Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TEORI TENTANG HAQ, HARTA, DAN KEPEMILIKAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Fiqh Klasik”

Dosen Pengampu :

Dr. Imroatul Azizah, M.Ag

Oleh :

Adzhani Fadiah Aqmar (08040421112)

Sonia Rosta Alannawa (08020421087)

Howailid (08030421102)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas


rahmatNya kami dapat merampungkan tugas makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fiqh Klasik.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam mengantarkan mahasiswa-


mahasiswi dalam memahami “Teori tentang haq, harta, dan kepemilikan” yang merupakan
salah satu materi dari pembelajaran semester genap dari mata kuliah Fiqh Klasik.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Dr. Imroatul Azizah, M.Ag. selaku
dosen pengampu mata kuliah Fiqh Klasik yang telah membimbing kami dalam mempelajari
mata kuliah tersebut, dan rekan-rekan kelas yang selalu mengingatkan tugas-tugas ini dan
memberikan ide-ide yang positif untuk kami.

Dengan begitu kami dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari teman-teman
semua agar kami dapat memperbaiki pembuatan makalah selanjutnya. Demikian pengantar
yang kami sampaikan, semoga usaha yang kami lakukan dapat menjadi amal sholih bagi
penulis dan pembaca aamiin yarobbal alamin.

Surabaya, 9 Maret 2022

Penulis,

Kelompok 1.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................... ii
BAB 1.......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................................ 2
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN ......................................................................................... 2
BAB 2.......................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 3
2.1 Pengertian dan macam-macam Haq ............................................................................ 3
2.2 Pengertian Harta .......................................................................................................... 2
2.3 Proses Pertukaran Hak dalam Islam ............................................................................ 8
2.4 Pengertian Kepemilikan Harta .................................................................................... 8
2.5 Pendapat Islam dalam Kepemilikan Harta .................................................................. 9
BAB 3........................................................................................................................................ 10
PENUTUP ................................................................................................................................. 10
3.1 KESIMPULAN ......................................................................................................... 10
3.2 SARAN ..................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 11

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Islam sebagai ajaran masa lalu dalam konteks sejarah ini masih jauh dan terkait
erat dengan sistem ekonomi. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah, seorang nabi
sejak kecil dibesarkan oleh pamannya Abu Thalib. Mereka menjalankan perusahaan
perdagangan di lokasi yang berbeda Jazirah Arab, dan Rasulullah telah membentuk
kemitraan dengan Siti Khadijah baik sebelum dan sesudah menikah dengan Siti
Khadijah.
Merupakan suatu keniscayaaan bahwa manusia adalah makhluk individu yang
memiliki kehendak dan kebebasan terkait kebutuhan dirinya. Dan juga makhluk sosial
yang membutuhkan orang lain dalam rangka memnuhi kebutuhan hidupnya yang
sangat kompleks dan beraneka ragam. Sebab itulah, islam membuat aturan pidana dan
perdata yang konkrit terkait dengan hak dan kewajiban serta kepemilikan dalam
kehidupan individu dan sosial, sehingga setiap individu manusia dapat hidup tertib dan
tidak merugikan orang lain, baik dalam persoalan vertikal maupun horizontal.
Tidak ada aturan yang melarang pencarian harta baik konvensional maupun
syariah. Semua menganjurkan agar manusia mencari harta. Harta bagi manusia adalah
sifat yang sangat berharga. Meski terkadang ada sekelompok orang yang
menganggapnya tidak berharga karena mungkin mereka sudah memiliki sesuatu yang
lebih berharga. Singkatnya, penilaian properti dilakukan secara subjektif dan tidak
mengikat. Karena tergantung siapa yang menilai. Bagi orang miskin, sepeda motor
merupakan harta yang paling berharga. Namun, tidak bagi orang kaya. Orang kaya
menganggap mobil mewah lah harta yang paling berharga. Itulah sebabnya mengapa
penilaian terhadap harta dilakukan secara subyektif. Menyangkut sistem pembagian
harta, dilihat dari subjek yang membaginya dapat dibedakan menjadi dua yaitu Islami
dan konvensional. Dua hal tersebut memiliki kriteria yang berbeda dalam membagi
harta.
Harta yang sudah menjadi milik yang sah, dan telah digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup melalui akad muamalah, maka akan timbul hak dan
kewajiban yang diakibatkan oleh hukum dari akad muamalah yang telah dilakukan.
Misal terjadi adanya akad jual beli , maka akan muncul akibat hukum yaitu penjual
berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak menerima harga. Sedangkan

