Anda di halaman 1dari 23

KONSEP HARTA DAN KEPEMILIKAN DALAM EKONOMI SYARIAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Ekonomi Syariah

Dosen Pengampu : Ibram Pinondang Dalimunthe SE.Sy.,M.M

Disusun Oleh:

Raissa Absharina Theda (181011200299)

Trisnawati Rahayu (181011200322)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PAMULANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Harta dan
Kepemilikan dalam Ekonomi Syariah ”.
Makalah ini disusun sedemikian rupa untuk memenuhi salah satu tugas
Ekonomi Syariah. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari
berbagai pihak maka makalah ini tidak dapat terwujud. Untuk itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orangtua yang telah memberikan bantuan moral serta spiritual.
2. Ibram Pinondang Dalimunthe, S.E., Sy., M.M., CFRM selaku dosen mata
kuliah Ekonomi Syariah.
3. Rekan-rekan yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini
Penulis sadar bahwa penulis hanyalah manusia biasa. Makalah ini pasti banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh kerena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari teman-teman yang akan penulis gunakan untuk pembuatan
makalah yang akan datang supaya lebih baik lagi. Semoga makalah ini memberi
manfaat khususnya bagi aktivitas pendidikan dan umumnya bagi para pembaca.

Tangerang Selatan, 29 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... iii
1.1 RUMUSAN MASALAH ............................................................................. iii
1.2 TUJUAN PENULISAN ............................................................................... iv
1.3 MANFAAT .................................................................................................. iv
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 1
2.1 DEFINISI HARTA DAN KEPEMILIKAN DALAM EKONOMI
SYARIAH ........................................................................................................... 1
2.2 JENIS – JENIS HARTA DAN KEPEMILIKAN DALAM EKONOMI
SYARIAH ........................................................................................................... 3
2.3 HUKUM HARTA DAN KEPEMILIKAN DALAM EKONOMI SYARIAH
........................................................................................................................... 13
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 16
3.1 KESIMPULAN ........................................................................................... 16
3.2 SARAN ....................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Allah telah menjadikan harta sesuatu yang indah dalam pandangan


manusia, manusia diberi tabiat alamiah mempunyai kecintaan terhadap harta.
Allah telah menerangkan dalam al-Qur’an surat al-Fajr: 20 “Dan kamu mencintai
harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”.

Oleh karena itu kecintaan manusia terhadap harta ini harus mendapatkan
bimbingan wahyu yang mengarahkannya bahwa harta bukanlah tujuan hidup ini,
akan tetapi hanya sebagai wasilah belaka yang nanti di hari kiamat harus
dipertanggungjawabkan.

Harta dalam Islam dianggap sebagai bagian dari aktivitas dan tiang
kehidupan yang dijadikan Allah sebagai sarana untuk membantu proses tukar
menukar (jual beli) , dan juga digunakan sebagai ukuran terhadap nilai. Allah
memerintahkan untuk saling menukarnya dan melarang menimbunnya.
Oleh karena itu syariat Islam dengan kaidah dan konsepnya akan
mengontrol cara untuk mendapatkan harta, menyalurkannya, proses pertukaran
dengan barang lain serta pengaturan hak-hak orang lain dalam harta itu.

1.1 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan harta dan kepemilikan dalam ekonomi syariah
?
2. Apa saja Jenis-jenis harta dan kepemilikan dalam ekonomi syariah ?
3. Bagaimana Hukum-hukum Islam yang mengatur tindakan manusia dalam
harta dan kepemilikan ?

iii
1.2 TUJUAN PENULISAN
1. Apa yang dimaksud dengan harta dan kepemilikan dalam ekonomi syariah
?
2. Apa saja Jenis-jenis harta dan kepemilikan dalam ekonomi syariah ?
3. Bagaimana Hukum-hukum Islam yang mengatur tindakan manusia dalam
harta dan kepemilikan ?

1.3 MANFAAT
1. Penulisan makalah ini diharapkan dapat Memenuhi salah satu Tugas
Ekonomi Syariah sekaligus menjadi sumber informasi bagi yang
membutuhkan.
2. Penulis mengaharapkan tulisan ini bisa menjadi suatu pemaparan yang
dapat memberikan informasi dan bahan evaluasi bagi pembaca mengenai
Konsep Harta dan Kepemilikan dalam ekonomi Syariah

iv
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI HARTA DAN KEPEMILIKAN DALAM EKONOMI SYARIAH

1. Harta

Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal yang menurut bahasa berarti
condong, cenderung, atau miring. Al-mal juga diartikan sebagai segala sesuatu
yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi
maupun manfaat.

