Anda di halaman 1dari 29

FIQIH TENTANG, WAKAF,WASIAT,HIBAH DAN SEDEKAH

Makalah
Fiqih II

Dosen pengampu :
Dr. Wa Salmi, S.Th.I., M.Th.I

Disusun Oleh :
Sabaria NIM : 2121205010

JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM YPIQ BAUBAU
2023
2
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan,
pengampunan, dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatn diri
kita dan keburukan amal kita. Barang siapa mendapat petunjuk dari Allah maka
tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat, maka tidak ada
yang memberikan petunjuk baginya
Aku bersaksi bahwa tidak ada Allah yang berhak di sembah kecuali Allah dan
bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, yang di utus dengan kebenaran
sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi kebenaran, sebagai pembawa kabar
gembira dan pemberi peringatan, mengajak pada kebenaran dengan izin-Nya, dan
cahaya penerang bagi umatnya. Ya Allah,semoga doa dan keselamatan tercurah
pada Muhammad dan keluarganya, dan sahabat dan siapa saja yang mendapat
petunjuk hingga hari kiamat
Dengan mengucapkan Alhamdulilllahi rabbil ‘alamin, makalah ini dapat kami
selesaikan. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada ibu Dr. Wa Salmi, S.Th.I.,M.Th.I sebagai dosen pembimbing Mata
Kuliah Fiqih. Kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
makalah ini. Itu semua di sebabkan keterbatasan kami. Untuk itu kritik dan saran
masih sangat kami butuhkan. Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan Masalah...................................................................................................2
A. WAKAF................................................................................................................3
1. Pengertian Wakaf.............................................................................................3
2. Dasar Hukum Wakaf.......................................................................................4
3. Rukun dan Syarat-Syarat Wakaf....................................................................5
4. Macam -macam wakaf.....................................................................................7
B. WASIAT...............................................................................................................9
 Pengertian wasiat.............................................................................................9
 Sumber hukum wasiat...................................................................................11
3. Rukun dan syarat wastat.......................................................................................13
C. HIBAH................................................................................................................17
1. Pengertian Hibah............................................................................................17
2. Hukum Hibah.................................................................................................18
3. Rukun Hibah..................................................................................................18
4. Syarat Hibah...................................................................................................19
D. SEDEKAH..........................................................................................................20
1. Pengertian Sedekah........................................................................................20
2. Hukum Sedekah.............................................................................................20
3. Syarat dan rukun sedekah.............................................................................21
BAB III...........................................................................................................................22
PENUTUP.......................................................................................................................22
A. Kesimpulan.........................................................................................................22
B. Saran.......................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................1

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara sederhana wasiat diartikan dengan "Penyerahan harta kepada pihak
lain yang secara efektif berlaku setelah mati pemiliknya". Dari kata
"penyerahan harta kepada pihak lain", wasiat itu termasuk dalam lingkup
hibah. Namun karena harta yang diserahkan itu baru dimiliki oleh yang
menerima setelah matinya pemilik, dia merupakan pemberian dalam bentuk
khusus. Perbedaannya dengan warisan - meskipun sama-sama dimiliki setelah
matinya pemilik - ialah bahwa dalam wasiat peralihan harta atas kehendak si
pemilik yang diucapkannya semasih hidup, pada warisan tidak ada kehendak
dari pemilik harta selama dia masih hidup.
Adapun hikmah dan tujuan hukum dari wasiat ini adalah manfaat bagi
sesama hamba Allah dan tidak ada pihak yang dirugikan. Dengan cara ini
umat akan mendapatkan kemudahan dari tindakan ini. Di samping itu, wakaf
dalam arti kata ialah menahan dan menghentikan. Secara terminology
diartikan dengan "menghentikan pengalihan hak atas suatu harta dan
menggunakan hasilnya bagi kepentingan umum sebagai pendekatan diri
kepada Allah".
Walaupun bentuk nyatanya wakaf itu menyerahkan harta kepada orang
lain dan oleh karenanya dapat disebut pemberian, namun ia mempunyai
bentuk tersendiri dengan nama sendiri. Menghentikan pengalihan hak
mengandung arti tidak dapat lagi dijual. dihibahkan dan diwariskan oleh orang
yang punya. Dengan demikian dia berarti sudah lepas dari yang punya, namun
dia tidak lagi dimiliki oleh siapa-siapa. Karena itu barang yang diwakafkan itu
telah menjadi milik Allah sebagai pemilik mutlak dari harta. Karena hasilnya
digunakan untuk kepentingan umum sebagai pendekatan diri kepada Allah,
dia menyerupai shadaqah. Dia berbeda dengan shadaqah dalam beberapa hal,
pertama yang dimiliki oleh yang menerima waqaf hanyalah manfaatnya dan
bukan bendanya. Kedua: pahala yang didapat dari yang memberi shadaqah

iii
hanyalah sekali waktu memberikannya, sedangkan pahala yang diterima oleh
yang berwakaf adalah berkepanjangan selama barang tersebut. dimanfaatkan
oleh orang lain. Oleh karena itu, wakaf itu disebut juga "shadaqah”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu wakaf? dan bagaimana dasar hukum dan macam-macam serta
syarat-syaratnya?
2. Apa itu wasiat? dan bagaimana dasar hukum dan macam-macam serta
syarat-syaratnya?
3. Apa itu hibah? dan bagaimana dasar hukum dan macam-macam serta
syarat-syaratnya?
4. Apa itu sedekah? dan bagaimana dasar hukum dan macam-macam serta
syarat-syaratnya?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Apa itu wakaf, dan bagaimana dasar hukum dan
macam-macam serta syarat-syaratnya.
2. Untuk mengetahui Apa itu wasiat, dan bagaimana dasar hukum dan
macam-macam serta syarat-syaratnya.
3. Untuk mengetahui Apa itu hibah, dan bagaimana dasar hukum dan
macam-macam serta syarat-syaratnya.
4. Untuk mengetahui Apa itu sedekah, dan bagaimana dasar hukum dan
macam-macam serta syarat-syaratnya.

