Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGANTAR AKUNTANSI SYARI’AH


SISTEM KEUANGAN SYARIA’AH
Dosen Pengampu : Fauziah Hanum M.Ak

DISUSUN OLEH

Nur Haliza Fatriani Putri : 22622022042


Defilatul Ayuningsih : 22622022057
Annida Dwi Salsabila : 22622022338

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIA’AH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok mata kuliah pngantar akuntansi syari’ah dengan judul “SISTEM
KEUANGAN SYARI’AH”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepasdari bantuan banyak pihak
yang dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik sehingga makalh ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna di karenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan
segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan.

Bintan,20 september 2022

Nur Haliza Fatriani Putri

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................2
A. Konsep islam tentang harta...........................................................2
B. Konsep islam mengenai penggunaan harta...................................4
C. Prinsip akad ekonomi syari’ah......................................................7
BAB III PENUTUP...............................................................................9
A. Kesimpulan...................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan disyahkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, maka


telah membuka kesempatan yang luas kepada perbankan syariah untuk berkembang. Undang-
undang ini bahkan tidak hanya menyebut bank syariah berdampingan dengan bank konvensional
dalam pasal demi pasal, tetapi juga menyatakan secara rinci sistem produk-produk perbankan
syariah. Produk-produk perbankan syariah harus sesuai dengan hukum syariah, hal inilah yang
memungkinkan perbankan syariah menyesuaikan dengan menyesuaikan produk
perbankansyariah yang akan bisa membawa dampak ketidak murnian produk syariah. Padahal
produk syariah sudah sedemikian lengkap dan baku.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep harta dalam islam?
2. Bagaimana konsep pengelolaan harta dalam islam?
3. Apa saja prinsip akad ekonomi syari’ah?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep islam tentang harta


Konsep harta dalam ekonomi islam saat ini adalah perihal yang sangat penting. Hal ini
sejalan dengan pesatnya dengan pertumbuhan industri syari’ah, Lembaga keuangan dan
perbankan syari’ah. Harta dalam pandangan islam pada hakikatnya adalah milik Allah, dimana
Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta tersebutsehingga orang
tersebut sah memiliki hartanya.
Harta dari segi Bahasa di sebut dengan al-mal,yang berasal dari kata maalayamilu-
mailan yang berarti condong,cenderung dan miring (suhendi,2008). Secara terminology, harta
adalah segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk
materi maupun dalam manfaat (Hasan,2003).
Menurut habib ash-shiddieqy, harta ialah segala sesuatu yang memiliki kategori sebagai
berikut:
1. Harta (mal) adalah nama bagi selain manusia yang ditetapkan untuk
kemaslahatan manusia dan dapat dipelihara pada suatu tempat;
2. Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia,baik oleh seluruh manusia
maupun Sebagian manusia;
3. Sesuatu yang sah untuk diperjualbelikan;
4. Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga), dapat diambil
manfaatnya,dan dapat disimpan;
5. Sesuatu yang berwujud, sehingga sesuatu yang tidak berwujud meskipun
dapat diambil manfaatna tidak termasuk harta;dan
6. Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat
dimbil manfaatnya Ketika dibutuhnya (Ash-Shiddieqy)

Para ulama fikih membagi harta dari beberapa segi. Harta terdiri dari beberapa bagian,tiap-tiap
bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri. Adapun pembagian harta antara lain:

1. Dilihat dari segi kebolehan pemanfaatannya menurut syara’ dibagi:


a. Harta mutaqawwim,yaitu hara yang boleh dimanfaatkannya menurut syara’.
Pengakuan syara’ ini hanya akan berlaku dengan adanya syarat-syarat
berikut; harta tersebut dimiliki oleh pemilik berkenaan secara sa’,dan harta
tersebut boleh dimafaatkan dengan mengikuti hukum syara’.