1
pembeli berhak menerima barang dan berkewajiban membayar harga barang. Atas
dasar hal ini, maka bahasan bab berikut ini adalah pengertian hak dan rukunnya,
macam-macam hak, pengertian kewajiban dan macam-macamnya.1

1.2 RUMUSAN MASALAH


Agar makalah ini tepat sasaran, maka diajukan pertanyaan-pertanyaan utama
sebagai berikut:
1. Apa pengertian dan macam-macam Haq?
2. Apa pengertian Harta?
3. Bagaimana proses pertukaran hak dalam pandangan islam?
4. Apa pengertian kepemilikan harta?
5. Bagaimana pendapat Islam dalam kepemilikan harta?

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN


Adapun tujuan pembahasan dari rumusan masalah tersebut untuk memenuhi
tugas mata kuliah Fiqh Klasik yaitu :
1. Mengetahui pengertian dari Haq, Harta dan Kepemilikan
2. Mengetahui proses pertukaran hak dalam pandangan islam
3. Mengetahui pendapat Islam dalam kepemilikan harta

1
Harun, Fiqh Muamalah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), hlm. 57

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Macam-Macam Haq

Istilah hak berasal dari bahasa arab yaitu “haqq” yg mempunyai beberapa makna, yakni
ketetapan (Al-Anfaal (8):8), kepastian (Yasin (36):7), kewajiban (Al-Baqarah (2):241), serta
kebenaran (Yunus (10):35). Secara istilah haq yaitu sesuatu kekhususan yang padanya
ditetapkan syara’ suatu kekuasaan. Dalam konteks ibadah, seperti hak Allah dan hamba-Nya
buat beribadah, seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain. Pada lingkup muamalah dan etik,
seperti hak kepemilikan atas barang, hak orang tua buat ditaati oleh anak, serta lain
sebagainya.
➢ Macam-macam hak:
a) Dari segi pemilik hak
1) Hak Allah, yakni segala sesuatu yang dapat mendekatkan diri pada Allah
SWT, mengagungkan-Nya, menyebarluaskan syiar dakwah agama-Nya,
seperti aneka macam macam ibadah, jihad, amar ma’ruf nahi mungkar, atau
dalam rangka menggapai kemaslahatan dan kepentingan umum , seperti
aneka macam upaya untuk menanggulangi tindakan pidana dengan sanksi-
hukuman hukuman yg adil dan sebagainya.
2) Hak manusia, yaitu hak untuk memelihara kemaslahatan setiap pribadi
manusia. Termasuk hak manusia, orang boleh memaafkan, menggugurkan,
atau mengubahnya, serta bisa diwariskan pada ahli waris.
3) Hak serikat, yaitu campuran antara hak Allah dengan hak manusia, namun
adakalanya hak Allah yang lebih lebih banyak didominasi (mirip dalam
persoalan Iddah) ataupun hak manusia yang lebih banyak didominasi (mirip
pada persoalan qishosh).
b) Dari segi objek hak
1) Hak mali (hak terkait dengan harta), yaitu hak yang terkait dengan
kehartaan dan manfaat.
2) Hak gairu mali (hak yang bukan harta), yaitu hak yang tidak terkait dengan
kehartabendaan.
3) Hak syahshi (hak pribadi), yaitu hak yang diterapkan syara’ bagi seorang
pribadi, berupa kewajiban terhadap orang lain.
4) Hak ‘aini (hak materi), yaitu hak seseorang yang ditetapkan terhadap zat
benda, sehingga dia memiliki kekuasaan penuh (untuk menggunakan dan
memanfaatkan) benda tersebut.
5) Perbedaan hak ‘aini dengan hak syahshi, kalau hak ‘aini memerlukan zat
bendanya, jika tidak ada zat bendanya maka bukan hak ‘aini (misalnya,
bendanya hancur atau hilang, maka orang memilikinya sudah tidak ada lagi
hak ‘aini). Hak syahshi tidak harus memerlukan benda berada di tangannya,
meskipun benda itu rusak atau masih utuh.
6) Hak mujarrod (hak semata-mata), yaitu hak murni yang tdiak menimbulkan
bekas apabila digugurkan melalui islah (perdamaian) atau permufakatan.

