Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HADITS TENTANG HARTA


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits Ekonomi

Oleh Kelompok 6 :

Fitriyani Rara Susanti 3721145

Siti Fatimah 3721140

Zeka Hardika 3721133

Dosen Pengampu:
Yenni Rahman, S.ThI, MA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI

1444 H / 2022 M
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
izin-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Kemudian shalawat serta salam selalu curahkan kepada baginda
Rasul yakni Nabi Muhammad SAW, semoga kelak kita mendapatkan syafa’at nya
di akhirat nanti.
penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
beliau, berupa sehat fisik maupun akal pikiran serta lain sebagainya. Kemudian
penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada
Ibuk Yenni Rahman, S.ThI, MA sebagai dosen pengampu Hadits Ekonomi yang
telah membimbing penulis dalam menulis makalah ini, sehingga penulis mampu
menyelesaikan pembuatan makalah ini sebagai tugas mata kuliah Hadits Ekonomi
dengan judul "Hadits Tentang Harta”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
tentu masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Bukittinggi, 24 Oktoberr 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

A. Harta..............................................................................................................2

1. Pengertian Harta........................................................................................2

2. Unsur-unsur Harta.....................................................................................3

3. Pandangan Islam Terhadap Harta..............................................................3

4. Pembagian Harta.......................................................................................4

5. Fungsi Harta..............................................................................................7

B. Hadits Tentang Harta....................................................................................8

C. Hubungan Hadits Dengan Harta...................................................................9

BAB III PENUTUP..............................................................................................10

A. Kesimpulan.................................................................................................10

B. Saran............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Harta merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan dimana manusia tidak akan
bisa terpisah darinya. Secara umum, harta merupakan sesuatu yang disukai
manusia, seperti hasil pertanian, perak dan emas, ternak atau barang-barang lain
yang termasuk perhiasan dunia. Manusia termotivasi untuk mencari harta demi
menjadi eksistensinya dan demi menambah kenikmatan materi dan religi, dia
tidak boleh berdiri sebagai penghalang antara dirinya dengan harta. Namun,
semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu harta dikumpulkannya
dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta ini
harus dikeluarkan hak Allah dan masyarakat tempat dia hidup.
Harta yang dimiliki setiap individu selain didapatkan dan digunakan juga
harus dijaga. Menjaga harta berhubungan dengan menjaga jiwa, karena harta akan
menjaga jiwa agar jauh dari bencana dan mengupayakan kesempurnaan
kehormatan jiwa tersebut. Menjaga jiwa menuntut adanya perlindungan dari
segala bentuk penganiayaan, baik pembunuhan, pemotongan anggota badan atau
tindak melukai fisik.
Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT
kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta
tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki hartatersebut.
Adanya pemilikan seseorang atas harta kepemilikan individu tertentu mencakup
juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan kepemilikan harta yang telah
dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu
maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam
memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap
wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berkaitan dengan
pemanfaatan dan pengembangan harta.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan harta?
2. Apa saja unsur-unsur harta itu?