2
b. Harta ghairu mutaqawwin ,yaitu harta yang tidak boleh di manfaatkannya
menurut ketentuan syara’ baik jenisnya,cara memperolehnya,maupun cara
penggunaannya.
2. Dilihat dari segi jenisnya, dibagi:
a. Harta manqul, yaitu harta yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke
tempat lain, baik tetap pada bentuk dan keadaan semula ataupun berubah
bentuk dan keadaannya dengan berpindah/perubahan tersebut.
b. Harta ghairu manqul, yaitu harta yang tidak dapat dipindahkan dan dibawa
dari satu tempat ke tempat lain.
3. Dilihat dari segi pemanfaatannya, dibagi:
a. Harta isti’mal, yaitu harta yang apabila digunakan atau dimanfaatkan benda
itu tetap utuh, sekalipun manfaatnya sudah banyak digunakan.
b. Harta istihlaki, yaitu harta yang apabila dimanfaatkan berakibat akan
menghabiskan hart aitu.
4. Dilihat dari segi ada/tidakknya harta sejenis di pasaran, dibagi
a. Harta mitsli, yaitu harta yang sejenisnya mudah didapat dipasaran (secara
persis dari segi bentuk atau nilai)
b. Harta qimi, yaitu harta yang tidak ada jenis yang sama dalam satuannya di
pasaran, atau ada jenisnya tetapi pada setiap unitnya berbeda kualitasnya.
5. Dilihat dari status hartanya, dibagi:
a. Harta mamluk, yaitu harta yang telah dimiliki, baik milik perorangan atau
milik badan hukum atau milik negara.
b. Harta mubah, yaitu harta yang asalnya bukan milik seseorang.
c. Harta mahjur, yaitu harta yang ada larangan syara’ untuk memilikinya,baik
karena harta itu dijadikan harta wakaf maupun diperuntukkan untuk
kepentingan umum. Harta ini tidak dapat diperjual belikan,diwariskan,
dihibahkan, maupun dipindahtangankan.
6. Dilihat dari segi boleh dibagi/tidaknya harta, dibagi:
a. Harta yang dapat dibagi (mal qabil li al-qismah), yaitu harta yang tidak
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi
dan manfaatnya tidak hilang.
b. Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al-qismah), yaitu harta
yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan atau hilang manfaatnya
apabila hart aitu dibagi-bagi.

3
B. Konsep islam mengenai penggunaan harta
Harta yang telah dimiliki dan diperoleh manusia dari berbagai ikhtiar yang dilakukan,
harus dikelola dan ditata dengan baik. Memelihara harta merupakan kewajiban bagi setiap insan
karena sebagai kebutuhan dharuriyah, yang dapat membawa kemaslahatan sehingga akan
mengantarkan manusia dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah). Harta atau
kekayaan yang dimiliki selain dipelihara harus dikelola secara profesional agar dapat
memberikan kemaslahatan diri dan umat pada umumnya. Pengelolaan sebagaimana yang telah
diuraikan sebelumnya merupakan sebuah proses yang dilakukan berawal dari perencanaan
hingga dimanfaatkan yang memberikan hasil bagi diri maupun orang lain. Demikian halnya
dengan harta kekayaan, pengelolaanya tidak hanya yang bergerak namun juga yang tidak
bergerak. Pengeloaan harta yang diamahkan oleh Allah untuk dimiliki haruslah sesuai dengan
tatacara dan ketentuan Islam. Rumah tangga Islami harus menyadari bahwa harta merupakan
sebuah kebutuhan yang bersifat utama (primer) sehingga harus dikelola dengan baik agar
mendapatkan kemaslahatan dan kebahagiaan hakiki.
Menurut Masqood (2003), terdapat beberapa prinsip yang dapat dilakukan berkaitan
dengan pengelolaan harta atau kekayaan yaitu :
1. Secara penuh memenuhi kebutuhan pokok keluarganya;
2. Barang-barang yang dihasilkan memberikan kenyamanan bagi kehidupan
keluarganya;
3. Barang-barang yang didapatkan dianggap sebagai kesukaan Allah SWT atas
manusia Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 3 No. 2, September 2021
M. Irwan 170 karena barang-barang tersebut memberikan keuntungan dan tidak
membahayakan;
4. Menghabiskan sebanyak mungkin hartanya untuk pendidikan anak-anaknya
sehingga mereka akan mengembangkan lebih banyak kepada masyarakat dan juga
melanjutkan untuk mengumpulkan dengan mengelola kekayaan (harta) dengan cara
Islam;
5. Dia bisa memberikan pengeluaran dan tidak membuatnya terlibat dalam hutang
yang tidak perlu.
Pengelolaan harta atau kekayaan secara Islami merupakan jalan untuk menuju
kebahagiaan sebagaimana yang diinginkan oleh Maqashid Syariah. Penggunaan dan
membelanjakan harta dan keuangan yang dimiliki haruslah diawali dengan perencanaan yang
matang sehingga dapat terhindar dari hal-hal yang tidak bermanfaat yang menimbulkan
ketidaknyamanan dan kerusakan dalam rumah tangga. Kebutuhan rumah tangga baik primer,
sekunder maupun tersier selalu meningkat dari waktu ke waktu, sehingga diperlukan sebuah
perencanaan apa yang diinginkan dapat diwujudkan dan dipenuhi.