3
7) Hak ghairu mujarrod (hak yang bukan hak semata), yaitu hak yang apabila
digugurkan atau dimaafkan meninggalkan bekas terhadap orang yang
dimaafkan.
c) Dari segi kewenangan pengadilan
1) Hak diyani (hak keagamaan), yaitu hak-hak yang tidak boleh (diintervensi
oleh kekuasaan pengadilan). Contohnya, dalam persoalan utang, yang tidak
bisa dibuktikan pemberi utang sebab tidak cukupnya alat-alat bukti, maka
tanggung jawab orang yang berutang tetap dituntut pertanggungjawabannya
di hadapan Allah SWT.
2) Hak qadha’i, yaitu semua hak yang tunduk di bawah keputusan pengadilan
serta pemilik hak itu mampu buat menuntut serta menerangkan haknya di
depan hakim. Perbedaan kedua hak ini terletak pada menghakimi terhadap
hal-hal yang dhohir atau boleh dibuktikan saja. Sedang hak diyani
menyangkut hal-hal yang batin yang tidak bisa terungkap di depan hakim.2

2.2 Pengertian Harta

Secara etimologi, harta artinya sesuatu yang diperlukan dan diperoleh manusia, baik
berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun yang tak
tampak, yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian serta rumah. Menurut syara’, harta
merupakan segala sesuatu yang bisa dimiliki atau dikuasai serta bisa dipergunakan
(dimanfaatkan) menurut lazimnya. Namun harta tersebut tidak akan bernilai kecuali Jika
dibolehkan menggunakannnya secara syariat.
Adapun harta menurut kata pakar fiqih terbagi pada dua pendapat. Menurut Ulama
Hanafiyah, harta artinya segala sesuatu yg dapat diambil, disimpan dan bisa dimanfaatkan.
dari definisi ini, harta memiliki dua unsur:
a) Harta yang dapat dikuasai dan dipelihara
b) Dapat dimanfaatkan menurut kebiasaan
Sedangkan menurut Jumhur Ulama Fiqh selain Hanafiyah, harta ialah segala sesuatu
yang bernilai serta mesti rusaknya dengan menguasainya. Pengertian ini ialah pengertian
umum yang digunakan pada undang-undang modern yaitu segala yang bernilai dan bersifat
harta.
Perbedaan pendapat diatas berdampak pada perbedaan pada menetapkan beberapa
ketetapan yang berkaitan dengan hukum, terutama dalam hal gasab, persewaan dan waris.
Secara umum, makna mal (harta) ialah segala sesuatu yang disukai manusia, seperti hasil
pertanian, emas, perak, ternak, atau barang-barang lain yang termasuk perhiasan dunia.3
Harta ialah komponen pokok dalam kehidupan insan, dengan harta manusia dapat
memenuhi kebutuhnnya di dunia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut, terjadilah
transaksi muamalah antar manusia. Harta hadir sebagai objek transaksi, baik dalam bentuk jual
beli, sewa menyewa, utang piutang, kerjasama bisnis (syirkah), serta transaksi ekonomi
lainnya. Harta ditinjau asal karakteristiknya, bisa pula dijadikan objek kepemilikan, kecuali
ada hal-hal yang menghalanginya.
➢ Status harta dan fungsinya
Harta dalam pandangan Islam adalah termasuk hal yang dharuriyyah,
artinya keberadaan harta itu mutlak ada dalam kehidupan, dalam arti tanpa

2
Harun, Fiqh Muamalah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), hlm. 57-61
3
Saiful Jazil, Fiqih Muamalah, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hlm. 31-32.