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. WAKAF
1. Pengertian Wakaf
Secara etimologi, wakaf berasal dari "Waqf" yang berarti "al-Habs".
Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya
berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan
dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak
milik untuk faedah tertentu. Dalam pengertian hukum Islam wakaf adalah
melepas kepemilikan atas harta yang dapat bermanfaat dengan tanpa
mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau kelompok
(organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan
dengan syari'at.1 Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda
(al-'ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya
kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan. Definisi wakaf
tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau
terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian. Wakif masih menjadi
pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas
manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu
harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk
diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif. Definisi wakaf tersebut hanya
menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.
Ketiga, Syafi'iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa
memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-ain) dengan cara
memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan
kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah. Golongan im mensyaratkan
1
Abdul Gani Abdullah,Wakaf Produktif,(Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2008), h.
49

v
harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-'ain)
dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil
manfaatnya secara berterusan.
"Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakat diartikan dengan
perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah Wakaf berfungsi untuk mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah
dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemajuan dan peningkatan
ekonomi umat, bantuan kepada fakir miskin
2. Dasar Hukum Wakaf
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep
wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar
yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan
pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah.2
‫ض ۗ َواَل تَيَ َّم ُموا‬ ِ ‫س ْبتُ ْم َو ِم َّمٓا اَ ْخ َر ْجنَا َل ُك ْم ِّمنَ ااْل َ ْر‬
َ ‫ت َما َك‬ ِ ‫ٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ْنفِقُ ْوا^ ِمنْ طَيِّ ٰب‬
‫ض ْوا فِ ْي ِه ۗ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ هّٰللا َ َغنِ ٌّي َح ِم ْي ٌد‬
ُ ‫ستُ ْم بِ ٰا ِخ ِذ ْي ِه آِاَّل اَنْ تُ ْغ ِم‬
ْ َ‫ا ْل َخبِ ْي َث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُ ْونَ َول‬
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (QS al-Baqarah:267)
‫هّٰللا‬
‫َ ِبهٖ َعلِ ْي ٌم‬ َ ْ‫ ِم َّما ُت ِح ُّب ْونَ َۗو َما ُت ْنفِقُ ْوا مِن‬#‫لَنْ َت َنالُوا ا ْل ِب َّر َح ٰ ّتى ُت ْنفِقُ ْوا‬
َّ‫ش ْي ٍء َفاِن‬
Artinya: "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna).
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai, dan apa saja
yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya. "(QS ali
Imran:92).

2
Abdul Gani Abdullah,Wakaf Produktif,(Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2008), h.2

vi
Adapun Hadis yang menjadi dasar dari wakaf yaitu Hadis yang menceritakan
tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika menerima tanah di Khaibar.
Bahwa sahabat Umar ra memperoleh sebidang tanah di Khaibar.kemudian Umar
ra menghadap Rasulullah saw untuk meminta petunjuk. Umar berkata:
"Hai Rasulullah saw., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum
mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku"
Rasulullah saw bersabda: "Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan
engkau sedekahkan (hasilnya) "kemudian Umar mensedekahkan (tanahnya untuk
dikelola), tidak dijual, tidak di hibahkan dan tidak di wariskan. Ibnu Umar
berkata: "Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang
fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak
dilarang bagi yang mengelola (Nadhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara
yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud
menumpuk harta" (HR. Muslim).
Dalil Jima Imam Al-Qurthuby berkata: Sesungguhnya permasalahan wakaf adalah
ijma (sudah disepakati) diantara para sahabat Nabi yang demikian karena Abu
Bakar, Umar, Utsman, Ali, Aisyah, Fathimah, Amr ibn Al- Ash, Ibnu Zubair, dan
Jabir, seluruhnya mengamalkan syariat wakaf, dan wakaf wakaf mereka, baik di
Makkah maupun Madinah, sudah dikenal masyhur oleh khalayak ramai.

3. Rukun dan Syarat-Syarat Wakaf


Rukun wakaf ada empat, yaitu: pertama, orang yang berwakaf (al-wakif).
Kedua, benda yang diwakafkan (al mauqu/). Ketiga, orang yang menerima
manfaat wakaf (al -- mauquf 'alaihi). Keempat, lafaz atau ikrar wakaf (sighah).3
a. syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif).
Syarat-syarat al-waqif ada empat yaitu:
 Syarat pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara
penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu
kepada sesiapa yang ia kehendaki.

3
Didin Hafidhuddin,Hukum Wakaf, (Jakarta: Iiman dan Dompet Duafa Republika, 2004),
h. 148

vii
 Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh,
orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
 Ketiga dia mestilah baligh.
 keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum
(rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan
orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
b. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)
Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali
apabila ini memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh:
 pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga
 Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi
apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan
milik pada ketika itu tidak sah
 Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang
berwakaf (wakif).
 Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta
lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai'),
c. Syart-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih)
Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua
macam, pertama tertentu (mu'ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu'ayyan).
Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf
itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu
dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat
berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang
sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi
orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf muayyan) bahwa ia
mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka
orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh
memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila
tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira
mu'ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah

viii
dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat
mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk
kepentingan Islam saja.
d. Syarat-syarat shigah berkaitan dengan isi ucapan (sighah) ada beberapa
syarat:
 Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukan
kekalnya (ta bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu
tertentu
 Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa
disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu.
 Ketiga. ucapan itu bersifat pasti.
 Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan.
 Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan
atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat
lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah
dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf
secara umum ini dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.4
4. Macam -macam wakaf
Wakaf terbagi menjadi beberapa macam berdasarkan batasan waktunya,
tujuan, penggunaan barangnya, bentuk manajemen dan jenis barangnya.
a. Macam-macam wakaf berdasarkan batasan waktu
Berdasarkan batas waktunya, wakaf dibagi menjadi dua bagian.
Pertama,wakaf mu‟abbad yaitu wakaf selamanya, apabila berbentuk
barang yang bersifat abadi seperti tanah dan bangunan dengan tanahnya.
Kedua, wakaf mu‟aqqat (sementara/ dalam waktu tertentu), seperti barang
yang diwakafkan berupa barang yang mudah rusak dan wakaf sementara
juga bisa dikarenakan oleh keinginan wakif yang memberikan batasan
waktu ketika mewakafkan barangnya.
b. Wakaf berdasarkan tujuan

