada dua prinsip dasar kepemilikan yang diungkap Al-Qur’an. Pertama,
kepemilikan mutlak hanya dimiliki oleh Allah SWT, sebagaiman dijelaskan dalam Q.S
Ali Imran:189, yang telah dijelaskan di atas. Sedangkan kepemilikan manusia bersifat
relatif, sebagaiman dijelaskan dalam Q.S An Nisa’:7 yang berbunyi:

ِ ‫ۗ لِّرَج اِل َنِصْيٌب ِّمَّم ا َتَر َك اْلَو اِلٰد ِن َو اَاْلْقَر ُبْو َۖن َوِللِّنَس ۤا ِء َنِصْيٌب ِّمَّم ا َتَر َك اْلَو اِلٰد ِن َو اَاْلْقَر ُبْو َن ِم َّم ا َقَّل ِم ْنُه َاْو َك ُثَر‬

‫َنِصْيًبا َّم ْفُرْو ًض ا‬

Artinya: “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan
kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua
orang tua dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak, menurut bagian yang telah

15
Ibid, 141.

12
ditetapkan”. Tafsir dari ayat ini adalah16 Sa'id ibnu Jubair dan Qatadah mengatakan
bahwa dahulu orang-orang musyrik memberikan hartanya kepada anak-anaknya yang
besar-besar saja, dan mereka tidak mewariskannya kepada wanita dan anak-anak. Maka
Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu bapak dan kerabatnya. (An-Nisa: 7), hingga akhir ayat.
Yaitu semuanya sama dalam hukum Allah Swt. Mereka mempunyai hak waris, sekalipun
terdapat perbedaan menurut bagian-bagian yang ditentukan oleh Allah Swt. bagi masing-
masing dari mereka sesuai dengan kedudukan kekerabatan mereka dengan si mayat, atau
hubungan suami istri, atau hubungan al-wala. Karena sesungguhnya hubungan wala itu
merupakan daging yang kedudukannya sama dengan daging yang senasab.
Berkaitan dengan kepemilikan manusia yang relatif tersebut, AM. Saefuddin 17
menjelaskan cara manusia mendapatkan hak kepemilikan:
1. Kepemilikan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi,
bukan menguasai sumber daya tersebut. Seorang Muslim yang tidak
memanfaatkan atau memproduksi manfaat dari sumber-sumber yang
diamanatkan Allah tersebut akan kehilangan hak atas sumber-sumber daya
itu. Kepemilikan dalam konteks ini, berlaku terhadap pemilikan lahan atas
tanah.
2. Kepemilikan hanya terbatas sepanjang orang itu masih hidup, dan bila orang
itu meninggal, maka hak kepemilikannya harus didistribusikan kepada ahli
warisnya. Hal ini didasarkan pada Q.S. Al Baqarah: 180 yang berbunyi:

‫ُك ِتَب َع َلْيُك ْم ِاَذ ا َح َضَر َاَح َد ُك ُم اْلَم ْو ُت ِاْن َتَر َك َخ ْيًر اۖ ۨ اْلَو ِصَّيُة ِلْلَو اِلَدْيِن َو اَاْلْقَر ِبْيَن ِباْلَم ْع ُرْو ِۚف َح ًّقا َع َلى‬
‫ۗ اْلُم َّتِقْيَن‬

Artinya: "Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu


kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,
berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma`ruf, (ini adalah)

16
Ghoffar. M.Abdul, Tafsir Ibn Katsir, terj, Jilid II (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004,) 240.
17
Achmad, “Perspektif Al-Qur’an Tentang Hak Milik Kebendaan” Al Daulah: JurnalHukum Pidana dan
Ketatanegaraan, 1 (2015,) 7.

13
kewajiban atas orang-orang yang bertakwa". Tafsir ayat ini mengandunng
perintah untuk memberikan wasiat kepada orang tua dan kaum kerabat18.

3. Kepemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber yang


menyangkut kepentingan umum atau menjadi hajat hidup orang banyak.
Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau milik negara, tidak dapat
dimiliki secara perorangan atau kelompok tertentu.
Prinsip dasar kedua yang dikemukakan Al-Qur’an adalah kebolehan mencari,
mengumpulkan dan memiliki harta kekayaan selama ia diakui sebagai karunia dan
amanah Allah SWT. Al-Qur’an tidak menentang kepemilikan harta sebanyak mungkin,
bahkan Al-Qur’an secara tegas dan berulang-ulang memerintahkan agar berupaya
sungguh-sungguh dalam mencari rezki yang diistilahkan Al-Qur’an dengan Fadhl Allah
dalam Q.S. al-Jumu‘ah: 10 yang berbunyi:
‫َفِإَذ ا ُقِضَيِت الَّص اَل ُة َفاْنَتِش ُر وا ِفي اَأْلْر ِض َو اْبَتُغوا ِم ْن َفْض ِل ِهَّللا َو اْذ ُك ُر وا َهَّللا َك ِثيًر ا َلَعَّلُك ْم ُتْفِلُح وَن‬
Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. Tafsir
ayat ini adalah menunjukkan (Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kalian
di muka bumi) perintah ini menunjukkan pengertian ibahah atau boleh (dan carilah)
carilah rezeki (karunia Allah, dan ingatlah Allah) dengan ingatan (sebanyak-banyaknya
supaya kalian beruntung) yakni memperoleh keberuntungan.
Pencapaian usaha manusia memenuhi kebutuhan hidupnya menyebabkan manusia
perlu memiliki alat pemenuhan untuk maksud tersebut. Hak milik pribadi bagi manusia
merupakan hak yang harus dihormati oleh siapa pun. Sebab, hak ini telah ditetapkan pula
sebagai hak dasar yang dimiliki setiap manusia. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai
pernyataan deklarasi yang mencantumkan hak milik sebagai hak dasar manusia.
Oleh karena itu hakikat harta benda yang terkandung dalam jiwa manusia dapat
dirasakan dengan baik, tanpa membatasi atau memberikan batasan-batasan yang
mengakibatkan kurangnya kreativitas dan tanpa memberikan kebebasan yang mutlak,
bagi individu dalam menguasai dan mengelola kekayaan alam dapat menimbulkan
eksploitasi. Namun visi ekonomi Islam tentang hak milik adalah visi tawazun, yang