4
adanya harta, maka kehidupan manusia akan cidera atau rusak, bahkan hidup
tidak ada maknanya. Atas dasar itu, mempertahankan dan melindungi harta dari
segala upaya yang dilakukan oleh orang lain dengan cara yang tidak sah, adalah
hal yang mendasar dalam Islam. Kebebasan menggunakan harta sebatas apa
yang direstui oleh Syara’. Oleh karena itu, dalam kepemilikan harta, di samping
untuk kemaslahatan pribadi sebagai pemilik, juga harus mendatangkan manfaat
dan maslahah untuk masyarakat umum. Dan tidak kalah pentingnya, bahwa
penggunaan harta dalam ajaran Islam harus senantiasa dalam rangka
pengabdian dan pendekatan diri kepada Allah SWT. Karena status harta adalah
mutlak milik Allah SWT, manusia hanya sebagai bendahara Allah, artinya
penggunaan harta harus tunduk dan patuh atas titah-Nya.4
Ada beberapa fungsi harta yang sesuai dengan ketentuan syara’, antara
lain untuk:
1. Kesempurnaan ibadah mahdhah
2. Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada
Allah SWT.
3. Meneruskan estafet kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi
lemah.
4. Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat.
5. Bekal mencari dan mengembangkan ilmu.
6. Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat.
➢ Kedudukan harta dalam Islam
Islam telah menetapkan hukum bagi masing-masing peruntukan harta
yang menjamin harta tetap sebagai pelayan manusia untuk dimanfaatkan dan
memberikan manfaat kepada orang lain, bukan sebaliknya, yaitu manusia
sebagai hamba dan pelayan harta yang menimbulkan bahaya bagi diri sendiri
dan orang lain. Secara jelas agama Islam memandang harta atau kekayaan
sebagai suatu kebutuhan. Namun di sisi lain, Islam memperingatkan bahwa kita
harus melawan kejahatan yang diakibatkan oleh kekayaan atau lebih tepatnya
kekayaan yang berpotensi untuk menghasilkan hal-hal yang negatif atau
disalahgunakan. Harta dalam pandangan Islam adalah sebagai jalan, bukan satu-
satunya tujuan, dan bukan sebagai sebab yang dapat menjelaskan semua
kejadian.5
➢ Unsur-unsur harta
Menurut para Fuqaha harta bersendi pada dua unsur, yaitu unsur
‘aniyah dan unsur ‘urf. Unsur ‘aniyah ialah bahwa harta itu ada wujudnya
dalam kenyataan (a’yan). Manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia
disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak. Unsur ‘urf ialah segala sesuatu
yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian manusia, tidaklah
manusia memelihara sesuatu keculai menginginkan manfaatnya, baik manfaat
madiyah maupun manfaat ma’nawiyah.6
➢ Pembagian harta
Menurut fuqaha, harta dapat ditinjau dari beberapa segi. Harta terdiri
dari beberapa bagian, tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya
sendiri. Pembagian jenis harta ini sebagai berikut:

4
Harun, Fiqh MuamMalalah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), hlm. 13.
5
Saiful Jazil, Fiqih Muamalah, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hlm. 34-35.
6
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo, 2007), 9.