4
Anne Ahira , Fikih Muamalat, ( Jakarta:Kencana, 2011), h.54.

ix
Berdasarkan tujuannya, wakaf terbagi menjadi tiga macam yaitu
pertama,wakaf ahli yang mana ditujukan kepada orang-orang tertentu,
seorang atau lebih, keluarga wakif atau bukan. Wakaf ahli disebut juga
wakaf dzurri yang mana bertujuan untuk memberikan manfaat kepada
wakif, keluarganya, keturunannya dan orang-orang tertentu tanpa melihat
kaya atau miskin, sehat atau sakit serta tua ataupun muda.
Kedua, wakaf Khairi yang bertujuan untuk kepentingan agama atau
kemasyarakatan yang diserahkan untuk keperluan umum seperti:
pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak
yatim dan lain sebagainya. Ketiga, wakaf gabungan antara keduanya
(Musytarak) yaitu tujuan wakafnya untuk umum dan keluarga secara
bersamaan. Wakaf ini lebih banyak digunakan dari pada wakaf keluarga,
karena wakif menggunakannya untuk tujuan umum dan khusus yang mana
separuhnya untuk kepentingan keluarganya dan
separuhnya lagi untuk kepentingan umum.
c. Wakaf berdasarkan penggunaan harta
Wakaf berdasarkan penggunaannya, wakaf terbagi menjadi dua macam
yaitu pertama, wakaf langsung yang mana wakaf pokok barangnya
digunakan untuk mencapai tujuannya seperti rumah sakit, masjid, sekolah
dan lainnya. Kedua, wakaf produktif wakaf yang pokok barangnya
digunakan untuk kegiatan produksi dan hasilnya di peruntukkan untuk
tujuan wakaf.
d. Wakaf berdasarkan bentuk manajemennya
Wakaf berdasarkan manajemennya dibagi menjadi empat empat: pertama,
wakaf dikelola oleh wakif sendiri atau salah satu dari keturunanya. Kedua,
wakaf dikelola oleh oleh orang lain yang ditunjuk wakif mewakili suatu
jabatan atau lembaga tertentu, seperti imam masjid dimana hasil wakafnya
untu kepentingan masjid tersebut. Ketiga, wakaf yang dokumennya telah
hilang, sehingga hakim menunjuk seseorang untuk megatur wakaf
tersebut. Keempat, wakaf yang dikelola oleh pemerintah. Dikarena pada

x
zaman itu belum ada lembaga-lembaga yang menangani wakaf seperti
sekarang.5
e. Wakaf berdasarkan jenis barangnya
Wakaf berdasarkan jenis barangnya, mencakup semua jenis harta benda.
Diantara benda wakaf tersebut adalah wakaf pokok berupa tanah bukan
berupa pertanian. Menurut ekonomi modern, wakaf harta benda bergerak
yang dijadikan pokok tetap seperti alat-alat pertanian, al-Qur‟an, sajadah
untuk masjid dan lain sebagainya. Akan tetapi, semua benda bergerak akan
punah dan tidak berfungsi. Karena, para ahli fiqih berpendapat bahwa
benda wakaf berakhir dengan hilangnya bentuk benda wakaf atau
kerusakannya.Begitupula wakaf uang yang berupa dirham dan dinar
diwakafkan untuk dua tujuan. Pertama, dipinjamkan kepada orang-orang
yang membutuhkannya dankemudian uang tersebut dikembalikan untuk
dipinjamkan kepada orang lain tanpa mengambil keuntungan. Kedua,
wakaf uang untuk keperluan produksi. Wakaf uang produktif ini telah ada
sejak zaman sahabat dan tabi‟in. kemudian uang tersebut dikembalikan
untuk dipinjamkan kepada orang lain tanpa mengambil keuntungan.
Kedua, wakaf uang untuk keperluan produksi. Wakaf uang produktif ini
telah ada sejak zaman sahabat dan tabi‟in.

B. WASIAT
 Pengertian wasiat
Wasiat adalah berpesan tentang suatu kebaikan yang akan dijalankan
sesudah orang meninggal dunia. Wasiat berasal dari kata washa yang berarti
menyampaikan atau memberi pesan atau pengampuan. Dengan kata lain,
wasiat adalah harta yang diberikan oleh pemiliknya kepada orang lain setelah
si pemberi meninggal dunia. Wasiat juga diartikan menjadikan harta untuk
orang lain. Arti kata washa merupakan bentuk jamak dari kata washiyyah,
mencakup wasiat harta, sedang iishaa', wishayan dan washiyyah dalam istilah