1
3. Bagaimana pandangan Islam terhadap harta?
4. Apa saja pembagian dari harta?
5. Apa saja fungsi harta?
6. Apa hadits yang menjelaskan tentang harta?
7. Bagaimana hubungan hadits dengan harta?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari harta.
2. Untuk mengetahui unsur0unsur harta.
3. Untuk mengetahui pandangan Islam terhadap harta.
4. Untuk mengetahui pembagian serta fungsi dari harta.
5. Untuk mengetahui haduts mengenai harta.
6. Untuk mengetahui hubungan hadits dengan harta.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Harta
1. Pengertian Harta
Harta dalam bahasa Arab disebut dengan mal (jamaknya amwal) yang diambil
dari kata kerja mala-yamulu-maulan yang berarti mengumpulkan, memiliki dan
mempunyai.1 Secara terminologis, harta adalah segala sesuatu yang
menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi maupun
dalam manfaat. Ada juga yang mengartikan dengan sesuatu yang dibutuhkan dan
diperoleh manusia baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang,
tumbuhan, maupun yang tidak tampak, yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian,
dan tempat tinggal. Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dikuasai manusia tidak
dapat dinamakan harta, seperti burung di udara, ikan di lautan lepas, pohon di
hutan, dan barang tambang yang ada di bumi.
Para fuqaha’ mendefinisikan harta sebagai sesuatu yang diingini oleh tabiat
manusia dan boleh disimpan untuk tempo yang diperlukan atau sesuatu yang
dapat dikuasai, disimpan dan dimanfaatkan. Al-Syarbaini berpendapat bahwa
harta adalah sesuatu yang ada nilai dan orang yang merusakannya akan
diwajibkan membayar ganti rugi. Sementara itu, menurut Hanafiyah, harta pada
dasarnya merupakan sesuatu yang bernilai dan dapat disimpan, sehingga bagi
sesuatu yang tidak dapat disimpan, tidak dapat dikategorikan sebagai harta.2
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 1 Ayat (9) disebutkan
bahwa harta adalah benda yang dapat dimiliki, dikuasai, diusahakan dan
dialihkan, baik benda berwujud maupun tidak berwujud, baik benda terdaftar
maupun yang tidak terdaftar, baik benda yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, dan hak yang mempunyai nilai ekonomis.3

1
Azhari Akmal Tarigan, Tafsir Ayat-ayat Ekonomi : Sebuah Eksplorasi Melalui Kata-
kata Kunci dalam Al-Qur’an (Bandung : Citapustaka Media Perintis), hal. 89
2
Naerul Edwin Kiky Aprianto, Konsep Harta dalam TinjauanMaqashid Syariah, Vol.3
No.2, Journal of Islamic Economics Lariba, (Desember 2017), hal.77
3
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah ; Fiqh Muamalah (Jakarta : Prenadamedia Group), hal.
59-60

3
Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya harta
merupakan segala sesuatu yang memiliki nilai dan kongkrit wujudnya, disukai
oleh tabiat manusia secara umum, dapat dimiliki, dapat disimpan dan
dimanfaatkan dalam perkara legal menurut syara’, seperti sebagai modal bisnis,
pinjaman, konsumsi, hibah, dan sebagainya.

2. Unsur-unsur Harta
Menurut ulama, harta mempunyai dua unsur, yaitu unsur ‘aniyah dan unsur
‘urf4. Unsur ‘aniyah yaitu bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan).
Manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi disebut
hak milik.
Sedangkan unsur ‘urf yaitu segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh
manusia atau sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali
menginginkan manfaatnya, baik manfaat madiyah maupun ma’nawiyah.

3. Pandangan Islam Terhadap Harta


Islam mempunyai pandangan yang pasti tentang harta dan ekonomi.
Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut5 :
a. Mengenai pemilik mutlak harta/ segala sesuatu yang ada di muka bumi ini
adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia adalah harta bersifat relatif,
sebatas untuk menjalankan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai
dengan ketentuan-Nya.
b. Status harta yang dimiliki manusia adalah :
1) Harta sebagai titipan, karena memang manusia tidak mampu
mengadakan benda dari tiada. Dalam bahasa Einstein, manusia itu
tidak mampu menciptakan energi, tetapi yang mampu manusia lakukan
adalah mengubah dari suatu bentuk ke bentuk yang lain. Pencipta dari
segala energi adalah Allah SWT.
2) Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinan manusia dapat
menikmatinyadengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia
mempunyai kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan
menikmati harta.

4
Ibid, hal.60
5
Ibid, hal.62

4
3) Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara
mendapatkan dan memanfaatkannya, apakh sesuai degan ajaran Islam
atau tidak.
4) Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya
dan melaksanakan muamalah diantara manusia, melaksanakan
kegiatan zakat, infak, dan sedekah.
5) Cara perolehan/kepemilikan harta. Pemilikan harta dapat dilakukan
dengan berbagai macam, antara lain melalui usaha atau mata
pencaharianyang halal dan sesuai dengan aturan Allah SWT.

