Anda di halaman 1dari 14

PENGERTIAN HAK DAN KEWAJIBAN, SCHULD DAN HAFTUNG,

HAK DAN KEWAJIBAN KREDITUR DAN DEBITUR

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Hukum Perikatan Islam”

Dosen Pengampu:

A. Mundori, S.E.,M.E

Disusun oleh Kelompok VI:

Rika Alful Mabruka (20401048)

Febri Zulia Kurnia Jaya (20401070)

Rofiatul Isthofiyah (20401076)

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah Hukum Perikatan Islam dengan judul
“Definisi Hak dan Kewajiban, Schould dan Haftung, Hak dan Kewajiban Kreditur dan
Debitur” ini dengan naik damn selesai tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terimakasih pada Bapak A. Mundhori, S.E.,M.E. selaku
Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Perikatan Islam yang telah memberikan kami tugas
untuk menyususn makalah ini.
Dengan disusunnya makalah ini, kami berharap dapat menambah wawasan bagi kami
maupun pembaca mengenai materi yang kami sajikan dalam makalah ini. Kami menyadari
bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami
berharap agar pemebaca berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun agar kami
dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi selanjutnya.

Kediri, 9 April 2022

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................ .....i

KATA PENGANTAR………………………………………………………………ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………...iii

BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………………………..1

A. Latar belakang……………………………………………………………………1
B. Rumusan masalah………………………………………………………………...1
C. Tujuan…………………………………………………………………………….2

BAB II: PEMBAHASAN…………………………………………………………...3

A. Pengertian Hak dan Kewajiban…………………………………………………..3


B. Schuld dan Haftung………………………………………………………………7
C. Hak-Hak Kreditur dan Debitur…………………………………………………...8
D. Kewajiban-Kewajiban Kreditur dan Debitur……………………………………..9

BAB III: PENUTUP………………………………………………………………...10

A. Kesimpulan……………………………………………………………………….10
B. Saran…...…………………………………………………………………………10

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam sebuah perikatan tentunya tidak terlapas dari sebuah perjanjian atau
kontrak. Suatu perjanjian atau kontrak merupakan suatu peristiwa dimana ada
seseorang atau sekelompok orang memiliki perjanjian dengan orang lain atau
kelompok lain untuk melakukan suatu hal. Hubungan anatara orang-orang tersebut
merupakan suatu perikatan. Hal inlah mengapa suatu perikatan tidak terlepas dari
perjanjian atau kontrak.
Suatu perikatan pastinya memiliki hukum yang mengatur setiap hal dalam
keberlangsungan perikatan tersebut. Hukum perikatan merupakan suatu hukum
anatar anatara dua pihak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu
(kreditur) berhak atas suatu prestasi dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban
memenuhi prestasi tersebut. Setiap pihak yang terlibat dalam suatu perikatan baik
debitur ataupu kreditur pasti memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajibannya
masing-masing.
Hak merupakan kebebasan yang dimiliki setiap manusia atas segala sesuatu
yang dilindungi oleh hukum. Atau bisa juga dimaknai sebagai segala sesuatu yang
melekat pada diri seseorang dan memang pantas untuk dia terima. Sementara
kewajiban merupakan segala sesuatu yang wajib dilaksanakan dan keharusan
(sesuatu yang harus dilaksanakan). Bisa dikatakan jika antara hak dan kewajiban
memiliki hubungan yang respiokal atau timbal balik. Seseorang akan memdapatkan
haknya apabila telah melakukan serangkaian kewajiban yang memang harus
dipenuhi. Bisa disimpulkan apabila tiap-tiap kewajiban yang dilakukan oleh
seseorang akan bertujuan untuk mendapatkan hak yang memang seharusnya
dimiliki.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian dari hak dan kewajiban?
2. Apakah itu schuld dan haftung?
3. Apa saja hak-hak kreditur dan debitur?
4. Apa saja kewajiban-kewajiban kreditur dan debitur?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hak dan kewajiban
2. Untuk mengetahui apakah itu schuld dan haftung
3. Untuk mengetahui apa saja hak-hak kreditu dan debitur
4. Untuk mengetahui apa saja kewajiban kreditur dan debitur

