Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI HAK DI DALAM ISLAM


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Fiqh Muamalah Dan
Dipresentasikan Di Lokal PS-3B

Disusun Oleh :
Kelompok 3

WINDY OKTAVIANI 3321048


DINDA PURNAMA WULANDARI 3321055
SELPI SOPIA 3321073

Dosen Pengampu :
Dr.YOSI ARYANTI,S.Ag.

PRODI S1 PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SJECH M.DJAMIL DJAMBEK
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah atas hadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
pembuatan makalah Fiqh Muamalah 1 dengan judul “Teori Hak Dalam Islam”. Tidak
lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahualaihi wassallam yang mana telah membawa kita dari zaman kebodohan
menuju zaman yang penuh akan ilmu pengetahuan.

Makalah ini dibuat sebagai media pemenuhan tugas pada mata kuliah Fiqh
Muamalah 1. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pengampu mata
kuliah Fiqh Muamalah 1 di Kampus UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi, pada
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam yang telah memberikan pengarahan serta
pengajaran kepada penulis yaitu Ibuk Dr.Yosi Aryanti,S.Ag.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan maupun


pembahasan.Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun
dari para pembaca guna perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Bukittinggi,4 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1


B. Rumusan masalah............................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pemindahan dan Berakhirnya Hak ................................................................... 3


B. Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Hak ................................................... 7
C. Hak Suf’ah (Hak Paksa) ................................................................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................... 13
B. Saran ............................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Misi utama Rasulullah saw adalah untuk membimbing manusia dalam
menjalani kehidupan sehari-hari dengan berpegang pada aturan-aturan atau
syariat Islam, yang berlandaskan pada Al-quran dan Sunah. Nabi Muhammad
saw juga memerintahkan kepada seluruh umatnya agar memelihara dan
menjaga hak antar sesama.Hak dan kewajiban adalah sesuatu yang tidak bisa
dilepaskan dari kehidupan manusia.Ketika mereka berhubungan dengan orang
lain, maka akan timbul hak dan kewajiban yang akan mengikat keduanya.
Dalam jual beli misalnya, ketika kesepakatan telah tercapai, maka akan muncul
hak dan kewajiban. Yakni, hak pembeli untuk menerima barang, dan kewajiban
penjual untuk menyerahkan barang. Atau, kewajiban pembeli untuk
menyerahkan harga barang (uang), dan hak penjual untuk menerima uang.

Dalam ajaran Islam, hak adalah pemberian ilahi yang disandarkan pada
sumber-sumber yang dijadikan sebagai sandaran dalam menentukan hukum-
hukum syara‟. Dengan demikian,sumber hak adalah kehendak atau ketentuan
hukum syara.Dengan demikian, sumber hak adalah Allah SWT, karena tiada
hakim selain Dia, tiada dzat yang berhak untuk mensyariatkan sesuatu, selain
Allah. Tiada syariat yang dijalankan manusia, kecuali syariat-Nya. Untuk itu,
manusia memiliki kewajiban untuk menghormatihak orang lain, tiada
kewenangan untuk merusak atau menginjak-injak hak orang lain. Disamping
itu, pemilik hak harus menggunakan haknya secara proporsional, sehingga
tidak menimbulkan kemadlaratan bagi orang lain.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pemindahan dan Berakhirnya Hak ?
2. Bagaimana Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Hak ?
3. Bagaimana Hak Suf’ah (Hak Paksa) ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pemindahan dan Berakhirnya Hak.
2. Mengetahui Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Hak.
3. Mengetahui Hak Suf’ah (Hak Paksa).