4. Pembagian Harta
Para ulama fikih membagi harta dari beberapa segi. Harta terdiri dari beberapa
bagian, tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri. Adapun
pembagian harta antara lain6:
a. Dilihat dari segi kebolehan pemanfaatannya menurut syara’, dibagi:
1) Harta mutaqawwim, yaitu harta yang boleh dimanfaatkannya menurut
syara’. Pengakuan syara’ ini hanya akan berlaku dengan adanya syarat-
syarat berikut: (a) harta tersebut dimiliki oleh pemilik berkenaan secara
sah; (b) harta tersebut boleh dimanfaatkan dengan mengikuti hukum
syara’. Misalnya, sapihalal dimakan oleh umat Islam. Akan tetapi,
apabila sapi tersebut disembelih tidak menurut syara’ (semisal
dipukul), maka daging sapi tersebut tidak bisa dimanfaatkan karena
cara penyembelihannya batal (tidak sah) menurut syara’.
2) Harta ghairu mutaqawwim, yaitu harta yang tidak boleh
dimanfaatkannya menurut ketentuan syara’, baik jenisnya, cara
memperolehnya, maupun cara penggunaannya. Misalnya, babi dan
khamar termasuk harta ghairu mutaqawwim karena jenisnya. Sepatu
yang diperoleh dari hasil mencuri termasuk harta ghairu mutaqawwim
karena cara memperolehnya yang haram. Uang disumbangkan untuk
membangun tempat pelacuran termasuk harta ghairu mutaqawwim
karena penggunaannya.
b. Dilihat dari segi jenisnya, dibagi:

6
Naerul Edwin Kiky Apriyanto, op.cit, hal.67-68

5
1) Harta manqul, yaitu harta yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke
tempat lain, baik tetap pada bentuk dan keadaan semula ataupun
berubah bentuk dan keadaannya dengan perpindahan/perubahan
tersebut. Harta dalam kategori ini mencakup uang, barang dagangan,
macam-macam hewan, kendaraan, dan lainlain.
2) Harta ghairu manqul, yaitu harta yang tidak dapat dipindahkan dan
dibawa dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya, tanah dan bangunan
yang ada di atasnya.
c. Dilihat dari segi pemanfaatannya, dibagi:
1) Harta isti’mali, yaitu harta yang apabila digunakan atau dimanfaatkan
benda itu tetap utuh, sekalipun manfaatnya sudah banyak digunakan,
seperti kebun, tempat tidur, rumah, sepatu, dan lain sebagainya.
2) Harta istihlaki, yaitu harta yang apabila dimanfaatkan berakibat akan
menghabiskan harta itu, seperti sabun, makanan, dan lain sebagainya.
d. Dilihat dari segi ada/tidaknya harta sejenis di pasaran, dibagi:
1) Harta mitsli, yaitu harta yang jenisnya mudah didapat di pasaran
(secara persis dari segi bentuk atau nilai). Harta mitsli terbagi atas
empat bagian, meliputi: (a) harta yang ditakar, seperti gandum; (b)
harta yang ditimbang, seperti besi; (c) harta yang dapat dihitung,
seperti telur; dan (d) harta yang dijual dengan meter, seperti kain,
papan, dan lain-lain.
2) Harta qimi, yaitu harta yang tidak ada jenis yang sama dalam
satuannya di pasaran, atau ada jenisnya tetapi pada setiap unitnya
berbeda dalam kualitasnya, seperti satuan pepohonan, logam mulia,
dan alat-alat rumah tangga.
e. Dilihat dari status harta, dibagi:
1) Harta mamluk, yaitu harta yang telah dimiliki, baik milik perorangan
atau milik badan hukum atau milik negara. Harta mamluk terbagi
menjadi dua macam, yaitu: (a) harta perorangan yang bukan berpautan
dengan hak bukan pemilik, seperti rumah yang dikontrakan; dan (b)
harta pengkongsian antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak
yang bukan pemiliknya, seperti dua orang berkongsi memiliki sebuah