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak dan Kewajiban


Hak dan kewajiban merupakan dua sisi yang saling bertimbal balik dalam suatu
transaksi. Hak salah satu pihak merupakan kewajiban bagi pihal lain, begitupun
sewajiban salah satu pihak menjadi hak bagi pihak yang lain. Dalam hukum Islam, hak
adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat, atau pada keduanya,
yang diakui oleh syara’. Berhadapan dengan hak seseorang terdapat kewajiban orang
lain untuk menghormatinya1
1. Hak
Menurut bahasa, salah satu arti dari kata “hak” adalah kekuasaan yang benar
atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu atau wewenang menurut hukum. Menurut
ulama fikih, pengertian hak antara lain:
a. Menurut sebagian ulama mutaakhirin: “hak adalah sesuatu hukum yang telah
ditetapkan secara syara”.
b. Menurut Syekh Ali al-Khafifi: “hak adalah kemaslahatan yang diperoleh secara
syara”.
c. Menurut Ustaz Mustafa az-Zarqa: “hak adalah suatau kekhususan yang padanya
ditetapkan syara’ suatu kekuasaan atau taklif”.
d. Menurut Ibnu Nujaim: “hak adalah sesuatu kekhususan yang terlindungi”.
1.2 Jenis-Jenis Hak
• Dilihat dari segi pemilik hak
a. Hak Allah SWT. Yaitu seluruh bentuk yang dapat mendekatkan diri kepada
Allah, mengagungkan-Nya, seperti melalui berbagai jenis ibadah, ijtihad, dan
amar ma’ruf nahi mungkar. Seluruh hak Allah tidak dapat digugurkan, baik
melalui perdamaian (ash-shulh), maupun pemaafan dan tidak boleh diubah.
b. Hak Manusia. Hak ini hakikatnya ditujukan untuk memelihara kemaslahatan
setiap pribadi manusia. Hak ini ada yang bersifat umum dan ada juga yang
bersifat khusus. Yang bersifat umum seperti: menjaga (menyediakan) sarana

1
Gemala Dewi, Wirdayaningsih, dan Yeni Salma Barlinti. “HUKUM PERIKATAN ISLAM DI INDONESIA”,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2018), hlm. 59-60

3
kesehatan, menjaga ketentraman, melenyapkan tindakan kekerasan (pidana),
dan Tindakan-tindakan lainyang dapat merusak tatanan masyarakat pada
umumnya. Dan yang bersifat khusus seperti: menjamin hak milik seseorang, hak
istri mendapat nafkah dari suaminya, hak ibu memelihara anaknya dan hak
bapak menjadi wali dari anak-anaknya, hak berusaha (berikhtiar), dan lain-lain
yang sifatnya untuk kepentingan pribadi.
c. Hak gabungan antara hak Allah dan hak manusia
Mengenai hak gabungan ini, ada kalanya hak Allah yang lebih dominan
(berperan) sebagai contoh dalam masalah “iddah” dan dalam hal hukuman atas
menuduh zina yang cukup. Adapun hak manusia yang lebih menonjol dari hak
Allah seperti pidana qisas misalnya dalam pembunuhan atau penganiayaan
dengan sengaja.
• Dari segi objek hak
a. Hak Maali (hak yang berhubungan dengan harta). Sebagai contoh: hak penjual
terhadap harga barang yang dijualnya dan hak pembeli terhadap barang yang
dibelinya.
b. Hak Ghairu Maali (hak yang tidak terkait dengan benda). Seperti: Qisas, seluruh
hak asasi manusia, hak wanita dalam talak karena suaminya tidak menberi
nafkah.
c. Hak asy-Sakhsyi adalah hak yang ditetapkan syara bagi pribadi berupa
kewajiban terhadap orang lain, seperti penjual untuk menerima harga barang
yang dijualnya, dan pembeli terhadap barang yang dibelinya.
d. Hak al-Aini adalah hak seseorang yang telah ditetapkan syara terhadap suatu zat
sehingga ia memiliki kekuasaan penuh untuk menggunakan dan
mengembangkan haknya. Contohnya seperti: hak untuk memiliki suatu benda,
hak irtifaq (pemanfaatan sesuatu seperti jalan, saluran air).
• Dari segi kewenangan pengadilan
a. Haqq diyaani (keagamaan), yaitu hak-hak yang tidak boleh dicampuri
(intervensi) oleh kekuasaan kehakiman. Misalnya dalam persoalan utang yang
tidak dapat dibukukan oleh pemberi utang karena tidak cukup alat-alat bukti di
depan pengadilan. Sekalipun tidak dapat dibuktikan di pengadilan, maka
tanggungjawab yang berhutang di hadapan Allah tetap ada dan dituntut
pertanggungjawabannya di akhirat kelak.