5
Nisa Chairun, Dasar Hukum dan Macam-macam Wakaf,( Jakarta: Mustafa Muhammad,
2019). h.125.

xi
ulama fiqih diartikan kepemilikkan yang disandarkan kepada keadaan atau
masa setelah kematian seseorang dengan cara tabbaru' atau hibah, baik sesuatu
yang akan dimiliki tersebut berupa benda berwujud atau hanya sebuah nilai
guna barang, Wasiat berbeda dengan hibah yang merupakan tabbaru' atau
pemberian kepemilikkan tanpa ganti, karena wasiat dilaksanakan setelah
kematian sedang hibah dilaksanakan semasa hidup. Definisi ini juga
mencakup pembebasan hutang karena pembebasan hutang adalah memberikan
kepemilikkan piutang kepada orang yang berhutang.
Pengertian yang diberikan oleh ahli hukum wasiat ialah "memberikan hak
secara suka rela yang dikaitan dengan keadaan sesudah mati, baik diucapkan
dengan kata-kata atau bukan" sedangkan menurut Sayid Sabiq mendefinisikan
sebagai berikut: "wasiat itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain
baik berupa barang, piutang, ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang
diberi wasiat setelah yang berwasiat mati." Menurut Amir Syarifuddin secara
sederhana wasiat diartikan dengan : penyerahan harta kepada pihak lain yang
secara efektif berlaku setelah mati pemiliknya. Menurut para fuqaha, wasiat
adalah pemberian hak milik secara sukarela yang dilaksanakan setelah
pemberinya meninggal dunia. Pemberian hak milik ini bisa berupa barang,
piutang atau manfaat. Menurut Madzhab Syafi'i, wasiat adalah pemberian
suatu hak yan kuasa selepas berlakunya kematian orang yang membuat wasiat
sama ac menggunakan perkataan atau sebaliknya. Menurut
Madzhab Hanbali,wasiat adalah pemberian harta yang terjadi setelah
berlakunya kematian sama ada dalam bentuk harta ('ain) atau manfaat.
Menurut madzhab Hanafi, wasiat adalah pemilikan yang berlaku setelah
kematian dengan cara sumbangan. Menurut madzhab Maliki, wasiat adalah
suatu akad yang menetapkan kadar 1/3 sahaja bagi tujuan wasiat dan wasiat
tersebut akan terlaksana setelah berlakunya kematian pewasiat.6
Berdasarkan kepada definisi di atas, dapat dirumuskan bahwa wasiat ialah
pemberian harta, hak atau manfaat oleh seseorang kepada seseorang yang lain

6
Ash Shara’Ani , Terjemahan Abu Bakar Muhammad, (Surabaya:Penerbit Al-Ikhlas,
1995), h.45.

xii
semasa hayatnya tanpa adanya balasan dan berkuat kuasa selepas
kematiannya. Harta yang hendak diwasiatkan mestilah tidak melebihi 1/3 dari
keseluruhan harta si mati.

 Sumber hukum wasiat


Setiap hukum Islam mestilah didasari oleh dalil naqli atau dalil akli
hukum berwasiat adalah dibolehkan. Di antara sumber-sumber hukum wasiat
adala dalil Al-Quran, Sunnah, amal para sahabat dan ijmak ulama.
 Al -Qur’an
Wasiat didasari dari firman Allah di dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah
ayat 180.
ِ ۚ ‫صيَّةُ لِ ْل َوالِ َد ْي ِن َوااْل َ ْق َربِيْنَ بِا ْل َم ْع ُر ْو‬
‫ف‬ َ ‫ُكتِ َب َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َح‬
ِ ‫ض َر اَ َح َد ُك ُم ا ْل َم ْوتُ اِنْ تَ َركَ َخ ْي ًرا ۖ ۨا ْل َو‬
َ‫ۗ حقًّا َعلَى ا ْل ُمتَّقِيْن‬
َ
Artinya: "Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu
kedatangan (tanda- tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,
berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara maʼruf, (ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertakwa." (Al-Baqarah 2:180)
Selain itu, sumber hukum wasiat juga terdapat didalam al-Quran
surat al-Maidah ayat 106.
‫صيَّ ِة ا ْث ٰن ِن َذ َوا َعد ٍْل ِّم ْن ُك ْم اَ ْو‬ ِ ‫ض َر اَ َح َد ُك ُ^م ا ْل َم ْوتُ ِحيْنَ ا ْل َو‬َ ‫ش َها َدةُ بَ ْينِ ُك ْم اِ َذا َح‬ َ ‫ٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا‬
‫س ْونَ ُه َما ِم ۢنْ بَ ْع ِد‬
ُ ِ‫ت ت َْحب‬ ِ ۗ ‫ص ْيبَةُ ا ْل َم ْو‬ َ َ ‫ض فَا‬
ِ ‫صابَ ْت ُك ْم ُّم‬ ِ ‫ض َر ْبتُ ْم فِى ااْل َ ْر‬ َ ‫ٰا َخ ٰر ِن ِمنْ َغ ْي ِر ُك ْم اِنْ اَ ْنتُ ْم‬
‫ش َها َدةَ هّٰللا ِ اِنَّٓا‬
َ ‫ي بِ ٖه ثَ َمنًا َّولَ ْو َكانَ َذا قُ ْر ٰبىۙ َواَل نَ ْكتُ ُم‬ ْ َ‫ارتَ ْبتُ ْم اَل ن‬
ْ ‫شتَ ِر‬
‫هّٰلل‬
ْ ‫سمٰ ِن بِا ِ اِ ِن‬ ِ ‫ص ٰلو ِة فَيُ ْق‬ َّ ‫ال‬
َ‫اِ ًذا لَّ ِمنَ ااْل ٰ ثِ ِميْن‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seoranng kamu
menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat
itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang
yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka
bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu
sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya
bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi

xiii
Allah) kami tidak akanmembeli dengan sumpah ini harga yang sedikit
(untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak
(pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau
demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa"7
Dari ayat tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa bahwasanya wasiat
merupakan suatu perbuatan yang di anjurkan oleh agama dan untuk
menghindari hal-hal yang tidak di inginkan yang sekiranya dapat merusak tujuan
dari wasiat tersebut , maka hendaklah wasiat di saksikan oleh dua orang saksi.
 Al- Hadis
Hadist nabi Hukum berwasiat tidak hanya didasari oleh Al-Quran
sahaja, malahan banyak hadis yang berbicara tentang wasiat. Terdapat
beberapa hadis yang menjelaskan tentang pensyari'atan wasiat. Antaranya
hadis Rasulullah dari Ibnu Umar : Artinya: Telah menceritakan kepada kami
Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb dan Muhammad bin al-Mutsanna al-'Anazi
dan ini adalah lafaz Ibnu Mutsanna, keduanya berkata, telah menceritakan
kepada kami Yahya yaitu Ibnu Sa'id al Qatthan dari Ubaidillah, telah
menkhabarkan kepadaku Nafi' dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang muslim tidak
berhak mewasiatkan sesuatu yang ia miliki kurang dari dua malam (hari),
kecuali jika wasiat itu tertulis disisinya."
 Ijma
Dari sudut ijmak, telah berlaku ijmak para fuqaha semenjak zaman
sahabat lagi telah bersepakat bahwa hukum wasiat adalah mubah dan tiada
seorang pun daripada mereka yang meriwayatkan tentang larangannya.
 Amalan para sahabat
Amalan Para Sahabat Para sahabat pula sering mewasiatkan
sebahagian harta mereka karena ingin mendekatkan diri dengan Allah s.w.t.
Antara para sahabat yang melaksanakan wasiat ialah Saidina Abu Bakar dan
Saidina Ali telah berwasiat sebanyak 1/5 daripada harta mereka. Saidina Umar

7
Bahder Johan Nasution, Hukum Perdata Islam,(Bandung:Penerbit Banjar Maju,1997),
h.78.

xiv
pula telah berwasiat sebanyak 4 daripada hartanya. Antara lainnya, Abdul
Razzak meriwayatkan dengan sanad yang sahih bahwa Anas ra berkata: "Para
sahabat menulis di awal wasiat mereka: Dengan nama Allah yang maha
pemurah lagi lagi maha pengasih". Ini adalah wasiat fulan bin fulan bahawa
dia bersaksi tiada tuhan melainkan Allah dan tiada sekutu baginya. Dia juga
bersaksi bahawa hari akhirat pasti akan datang dan Allah akan
membangkitkan manusia dari kubur. Dia mewasiatkan ahli keluarganya yang
masih tinggal agar takutkan Allah dan saling memelihara hubungan mereka.
Hendaklah mereka mentaati Allah dan Rasul-Nya sekiranya mereka yang
orang-orang beriman. Dia mewasiatkan mereka sebagaimana wasiat Nabi
Yaakub kepada keturunan mereka.
3. Rukun dan syarat wastat
Adapun rukun wasiat itu ada empat, yaitu:
a. pemberi wasiat (mushiy),
b. penerima wasiat (mushan lahu).
c. barang yang diwasiatkan (mushan bihi).
d. Kalimat wasiat (lafadz)
1. Pemberi Wasiat (mushiy)
Orang yang berwasiat itu haruslah orang yang waras (berakal),
bukan orang yang gila, baligh dan mumayyiz. Wasiat anak yang berumur
sepuluh tahun penuh diperbolehkan (ja'iz), sebab Khalifah Umar
memperbolehkannya. Tentu saja pemberi wasiat itu adalah pemilik barang
yang sah hak pemilikannya terhadap orang lain. Sayyid Sabiq
mengemukakan bahwa orang yang lemah akal (idiot), orang dungu dan
orang yang menderita akibat sakit ayan yang kadang-kadang sadar, wasiat
mereka diperbolehkan sekiranya mereka mempunyai akal yang dapat
mengetahui apa yang mereka wasiatkan. Menurut Kompilasi Hukum Islam
dalam pasal 194 dinyatakan bahwa orang yang berwasiat itu adalah orang
yang telah berumur 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan,
dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain. Harta
benda yang diwasiatkan itu harus merupakan hak dari pewasiat. Pemilikan

xv
barang yang diwasiatkan itu baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat
meninggal dunia. Dikemukakan pula batasan minimal orang yang boleh
berwasiat adalah yang benar- benar telah dewasa secara undang-undang,
jadi berbeda dengan batasan baligh dalam kitab-kitab fiqih tradisional.
2. Penerima Wasiat (mushan lahu)
Penerima wasiat bukanlah ahli waris, kecuali jika disetujui oleh
para ahli waris lainnya. Seorang dzimmi boleh berwasiat untuk sesama
dzimmi, juga untuk seorang Muslim. Wasiat bagi anak yang masih dalam
kandungan adalah sah dengan syarat bahwa ia lahir dalam keadaan hidup,
sebab wasiat berlaku seperti memperoleh warisan. Karena itu ia juga
berhak menerima wasiat.
3. Barang yang Diwasiatkan (mushan bihi)
Barang yang diwasiatkan haruslah yang bisa dimiliki, seperti harta
atau rumah dan kegunaannya. Jadi, tidak sah mewasiatkan benda yang
menurut kebiasaan lazimnya tidak bisa dimiliki, seperti binatang serangga,
atau tidak bisa dimiliki secara syar'i seperti minuman keras, jika pemberi
wasiat seorang Muslim, sebab wasiat identik dengan pemilikan, maka jika
pemilikan tidak bisa dilakukan, berarti tidak ada wasiat. Sah juga
mewasiatkan buah-buahan di kebun untuk tahun tertentu atau untuk
selamanya.
4. Kalimat wasiat (lafadz)
Sebanyak-banyaknya wasiat adalah sepertiga dari harta dan tidak
boleh lebih dari itu kecuali apabila diizinkan oleh semua ahli waris
sesudah orang yag berwasiat itu meninggal. Wasiat hanya ditujukan ke\
pada orang yang bukan ahli waris. Adapun kepada ahli waris, wasiat tidak
sah kecuali mendapat persetujuan dari semua ahli waris. Sebagaimana
rasulullah bersabda: Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin
'Ammar, telah menceritakan kepada kami Isma'il bin 'Ayyas, telah
menceritakan kepada kami Syurahbil bin Muslim al-Khaulani, aku
mendengar Abu Umamah Al Bahili r.a. beliau berkata: Saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda pada saat khutbah haji wada': "sesungguhnya