5
1. Mal Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim
a) Mal Mutaqawwim
“Sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syara’.”
Harta yang termasuk mutaqawwim ini ialah semua harta yang baik
jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunaannya. Pemahaman
tersebut bermakna bahwa tiap pemanfaatan sesuatu erat kaitannya
dengan nilai positif dari segi hukum, yang terkait pada cara perolehan
maupun penggunaannya.
b) Mal Ghair Mutaqawwim
“Sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara’.”
Harta ghair mutaqawwim ialah kebalikan dari harta mutqawwim yakni
yang tidak boleh diambil manfaatnya, baik jenisnya, cara
memperolehnya maupun cara penggunaannya. Harta dalam pengertian
ini, dilarang oleh syara’ diambil manfaatnya, terkait jenis benda
tersebut dan cara memperolehnya maupun penggunaannya.
2. Mal Mithli dan Mal Qimi
a) Mal Mithli
“Benda-benda yang ada persamaaan dalam kesatuan-kesatuannya,
dalam arti dapat berdiri sebagiannya ditempat yang lain, tanpa ada
perbedaan yang perlu dinilai.”
Dalam pembagian ini, harta diartikan memiliki persamaan dan
kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan yang pada bagian-bagiannya
atau kesatuannya, yaitu perbedaan atau kekurangan yang biasa terjadi
dalam aktivitas ekonomi. Harta Mithli terbagi atas 4 bagian, yaitu harta
yang ditakar, harta yang ditimbang, harta yang dihitung, dan harta yang
dijual dengan meter.
b) Mal Qimi
“Benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya, karenanya
tidak dapat berdiri sebagian ditempat sebagian yang lainnya tanpa ada
perbedaan.”
Maksud ketentuan Qimi di sini yaitu: harta yang tidak mempunyai
persamaan di pasar atau mempunyai persamaan, tetapi ada perbedaan
menurut kebiasaan anatar kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan
pohon.Harta yang ada imbangannya (persamaannya) disebut mitsli dan
harta yang tidak ada imbangannya secara tepat disebut qimi.Dengan
kata lain, Qimi ialah suatu benda yang sulit didapatkan serupanya
secara persis. Walau bisa ditemukan tetapi jenisnya berbeda dalam nilai
harga yang sama.
3. Mal Istihlak dan Mal Isti’mal
a) Mal Istihlak
“Sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaannya dan manfaatnya secara
biasa, kecuali dengan menghabiskannya.”
Harta dalam kategori ini adalah harta sekali pakai, artinya manfaat dari
benda tersebut hanya dapat digunakan sekali saja. Harta Istihlak dibagi
du, yaitu Harta Istihlak Haqiqi ialah suatu bend yang menjadi harta
yang jelas atau nyata zatnya habis sekali digunakan. Sedangkan Harta
Istihlak Huquqi ialah harta yang sudah habis nilainya bila telah
digunakan, tetapi zatnya masih tetap ada.
b) Mal Isti’mal

6
“Sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap
terpelihara.”
Harta ini adalah harta yang dapat digunakan berualang kali, artinya
wujud benda tersebut tidaklah habis atau musnah dalam sekali
pemakaian.
4. Mal Manqul dan Mal Ghair Manqul (al-Aqar)
a) Mal Manqul
Seagala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke
tempat lain.”
Maksudnya yaitu segala macam sesuatu yang dapat dipindahkan dan
diubah dari tempat satu ke tempat yang lain, baik tetap pada bentuk dan
keadaan semula ataupun berubah dan keadaannya dengan perpindahan
tersebut.
b) Mal Ghair Manqul
“Sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ke
tempat yang lain.”
Maksudnya segala sesuatu yang tetap (harta tetap), yang tidak mungkin
dipindahkan dan diubah posisinya dari satu tempat ke tempat yang lain
menurut asalnya.
5. Mal Ain dan Mal Dain
a) Mal Ain
Yaitu harta yang berbentuk benda. Harta Ain terbagi menjadi dua:
- Harta ‘ain dzati qimah yaitu benda yang memiliki bentuk yang
dipandang sebagai harta karena memiliki nilai.
- Harta ‘ain ghair dzati yaitu benda yang tidak dapat dipandang
sebagai harta karena tidak memiliki nilai atau harga.
b) Mal Dain
“Sesuatu yang berada dalam tanggung jawab.”
Maksud dari harta dari kategori ini meruapakan kepemilikan atas suatu
harta dimana harta tersebut masih berada dalam tanggung jawab
seseorang, artinya si pemilik hanya memiliki harta tersebut, tetapi ia
tidak memiliki wujudnya dikarenakan berada dalam tanggungan orang
lain.
6. Mal al-Ain dan Mal al-Naf’i
a) Mal al-‘Ain
Yaitu benda yang memiliki nilai dan berbentuk (berwujud).
b) Mal al-Naf’i
Yaitu a’radh yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan
massa, oleh karena itu mal al-naf’i tidak berwujud, tidak mungkin
untuk disimpan.
7. Mal Mamluk, Mubah, dan Mahjur
a) Mal Mamluk
“Sesuatu yang masuk ke bawah milik, baik milik perorangan maupun
milik badan hukum, seperti pemerintahan dan yayasan.”
Harta ini dibagi menjadi dua, yaitu harta perorangan yang bukan
berkaitan dengan hak bukan pemilik, dan harta perkongsian
(masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak yang bukan
pemiliknya.
b) Mal Mubah