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemindahan Dan Berakhirnya Hak


1. Pemindahan Hak

Pemindahan Hak. Menurut ulama fiqh, sebagai pemilik hak


seseorang boleh memindah tangankan haknya kepada orang lain sesuai
dengan cara yang disyariatkan Islam, baik yang menyangkut hak
keharta bendaan, seperti melalui jual beli dan utang, maupun hak yang
bukan bersifat kehartabendaan, seperti hak perwalian terhadap anak
kecil. Kedua bentuk hak ini bisa dipindahkan kepada pihak lain. Sebab-
sebab pemindahan hak yang disyariatkan Islam itu cukup banyak,
seperti melalui suatu akad (transaksi), melalui pengalihan utang
(hiwalah), dan disebabkan wafatnya seseorang. Yang penting
pemindahan hak ini, menurut ulama fiqh, dilakukan sesuai dengan cara
dan prosedur yang ditetapkan oleh syara'. Misalnya, dalam persoalan
wasiat atau hibah, hak yang dipindahkan itu tidak melebihi sepertiga
harta, dan melakukan berbagai transaksi harus memenuhi rukun dan
syarat yang ditetapkan syara’

Untuk itu Islam menetapkan berbagai aturan agar hak


kepemilikan terhadap suatu barang dapat dipindah tangankan. Terdapat
beberapa sistem pemindahan hak kepemilikan, di antaranya dapat
dilakukan dengan cara;

a) Waris Dan Wasiat

Pada dasarnya pemindahan hak milik didasari dengan


prinsip suka sama suka karena yang demikian itu akan memberi

3
dampak ketenangan jiwa bagi kedua belah pihak. Namun tidak
demikian halnya dengan waris dan wasiat, keduanya tidaklah
diharuskan adanya suka sama suka, karena masalah waris dan
wasiat ini sudah diatur tersendiri oleh hukum Islam dan tidak
memerlukan adanya prinsip suka sama suka antara pewaris dengan
yang mewariskan. Hal ini tidak diperlukan karena
pemindahtanganan hak kepemilikan melalui waris atau wasiat
bertujuan untuk memberikan hak berkesinambungan dan hak
kebebasan mengelola barang milik. Kedua jenis hak ini disebut hak
dasar, karena kesinambungan berarti kelestarian hak milik selama
barang milik itu masih ada.

Hal itu karena realisasi keinginan pemilik dan pemenuhan


kebutuhannya tidak hanya terbatas pada mengkonsumsi barang
yang dimiliki, tetapi teralisasikan pula dengan pemindahan barang
tersebut setelah kematiannya kepada yang selama hidupnya ia
cintai. Dengan ini dapat dikatakan bahwa salah satu bentuk
pemindahan hak kepemilikan tersebut adalah dengan cara wasiat
atau waris. Sistem ini dapat memelihara ke-maslahat-an individu,
keluarga, dan masyarakat.

Kemaslahatan individu dapat terpelihara dengan cara


memelihara dorongan individualnya, merealisasikan berbagai
keinginan yang dibenarkan syara‟, memenuhi dorongan fitrah tanpa
melakukan kezhaliman seperti perampasan hak. Di antara dorongan
murni dalam diri manusia adalah mencintai keturunannya.
Kecintaan dapat mengalahkan perburuan interest atau upah, dan
seringkali orang mendahulukan cintanya dari dirinya sendiri. Ketika
Nabi SAW mengungkapkan rasa cintanya terhadap putrinya
Fatimah, Ia berkata:

4
‫انمافاطمةبضغةمنى يوذينى مااذاهاوينصبنى ماأنصبها‬

Artinya : Sesungguhnya Fathimah adalah darah dagingku, akan


menyakitiku apa yang menyakitinya dan melukaiku apa yang
melukainya. (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan al-Hâkim dari Al-Zubair).