6
pabrik dan lima buah mobil, salah satu mobilnya disewakan kepada
orang lain.
2) Harta mubah, yaitu harta yang asalnya bukan milik seseorang, seperti
mata air, binatang buruan, pohon-pohonan di hutan, dan lain-lain.
Harta semacam ini boleh dimanfaatkan oleh setiap orang dengan syarat
tidak merusak kelestarian alam.
3) Harta mahjur, yaitu harta yang ada larangan syara’ untuk memilikinya,
baik karena harta itu dijadikan harta wakaf maupun diperuntukkan
untuk kepentingan umum. Harta ini tidak dapat dijualbelikan,
diwariskan, dihibahkan, maupun dipindahtangankan.
f. Dilihat dari segi boleh dibagi/tidaknya harta, dibagi:
1) Harta yang dapat dibagi (mal qabil li al-qismah), yaitu harta yang tidak
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi-
bagi dan manfaatnya tidak hilang, seperti beras tepung, terigu, anggur,
dan lain sebagainya. Harta ini tidak rusak dan manfaatnya tidak hilang.
2) Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al-qismah), yaitu
harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan atau hilang
manfaatnya apabila harta itu dibagi-bagi. Misalnya, gelas, kursi, meja,
mesin, dan lain sebagainya
g. Dilihat dari segi berkembang/tidaknya harta, baik hasilnya itu melalui
upaya manusia maupun dengan sendirinya berdasarkan ciptaan Allah,
dibagi:
1) Harta ashl (harta pokok), yaitu harta yang menghasilkan atau harta
yang menyebabkan adanya harta yang lain. Harta ini dapat disebut
dengan modal, seperti rumah, pepohonan, maupun hewan.
2) Harta al-samar (harta hasil), yaitu buah yang dihasilkan suatu harta,
seperti sewa rumah, buah buahan dari pepohonan, dan susu kambing
atau susu sapi.
h. Dilihat dari segi pemiliknya, dibagi:
1) Harta khas, yaitu harta pribadi yang tidak bersekutu dengan yang lain.
Harta ini tidak boleh diambil manfaatnya atau digunakan kecuali atas
kehendak atau seizin pemiliknya.

7
2) Harta ‘am, yaitu harta milik umum (bersama) yang boleh diambil
manfaatnya. Misalnya, sungai, jalan raya, masjid, dan lain sebagainya.
Harta ini disebut dengan fasilitas umum.
i. Dilihat dari segi harta yang berbentuk benda dan harta yang berbentuk
tanggungan,
dibagi:
1) Harta ‘ain, yaitu harta yang berbentuk benda seperti rumah, mobil, dan
lain sebagainya. Harta ‘ain terbagi menjadi dua, yaitu: (a) harta ‘ain
dzati qimah, yakni benda yang memiliki bentuk yang dipandang
sebagai harta karena memiliki nilai; dan (b) harta ‘ain ghair dzati
qimah, yakni benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta karena
tidak memiliki harga, seperti sebiji beras.
2) Harta dayn, yaitu kepemilikan atas suatu harta di mana harta masih
berada dalam tanggung jawab seseorang. Artinya, si pemilik hanya
memiliki harta tersebut, namun ia tidak memiliki wujudnya
dikarenakan berada dalam tanggungan orang lain. Ulama Hanafiyah
berpendapat bahwa harta tidak dapat dibagi menjadi harta ‘ain dan
dayn, karena harta menurutnya ialah sesuatu yang berwujud, maka
sesuatu yang tidak berwujud tidaklah sebagai harta, misalnya hutang
tidak dipandang sebagai harta, tetapi hutang menurutnya adalah sifat
pada tanggung jawab.

