DISUSUN OLEH :
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUPAN........................................................................................................12
A. SIMPULAN................................................................................................12
B. SARAN.......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Illahi Robbi karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “TEORI
TENTANG HAK DAN MILIK (HARTA)”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh Muamalah Jinayah.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Konsep mengenai harta dan kepemilikan merupakan salah satu pokok bahasan yang
penting dalam Islam. Harta atau dalam bahasa arab disebut al-maal secara bahasa berarti
condong, cenderung atau miring. Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala sesuatu
yang sangat diinginkan oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Ibnu Najm
mengatakan, bahwa harta kekayaan, sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh ulama-ulama
ushul fiqh, adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan disimpan untuk keperluan tertentu dan hal
itu terutama menyangkut yang kongkrit. Menurut para fuqaha, harta dalam perspektif Islam
bersendi pada dua unsur; Pertama, unsur ‘aniyyah dan Kedua, unsur ‘urf. Unsur ‘aniyyah
berarti harta itu berwujud atau kenyataan (a’yun). sebagai contoh, manfaat sebuah rumah
yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak. Sedangkan unsur
‘urf adalah segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau oleh sebagian
manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik
manfaat yang bersifat madiyyah maupun ma’nawiyyah.
Dalam Islam kedudukan harta merupakan hal penting yang dibuktikan bahwa terdapat
lima maqashid syariah yang salah satu diantaranya adalah al-maal atau harta. Islam meyakini
bahwa semua harta di dunia ini adalah milik Allah ta’ala, manusia hanya berhak untuk
memanfaatkannya saja. Meskipun demikian, Islam juga mengakui hak pribadi seseorang.
Untuk itu Islam mensyariatkan peraturan-peraturan mengenai muamalah seperti jual beli,
sewa-menyewa, gadai menggadai, dan sebagainya, serta melarang penipuan, riba dan
mewajibkan kepada orang yang merusak barang orang lain untuk membayarnya, harta yang
dirusak oleh anak-anak yang di bawah tanggungannya, bahkan yang dirusak oleh binatang
peliharaannya sekalipun.
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu” (Q.S. An-Nisa: 29-32).
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
A. Hukum Hak
1. Menyangkut pelaksanaan dan penuntutan hak : Para pemilik hak harus melaksanakan
hak-nya itu dengan cara yang sesuai dengan syariah. Menurut ulama fiqh yang
terpenting adalah sifat keadilan dalam mengembalikan hak sehingga masing-masing
pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Atas dasar keadilan ini, syariat islam
menganjurkan agar pemilik hak berlapang hati dalam menerima atau menuntut hak-
nya itu. Terlebih ketika hak tersebut diambil oleh orang yang sedang mengalami
kesulitan ( miskin, susah ). Hal ini sesuai dengan firman Allah :
“ Jika ( orang-orang yang berhutang itu ) dalam kesukaran maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan dan menyedekahkan ( sebagian atau semua utang )itu
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” { QS; Al-Baqarah : 280}
1. Menyangkut pemeliharaan hak : Ulama fiqh menyatakan bahwa syariat islam telah
menetapkan agar setiap orang berhak untuk memulihkan atau menjaga hak-nya dari
segala bentuk kesewenangan orang lain.
1. Menyangkut penggunaan hak : Dalam ajaran Islam setiap orang tidak diperbolehkan
sewenang-wenang dalam menggunakan hak-nya yang dapat menimbulkan
kemudaratan bagi orang lain. Oleh sebab itu, penggunaan hak dalam islam tidak
bersifat mutlak, melainkan ada pembatasannya. Ulama fiqh berpendapat bahwa hak
itu harus digunakan untuk hal-hal yang disyariatkan oleh islam. Atas dasar ini
seseorang tidak diperbolehkan menggunakan haknya, bila penggunaan hak-nya itu
dapat merugikan atau memudaratkan orang lain– baik perorangan, masyarakat, baik
sengaja atau tidak sengaja. Misalnya,a) pemilik hak tidak diperbolehkan
menggunakan hak-nya secara berlebih-lebihan. Sebab, dalam fiqh perbuatan itu
termasuk sewenang-wenang dalam penggunaan hak , yang tidak dibenarkan oleh
syariat.
Sejalan dengan itu penggunaan hak pribadi tidak hanya terbatas untuk kepentingan pemilik
hak, melainkan penggunaan hak pribadi harus dapat mendukung hak masyarakat. Ini terjadi
karena kekayaan seseorang tidak terlepas dari bantuan orang lain. Bahkan dalam hal-hal tertentu
hak pribadi diperbolehkan untuk diambil atau dikurangi untuk membantu hak masyarakat.