xvi
Allah SWT memberikan hak kepada orang yang mempunyai hak, maka
tidak ada wasiat bagi ahli waris.”8
Syarat-syarat wasiat ada 4, yaitu:
a. Pemberi wasiat
Pemberi wasiat adalah seorang yang memberi harta warisannya kepada
orang yang tidak mendapat bagian dari harta warisannya akibat dari
halangan tertentu. Ada beberapa krateria bagi pemberi wasiat. Antaranya
ialah:
 Berakal, Wasiat tidak sah jika dilakukan oleh orang gila atau terencat
akal, orang yang pengsan dan orang yang mabuk. Kesemua mereka
dianggap orang-orangyang kehilangan akal yang merupakan asas
kepada taklif, dengan ini orang- orang ini tidaka layak memberi wasiat
 Baligh, Syarat ini juga asas kepada taklif. Dengan ini, adalah tidak sah
wasiat daripada seorang kanak-kanak walaupun telah mumaiyiz kerana
ia tidak layak berwasiat.
 Merdeka, Tidak sah wasiat daripada seorang hamba sama ada qinna,
mudabbir atau mukatib kerana hamba bukan pemilik. Bahkan diri dan
hartanya adalah milik tuannya.
 Kemauan sendiri, wasiat tidak sah jika dilakukan oleh orang yang
dipaksa. Ini kerana wasiat bermakna menyerahkan hak milik maka ia
perlu melalui keredaan dan pilihan pemiliknya.
b. Penerima wasiat
Penerima wasiat adalah orang atau badan yang mendapat harta warisan
dari pemberi wasiat. Penerima wasiat haruslah mempunyai kriteria untuk
menerima wasiat. Antaranya ialah:
 Penerima wasiat bukan ahli waris pemberi wasiat. Perkara ini telah
ditetapkan berdasarkan hadis nabi saw yang artinya "tidak ada wasiat bagi
ahli waris" hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, dan tirmidzi
yang menurutnya hadis hasan.

8
Abdul Jamil,Hukum Islam Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium Ilmu Hukum,
(Bandung: Penerbit Banjar Maju,1997), h.95.

xvii
 Penerima wasiat hendaklah diketahuai dan wujud ketika wasiat dibuat.
Tidak sah mewasiatkan kepada bayi yang belum lahir atau kepada badan
yang belum ditubuhkan (masjid yang akan dibangunkan).
 Penerima wasiat hendaklah bukan seorang pembunuh.
 Penerima wasiat hendaklah bukan kafir harbi (pendapat fuqaha' madzhab
Maliki), bukannya kafir harbi di dar (pendapat fuqaha' madzhab Hanafi)
dan tidak boleh mewasiatkan senjata kepada ahli harbi (pendapat fuqaha
madzhab Syafie)
c. Barang yang diwasiatkan
Adapun syarat-syarat bagi barang atau benda yang diwasiatkan adalah:
 Barang itu dikira sebagai harta dan ia boleh diwarisi.
 Barang tersebut dari harta yang boleh dinilai atau mempunyai manfaat
 Barang tersebut boleh dipindahmilik sekalipun tiada pada waktu
berwasiat.
 Barang itu dimiliki oleh pemberi wasiat ketika berwasiat jika zatnya
ditentukan.
 Barang itu bukanlah sesuatu yang maksiat seperti mewasiatkan rumah
untuk dijadikan gereja, pusat judi dan sebagainya.
 Harta atau barang tersebut hendaklah tidak melebihi kadar 1/3 harta
pewasiat
d. Lafaz wasiat (ijab dan qabul)
Ahli-ahli fiqh dari madzhab Hanafi memandang bahwa rukun wasiat
adalah memadai dengan sighah sahaja, yaitu meliputi penyerahan dan
penerimaan, sedangkan benda wasiat yang diberikan kepada penerima
wasiat terdapat dalam aqad (perjanjian) itu. Sebagian fuqaha' yang lain
termasuk fuqaha' madzhab Syafie berpendapat sighah merupakan rukun
wasiat yang keempat. Adapun syarat-syarat bagi lafaz ijab dan qabul
adalah:
1. Hendaklah wasiat tersebut dilafazkan dengan jelas ataupun kabur.
Lafaz yang jelas seperti: "Saya mewasiatkan untuknya seribu ringgit

xviii
atau "serahkanlah seribu ringgit kepadanya setelah kematian saya" atau
berikan kepadanya setelah kematian saya" atau "harta itu menjadi
miliknya setelah kematian saya". Lafaz wasiat yang jelas ini diterima
sebagai suatu wasiat yang sah dilaksanakan menurut lafaz tersebut.
Jika orang yang berkata tersebut menafikan ia berniat wasiat, katanya
itu tidak diterima. Sementara lafaz yang kabur pula perlu disertakan
dengan niat. Terdapat kemungkinan lafaz itu tidak berarti wasiat. Maka
ia perlu diikuti dengan niat. Contohnya: "buku saya ini untuk Zaid".
2. Hendaklah wasiat ini diterima oleh penerima wasiat jika wasiat ini
ditujukan kepada orang yang tertentu.
3. Hendaklah persetujuan tersebut diambil setelah kematian pewasiat.
Tanpa harus memperhatikan apakah penerima wasiat setuju atau
menolak wasiat sebelum pewasiat meninggal,
C. HIBAH
1. Pengertian Hibah
Menurut bahasa, hibah berasal dari bahasa arab yaitu huruf haa"
dikasrah dan baa' difathah, adalah pemberian seseorang akan hartanya kepada
orang lain di masa hidupnya dengan cuma-cuma, tanpa imbalan. Menurut
istilah hibah adalah pemberian harta dari seseorang kepada orang lain dengan
alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsung pindah
pemilikannya saat ahad hibah dinyatakan. 9
Pengertian Hibah dilihat dari dua sisi, yaitu dari sudut bahasa dan
pengertian menurut istilah/terminologi. Menurut bahasa (harfiah), hibah
berarti pemberian atau memberikan. Menurut istilah, Hibah ialah memberikan
sesuatu hak milik kepada orang lain untuk memilikinya dengan masud berbuat
baik dan yang dilakukan dalam masa hidup.
Didalam syara" sendiri menyebutkan hibah mempunyai arti akad yang
pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain
diwaktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. Apabila seseorang memberikan