4
b. Haqq qadaai, adalah seluruh hak di bawah kekuasaan pengadilan (hakim) dan
pemilik hak itu mampu membuktikan haknya di depan hakim. Seperti contoh
seseorang yang menalakkan istrinya dalam keadaan salah, yaitu dia tidak
termasuk menjatuhkan talak. Seorang hakim dalam hal ini menetapkan talak itu
jatuh, karena melihat lahirnya dan tidak mengetahui hakikatnya (batin) orang
itu.
1.3 Sumber atau Sebab Hak
Ulama fikih telah sepakat menyatakan bahwa sumber atau sebab hak adalah
syara’. Namun ada kalanya syara’ menetapkan hak-hak itu secara langsung tanpa
sebab dan ada kalanya melalui suatu sebab. Syara’ yang menetapkan secara
langsung tanpa sebab seperti perintah melaksanakan berbagai ibadah, larangan
melakukan tindak pidana, dan sebagainya. Adapun syara’ yang menetapkan hak
melalui sebab, salah satu contohnya yaitu dalam sebuah pernikahan yang dapat
menimbulkan hak dan kewajiban di antaranya. Menurut ulama fikih sumber hak itu
ada lima:
a. Syara’, seperti berbagai ibadah yang diperintahkan.
b. Akad, seperti akad jual beli, hibah dan wakaf dalam pemindahan hak milik.
c. Kehendak pribadi, seperti nazar atau janji.
d. Perbuatan yang bermanfaat, seperti melunasi hutang.
e. Perbuatan yang menimbulkan mudharat bagi orang lain.
1.4 Akibat Hukum Suatu Hak
a. Perlindungan hak
Perlindungan hak merupakan penjabaran dari ajaran dan prinsip keadilan. Demi
keadilan diperlukan kekuatan atau kekuasaan untuk melindungi dan menjamin
terpenuhinya hak.
b. Penggunaan hak
Pada prinsipnya, Islam memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk
mempergunakan haknya sesuai dengan kehendaknya sepanjang tidak
bertentangan dengan syariat Islam.2

2
Ibid, hlm. 60-67

5
2. Kewajiban
Kata kewajiban berasal dari kata “wajib” yang diberi imbuhan ke-an. Dalam
Bahasa, kata wajib berarti sesuatu yang harus dilakukan, tidak boleh tidak
dilaksanakan. Secara istilah, kewajiban (iltizam) adalah akibat (ikatan) hukum yang
mengharuskan pihak lain berbuat memberikan sesuatu atau melakukan suatu tindakan
atau tidak berbuat sesuatu. Adapun yang menjadi sumber utama iltizam adalah:
a. Aqad, yaitu kehendak dua belah pihak (iradah al’-aqidain) untuk melakukan
sebuah perikatan seperti akad jual beli; sewa-menyewa; dan lain sebagainya.
b. Iradah al-munfaridah, yaitu kehendak sepihak seperti ketika seseorang
menyampaikan suatu janji atau nadzar.
c. Al-fi’lun nafi, yaitu perbuatan bermanfaat seperti ketika seseorang melihat
orang lain dalam kondisi yang sangat membutuhkan bantuan atau pertolongan.
Maka ia wajib berbuat sesuatu sebatas kemampuannya.
d. Al-fi’lu al-dharr, yaitu perbuatan merugikan seperti ketika seseorang merusak
atau melanggar hak atau kepentingan orang lain, maka ia terbebani oleh iltizam
atau kewajiban tertentu.

Iltizam adakalanya berlaku atas harta benda (al-maal), terhadap utang (al-dain),
dan terhadap perbuatan (al-fi’il). Iltizam terhadap harta benda kepada
multazamlahu, seperti keharusan penjual menyerahkan barang kepada pembeli dan
keharusan pembeli menyerahkan uang kepada pihak penjual. Iltizam atas suatu
perbuatan harus dipenuhi melalui seuatu perbuatan yang menjadi mahallul iltizam,
seperti kewajiban seorang buruh (musta’jir) dalam akad ijarah harus dipenuhi
dengan melakukan pekerjaan tertentu, atau kewajiban yang meminjam barang
(musta’ir) dalam akad ‘arriyah harus dipenuhi dengan pernuatan mengembalikan
barang yang dipinjam kepada pemiliknya. Iltizam terhadap utang pada prinsipnya
harus dipenuhi oleh orang yang berhutang secara langsung. Namun dalam kondisi
tertentu hukum Islam memberikan alternatif pemenuhan iltizam ini, misalnya
melalui cara:

a. Hawalah, yaitu pengalihan iltizam (dalam hal ini adalah “keharusan


membayar hutang”) kepada orang lain (pihak ketiga). Misalnya pembayaran
dengan kartu kredit dimana pihak pembeli mengalihkan pembayaran kepada
pihak bank lalu pihak bank menagihnya atau dengan mengurangi
tabungannya secara langsung.