4
Menurut Tamanni dan Murniati Mukhlisin ( 2013), diperlukan perencanaan dalam
mengelola harta (keuangan) dan merupakan bagian penting dalam manajemen rumah tangga
(tabbir al-manzil) seorang muslim. Ada beberapa alasan yang dikemukakan perlunya
perencanaan, utamanya dalam mengelola keuangan antara lain
1. perencanaan keuangan penting karena hidup butuh perencanaan;
2. perencanaan keuangan penting karena setiap keluarga memiliki impian dan cita-cita
masing-masing;
3. perencanaan keuangan merupakan bagian dari maqashid syariah. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa harus disusun perencanaan keuangan dengan mengacu pada skala
prioritas dharurriyat, hajiyyat dan tahsiniyyat, yaitu :
a. Managing Income (pengelolaan pendapatan) yang merupakan bagian
penting dalam perencanaan keuangan;
b. Managing Needs (pengelolaan kebutuhan), dalam konteks maqashid
syariah berarti mengatur konsumsi kita terhadap semua keperluan yang
bersifat dharuriyyat, dan sebagian kecil hajiyyat dalam menjaga atau
memelihara aspekaspek agama, jiwa, harta, keturunan dan intelek.
c. Managing dreams/want (pengelolaan keinginan). Ekonomi Islam secara
tegas memisahkan antara kebutuhan (needs ) dan keinginan (wants).
Keinginan atau dreams merupakan hal-hal yang kita inginkan untuk
melengkapi kehidupan kita bisa dikarenakan memberi kenyamanan atau
memperindah lingkungan sekitar kita.
d. Managing Surplus/Deficit (Pengelolaan Kelebihan/Kekurangan). Untuk
mengetahui kondisi ini diperlukan sebuah neraca sehingga dapat diketahui
faktor penyebab terjadinya surplus atau defisit.
e. Managing Contingency (Pengelolaan terhadap ketidakpastian). Peristiwa
yang terjadi pada masa mendatang tidak dapat diprediksi secara pasti.

Harta yang dimiliki oleh manusia yang bersifat sementara ini, supaya dapat
memberikan manfaat bagi diri, keluarganya dan orang lain sangat tergantung pada cara
memelihara dan mengelolanya. Menurut Faizin dan Nash Akbar (2018), terdapat lima tahapan
dalam mengelola harta secara Islami yaitu :

1. Wealth creation/Accumulation atau penciptaan harta, yakni bagaimana seorang


muslim memperoleh harta,. Halal hartanya dan halal cara mendapatkannya. Untuk
mendapatkan harta, Islam telah memberikan arahan bahwa ia harus bersumber dari
penghasilan yang halal. Al-Qur’an telah memberi petunjuk kepada manusia bahwa
cara untuk memperoleh harta dengan bekerja. Salah satu firman Allah yang
berkenaan dengan perintah bekerja adalah dalam surat al-Jumu’ah ayat 10 yang