9
Abdul M. Mujiet,Kamus Istila Fikih, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus,1994), h.176.

xix
hartanya kepada orang lain untuk dimanfaatkan tetapi tidak diberikan
kepadanya hak kepemilikan maka harta tersebut disebut i'aarah (pinjaman)

2. Hukum Hibah
Memberikan Sesutu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal
termasuk perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah SWT. Untuk itu
hibah hukumnya mubah.
Artinya: "Dari Khalid bin Adi, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. telah
bersabda: "Barang siapa yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak
berlebih- lebihan dan tidak ia minta, hendaklah diterima (jangan ditolak).
Sesungguhnya yang demikian itu pemberian yang diberikan Allah kepadanya"
(HR. Ahmad).
a. Wajib Hibah yang diberikan kepada istri dan anak hukumnya wajib sesuai
dengan kemampuannya.Rosululloh saw bersabda: Bertaqwalah kalian
kepada Allah dan adillah terhadap anak anak kalian.
b. Haram Hibah menjadi haram hukumnya apabila harta yang telah
dihibahkan ditarik kembali.
c. Makruh Menghibahkan sesuatu dengan maksud mendapatkan imbalan
sesuatu baik berimbang maupun lebih banyak hukumnya adalah makhruh.
10

3. Rukun Hibah
Rukun hibah ada empat, yaitu:
a. Pemberi hibah (wajib) Syarat-syarat pemberi hibah (wahib) adalah
sudah baligh, dilakukan atas dasar kemauan sendiri, dibenarkan
melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak memiliki barang.
b. Penerima hibah (mauhub labu) Syarat-syarat penerima hibah (mauhub
lahu), diantaranya :Hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya
pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya
ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan
ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.

10
Hareon Nasrun, Fikih Muamalah,(Jakarta: Radar Jaya Pratama, 2000), h.87.

xx
c. Barang yang dihibahkan (Mauhub) Syarat-syarat barang yang
dihibahkan (Mauhub), diantaranya jelas terlihat wujudnya, barang
yang dihibahkan memiliki nilai atau harga, betul- betul milik pemberi
hibah dan dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan
pemberi hibah kepada penerima hibah.
d. Akad (Ijab dan Qabul) Misalnya si penerima menyatakan "saya
hibahkan atau kuberikan tanah ini kepadamu", si penerima menjawab,
"ya saya terima pemberian saudara".11
4. Syarat Hibah
Hibah menghendaki adanya penghibah, orang yang diberi hibah
dan sesuatu yang di hibahkan:
1. Syarat-syarat penghibah
a. Penghibah memiliki apa yang di hibahkan
b. Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan
c. Penghibah itu orang dewasa, berakal dan Rasyid
d. Tanpa ada unsur paksaan
2. Syarat-syarat bagi orang yang diberi hibah
a. Berhak memiliki dan benar-benar ada diwaktu di beri hibah
b. Memegang hibah atas seizin wahib
3. Syarat-syarat barang yang di hibahkan
a. Harus ada di waktu hibah
b. Berupa harta yang kuat dan bermanfaat
c. Milik sendiri
d. Dapat di miliki dzatnya
e. Tidak berhubungan dengan tempat lain/terpisah
5. Macam-macam Hibah
Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu:
Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain
yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang

11
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika,2006), h.138

xxi
pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya
menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan sebagainya.
Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar
dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta
atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain,
dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau
hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah
muajjalah) dan hibah seumur hidup (al- amri). Hibah muajjalah dapat juga
dikategorikan pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka waktu
tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.

D. SEDEKAH
1. Pengertian Sedekah
Secara bahasa kata sedekah berasal dari bahasa arab yang secara
bahasa berarti tindakan yang benar. Pada awal pertumbuhan islam,
sedekah diartikan sebagai pemberiaan yang disunahkan. Sedekah secara
bahasa berasal dari huruf shad, dal, dan qaf, serta dari unsur ash- shida
yang berarti benar atau jujur. Sedekah menunjukkan kebenaran
penghambaan seseorang kepada Allah SWT. Secara etimologi, sedekah
ialah kata benda yang dipakai untuk suatu hal yang diberikan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pengertian sedekah adalah pemberian kepada
orang lain dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan
diberikan kepada orang yang sangat membutuhkan tanpa mengharapkan
pengganti pemberian tersebut.12
2. Hukum Sedekah
Secara ijma, ulama menetapkan bahwa hukum sedekah ialah sunnah.
Islam mensyariatkan sedekah karena didalamnya terdapat unsur
memberikan 14 pertolongan kepada pihak yang membutuhkan. Didalam