6
b. Kafalah (“mengumpulkan, menjamin, dan menanggung”), yaitu jaminan
yang diberikan oleh pihak pengguna (al-kafi) kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua, yakni pihak yang ditanggung (al-
makful).
c. Taqashi, yaitu suatu keadaan di mana orang berpiutang terhalang menagih
piutangnya karena ia sendiri berhutang kepada orang yang berpiutang
kepada dirinya. Dalam kondisi seperti masing-masing hanya terhalang
untuk menuntut hak tagihan, namun mereka tetap terbebani dengan iltizam
masing-masing.3
B. Schuld dan Haftung
Dalam hubungan antara kreditur dan debitur, pada umumnya pihak debitur tidak hanya
berkewajiban memenuhi prestasi (schuld) tetapi juga harus mempunyai jaminan (haftung),
berdasarkan pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata atas pelaksanaan kewajiban tersebut.
1. Schuld adalah hutang debitur kepada kreditur.
2. Haftung adalah harta kekayaan debitur yang dipertanggung jawabkan bagi pelunasan
utang debitur tersebut. Atau kewajiban debitur untuk menyerahkan harta kekayaannya untuk
diambil kreditur sebanyak utang debitur, guna pelunasan hutang si debitur, apabila debitur tidak
memenuhi kewajiban membayar utang tersebut. Contoh: eksekusi atau lelang harta
kekayaan debitur untuk dipergunakan melunasi hutang-hutangnya kepada kreditur.

Antara Schuld dan haftung adalah dapat dibedakan namun tidak terpisahkan. Asas bahwa
kekayaan debitur dipertanggung jawabkan bagi pelunasan utang-utangnya tercantum dalam
ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa:

“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan.”4

Dengan demikian pengecualian-pengecualian dari schuld dan haftung adalah:

3
Ibid, hlm. 70-72
4
Nanda Amalia, SH., M.Hum.,Hukum Perikatan,2013,Hal 6-7

7
a. Schuld tanpa haftung.
Hal ini dapat dijumpai dalam perikatan alam. Dalam perikatan alam sekalipun debitur
mempunyai utang (schuld) kepada kreditur, namun jika debitur tidak mau memenuhi
kewajibannya. kreditur tidak dapat menuntut pemenuhannya.

• contoh: hutang yang timbul karena perjudian. Jika debitur memenuhi prestasinya, ia
tidak dapat menuntut kembali apa yang ia telah bayarkan.

b. Schuld dengan haftung terbatas.

Dalam hal ini debitur tidak bertanggung jawab dengan seluruh harta kekayaannya, akan
tetapi terbatas sampai jumlah tertentu atau atas barang tertentu.

• contoh: ahli waris yang menerima warisan dengan hak pendaftaran, berkewajiban untuk
membayar hutang (schuld) dari pewaris sampai sejumlah harta kekayaan pewaris yang
diterima oleh ahli waris tersebut.

c. Haftung dengan schuld pada orang lain.

Jika pihak ketiga menyerahkan barangnya untuk dipergunakan sebagai jaminan oleh
debitur kepada kreditur, maka walaupun dalam hal ini pihak ketiga tidak mempunyai hutang
kepada kreditur, akan tetapi ia bertanggung jawab atas utang debitur dengan barang yang
dipakai sebagai jaminan.
• Contoh: A meminjam uang ke B dengan jaminan C, kemudian A mempunyai niat jahat
untuk membiarkan C membayar utang tersebut kepada B, padahal sejatinya diketahui
A mampu untuk membayar utang tersebut. Oleh karenanya maka haruslah si A terlebih
dahulu yang mengusahakan dan berkewajiban untuk membayar ke B kemudian barulah
apabila tidak mampu C lah yang mengambil posisi A, akan tetapi ini semua bisa
dihindarkan apabila C telah melepaskan semua hak istimewanya.5
C. Hak-Hak Kreditur dan Debitur
a. Hak Kreditur
- Hak menahan barang atau benda berharga milik debitur sebagai jaminan kepada
kreditur untuk melakukan pelunasan hutangnya.