b) Infaq Dan Shadaqah


Istilah infaq berasal dari kata anfaqa-yunfiqu-infâqan.
Yang berarti membelanjakan, mengeluarkan atau
mempergunakan harta.Akan tetapi istilah tersebut telah
membaku dalam bahasa Indonesia sehingga istilah infaq itu
telah biasa digunakan. Secara etimologi infaq mengeluarkan
atau membelanjakan sebagian harta yang dimiliki dengan
maksud untuk mencapai ridha Allah SWT. Termasuk dalam
pengertian ini adalah “shadaqah” bahkan al-Quranpun
menggunakan istilah shadaqah untuk arti mengeluarkan zakat.
Bila dilihat dari apa yang diinfaqkan dan siapa yang
menerimanya, maka hukum infaq itu bisa menjadi sunnat dan
juga bisa menjadi wajib. Infaq sunnat ialah memberikan
sebagian harta dalam bentuk sumbangan (tabarru‟at). Infaq
sunnat ini sama dengan shadaqah sunnat, contohnya
memberikan sumbangan untuk membangun sarana ibadah
seperti membangun masjid, madrasah dan lain sebagainya. Oleh
karena infaq sunnah ini digolongkan sebagai sedekah biasa,
maka pemberiannya bersifat suka rela dan tidak ditentukan
kadar minimal atau maksimalnya. Namun demikian jika pada
suatu tempat tidak ada tempat ibadah sama sekali, sedangkan di
tempat itu terdapat orang yang mampu, maka ia wajib
menyisihkan sebagian hartanya untuk kepentingan
pembangunan atau pengadaan sarana ibadah tersebut.

5
c) Jual Beli Dan Riba

Jual beli adalah salah satu cara pemindahan hak


kepemilikan yang dibenarkan dalam syari‟at Islam. Sayid Sabiq
mengatakan bahwa jual beli adalah “ tukar menukar harta
dengan harta yang lain dengan jalan ‘an-tarâdhin’, atau
memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan”.Louis Ma‟rûf dalam Munjid-nya mendifinisikan
jual beli dengan mengatakan “jual beli adalah menyerahkan
barang dan mengambil uang, atau mengambil barang dan
menyerahkan uang secara imbal balik”.

Pengertian jual beli seperti tersebut di atas


menggambarkan bahwa jual beli merupakan suatu sistem
pemindahan hak kepemilikan dengan cara tukar menukar barang
dengan uang sebagi harga yang telah disepakati bersama secara
suka rela. Pemindahan hak kepemilikan bisa terjadi dengan cara
halal dan dapat pula terjadi dengan cara yang haram.1

2. Berakhirnya Hak

Berakhirnya suatu hak. Ulama figh menyatakan bahwa suatu


hak hanya akan berakhir sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan syara'
dan hal ini bisa berbeda pada setiap jenis hak yang dimiliki seseorang.
Misalnya, hak-hak suatu perkawinan akan berakhir dengan terjadinya
talak, hak milik akan berakhir dengan terjadinya suatu transaksi jual
beli, haqq al-intifa akan berakhir apabila akadnya dibatalkan, baik
karena telah habis masa berlakunya,seperti dalam sewa menyewa

1
Zainal Abidin.Sistem Pemindahan Hak Milik.Rohani Press:Jakarta.1997.hlm 2

6
maupun batal karena terdapatnya cacat atau uzur dalam akat
tersebut,seperti runtuhnya rumah yang disewa.2

B. Hukum-Hukum Yang Berkaitan Dengan Hak

Ulama fiqh mengemukakan beberapa hukum yang terkait dengan adanya hak
tersebut, yaitu

a. Menyangkut Pelaksanaan dan Penuntutan Hak. Para pemilik hak harus


melaksanakan hak-haknya itu dengan cara-cara yang disyariatkan. Dalam
persoalan hak Allah SWT mengenai ibadah, seseorang harus
menunaikannya sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Apabila seseorang
tidak mau menunaikan hak Allah SWT tersebut dan hak itu terkait dengan
persoalan harta, seperti zakat, maka hakim (penguasa) berhak untuk
memaksanya membayar zakat. Jika hak Allah SWT itu terkait dengan
persoalan harta, maka hakim (penguasa) harus mengajak orang itu untuk
menunaikan hak tersebut dengan menempuh berbagai cara dan jika orang
itu tetap tidak mau menunaikan hak Allah SWT tersebut. Allah SWT akan
menurunkan cobaan-Nya di dunia ini dan di akhirat akan disiksa. Dalam
persoalan hak manusia, penunaiannya dilakukan dengan cara
mengambilnya dan membayarkannya kepada orang yang berhak
menerimanya (pemilik hak).
Atas dasar keadilan ini, syariat Islam menganjurkan agar para
pemilik hak berlapang hati dalam menuntut dan menerima hak nya
itu,apalagi orang yang mengambil hak itu mempunyai kesulitan. Sesuai
dengan firman Allah SWT dalam surat al-baqarah:280