18
Ghoffar. M.Abdul, Tafsir Ibn Katsir, terj, Jilid I (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004,) 339

14
menciptakan keseimbangan antara individu, masyarakat, dan negara dalam kepemilikan
aset alam. Oleh karena itu, kita dapat berharap bahwa aset alam dapat menjadi alat
perekonomian yang memungkinkan masyarakat mencapai kesejahteraan, khususnya
dengan memenuhi kebutuhan dharuriyah, hajiyah, dan tahsiniyah melalui pemanfaatan
aset alam secara rasional.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk yang dikaruniai akal, kecerdasan, dan kemampuan
berefleksi. Mengolah dan mengelola alam semesta ini untuk memenuhi kebutuhan
kelangsungan hidup mereka. Oleh karena itu, manusia harus berusaha untuk memperoleh
berbagai barang dan jasa dalam batasan yang telah ditentukan oleh Al-Quran.
Mengenai prinsip-prinsip dasar hak milik dalam Al-Quran, terbagi menjadi dua
prinsip, yaitu kepemilikan mutlak sepenuhnya milik Allah, dan hak milik manusia itu
relatif. Mengenai cara memperoleh kekayaan, Al-Quran menegaskan bahwa manusia
harus memperoleh kekayaan secara halal, yaitu dengan berusaha sungguh-sungguh dalam
urusan pribadinya. Oleh karena itu, manusia wajib mencari kekayaan dan
mempergunakannya dalam batas kedudukan kemanusiaannya sebagai hamba dan
musta’mir di muka bumi ini.
Dalam menerapkan prinsip ekonomi, masyarakat harus bersikap seimbang.
Manusia pada satu sisi melakukan aktivitas ekonomi untuk mencapai kebaikan di dunia
namun di sisi lain juga untuk mencapai kebahagiaan di akhirat.

B. Saran
Sebagai penulis, kami sadar bahwa penulisan dalam makalah ini jauh dari kata
sempurna oleh karena itu, kami mengharap adanya kritik dan saran yang bersifat
membnagun dari para pembaca sekaligus sebagai bahan evaluasi pada penulisan dimasa
yang akan datang.

16
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Abu Nawab (eds), Fiqih Muamalah. Bandung: STAI Persis, 2021.
Ghoffar. M.Abdul, Tafsir Ibn Katsir, terj, Jilid 1,2,3. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004.
Hasbi, As-Shiddiq. Pengantar Fiqh Mu’amalah. Cet ke-1. Jakarta: Bulan Bintang, 1989.
Prilia, Kurnia Ningsih. Fiqh Muamalah. Bandung: STAI Persis, 2021.
As-Shiddiq. Hasbi, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Cet ke-3. Jakarta: Bulan Bintang, 1989.
Jurnal
Achmad, “Perspektif Al-Qur’an Tentang Hak Milik Kebendaan” Al Daulah: JurnalHukum
Pidana dan Ketatanegaraan, No 1, 2015.
Lukman Hamdani, ”Prinsip-prinsip Kepemilikan Harta Dalam Islam” El-Mal: Jurnal Kajian
Ekonomi & Bisnis Islam, No 1, Juni, 2018.
Masrina, Dewi Maharani, Verina Ayustriani, “Konsep Harta dan Kepemilikan dalam Perspektif
Islam”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, No 9, 2023.
Nizaruddin, “Konsep Kepemilikan Harta Perspektif Ekonomi Syari’ah” Adzkiya: Jurnal Hukum
dan Ekonomi Syari’ah, No 2, 2018.
Utami Fitri, Dini Maulana Lestari, Khaerusoalikhin. “Analisis Kritis Konsep Kepemilikan Harta
Dalam Islam” Juris: Jurnal Ilmiah Syari’ah, No 2, 2020.
Website
http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-maidah-ayat-119-120.html. Diakses
pada tanggal 11 september 2023 pukul 19.37.
Ahmad Junaedi, “Konsep harta dan kepemilikan dalam perspektif islam”
https://osf.io/tycb7/download/?format=pdf. Diakses pada tanggal 11 september 2023 pukul
20.01.

17

Anda mungkin juga menyukai