5. Fungsi Harta
Fungsi harta sesuai ketentuan syariat Islam adalah sebagai berikut7 :
a. Kesempurnaan ibadah mahdhah, karena ibadah memerlukan sarana,
seperti kain dan mukena untuk menutup aurat.
b. Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
SWT, karena kefakiran dapat membawa kepada kekufuran.
c. Meneruskan estafet kehidupan, karena Allah SWT melarang
meninggalkan generasi penerus yang lemah dalam bidang ekonomi.
d. Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat.
e. Bekal mencari dan mengembangkan ilmu.

7
Mardani, op.cit, hal.65

8
f. Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, sehingga orang kaya
dapat memberikan pekerjaan kepada orang miskin.

B. Hadits Tentang Harta


1. Hadist Pertama

ً‫ال َرسُوْ ُل هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَم ِإ َّن ِر َجاال‬ َ َ‫ض َي هللا َع ْنهَا ق‬
َ َ‫ ق‬: ‫ال‬ َ ‫ع َْن خَ وْ لَة اَأل ْن‬
ِ ‫ص ِريَّة َر‬
)‫ فَلَهُ ُم النَّا ُر يَوْ َم القِيَا َم ِة (رواه بخرى‬,‫ق‬
ٍّ ‫يَتَخَ َّوضُوْ نَ فِ ْي َما ِل هللاِ بِ َغي ِْر َح‬

Artinya : Dari Khaulah al-Anhariyyah radhiyallahu ‘anha beliau mengatakan,


Rasulullah SAW bersabda : ”ada sejumlah orang yang membelanjakan harta
Allah secara serampangan atau asal-asalan dengan cara yang tidak benar, maka
untuk mereka neraka pada hari kiamat.” (HR. Bukhari)

Harta dalam hadits ini disebut dengan malillah. Ini menunjukkan bahwa harta
memiliki kemulian, karena disandarkan langsung pada lafadz jalalah Allah. Ini
menjelaskan bahwa semua harta kekayaan yang ada di bumi merupakan milik
Allah. Kepemilikan manusia datang kemudian. Oleh karena itu, kepemilikan
manusia tidak bisa menghapus kepemilikan Allah yang abadi. Manusia hanya
mampu untuk mengolah, memperdayakan, dan memanfaatkan segala fasilitas
kehidupan yang telah diciptakan Allah.
Dalam hadits diatas terdapat kata “membelanjakan harta” yang termasuk
dalam perekonomian pada bagian konsumsi. Dalam membelanjakan harta ini,
manusia dilarang untuk asal-asalan atau menggunakan cara yang tidak dibenarkan
dalam Islam. Orang yang membelanjakan hartanya secara serampangan atau
dengan cara yang tidak baik, maka nanti ia akan dimasukkan ke neraka.

2. Hadits Kedua

َ َ‫صلَى هللاِ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن ت‬


َ ‫ص َّد‬
‫ق بَ ْع ِد ُل تمرة‬ َ َ‫ ق‬: ‫ال‬
َ ُ‫ال َرسُو ُل هللا‬ َ َ‫ع َْن ابِي هُ َر ْي َرة ق‬
َ ‫طيِّبُ َواَل يقبل هللا اال ال‬
‫طيِّبُ َواَل يقبل هللا اال الطيب فَِإ َّن هللا يقبلها بيمينه‬ َ ُ‫ِم ْن َك َسب‬
)‫ثُ َّم ير بيها لصا حبيا َك َما يَ َربِّي اَ َح ّد ّك ْم فَلوه َحتَّى تَ ُكوْ نَ مثل ال َحبل (رواه بخرى‬
Artinya : Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Siapa
yang bersedekah dengan sebiji korma yang berasal dari usahanya yang halal lagi

9
baik (Allah tidak menerima kecuali dari yang halal lagi baik), maka
sesungguhnya Allah menerima sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya
kemudian Allah menjaga dan memeliharanya untuk pemiliknya seperti seorang
diantara kalian yang menjaga dan memelihara anak kudanya. Hingga sedekah
tersebut menjadi sebesar gunung.”(HR. Bukhari)

Salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta terutama dalam hal
pemanfaatan atau distribusi yang tidak terdapat dalam ekonomi kapitalis maupun
sosialis adalah zakat. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal tuntunan
Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai
pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dendam, dan sifat buruk lainnya.