7
“Seseuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada air
mata, binatang buruan darat, pohon-pohonan dihutan,dll.”
c) Mal Mahjur
“Sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan memberikan
kepada orang lain menurut syari’at. Adakalanya benda wakaf atau
benda yang dikhususkan.”
8. Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi:
a) Harta yang dapat dibagi (mal qabil li al-qismah)
Yaitu harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan
apabila harta itu dibagi-bagi.
b) Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al-qismah)
Yaitu harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila
harta tersebut dibagi-bagi.
9. Harta pokok dan harta hasil
a) Harta pokok
“Harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain.”
b) Harta hasil
“Harta yang terjadi dari harta yang lain.”
10. Mal Khas dan Mal ‘Am
a) Mal Khas
Yaitu harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh
diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
b) Mal ‘Am
Yaitu harta milik umum (bersama) yang boleh diambil manfaatnya.
Dari kesepuluh jenis-jenis harta yang telah dijelaskan di atas, secara
global konsep harta dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Mal al-Tam, yaitu harta yang merupakan hak milik sempurana baik dari
segi benda tersebut maupun manfaatnya.
2. Mal Ghair al-Tam, yaitu harta yang bukan merupakan hak milik
sempurna baik dari segi benda tersebut maupun manfaatnya.7

2.3 Proses Pertukaran Hak dalam Islam

Kegiatan pertukaran hak berlangsung dalam proses yang disebut dengan transaksi,
dimana dari transaknsi tersebut juga akan melahirkan kesepakatan atau biasa disebut akad.
Sedangkan arti akad sendiri yaitu ikatan yang terjadi akibat adanya ijab dan qabul yang
merupakan uangkapan kehendak kedua belah pihak yang bersepakat atau lebih secara masyru’
sesuai dengan syariat Islam. Proses pertukaran hak dalam islam bisa diterangkan lebih jelas
dalam ruang lingkup akad.8

2.4 Pengertian Kepemilikan Harta

Secara bahasa, kepemilikan (Al-Milk) berasal dari bahasa arab asal akar kata “malaka”
yang artinya penguasaan terhadap sesuatu. Adapun menurut ualama fiqh, adalah kekhususan
seorang pemilik terhadap sesutau untuk dimanfaatkan selama tidak ada penghalang syar’i.

7
Saiful Jazil, Fiqih Muamalah, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hlm. 37-44.
8
Akhamd Sobrun Jamil, Pembatalan Kontrak Dalam Hukum Transaksi Islam, (Mu’amalat: Jurnal Kajian
Hukum Ekonomi Syari’ah), hlm. 55-56.

8
Sedangkan pengertian yang disampaikan oleh Ibnu Al-Humam, yaitu hak milik adalah
kekuasaan yang diberikan Allah SWT terhadap sesorang untuk melakukan apapun terhadap
hal yang dimilikinya kecuali yang dilarang.
Model kepemilikan ada empat, yaitu:
1. Kepemilikan penuh.
2. Kepemilikan pada benda terkait sekaligus hak memanfaatkannya.
3. Hak memiliki saja tanpa hak memanfaatkan.
4. Hak menggunakan saja (kepemilikan hak guna).
➢ Dasar hukum kepemilikan
Dasar hukum kepemilikan telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-
Baqarah ayat 284: yaitu semua hal yang ada di dunia ini baik di langit maupun
di bumi itu semua ialah kepunyaan Allah, dan apabila seseorang mengakui
suatu hak milik atas dirinya atau menyembunyikannya, maka Allah akan
membuat perhitungan sesuai dengan perbuatan mereka terhadap apa yang
menjadi hak milik mereka.
Dasar hukum kepemilikan ini juga dijelaskan dalam surah Al-Mulk
ayat 13, An-Nisa’ ayat 5, dan Fatir ayat 35.
➢ Sebab-sebab kepemilikan
Menurut Taqiyuddin, sebab-sebab kepemilikan seseorang atas suatu barang
dapat diperoleh melalui lima sebab, yaitu:
1. Bekerja
2. Warisan
3. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup
4. Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat
5. Harta yang diperoleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau
tenaga apapun.9