2
Yusdani.Sumber Hak Milik Dalam Perspektif Hukum Islam.Program Magister studi
islam:Yogyakarta.2002.hlm 64.

7
َ ‫ظ َر ة ٌ إ ِ ل َ ٰى َم ي ْ س َ َر ة ٍ ۚ َو أ َ ْن ت َ صَ د َّ ق ُ وا‬
‫خ ي ْ ٌر ل َ ك ُ مْ ۖ إ ِ ْن ك ُ ن ْ ت ُ ْم ت َ ع ْ ل َ مُ و َن‬ ِ َ ‫َو إ ِ ْن ك َا َن ذ ُ و ع ُ سْ َر ة ٍ ف َ ن‬

Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka
berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian
atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

b. Menyangkut Pemeliharaan Hak. Ulama fiqh menyatakan bahwa syariat


Islam telah menetapkan agar setiap orang berhak untuk memelihara dan
menjaga haknya itu dari segala kesewenangan orang lain, baik yang
menyangkut hak-hak kepidanaan maupun hak-hak keperdataan. Apabila
harta seseorang dicuri, maka ia berhak menuntut secara pidana dan secara
perdata. Tuntutan secara pidana dengan melaksanakan hukuman potong
tangan dan secara perdata menuntut agar harta yang dicuri itu
dikembalikan jika masih utuh atau diganti senilai harta yang dicuri jika
harta itu habis.
c. Menyangkut Penggunaan Hak. Ulama fiqh menyatakan bahwa hak itu
harus digunakan untuk hal-hal yang disyariatkan oleh Islam. Atas dasar
itu, seseorang tidak boleh menggunakan haknya apabila merugikan atau
memberi mudarat kepada pihak lain, baik perorangan maupun masyarakat,
baik dengan sengaja maupun dengan tidak sengaja. Di samping itu,
pemilik hak tidak boleh menggunakan haknya secara mubazir/ Apabila
seseorang membangun rumah di tanahnya sendiri, maka bangunan yang
akan didirikannya itu tidak boleh sampai menghalagi udara dan cahaya
yang masuk kerumah tetangganya,atau rumah yang dibangun itu menutup
lalu lintas masyarakat untuk sampai ke rumahnya masing-
masing,sekalipun jalan itu tanahnya3

3
Ibid.hlm 65.

8
C. Hak Suf’ah (Hak Paksa)
1 Defenisi Hak Suf’ah

Syuf’ah berasal dari kata syaf’ yang secara bahasa berarti


“memadukan”. Maksudnya adalah memadukan kepemilikan menjadi
satu melalui akad jual beli. Sedangkan secara terminology, pengertian
syuf’ah adalah: “Akad yang objeknya memindahkan hak milik
kepadarekan syirkah sesuai harga pembelian untuk mencegah
kemudharatan.” Hak syuf’ah dapat diberikan kepada pihak-pihak
tertentu atas dasar kepercayaan. Menurut Pasal 1009 KUH Perdata
Islam (MajallaAl-Ahkam Al-‘Adaliyah), hak syuf’ah itu dimiliki oleh
Hak syuf’ah dapat diberikan kepada pihak-pihak tertentu atas dasar
kepercayaan. Menurut Pasal 1009 KUH Perdata Islam (Majalla Al-
Ahkam Al-‘Adaliyah), hak syuf’ah itu dimiliki oleh orang yang menjadi
anggota pemilik bersama suatu barang,orang yang memiliki
percampuran hak atas harta yang dijual,orang yang bertetangga
langsung.