5
artinya “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung”. sabda : “Usaha mencari rezeki yang halal adalah kewajiban di atas
kewajiban” (HR. Abdullah bin Mas’ud).
2. Wealth Consumption atau konsumsi harta, yakni bagaimana seorang muslim
mengkonsumsi sebagian dari hartanya. Pembelanjaan utama dari harta yang telah
ditetapkan adalah untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri sebagaimana firman Allah
yang artinya :”....Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para
ibu dengan cara ma'ruf.....(al-Baqarah, 233). Rasulullah saw bersabda “ Mulailah
bersedekah untuk dirimu, jika berlebih maka untuk keluargamu, jika masih berlebih
maka untuk kerabat dekatmu, jika masih berlebih maka begini dan begini
(HR.Muslim).
3. Wealth purification atau penyucian harta, yakni bagaimana cara menyucikan harta
yang telah dimiliki. Sejatinya di dalan harta yang dimiliki oleh setiap manusia
terdapat hak orang lain yang meski ditunaikan. Allah berfirman “...dan orang-
orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang
meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)..,
(Al-Maarij; 24-25). Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah berfirman,
Sesungguhnya Kami menurunkan harta untuk mendirikan sholat dan membayar
Zakat.
4. Wealth Distribution atau distribusi harta, yakni bagaimana seorang muslim dapat
melalukan distribusi hartanya untuk kepentingan dirinya sendiri dan orang lain.
Allah berfirman ....Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (Al-Baqarah, 219). Rasulullah saw
bersabda “Sebaik-baik sedekah adalah lebih dari kebutuhan, dan tangan di atas
lebih baik dari tangan di bawah, mulailah dengan yang paling dekat denganmu”
(HR. Muslim).
5. Wealth protection atau perlindungan harta, termasuk di dalamnya adalah asuransi
dan juga menabung untuk keperluan di masa yang akan datang baik untuk dirinya
sendiri atau keluarganya.
Harta harus didistribusikan, tidak boleh ditahan dan ditimbun merupakan salah satu
ciri dari ekonomi Islam. Perintah untuk mengelola harta dengan mendistribusikan
harta serta melarang menimbun harta dalam ekonomi Islam merupakan solusi untuk
menghindari terjadinyua krisis ekonomi, menghilangkan kecemburuan sosial,
menghilangkan terjadi kesenjangan orang yang kaya dan orang miskin,
menghilangkan sifat acuh tak acuh terhadap orang,egoistis, sombong dan sikap

6
individualis yang didengungkan oleh sistem ekonomi konvensional. Perintah
mendistribusikan harta dan melarang menimbun sekaligus wujud dari adanya
perintah untuk menjaga dan memelihara harta dari kerusakan, kemubajiran, tidak
memiliki nilai sebagaimana yang termaktub dalam maqashid syariah. Adanya
didtribusi harta akan membawa dampak terhadap kehadiran manusia yang
bermanfaat bagi manusia lainnya. Rasulullah bersabda “sebaik-baik manusia adalah
yang memberikan manfaat bagi manusia lainnya”. Jika hal ini dapat dilaksanakan
maka manusia akan mampu mencapai kemaslahatan dengan memperoleh
kesejahteraan di dunia dan di akhirat (al-falah)