C. Hubungan Hadits Dengan Harta


1. Fitriyani Rara Susanti (3721145)
Menurut pemakalah, hadist pertama dan kedua pada makalah ini memiliki
hubungan dengan materi hadist tentang harta. Karena hadist tersebut
menunjukkan bahwa harta memiliki kemuliaan, dan menjelaskan bahwa semua
harta kekayaan yang ada di bumi merupakan milik Allah. Dan hadist tersebut
juga berhubungan dengan ekonomi. Karena dalam hadist diatas terdapat kata
"membelanjakan harta" yang hal itu termasuk dalam kegiatan ekonomi.

2. Siti Fatimah (3721140)


Menurut pemakalah, hadits pertama dan kedua di makalah ini memiliki
hubungan dengan tema pada makalah ini, yaitu harta. Karena dari hadits pertama
dijelaskan bahwa semua harta yang ada di bumi ini merupakan milik Allah dan
manusia diperintahkan untuk mengolah, memperdayakan, dan memanfaatkan apa
yang telah diberikan Allah. Hadist tersebut juga berhubungan dengan ekonomi
karena dalam hadits tersebut terdapat kata-kata “membelanjakan harta”, dimana
membelanjakan harta ini termasuk kegiatan ekonomi. Pada hadits kedua
dijelaskan karakteristik dari ekonomi Islam mengenai harta dalam pemanfaatan
atau distribusi adalah zakat sebagai pembersih dari harta yang dimiliki.

3. Zeka Hardika (3721133)


Menurut pemakalah, kedua hadist tersebut berhubungan dangan tema dan
ekonomi, karena di dalam hadist terdapat kata "harta" dimana harta itu termasuk

10
kedalam tema, dan juga terdapat kata "membelanjakan" membelanjakan termasuk
kedalam ekonomi bagian konsumsinya.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Harta dalam bahasa Arab disebut dengan mal (jamaknya amwal) yang diambil
dari kata kerja mala-yamulu-maulan yang berarti mengumpulkan, memiliki dan
mempunyai. Secara terminologis, harta adalah segala sesuatu yang menyenangkan
manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi maupun dalam manfaat.
Ada juga yang mengartikan dengan sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh
manusia baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuhan,
maupun yang tidak tampak, yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian, dan tempat
tinggal. Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dikuasai manusia tidak dapat
dinamakan harta, seperti burung di udara, ikan di lautan lepas, pohon di hutan,
dan barang tambang yang ada di bumi.
Menurut ulama, harta mempunyai dua unsur, yaitu unsur ‘aniyah dan unsur
‘urf. Unsur ‘aniyah yaitu bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan).
Manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi disebut
hak milik.Sedangkan unsur ‘urf yaitu segala sesuatu yang dipandang harta oleh
seluruh manusia atau sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu
kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat madiyah maupun ma’nawiyah.

B. Saran
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan mengenai materi yang menjadi
bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan
karena terbatasnya pengetahuan, kurangnya rujukan atau referensi yang
penulis peroleh hubungannya dengan makalah ini. Penulis banyak berharap
kepada pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
penulis demi sempunanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

12
Aprianto, Naerul. Edwin. (2017). Konsep Harta dalam Tinjauan Maqashid
Syari'ah. Journal of Islamic Economics Lariba , vol.3 (2), hal.77.

Mardani. (2012). Fiqh Ekonomi Syariah : Fiqh Muamalah. Jakarta: Prenamedia


Group.
Tarigan, Azhari. Akmal. (2012). Tafsir Ayat-ayat Ekonomi : Sebuah Eksplorasi
Melalui Kata-kata Kunci dalam Al-Qur'an. Bandung: CitaPustaka Media
Perintis.

13

Anda mungkin juga menyukai