2.5 Pendapat Islam dalam Kepemilikan Harta

Kepemilikan yang sah menurut islam adalah kepemilikan yang terlahir dari proses yang
disahkan islam. Kepemilikan menurut pandangan fiqh islam terjadi karena menjaga hukum,
transaksi pemindahan hak, dan pergantian posisi kepemilikan. 10Islam memandang harta pada
hakikatnya adalah hak milik Allah. Akan tetapi Allah telah menyerahkan pengelolaan atau
penggunaan atas harta tersebut kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi, maka perolehan
atau kepemilikan seseorang terhadap harta itu sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang untuk memanfaatksn serta mengembangkan harta. Maka dari itu manusia harus
memenuhi haknya atas pengelolaan atau penggunaan harta tersebut sesuai dengan nilai gunanya.

9
Saiful Jazil, Fiqih Muamalah, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hlm. 44-47.
10
Saiful Jazil, Fiqih Muamalah, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hlm. 47.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Secara istilah haq yaitu sesuatu kekhususan yang padanya ditetapkan
syara’ suatu kekuasaan. Dalam konteks ibadah, seperti hak Allah dan hamba-
Nya buat beribadah, seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain. Pada lingkup
muamalah dan etik, seperti hak kepemilikan atas barang, hak orang tua buat
ditaati oleh anak, serta lain sebagainya.
Harta merupakan segala sesuatu yang bisa dimiliki atau dikuasai serta
bisa dipergunakan (dimanfaatkan) menurut lazimnya. Namun harta tersebut
tidak akan bernilai kecuali Jika dibolehkan menggunakannnya secara syariat.
Harta ialah komponen pokok dalam kehidupan insan, dengan harta manusia
dapat memenuhi kebutuhnnya di dunia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan
tersebut, terjadilah transaksi muamalah antar manusia. Harta hadir sebagai
objek transaksi, baik dalam bentuk jual beli, sewa menyewa, utang piutang,
kerjasama bisnis (syirkah), serta transaksi ekonomi lainnya. Harta ditinjau asal
karakteristiknya, bisa pula dijadikan objek kepemilikan, kecuali ada hal-hal
yang menghalanginya.
Kepemilikan yang sah menurut islam adalah kepemilikan yang terlahir
dari proses yang disahkan islam. Kepemilikan menurut pandangan fiqh islam
terjadi karena menjaga hukum, transaksi pemindahan hak, dan pergantian posisi
kepemilikan. 11Islam memandang harta pada hakikatnya adalah hak milik
Allah. Akan tetapi Allah telah menyerahkan pengelolaan atau penggunaan atas
harta tersebut kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi, maka perolehan
atau kepemilikan seseorang terhadap harta itu sama dengan kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang untuk memanfaatksn serta mengembangkan harta.
Maka dari itu manusia harus memenuhi haknya atas pengelolaan atau
penggunaan harta tersebut sesuai dengan nilai gunanya.

3.2 SARAN
Penulis menyadari terdapat banyaknya kekurangan baik materi
maupun pemahaman dari makalah ini. Oleh sebab itu penulis senantiasa
dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan
kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya.

11
Saiful Jazil, Fiqih Muamalah, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hlm. 47.

10
DAFTAR PUSTAKA

Harun. (2017). Fiqh Muamalah. Surakarta: Muhammadiyah University Press.


Jamil, A. S. (n.d.). Pembatalan Kontrak Dalam Hukum Transaksi Islam. Mu'amalat, 55-56.
Jazil, S. (2014). Fiqih Muamalah. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.
Suhendi, H. (2007). Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo.

11

Anda mungkin juga menyukai