12
Ahmad Warso Al-Munawir,Kamus Arab Indonesia Terlengkap,(Surabaya: Pustaka
Progresif ,1997), h.77.

xxii
al-qur'an banyak ayat yang menganjurkan agar kita bersedekah seperti.
surah al-baqarah: 261
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫ِف‬ ٰ ‫س ۢ ْن ُبلَ ٍة ِّماَئ ُة َح َّب ٍة ۗ َو ُ ُي‬
ُ ‫ضع‬ ُ ِّ ‫ابل َ ف ِْي ُكل‬
ِ ‫س َن‬
َ ‫س ْب َع‬
ۢ
َ ْ‫س ِب ْي ِل ِ َك َم َث ِل َح َّب ٍة اَ ْن َب َتت‬
َ ‫َم َثل ُ الَّ ِذ ْينَ ُي ْنفِقُ ْونَ اَ ْم َوالَ ُه ْم ف ِْي‬
‫هّٰللا‬
‫ش ۤا ُء َۗو ُ َواسِ ٌع َعلِ ْي ٌم‬ َ ‫لِ َمنْ َّي‬
Artinya: "Perumpaman orang-orang yang menafkahkan hartanya mereka di jalan
Allah adalah serupa dengan butir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada
setiap butir seratus biji. Allah (terus-menerus) melipat gandakan bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (karuniaNya) Lagi Maha
Mengetahui." (Al- Baqarah 261)
3. Syarat dan rukun sedekah
Syarat sedekah ada 4 adalah sebagai berikut:
a. Orang yang memberikan shadaqah itu sehat akalnya dan tidak
dibawah perwalian orang lain. Hadiah orang gila, anak-anak dan
orang yang kurang sehat jiwanya (seperti pemboros) tidak sah
shadaqah dan hadiahnya.
b. Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena
keadaannya yang terlantar.
c. Penerima shadaqah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi
shadaqah atau hadiah kepada anak yang masih dalam kandungan
tidak sah.
d. Barang yang dishadaqahkan harus bermanfaat bagi penerimanya .
Rukun shadaqah adalah sebagai berikut:13
a. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan
berhak untuk mentasharrufkan ( memperedarkannya)
b. Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian
tidak syah memberi kepada anak yang masih dalam kandungan
ibunya atau memberi kepada binatang, karena keduanya tidak
berhak memiliki sesuatu.

13
Rasyid, H. Sulaiman, Fikih Islam,(Bandung: Sinar Algensindo,1998), h.98.

xxiii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara etimologi, wakaf berasal dari "Waqf" yang berarti "al-Habs".
Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya
berarti menahan, berhenti, atau diam. Rukun wakaf ada empat, yaitu: pertama,
orang yang berwakaf (al-wakif). Kedua, benda yang diwakafkan (al mauqu/).
Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al -- mauquf 'alaihi). Keempat,
lafaz atau ikrar wakaf (sighah). Wakaf terbagi menjadi beberapa macam
berdasarkan Batasan, waktunya, tujuan.
Wasiat adalah berpesan tentang suatu kebaikan yang akan dijalankan
sesudah orang meninggal dunia. Wasiat berasal dari kata washa yang berarti
menyampaikan atau memberi pesan atau pengampuan. Adapun rukun wasiat
itu ada empat, yaitu: pemberi wasiat (mushiy), penerima wasiat (mushan
lahu), barang yang diwasiatkan (mushan bihi),Kalimat wasiat (lafadz).
hibah berasal dari bahasa arab yaitu huruf haa" dikasrah dan baa' difathah,
adalah pemberian seseorang akan hartanya kepada orang lain di masa
hidupnya dengan cuma-cuma, tanpa imbalan. Rukun hibah ada empat, yaitu.
Pemberi hibah (wajib), Penerima hibah (mauhub labu), Barang yang
dihibahkan (Mauhub), Akad (Ijab dan Qabul). Hibah dapat digolongkan
menjadi dua macam yaitu Hibah barang dan hibah manfaat.
sedekah adalah pemberian kepada orang lain dimaksudkan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan diberikan kepada orang yang sangat
membutuhkan tanpa mengharapkan pengganti pemberian tersebut. Syarat
sedekah ada 4 yaitu
4. Orang yang memberikan shadaqah itu sehat akalnya dan tidak dibawah
perwalian orang lain. Hadiah orang gila, anak-anak dan orang yang

xxiv
kurang sehat jiwanya (seperti pemboros) tidak sah shadaqah dan
hadiahnya.
5. Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena
keadaannya yang terlantar.
6. Penerima shadaqah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi
shadaqah atau hadiah kepada anak yang masih dalam kandungan tidak
sah.
7. Barang yang dishadaqahkan harus bermanfaat bagi penerimanya
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Apabila ada kesalahan dari segi isi maupun dalam penulisan, ini merupakan
kelemahan serta kukurangan saya sebagai insan biasa.

xxv
xxvi
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Gani Abdullah,2008, Wakaf Produktif,Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Abdul Jamil,1997, Hukum Islam Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium Ilmu

Hukum,Bandung: Penerbit Banjar Maju.

Abdul M. Mujiet1994, Kamus Istila Fikih, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus.

Ahmad Warso Al-Munawir,1997, Kamus Arab Indonesia Terlengkap,Surabaya: Pustaka

Progresif .

Anne Ahira, 2011,Fikih Muamalat, Jakarta:Kencana.

Ash Shara’Ani, 1995, Terjemahan Abu Bakar Muhammad, Surabaya:Penerbit Al-Ikhlas.

Bahder Johan Nasution,1997, Hukum Perdata Islam,Bandung:Penerbit Banjar Maju.

Didin Hafidhuddin, 2004, Hukum Wakaf, Jakarta: Iiman dan Dompet Duafa Republika.

Hareon Nasrun,2000, Fikih Muamalah,Jakarta: Radar Jaya Pratama.

Nisa Chairun,20019, Dasar Hukum dan Macam-macam Wakaf,Jakarta: Mustafa

Muhammad.

Rasyid, H. Sulaiman 1998, Fikih Islam,Bandung: Sinar Algensindo.

Zainudin Ali, 2006, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai