Makalah
Oleh :
Dosen Pengempu:
1. Dr. Dudung Abdullah, M.Ag.
2. Dr. Nasrullah bin Safa, Lc., M.E.I.
i
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................6
A. Hak Milik dalam Islam.........................................................................................6
B. Usaha Dalam Islam.............................................................................................15
C. Ayat Al Quran dan Hadis tentang Hak atas Setiap Hasil Usaha dalam Islam..20
BAB III PENUTUP......................................................................................................24
A. Kesimpulan.............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................25
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
muhammad bin hasan al-syaibani dalam kitabnya al-iktisab fi al-rizq al mustathab
yang dikutip oleh adiwarman karim bahwa kerja dan berusaha merupakan unsur
utama produksi yang memiliki kedudukan sangat penting dalam kehidupan.
Karena ia menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT, dan karenanya
hukum bekerja dan berusaha adalah wajib.1 pada masing-masing individu. Agama
islam memberikan kebebasan kepada seluruh ummatnya untuk memilih pekerjaan
yang mereka senangi dan kuasai dengan baik.
Maka dari itu penulis dalam artikel ini akan menjelaskan terkait hak milik
serta hasil usaha dalam islam.
B. Rumusan Masalah
3. Apa ayat al Quran terkait hak setiap hasil usaha dalam islam ?
C. Tujuan Penulisan
3. Untuk mengetahui ayat al Quran terkait hak setiap hasil usaha dalam
islam.
4.
1
Adiwaraman A Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), h. 258
5
BAB II
PEMBAHASAN
2
Wahbah al-Zuhaily, Al-fiqh al-islami wa Adillatuh, (Damaskus: Dar al-Fikr. 2005), juz
4, hlm. 8.
3
Syeikh Ali al-khalif, Al-Haqq wa al-zimmah, (Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi, 1976), hlm.
36.
4
Q.S.Yasin: 7
6
membatalkan yang batil (syirik).5 Contoh al-haqq diartikan dengan bagian
(kewajiban) yang terbatas tercantum pada surat al-Baqarah ayat 241 yang artinya:
Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan mut'ah oleh
suaminya) menurut yang makruf sebagai suatu kewajiban bagi orang orang
takwa.6 Contoh al-haqq diartikan dengan kebenaran sebagi lawan dari kebatilan
tercantum dalam surat Yunus ayat 35 yang artinya: Katakanlah: Apakah di antara
sekutu-sekutumu ada yang menunjuki kepada kebenaran?7.
Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk, yang secara etimologi berarti
penguasaan terhadap sesuatu. Al-Milk juga berarti sesuatu yang dimiliki (harta).
Milk juga merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh
syara' yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu,
sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut, kecuali
adanya kalangan syara'.8 Kata milik dalam bahasa Indonesia merupakan kata
serapan dari kata al-milk dalam bahasa Arab.
Secara terminologi, al-milk didefinisikan oleh Muhammad Abu Zahrah9
sebagai berikut: "Pengkhususan seseorang terhadap pemilik sesuatu benda
menurut syara' untuk bertindak secara bebas dan bertujuan mengambil
manfaatnya selama tidak ada penghalang yang bersifat syara". Artinya, benda
yang dikhususkan kepada seseorang itu sepenuhnya berada dalam penguasaannya,
sehingga orang lain tidak boleh bertindak dan memanfaatkannya. Pemilik harta
bebas untuk bertindak hukum terhadap hartanya, seperti jual beli, hibah, wakaf
dan meminjamkannya kepada orang lain, selama tidak ada halangan dari syara'.
Contoh halangan syara' antara lain orang itu belum cakap bertindak hukum,
misalnya anak kecil, orang gila, atau kecakapan hukumnya hilang seperti orang
yang jatuh pailit, sehingga dalam hal-hal tertentu mereka tidak dapat bertindak
hukum terhadap miliknya sendiri.
Dengan kata lain, apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang sah
5
Q.S. Al-Anfal: 8
6
Q.S. Al-Baqarah: 241
7
Q.S. Yunus: 35
8
Abdul Rahman Ghazaly dan Ghufron Ihsan, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010),
hlm.43.
Muhammad Abu Zahrah, Al-Milkiyah wa Nazhariyah al-aqd fi al-syari’ah al-Islamiyah,
9
7
menurut syara', orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan
dijual maupun akan digadaikan, baik dia sendiri yang melakukannya maupun
melalui perantara orang lain.
Dari definisi diatas dapat disimpukan bahwa pengertian hak milik adalah
sama, yaitu bahwa hak milik atau kepemilikan merupakan hubungan kepemilikan
antara manusia dan harta atau benda yang diterapkan oleh syara’,yang
memberikan kekuhusan yang memungkinkan untuk mengambil manfaat atau
melakukan tasarruf atas harta atau benda tersebut menurut cara-cara yang
dibenarkan ditetapkan oleh syara’.
Hak milik terbagi menjadi dua bagian;
a. Hak milik yang sempurna (al-Milk al–Tam)
Hak milik menurut WahbahZahaili adalah hak kepemilikan yang meliputi
bendanya sekaligus manfatnya sehingga semua hak-hak yang diakui oleh
syara berada di tangan orang yang memiliki hak tersebut.10
b. Hak milik yang tidak sempurna (al-Milk al–Naqis)
Menurut Wahbah Zuhaili defenisi al-milik al-naqis adalah kepemilikan
terhadap bendanya saja, atau manfaatnya saja sedangkan menurut Yusuf
Musa, hak milik tidak sempurna adalah memiliki barangnya tanpa
memiliki manfaatnya. Milk al-naqis sendiri terbagi menjadi tiga macam,
yaitu;11
1) Milk al-‘ain, yaitu hak milik atas bendanya saja, sedangkan
manfaatnya dimiliki orang lain.
2) Milik al–manfaat asy-syakhshi, yaitu hak milik atas benda yang dapat
dibatasi dengan waktu, tempat, dan sifat pada benda saat
menentukannya.
3) Milik al-manfaat al-‘aini, yaitu hak milik manfaat yang mengikuti
kepada benda, bukan kepada orang. Hak tersebut merupakan hak yang
langgeng, selama benda itu masih ada, meskipun orangnya berganti-
ganti, hak tersebut masih tetap ada.
2. Konsep islam tentang hak milik
10
Wahbah Zuhaily, al-Fiqha-Islamywa Adillatuhu, (Beirut: Daar al-fikr al Mushir, 2005), hlm.58.
11
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamlat, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 75
8
Semua yang ada di muka bumi adalah milik Allah SWT, menurut ajaran
Islam bahwa Allah SWT adalah pemilik yang sesungguhnya dan mutlak atas alam
semesta. Allah lah yang memberikan manusia karunia dan rezeki yang tak
terhitung jumlahnya. Manusia dengan kepemilikannya adalah pemegang amanah
dan khalifah. Maka semua kekayaan dan harta benda merupakan milik Allah,
manusia memilikinya hanya sementara, semata-mata sebagai suatu amanah atau
pemberian dari Allah. Manusia menggunakan harta berdasarkan kedudukannya
sebagai pemegang amanah dan bukan sebagai pemilik yang kekal. 12 Karena
manusia mengemban amanah mengelola hasil kekayaan di dunia, maka manusia
harus bisa menjamin kesejahteraan bersama dan dapat
mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah SWT.
Ikhtiyar dalam bentuk bekerja, bisnis dan usaha lain yang halal adalah
merupakan sarana untuk mencapai kepemilikan pribadi Dalam Islam, kewajiban
datang lebih dahulu, baru setelah itu adalah Hak. Setiap Individu, masyarakat dan
negara memiliki kewajiban tertentu. Dan sebagai hasil dari pelaksanaan kewajiban
tersebut, setiap orang akan memperoleh hak-hak tertentu. Islam sangat peduli
dalam masalah hak dan kewajiban ini. Kita diharuskan untuk mencari harta
kekayaan dengan cara ikhtiyar tetapi dengan jalan yang halal dan tidak menzalimi
orang lain. Selain itu, Kita juga tidak dibiarkan bekerja keras membanting tulang
untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tanpa balasan yang setimpal.
Dalam kepemilkan pribadi ada hak-hak umum yang harus dipenuhi Islam
mengakui hak milik pribadi dan menghargai pemiliknya, selama harta itu
diperoleh dengan jalan yang halal. Islam melarang setiap orang menzalimi dan
merongrong hak milik orang lain dengan azab yang pedih, terlebih lagi kalau
pemilik harta itu adalah kaum yang lemah, seperti anak yatim dan wanita
sebagaimana terdapat pada surah Adzariyaat ayat 19, dan surah Al-Israa ayat 26.
Macam Macam Kepemilikan
Menurut pandangan Islam, kepemilikan dibedakan menjadi tiga kelompok,
yaitu: kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum (collective
12
Ahmad Sahal, Konsep Hak Milik Dalam Islam, Jurnal Al-Maqasid: Jurnal Ilmu-ilmu
Kesyariahan dan Keperdataan, Vol. 6, No. 2, Jul-Des 2020, hal. 198
9
property), dan kepemilikan negara (sate property)13;
1) Kepemilikan individu (al-mikiyat al-fardiyah /private property).
Kepemilikan individu tersebut adalah semisal hak milik seseorang
atas roti dan rumah, maka, orang tersebut bisa saja memiliki roti untuk
di makan,dijual serta di ambil kentungan dari harganya.Dimana,
masing–masing roti dan rumah tersenbut adalah zat. Semetara hukum
syara’ yang ditentukan untuk keduanya adalah izin alsyari’kepada
manusia untuk memanfaatkannya dengan cara dipakai langsung habis,
dimanfaatkan ataupun ditukar izin untuk memanfatkan ini telah
menjadikan pemilik barang dimana dia merupakan orang yang
mendafatkan izin bisa memakan roti dan menempati rumah tersebut,
sebagaimana dia diperbolehkan juga untuk menjualnya.Hukum
syara’yang berhubungan dengan roti tersebut, adalah hukum syara’yang
ditentukan pada zatnya, yaitu izin untuk menghabiskannya. Sedangkan
hukum syara’yang berhubungan dengan rumah,adalah hukum syara’
yang ditentukan pada kegunaanya, yaitu izin menempatinya.
Atas dasar ini adalah,maka kepemilikan itu merupakan izin al-syari
untuk memanfaatkan zat tertentu.Oleh karena itu,kepemilkan tersebut
tidak akan ditetapkan selain dengan ketetapan selain dengan ketetapan
Dario al-syari’ terhadap zat tersebut,serta sebab-sebab
kepemilikannya.dalam hal ini,Allah memberikan izin untuk memiliki
beberapa zat dan melarang memiliki zat-zat yang lain. Allah juga telah
memberikan izin terhadap beberapa transaksi serta melarang bentuk-
bentuk transaksi yang lain, sebagai contoh Allah melarang seorang
muslim untuk memiliki minuman keras dan babi, sebagaimana Allah
melarang siapapun yang menjadi warga negara Islam untuk memiliki
serta hasil riba dan perjudian. Tetapi Allah memberi izin utuk
melakukan jual beli, bahkan menghalalkannya, disamping melarang dan
mengharamkan riba.
Ini menunjukan bahwa setiap orang bisa memiliki kekayaan
13
Abdullah Abdul Husain at-Tarqi, Ekonomi Islam: Perinsip, Dasar Tujuan, (Yogyakarta:
MagistraInsania Press, 2004), hlm. 97-126
10
dengan cara-cara kepemilikan tertentu, karena yang demikian
merupakan sesuatu yang alami.seandainya kepemilikan pribadi ini tidak
diperbolehkan, maka seseorang tidak akan dapat memiliki hasil
usahanya untuk menetapkan ke pemilik peribadi tersebut, ada beberapa
hal yang diatur Islam, yaitu:
1) Mengatur tentang barang atau jasa yang diizikan (dibolehkan)
untuk memiliki dan yang tidak dalam hal ini Allah telah menentukan
sesuatu dengan halal haram.
2) Mengatur tentang cara memperoleh harta yang diizinkan
(dibolehkan) dan yang tidak perolehan harta itu bisa melalui tata cara
bagaimana memperoleh harta dan tata cara mengembangkan harta.
Kepemilikan dalam islam tidak hanya mengenai kepemilikan masa
utang semata, tetapi lebih dari itu seperti harta perolehan, harta
perdangangan, modal peroduksi, dan harta lainya yang termasuk harta
peribadi, berbeda dengan harta negara maupu harta umum, maka tidak
diperbolehkan bagi seseorang umpamanya memiliki tanah yang
diwafatkanya,atau memiliki sungai yang besar atau lautan, tanah-tanah
yang dapat dimiliki secara peribadi antara lain seperti: tanah yang
diserahkan kepada seseorang dari pemiliknya dan tanah iqtah (tanah
kosong yang di garap seseorang).
2) Kepemilikan umum (al-milkiyyat al-‘ammah/public peroperty)
Kepemilikan umum adalah izin al-syari’kepada satu komunitas
untuk bersamasama memanfatkan benda atau barang.sedangkan benda-
benda yang tergolong ketegori kepemilikan umum adalah benda-benda
yang telah dinyatakan oleh al-syari’ sebagai benda –benda yang
dimiliki suatu komunitas secara bersama-sama dan tidak boleh dikuasai
oleh hanya seseorang saja. Karena milik umum, maka setiap individu
dapat memanfatkannya, namun dilarang memilikinya. Setidak-
tidaknya,benda-benda yang dapat dikelompokan ke dalam kepemilikan
umum ini ,ada tiga jenis yaitu:
1) Fasilitas dan sarana umum, maksud fasilitas atau sarana umum
11
adalah apa saja yang di anggap sebagai kepentingan manusia secara
umum. Benda ini tergolong ke dalam jenis kepemilikan umum karena
menjadi kebutuhan pokok masyarakat, dan jika tidak terpenuhi dapat
menyebabkan perpecahan dan persengketaan jenis harta ini.
2) Sumber alam yang tabiat pmbentukannyamenghalangi dimiliki
oleh individu secara perorangan.
3) Barang tambang yang depositonya tidak terbatas Larangan
tersebut tidak hanya terbatas pada tambang garam saja,melainkan
meliputi seluruh barang tambang yang jumlah depositnya banyak
(laksana air mengalir) atau tidak terbatas ini juga mencakup
kepemilikan semeua jenis tambang, baik yang tampak di permukan
bumi seperti garam,batu mulia atau tambang yang berada dalam perut
bumi seperti tambang emas, perak besi, tambang minyak timah dan
sejenisnya.
Barang tambang semacam ini menjadi milik umum sehingga tidak
boleh dimiliki oleh perseorangan atau beberapa orang demikian juga
tidak boleh hukumnya memberikan keistimewaan kepada seseorang
atau lembaga tertentu untuk mengekploitasnya tetapi pengusaha wajib
menyiarkannya sebagai milik umum bagi seluruh rakyat. Negaralah
yang wajib menggalinya, memisahkannya dari benda-benda lain,
menjual dan menyimpan hasilnya di bait al-mal.
3) Kepemilikan Negara (al-milkiyyat al-Dawlah/state peroperty)
Kepemilikan negara adalah harta yang ditetapkan Allah menjadi
hak seluruh rakyat, dan pengelolannya menjadi wewenang
negara,dimana negara berhak memberikan atau mengkususkannya
kepada sebagai kaum rakyat sesuai dengan ijitihad/kebijakannya.Makna
pengelolalan pemerintah adalah kekuasaan yang dimiliki pemerintah
untuk poengelolannya. Kepemilikan negara ini meliputi semua jenis
harta benda yang tidak dapat digolongkan ke dalam jenis harta milik
umum, 7 namun terkadang bisa tergolong dalam jenis harta harta
kepemilikannya individu maksudnya kepemilikan negara pada dasarnya
12
juga merupakan hak milik umum,tetapi hak pengelolaanya menjadi
wewenang dan tanggung jawab pemerintah, meskipun demikian,
cakupan kepemilikan umum dapat dikuasai oleh pemerintah karena ia
merupakan hak seluruh rakyat dalam satu negara, yang wewenang
pengelolaanya ada pada tangan pemerintah dengan demikian pemeritah
dalam hal ini memiliki hak untuk pengelolan hak milik ini karena ia
merupakan representasi kepentingan rakyat, mengemban amanah
masyarakat,atau bahkan pemerintah merupakan instutusikehalifahan
Allah di muka bumi.
Memang diakui bahwa hak milik negara berbeda dengan hak milik
umum, hak milik negara ini dapat diahlikan menjadi hak milik individu
jika memang kebijakan negara menghendaki demikian.akan tetapi, hak
milik umum tidak dapat diahlihkan menjadi hak milik individu,
meskipun ia dikelola oleh pemerintah dalam kaitannya dengan hak
milik umum pada dasarnya pemerintah hanyalah pengorganisir dan
pelaksanaan amanah dari masyaraka,sementara berkaitan dengan hak
milik negara pemerintah memiliki otoritas sepenuhnya.
Kepemilikan negara ini meliputi semua jenis harta benda yang
tidak dapat digolongkan ke dalam jenis harta milik umum,namun
terkadang bisa tergolong dalam jenis harta kepemilikan individu
makudnya kepemilikan negara pada dasarnya pada juga merupakan hak
milik umum, tetapi hak pengelolannya menjadi wewenang dan
tannggung jawab pemerintah, meskipun demikian, cakupan
kepemilikan umum dapat dikuasai oleh pemerintah, karena ia
merupakan hak seluruh rakyat dalam satu negara, yang wewenang
pengelolaanya ada pada tangan pemerintah dengan demikian,
pemerintah dalam hal ini memiliki hak untuk mengelola hak milik ini.
Karena ia merupakan representasi kepentingan rakyat, mengenban
amanah masyarakat, atau bahkan pemerintah merupakan institusi
kekhalifahan Allah muka bumi.
Memang diketahui bahwa hak milik negara berbeda dengan hak
13
milik umum.hak milik negara ini dapat diahlihkan menjadi hak milik
individu jika memang kebijakan negara menghendaki demikian akan
tetapi, hak milik umum tidak dapat diahlihkan menjadi hak milik
individu, meskipun ia dikelola oleh pemerintah dalam kaitannya dengan
hak milik umum pada dasarnya pemerintah hanyalah pengorgaisir dan
pelaksanaan amanah dari masyarakat,sementara berkaitan dengan hak
milik negara pemerintah memiliki otoritas sepenuhnya.
3. Sebab sebab dan cara memperoleh kepemilikan
Adapun maksud dengan sebab-sebab kepmilikan harta adalah sebab yang
menjadikan seseorang memiliki harta tersebut, yang sebelumnya tidak menjadi
hak miliknya.sebab pemilikan harta itu telah dibatasi dengan batasan yang telah
dijelaskan oleh syara’.Menurut syari’at Islam setidaknya ada lima sebab
kepemilikan(asab l-tamalluk) yang dijadikan sebagai sumber daya ekonomi14
yaitu;
a. Bekerja
kata “bekerja“ wujudnya sangat luas,bermacam-macam jenisnya,
bentuknya pun beragam, serta hasilnya pun berbeda-beda,maka Allah
swt.tidak memberikan “bekerja” tersebut secara mutlak. Allah swt.juga
tidak menetapkan ”bekerja” tersebut dengan bentuk sangat umum,
akan tetapi Allah swt. telah menetapakan dalam bentuk kerja-kerja
tertentu yang layak untuk dijadikan sebagai sebab kepemilikannya.
Adapun bentu kerja yang disyariatkan; menghidupkan tanah mati,
menggali kandungan bumi, berburu, mudharabah (bagi hasil), ijarah
(kontra kerja)
b. Pewarisan
Tilik harta adalah pewarisan,yaitu pemindahan hak pemilik dari orang
yang meninggal dunia kepada ahli warisannya,sehingga ahli warisnya
menjadi sah untuk meiliki harta warisan tersebut.
c. Pemberian harta negara kepada rakyat
Termasuk juga jalan dalam ketegori sebab kepemilikan adalah
Abdullah Abdul Husain at-Taraqi, Ekonomi Islam: Perinsip, Dasar dan Tujuan,
14
14
pemberian negara kepada rakyat yang diambilkan dari harta bumi
baitilmal, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup,atau
memanfaatkan kepemilikan mengenai pemenuhan hajat hidup adalah
semisal memberi makna harta untuk menggarap tanah pertanian atau
melunasi hutang-hutang.
d. Harta yang diperoleh tanpa kompensasi harta atau tenaga
Yang termasuk dalam ketegori sebab kepemilikan adalah perolehan
individu. Sebagian mereka dari sebagian yang lain, atas sejumlah harta
tertentu tanpa konpensasi harta atau tenaga apapun.
Seperti; hubungan pribadi, kepemilikan harta akibat ganti rugi,
mendapat mahar, luqathah (barang temuan),
Dengan demikian islam melarang seorang muslim memperoleh barang
dan jasa dengan cara yang tidak diridhoi oleh Allah SWT, seperti judi,
riba, pelacuran, korupsi, mencuri, dan pekerjaan maksiat lainnya.
B. Usaha Dalam Islam
1. Pengertian Usaha
Di dalam kamus bahasa Indonesia dijelaskan bahwa usaha adalah kegiatan
dengan mengerahkan tenaga, pikiran, dan pekerjaan untuk mencapai sesuatu. 15
Sedangkan di dalam UU No. 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan,
usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang
perekonomian yang dilakukan setiap pengusaha atau individu untuk tujuan
memperoleh keuntungan atau laba.16 Yusuf Qardhawi mengemukakan, usaha yaitu
memfungsikan potensi diri untuk berusaha secara maksimal yang dilakukan
manusia, baik lewat gerakan anggota tubuh ataupun akal untuk menambah
kekayaan, baik dilakukan secara perseorangan ataupun secara kolektif, baik untuk
pribadi ataupun untuk orang lain.17 Jadi dilihat dari defenisi di atas jelas bahwa
kita dituntut untuk berusaha dengan usaha apapun dalam konteks usaha yang halal
15
Rizky Maulana dan Putri Amelia, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Surabaya: Lima
Bintang, tt), h. 423.
16
Ismail Solihin, Pengantar Bisnis Pengenalan Praktis dan Studi Kasus, (Jakarta:
Kencana, 2006), h.27
17
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, terj Zainal Arifin Lc dan Dahlia
Husin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 104.
15
untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan ini.
Pada dasarnya manusia dalam kehidupannya dituntut melakukan suatu
usaha untuk mendatangkan hasil dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Di
dalam Islam, bekerja dan berusaha merupakan suatu kewajiban kemanusiaan.
Menurut Muhammad bin Hasan al-Syaibani dalam kitabnya al-iktisab fi al-rizq al-
mustathab seperti dikutip Adiwarman A Karim, bahwa kerja dan berusaha
merupakan unsur utama produksi mempunyai kedudukan yang sangat penting
dalam kehidupan, karena menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah Swt, dan
karenanya hukum bekerja dan berusaha adalah wajib.18 Bekerja dan berusaha
sebagai sarana untuk memanfaatkan perbedaan karunia Allah Swt pada
masingmasing individu. Agama Islam memberikan kebebasan kepada seluruh
ummatnya untuk memilih pekerjaan yang mereka senangi dan kuasai dengan
baik.19
Banyak ayat al-Qur’an yang mengupas tentang kewajiban manusia untuk
bekerja dan berusaha mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup.20 Islam
memposisikan bekerja atau berusaha sebagai ibadah dan mendapatkan pahala
apabila dilakukan dengan ikhlas. Dengan berusaha kita tidak saja menghidupi diri
kita sendiri, tetapi juga menghidupi orangorang yang ada dalam tanggung jawab
kita dan bahkan bila kita sudah berkecukupan dapat memberikan sebagian dari
hasil usaha kita untuk menolong orang lain yang memerlukan.21
Hal ini sesuai dengan tujuan ekonomi yang bersifat pribadi dan sosial.
Ekonomi yang bersifat pribadi adalah untuk pemenuhan kebutuhan pribadi dan
keluarga sedangkan ekonomi yang bersifat sosial adalah memberantas kemiskinan
masyarakat, pemberantasan kelaparan dan kemelaratan.22 Individu-individu harus
mempergunakan kekuatan dan keterampilan sendiri untuk memenuhi kebutuhan
hidup sebagai tugas pengabdian kepada Allah Swt. Kewirausahaan, kerja keras,
18
Adiwaraman A Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), h. 258
19
Ruqaiyah Waris Masqood, Harta dalam Islam, (Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2003),
h. 66.
20
Husein Syahatah, Ekonomi Rumah Tangga Muslim, terj H Dudung Rahmat Hidayat
dan Idhoh Anas, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 62
21
Ma’ruf Abdullah, Wirausaha Berbasis Syari’ah, (Banjarmasin: Antasari Press, 2011), h.
29.
22
Mawardi, Ekonomi Islam, (Pekanbaru: Alaf Riau Graha UNRI PRESS, 2007), h. 6
16
berani mengambil resiko, manajemen ynag tepat merupakan watak yang melekat
dalam kehidupan, hal ini harus dimiliki oleh seseorang dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.23
Sebagai khalifah di muka bumi ini, manusia ditugaskan Allah mengelola
langit dan bumi beserta isinya untuk kemaslahatan ummat. Namun ditegaskan-
Nya bahwa tidak akan ada yang diperoleh manusia kecuali hasil usahanya
sendiri.24 Kebenaran prinsip tersebut bersumber dari firman Allah Swt:
ٰۤ
ت ٰ
ج ر د
َ
ٍ َ ٍ َ ْض
ع ب قَ وZZZ
ْ َ ف م ُ
ك ZZZْض
ْ َ َ َ َ َ ِ ع ب ع ZZZَ فر و ض ْرَ اْل ا فَ ِٕ و الَّ ِذيْ َج َعلَ ُك ْم َخZZZ
ى ل َ َُوه
ِ ۖ ك َس ِر ْي ُع ْال ِعقَا
ب َواِنَّهٗ لَ َغفُ ْو ٌر َّر ِح ْي ٌم َ َّلِّيَ ْبلُ َو ُك ْم فِ ْي َمٓا ٰا ٰتى ُك ۗ ْم اِ َّن َرب
Artinya: Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi
dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu
atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat
cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.
(Q.S.Al-An’am: 164)25
هZۗ ٖ Zِوا ِم ْن ِّر ْزقZْ Zُا َو ُكلZZَ ْوا فِ ْي َمنَا ِكبِهZواًل فَا ْم ُشZْ Zُض َذل َ Zو الَّ ِذيْ َج َعZ
َ ْل لَ ُك ُم ااْل َرZ َ Zُه
َواِلَ ْي ِه ال ُّن ُش ْو ُر
Artinya: Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka
jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan
hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (Q,S, Al-Mulk: 15)
17
ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu atau petunjuk dan tanpa
Kitab yang memberi penerangan. (Q.S. Luqman: 20)
26
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), h. 7
18
dalam menciptakan pemerataan dan kesejahteraan, karena itu harta
jangan hanya beredar pada segelintir orang kaya, tetapi juga pada
mereka yang membutuhkan.27
c. Prinsip al-ta’awun (tolong menolong)
Prinsip ta’awun berarti bantu-membantu antara sesama anggota
masyarakat. Bantu-membantu ini diarahkan sesuai dengan tauhid,
terutama dalam upaya meningkatkan kebaikan dan ketaqwaan kepada
Allah. Prinsip ini menghendaki kaum muslimin berada saling tolong
menolong dalam kebaikan dan kataqwaan. Memberikan peluang untuk
berkarya dan berusaha dan memberikan sesuatu yang kita usahakan
atau hasil dari usaha kita kepada yang membutuhkan seperti zakat,
bersedekah, dan lain-lain.28
d. Usaha yang halal dan barang yang halal
Islam dengan tegas mengharuskan pemeluknya untuk melakukan
usaha atau kerja. Usaha atau kerja ini harus dilakukan dengan cara
yang halal, memakan makanan yang halal, dan menggunakan rizki
secara halal pula.29 Sebagaimana disyaratkan dalam Al-qur’an:
19
berbunyi:
ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُك ْو َن
ان بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما َ اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َك
ٍ ارةً َع ْن تَ َر َ تِ َج
C. Ayat Al Quran dan Hadis tentang Hak atas Setiap Hasil Usaha dalam Islam
1. An Nur: 64
هّٰلِل
ِ ۗ ْت َوااْل َر
ض قَ ْد يَ ْعلَ ُم َمٓا اَ ْنتُ ْم َعلَ ْي ۗ ِه َويَ ْو َم ِ آَاَل اِ َّن ِ َما فِى السَّمٰ ٰو
يُرْ َجع ُْو َن اِلَ ْي ِه فَيُنَبُِّئهُ ْم بِ َما َع ِملُ ْو ۗا َوهّٰللا ُ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِ ْي ٌم
Ketahuilah, sesungguhnya milik Allah-lah apa yang di langit dan di
30
Husein Syahatah, Ekonomi Rumah Tangga Muslim, terj H Dudung Rahmat Hidayat
dan Idhoh Anas, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 67.
20
bumi. Dia mengetahui keadaan kamu sekarang. Dan (mengetahui pula)
hari (ketika mereka) dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya
kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (An Nur: 64)
Menurt Dr. wahbah zuhaili dalam tafsir Al-Wajiz pada ayat diatas.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya milik Allah itu segala sesuatu di
langit dan bumi baik kerajaan dan makhluknya. Wahai manusia
sekalian, sungguh Dia (Allah) mengetahui sesuatu yang mana kalian
berada di dalamnya berupa keadaan beriman atau bermksiat dan akan
membalas kalian atas hal itu. Dia juga mengetahui dimana mereka
akan dikembalikan kepadaNya, lalu membalas mereka di dalamnya.
Dan ilmu Allah itu meliputi setiap sesuatu. Dan balasan itu akan
menyesuaikan dengan amal perbuatan. Kata “Alaa” adalah untuk
menarik perhatian orang yang diajak bicara terhadap apa yang
disebutkan itu.31
2. Surah al-Jumu’ah: 10
فَا َذا قُضيت الص َّٰلوةُ فَا ْنتَشر ُْوا فى ااْل َرْ ض وا ْبتَ ُغ ْوا م ْن فَضْ ل هّٰللا
ِ ِ ِ َ ِ ِ ِ ِ َِ ِ
َو ْاذ ُكرُوا هّٰللا َ َكثِ ْيرًا لَّ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح ُْو َن
Artimya: Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu
di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar
kamu beruntung. (Q.S. Al Jumu’ah: 10)
Menurt Dr. wahbah zuhaili dalam tafsir Al-Wajiz pada ayat diatas.
Jika kalian telah melaksanakan shalat dan memiliki waktu lengang,
maka menyebarlah kalian di bumi, carilah rejeki dari keutamaan Allah
dengan sungguh-sungguh dan banyak-banyaklah mengingat Allah
dengan ucapan dan lisan kalian di majelis-majelis kalian yang berbeda-
beda dengan bertahmid, bertasbih, beristighfar dan dzikir lain yang
31
https://tafsirweb.com/6192-surat-an-nur-ayat-64.html
21
serupa supaya kalian dapat memenangkan kebaikan dunia-akhirat.32
3. Al-Baqarah: 286
ْ َف هّٰللا ُ نَ ْفسًا اِاَّل ُو ْس َعهَا ۗ لَهَا َما َك َسب
ْ َت َو َعلَ ْيهَا َما ا ْكتَ َسب
ت ُ ِّاَل يُ َكل
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang
dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang
diperbuatnya. (Q.S. Al-Baqarah: 286)
Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid dalam tafsir Al-
Mukhtashar beliau menafsirkan tentang ayat diatas. Allah tidak
membebani seseorang kecuali dengan sesuatu yang sanggup
dilakukannya, karena agama Allah dibangun di atas asas kemudahan,
sehingga tidak ada sesuatu yang memberatkan di dalamnya.
Barangsiapa berbuat baik, dia akan mendapatkan ganjaran atas apa
yang dia lakukan, tanpa dikurangi sedikitpun. Dan barangsiapa berbuat
buruk, dia akan memikul dosanya sendiri, tidak dipikul oleh orang
lain.33
4. “Memberikan hak kepada yang mempunyai hak”.
Rosul SAW bersabda:
32
https://tafsirweb.com/10910-surat-al-jumuah-ayat-10.html
33
https://tafsirweb.com/1052-surat-al-baqarah-ayat-286.html
22
dari Syurahbil bin Muslim, saya mendengar Abu Umamah, saya
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada setiap yang
memiliki hak, maka tidak ada wasiat bagi pewaris." (HR. Abu Daud,
dengan sanad hasan shohih)
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hak milik adalah sama, yaitu bahwa hak milik atau kepemilikan
merupakan hubungan kepemilikan antara manusia dan harta atau benda
yang diterapkan oleh syara’,yang memberikan kekuhusan yang
memungkinkan untuk mengambil manfaat atau melakukan tasarruf atas
harta atau benda tersebut menurut cara-cara yang dibenarkan ditetapkan
oleh syara’.
2. Usaha yaitu memfungsikan potensi diri untuk berusaha secara maksimal
yang dilakukan manusia, baik lewat gerakan anggota tubuh ataupun akal
untuk menambah kekayaan, baik dilakukan secara perseorangan ataupun
secara kolektif, baik untuk pribadi ataupun untuk orang lain. Adapun hasil
usaha tergantung kepada apa yang dikerjakan.
3. Ayat tentang Hak setiap hasil usaha yaitu; Sesungguhnya milik Allah-lah
apa yang di langit dan di bumi. Bertebaranlah kamu di bumi; carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
Rizky Maulana dan Putri Amelia, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Surabaya:
Lima Bintang, tt)
Ruqaiyah Waris Masqood, Harta dalam Islam, (Jakarta: Perpustakaan Nasional,
2003)
Syeikh Ali al-khalif, Al-Haqq wa al-zimmah, (Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi, 1976),
Wahbah al-Zuhaily, Al-fiqh al-islami wa Adillatuh, (Damaskus: Dar al-Fikr.
2005), juz 4
Wahbah Zuhaily, al-Fiqha-Islamywa Adillatuhu, (Beirut: Daar al-fikr al Mushir,
2005)
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, terj Zainal Arifin Lc dan
Dahlia Husin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997)
26