5
Inri Januar, KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB MEMENUHI PRESTASI DALAM HUKUM
JAMINAN,Vol. 2 No. 1, April 2016, Hal 239

8
- Hak Menerima pembayaran hutang atas debitur.
- Hak Menetapkan sejumlah biaya dari proses hutang piutang debitur
- Hak Menetapkan denda atas keterlambatan pembayaran debitur
b. Hak Debitur
- Hak menerima sejumlah dana yang dipinjam dari pihak kreditur.
- Hak memakai dana sesuai dengan kebutuhannya
- Hak menerima kembali barang yang dijaminkan sebagai agunan peminjaman
kepada pihak kreditur,jika hutangnya telah dilunasi
D. Kewajiban-kewajiban Kreditur dan Debitur
a. Kewajiban Kreditur
Kewajibannya adalah memberikan pinjaman kepada seorang debitur berupa uang atau
mungkin modal untuk sebuah usaha dari debitur atau penggunaan lain yang akan digunakan
dari pinjaman uang tersebut. Dalam hal ini hak kreditur mempunyai kewajiban membantu siapa
saja yang akan melakukan pinjaman. Dan sebagai gantinya kreditur berhak menahan barang
atau benda berharga milik debitur sebagai jaminan kepada kreditur untuk melakukan pelunasan
hutangnya.
b. Kewajiban Debitur
Kewajibannya adalah membayar lunas hutangnya kepada kreditur. Selain itu debitur juga
mempunyai kewajiban berupa memberikan jaminan kepada kreditur sebagai jaminan
hutangnya, seketika debitur membayar lunas maka debitur berhak menerima kembali barang
yang dijaminkan sebagai agunan peminjaman kepada pihak kreditur.6

6
Ibid,Hal 32-33

9
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Hak adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu atau
wewenang menurut hukum. Kewajiban (iltizam) adalah akibat (ikatan) hukum yang
mengharuskan pihak lain berbuat memberikan sesuatu atau melakukan suatu tindakan atau
tidak berbuat sesuatu. Schuld adalah hutang debitur kepada kreditur.Sedangkan Haftung
adalah harta kekayaan debitur yang dipertanggung jawabkan bagi pelunasan utang debitur
tersebut. Atau kewajiban debitur untuk menyerahkan harta kekayaannya untuk diambil kreditur
sebanyak utang debitur, guna pelunasan hutang si debitur, apabila debitur tidak memenuhi kewajiban
membayar utang tersebut.
Hak Kreditur yaitu Hak menahan barang atau benda berharga milik debitur sebagai
jaminan kepada kreditur untuk melakukan pelunasan hutangnya,Hak Menerima pembayaran
hutang atas debitur,Hak Menetapkan sejumlah biaya dari proses hutang piutang debitur ,Hak
Menetapkan denda atas keterlambatan pembayaran debitur . Sedangkan Hak Debitur yaitu Hak
menerima sejumlah dana yang dipinjam dari pihak kreditur,Hak memakai dana sesuai dengan
kebutuhannya,Hak menerima kembali barang yang dijaminkan sebagai agunan peminjaman
kepada pihak kreditur,jika hutangnya telah dilunasi .
Kewajiban Kreditur yaitu memberikan pinjaman kepada seorang debitur berupa uang
atau mungkin modal untuk sebuah usaha dari debitur atau penggunaan lain yang akan
digunakan dari pinjaman uang tersebut dan membantu siapa saja yang akan melakukan
pinjaman. Sedangkan Kewajiban Debitur yaitu membayar lunas hutangnya kepada kreditur.
Selain itu debitur juga mempunyai kewajiban berupa memberikan jaminan kepada kreditur
sebagai jaminan hutangnya.
2. SARAN

Dalam penulisan makalh ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami
materi-materi yang telah diuraikan di atas, dengan berbagai keterbatsan berbagai sumber dan
bahan yang dikumpulkan sehingga tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan. Sebagai
pertimbangan, penulis menyarankanagar pembaca dapat mencari berbagai literatur lain demi
melengkapi materi terkait yang belum secara sempurna dibahas dalam makalah ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Andreas Albertus, 2010. “Hukum Fidusia”, Penerbit Selaras, Malang. Hal. 31

Gemala Dewi, Wirdayaningsih, dan Yeni Salma Barlinti. “HUKUM PERIKATAN ISLAM
DI INDONESIA”, (Jakarta: Prenada Media Group, 2018), hlm. 59-60

Inri Januar, KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB MEMENUHI PRESTASI DALAM HUKUM
JAMINAN,Vol. 2 No. 1, April 2016, Hal 239

Nanda Amalia, SH., M.Hum.,Hukum Perikatan,2013,Hal 6-7

11

Anda mungkin juga menyukai