2 Landasan Syariah
Para Fuqaha sepakat bahwa syuf’ah disyaratkan untuk tujuan
kemaslahatan, Mengamalkan syuf’ah hukumnya adalah mubah, bahkan
ada sunnah. Dalil-dalil syariah yang menjadi dasar hukum berlakunya
akad syuf’ah adalah : Dari Jabir r.a Rasulullah SAW menetapkan
syuf’ah untuk segala sesuatu yang belum dibagi. Maka ketika ada
pembatasan dan sudah ada pembagian secara jelas, maka syuf’ah
menjadi tidak ada (HR. Bukhari). Barang siapa yang bermitra dalam
kepemilikan kebun kurma atau rumah, maka dia tidak boleh menjualnya
sebelum mitranya mengizinkannya. Apabila mitranya itu menghendaki,
maka dia boleh memperjual belikannya. Dan jika tidak menghendaki,
dia pun boleh membiarkannya.

9
Dalam riwayat lainnya, Rasulullah menetapkan syuf’ah untuk
semua persekutuan yang belum dibagi, baik berbentuk rumah maupun
kebun. Karena itu tidak dihalalkan menjual sebelum meminta izin
mitranya. Jika mitranya menghendaki, maka dia boleh membelinya.Dan
jika tidak menghendaki, dia boleh meninggalkannya. Apabila penjualan
berlangsung tanpa izin, maka mitra itulah yang paling berhak
membelinya. (HR.Muslim).
Dari hadits tersebut diketahui, bahwa sebelum seseorang menjual
aset tertentu kepada pihak lain yang tidak dikenal, maka sebelumnya
dianjurkan untuk menawarkan kepada mitranya yang telah dikenal
terlebih dahulu. Ibnu Hazm berkata: “Tidak dihalalkan bagi orang yang
berkongsi menjual barang (kepada orang lain) sebelum ditawarkan
kepada mitranya dalam perkongsiannya. Jika mitra itu akan
membelinya, maka harus membayar kepada rekan pemiliknya sesuai
dengan harga yang diberlakukan pada pembeli lain. Karena dalam hal
ini mitranya lah yang lebih berhak membelinya.

3. Ketentuan Syuf,ah
Syuf’ah merupakan ketetapan Rasulullah yang tidak ada
alasanmembantahnya. Untuk mencapai tujuan Syuf’ah, beberapa
ketentuanyang perlu diperhatikan adalah:
a) Syafi’ sebagai pihak yang menerima hak syuf’ah harus memenuhi
syarat sebagai subjek hukum. Syafi’ yang akan membeli melalui
hak syuf’ah adalah parner syirkah yang terkait dengan
objek(musya). Berlakunya hak syuf’ah ditentukan berdasarkan
kesediaan syafi’.
b) Adanya objek yang di-syuf’ahkan(masyfu’).Pada prinsipnya,
objek syuf’ah berlaku terhadap segalasesuatu. Berlakunya objek
syuf’ah pada harta benda, ada yang bersifat bergerak maupun

10
tidak bergerak. Dalam hal ini, kalangan ulama ada dua pendapat,
Menurut Jumhur fuqaha, objek syuf’ahadalah benda yang tidak
bergerak (mal al-‘uqar).
c) Objek syuf’ah berlaku terhadap kepemilikan bersama (al-mal al-
musytarak) yang belum dibagi.Syarat dibolehkannya pembagian
harta benda dalam syuf’ah adalah selama tidak mengurangi nilai
kemanfaatan benda tersebut.Karenanya apabila dalam
pembagiannya ternyata tidak mendatangkan manfaat, maka
syuf’ah itu menjadi tidak berlaku.”Rasulullah SAW menetapkan
syuf’ah untuk segala jenis (harta bersama) yang belum dibagi,
apabila terjadi batasan hak dan telah jelas.
d) Pengalihan barang syuf’ah melalui akad jual beli.Menurut
Mazhab Hanafi,hak syuf’ah hanya boleh berlaku pada barang
tertentu melalui jual beli. Dengan demikian, berarti tidak ada
syuf’ah yang berpindah kepemilikan selain akad jual beli.Syuf’ah
merupakan bentuk kepemilikan harta tertentu oleh syafi’dari hasil
pembelian dengan harga sesuai dengan nilai yang biasa(berlaku)
dibayar oleh pembeli lain. Untuk memiliki barang syuf’ah,syafi’
disyaratkan mengambil barang secara keseluruhan. Apabilasyafi’
hanya mengambil sebagian saja, maka hak syuf’ah gugur secara
keseluruhan. Setelah barang diambil alih, syafi’ menyerahkan
kepada pihak pembeli sebagai pemilik hak syuf’ah sejumlah harga
sesuai yang telah diakadkan.
4. Rukun dan Syarat Syuf’ah
Rukun dan Syarat Syuf’ah meliputi sebagai berikut :
1.Masyfu’, benda-benda yang dijadikan barang al-Syuf’ah Berikut
ini syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh benda-benda yang
dijadikan benda syuf’ah
2.Syafi’ yaitu orang yang akan mengambil atau menerima Syuf’ah.