B. Hukum Kepemilikan
Hukum-hukum kepemilikan atau hal-hal yang bisa membuat kita berkuasa atas barang milik
orang lain, diantaranya:
Aqad, yaitu hukum kekuasaan suatu barang akan pindah alih kepada kita (pihak kedua), jikalau
sudah melakukan aqad kepada orang yang mempunyai kekuasaan atas barang tersebut (pihak
pertama) dan pihak pertama menyetujuinya. Seperti contoh: aqad jual beli.
2. Penggantian, yaitu suatu nadzar, atau bentuk ucapan yang di lontarkan dari pemilik barang
(pihak pertama) kepada orang yang akan di berikan barang (pihak kedua). Seperti contoh kita
memberikan barang kepada seseorang yang kita sayangi.
3. Turunan dari seseorang atas sesuatu yang dimilikinya, pengertian ini hampir mirip dengan
pengertian yang kedua, yaitu suatu nadzar dari si pemilik barang (pihak pertama) kepada orang
yang akan di berikan barang (pihak kedua) tapi nadzar ini di khususkan untuk orang yang
mempunyai berhak atas barang dari pihak pertama. dalam pengertian ini seperti contoh : seorang
ayah memberikan harta warisnya kepada anak-anaknya.
Dari pengertian dan hukum atas kepemilikan yang sudah di jelaskan diatas, sudah jelas bahwa
memiliki atau memakai apa saja yang bukan haknya, atau milik orang lain maka itu tidak boleh,
kecuali dengan seizin orang yang memilikinya, atau dengan cara akad, penggantian, dan turunan
dari seseorang atas sesuatu yang dimilikinya(waris).
A. SUBYEK HAK
2. Hak milik tidak dapat dipunyai oleh warganegara asing maupun orang yang
memiliki kewarganegaraan ganda (warganegara Indonesia sekaligus
warganegara asing). Bagi warganegara asing atau orang yang
berkewarganegaraan ganda yang memperoleh hak milik karena pewarisan
tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan wajib untuk
melepaskan hak tersebut paling lama satu tahunsetelah memperoleh hak milik.
Apabila jangka waktu tersebut berakhir dan hak milik tidak dilepaskan, maka
hak milik menjadi hapus karena hukum dan tanahnyajatuh kepada negara
dengan tetap memperhatikan hak-hak pihak lain yang membebani tanah
tersebut.
B. SUMBER KEPEMILIKAN
Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa sumber atau penyebab adanya hak milik
itu adalah syara’. Namun demikian, adakalanya syara’ menetapkan hak-hak itu secara
langsung tanpa sebab dan adakalnya melalui suatu sebab. Syara’ yang menetapkan
hak-hak secara langsung tanpa sebab adalah seperti memberikan nafkah kepada
kerabat, larangan mengonsumsi hal yang di haramkan syara’, dan kebolehan
memanfaatkan seluruh yang baik. Sedangkan syara’ yang menetapkan hak melalui
suatu sebab, misalnya, dalam persoalan perkawinan. Akibat dari suatu perkawinan
muncullah hak dan kewajiban membayar nafkah. Istri mempunyai hak untuk di
nafkahi suaminya, muncul pula hak waris mewariskan antara suami dan istri, dan
sebagainya.
Ulama fiqh menetapkan bahwa yang di maksudkan dengan sebab atau penyebab
disini adalah sebab-sebab langsung yang berasal dari syara’ atau di akui oleh syara’.
Atas dasar itu sumber hak itu ada lima:
Berdasarkan uraian di atas dapat di pahami bahwa ulama fiqh mengatakan ada
empat cara kepemilikan harta yang disyariatkan islam, yaitu:
1. Ikraj al Mubahat
2. Khalafiyah
4. Penguasaan terhadap milik negara atas pribadi yang sudah lebih dari tiga tahun
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Az-zarqa’, al-fiqh al-islami fi saubihi al-jadid (Damaskus: Matabi Alif Ba’ al-Adib, 1967-8)
Ibid. dan Asmuni Muhammad Thahir. Al-Milkiyat waduruha fi Tanmiyat al-iqtisad al-islami.
Dalam Milah jurnal studi Agama Vol.II, No.2, Januari 2002. Yogyakarta: Program Magister
studi Islam UII, hlm-85-106.