C. Prinsip Akad Ekonomi Syari’ah


Secara umum, asas dan prinsip akad dalam ekonomi Islam diklasifikasikan menjadi dua
bagian; pertama, asas-asas akad yang bersifat umum yang tidak berakibat hukum dan kedua,
asas-asas akad yang bersifat khusus dan memiliki implikasi hukum. Namun disini saya hanya
akan membahas asas akad yang bersifat umum saja. Adapun asas-asas akad yang bersifat umum
antara lain:
1. Asas Ilahiyah (Mabda’ al-Tauhid) Asas Ilahiyah atau mabda’ al-Tauhid merupakan
prinsip utamayang mengatur seluruh aktivitas manusia dalam bentuk satu kesatuan
yang mengitari prinsip ini, seperti kesatuan alam raya, agama, ilmu, kebenaran dan
seterusnya; dan mengarah kepada hakikat Tauhid. 64.Dengan Prinsip Tauhid di atas,
akad mengandung unsur spiritualitas sehingga bersifat transendental, tetapi tetap
bertema sentral pada fitrah manusia yang memerlukan unsur materi untuk
kehidupan yang sejahtera secara.
2. Asas Kebolehan (Mabda’ al-Ibahah) Asas kebolehan atau al-Ibahah adalah asas
umum hukum Islam dalam bidang mu’amalah secara umum.
3. Asas keadilan merupakan pilar penting dalam transaksi ekonomi dan keuangan
IslamAsas keadilan ini juga berarti bahwa segala bentuk transaksi yang
mengundang unsur kezaliman tidak dibenarkan.
4. Asas Persamaan Atau Kesetaraan (Mabda’ al-Musawa) a dalam melakukan akad
para pihak menentukan hak dan kewajiban masing-masing didasarkan pada asas
persamaan dan kesetaraan.69 Tidak dibolehkan adanya dominasi, eksploitasi dan
kezaliman yang dilakukan dalam akad tersebut
5. Asas Kejujuran dan Kebenaran (Mabda’ al-Shidq) Kejujuran merupakan pondasi
utama atas tegaknya nilai-nilai kebenaran karena jujur itu identik dengan
kebenaran.Dengan demikian, kejujuran dan kebenaran merupakan prinsip akad
dalam Islam sebagai syarat sah bagi legalitas suatu akad.

7
6. Asas Tertulis (Mabda’ al-Kitabah) Suatu perjanjian hendaknya dilakukan secara
tertulis agar dapat dijadikan sebagai alat bukti apabila di kemudian hari terjadi
persengketaan.
7. Asas kepercayaan (Mabda’ al-Amanah) Adapun maksud asas amanah dalam
konteks akad adalah agar para pihak yang melakukan akad memiliki itikad baik
dalam bertransaksi dan tidak dibenarkan salah satu pihak berkhianat terhadap pihak
lainnya. Khianat artinya mengingkari tanggung jawab, berbuat tidak setia, atau
melanggar janji yang telah dia buat.Dengan demikian, khianat berarti mengingkari
tanggung jawab yang telah dipercayakan terhadap dirinya
8. Asas Kemanfaatan dan Kemaslahatan (Mabda’ al-Mashlahah) Asas ini mengandung
pengertian bahwa semua bentuk perjanjian yang dilakukan harus mendatangkan
kemanfaatan dan kemaslahatan baik bagi para pihak yang mengikatkan diri dalam
perjanjian maupun bagi masyarakat sekitar meskipun tidak terdapat ketentuannya
dalam al Qur’an dan Al Hadis.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adala sebagai berikut:
1. Harta adalah sesuatu yang bisa menyenang manusia baik itu dalam bentuk materi
atau manfaatnya.
2. Pengelolaan harta atau kekayaan secara Islami merupakan jalan untuk menuju
kebahagiaan sebagaimana yang diinginkan oleh Maqashid Syariah.
3. Pada umumnya asas akad terbagi menjadi dua yaitu asas akad yang bersifat umum
dan asas akad yang bersifat khusus.

9
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Harfin Zuhdi.prinsip-prinsip akad dalam transaksi ekonomi islam


https://journal.uinmataram.ac.id (diakses tanggal 20 september 2022)

Aprianto.konsep harta dalam tinjauan maqashid syari’ah https://journal.uii..ac.id (diakses tanggal 20


september 2022)

Muhammad Irwan.kebutuhan dan pengelolaan harta dalm maqashid syari’ah


https://www.elastisitas.unram.ac.id (diakses tanggal 20 september 2022)

10

Anda mungkin juga menyukai