11
3.Masyfu’ minhu, yaitu orang tempat mengambil
syuf’ah.Disyaratkan pada masyfu bahwa ia memiliki benda
terlebih dahulu secara syarikat.
5. Pewaris Syuf’ah
Jika seseorang berhak memperoleh syuf’ah, kemudian meninggal
dunia dan dia dalam keadaan tidak atau belum mengetahui atau ia tahu
tetapi meninggal sebelum dapat melakukan pengambilan, maka haknya
beralih kepada ahli waris. Alasannya ialah bahwa syuf’ah diqiyaskan
kepada irts.
6. Tindakan Pembeli
Tindakan pembeli terhadap harta sebelum Syafi’I menerima syuf’ah
dinyatakan sah karena ia bertindak terhadap miliknya. Jika suatu ketika
pembeli menjualnya lagi kepada orang lain, syafi’I berhak melakukan
syuf’ah terhadap salah satu dari dua penjualan.Jika pembeli harta
menghibahkannya, mewakafkannya, menyedekahkannya atau yang
sejenisnya, syafi’I kehilangan hak syuf’ahnya sebab pemilikan barang
tersebut tanpa ganti.4

4
Fitriana,syourqawle.Fikih Muamalah.IAIN ANASARI PRESS:Banjar Masin.2014.hlm 2-7

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam menetapkan berbagai aturan agar hak kepemilikan terhadap
suatu barang dapat dipindah tangankan. Terdapat beberapa sistem
pemindahan hak kepemilikan, di antaranya dapat dilakukan dengan cara;
waris ketika pewaris atau orang yang memiliki harta meninggal dunia maka
harta menjadi hak ahli waris, hibah ketika pemilik harta masih hidup ia
bebas memberikan hibah terhadap hartanya kepada orang lain atau keluarga
yang Ia kehendaki, infak, shadakah,akad jual beli. Ulama fiqh
mengemukakan beberapa hukum yang terkait dengan adanya hak , yaitu :
a. Menyangkut pelakpelaksanaan dan penuntutan Hak.
b. Menyangkut pemeliharaan Hak.
c. Menyangkut Penggunaan Hak.

Syuf’ah adalah pemilikan barang yang merupakan milik Bersama


oleh salah satu pihak, dengan jalan membayar harganya kepada mitranya
sesuai dengan harga yang biasa dibayar oleh pembeli lain.Dasar hukumnya
adalah berdasar hadis Nabi. Nabi menetapkan syuf’ah untuk barang yang
belum dipecah, dan jika ada batasannya (had) sertabatasan-batasannya
sudah dapat dibedakan, maka sudah tidak ada syuf’ah lagi.

A. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan
makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan

13
makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan
kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abidin,zainal.Sistem Pemindahan Hak Milik.Jakarta:Rohani Press.1997.

Syarqawle Fitriana.Fikih Muamalah.Banjar Masin:IAIN ANTASARI PRESS.2014.

Yusdani.Sumber Hak Milik Dalam Presfektif Hukum Islam.Yogyakarta:Program


Magister Study Islam UII.2002.

Anda mungkin juga menyukai