Ada juga yang mengartikan dengan sesuatu yang dibutuhkan dan


diperoleh manusia baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang,
tumbuhan, maupun yang tidak tampak, yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian
dan tempat tinggal. Oleh karena itu menurut etimologis, sesuatu yang tidak
dikuasai manusia tidak bisa dinamakan harta, seperti burung di udara, ikan di air,
pohon di hutan, dan barang tambang yanga ada di bumi.

Adapun pengertian harta secara terminilogis, yaitu sesuatu yang diinginkan


manusi berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu akan memberikannya atau
menyimpannya. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah al-mal, yaitu:“Segala yang
diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika diperlukan, atau segala sesuatu
yang dapat dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan.”

Menurut definisi ini, harta memiliki dua unsur:

1) Harta dapat dikuasai dan dipelihara; sesuatu yang tidak disimpan atau
dipelihara secara nyata tidak dapat dikatakan harta.

2) Dapat dimanfaatkan menurut kebiasaan; segala sesuatu yang tidak


bermanfaat,

seperti daging bangkai atau makanan yang basi tidak dapat disebut harta, atau
bermanfaat tetapi menurut kebiasaan tidak diperhitungkan manusia, seperti satu

1
biji gandum, segenggam tanah dan sebagainya. Hal itu tidak disebut harta sebab
terlalu sedikit hingga zatnya tidak bias dimanfaatkan kecuali jika disatukan
dengan hal lain

2. Kepemilikan

Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk, yang secara etimologi berarti
penguasaan terhadap sesuatu. Al-milk juga berarti sesuatu yang dimiliki (harta).
Milk juga berarti hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh syara’,
yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu, sehingga ia
dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut kecuali adanya larangan
syara’.Kata milik dalam Bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari kata al-
milk dalam bahasa Arab.

Secara etimologi, kepemilikan seseorang akan materi, berarti penguasaan


terhadap sesuatu (benda). Sedangkan secara terminologis berarti spesialisasi
seseorang terhadap sutu benda yang memungkinkannya untuk melakukan
tindakan hukum atas benda tersebut sesuai dengan keinginannya, selama tidak ada
halangan syara’ atau selama orang lain tidak terhalangi untuk melakukan tindakan
hukum atas benda tersebut. Atau sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan
tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain.

Adapun yang dimaksud dengan kepemilikan menurut Islam adalah


pemberian hak milik dari suatu pihak kepada pihak yang lainnya sesuai dengan
ketentuan syariat untuk dikuasai, yang pada hakikatnya hak itu adalah milik Allah
swt. Hal ini berarti bahwa kepemilikan harta adalah yang didasarkan pada agama.
Yang artinya, kendati manusia sebagai pemilik eksklusif, namun kepemilikan itu
hanya sebatas amanah dari pemilik yang sesungguhnya yakni Allah swt.

2
2.2 JENIS – JENIS HARTA DAN KEPEMILIKAN DALAM EKONOMI
SYARIAH

1. Jenis – Jenis Harta


Menurut Fuqaha’ harta dapat ditinjau dari beberapa bagian yang setiap
bagian memilik cirri-ciri khusus dan hukumnya tersendiri yang berdampak
atau berkaitan dengan beragam hukum (ketetapan). Namun, pada
pembahasan ini hanya akan dijelaskan beberapa bagian yang masyhur
yaitu sebagai berikut :
1) Mal Mutaqawwim dan Ghair al-Mutaqawwim
a. Harta Mutaqawwim
ialah sesuatu yang memiliki nilai dari segi hukum syar’I”.
Pemahaman tersebut bermakna bahwa tiap pemanfaatan atas
sesuatu berhubungan erat dengan ketentuan nilai positif dari segi
hukum, yang terkait pada cara perolehan maupun penggunaannya.
Misalnya, kerbau halal dimakan oleh umat Islam, tetapi, apabila
kerbau tersebut disembelih tidak menurut syara’, semisal dipukul.
Maka daging kerbau tersebut tidak bisa dimanfaatkan karena cara
penyembelihannya batal (tidak sah) menurut syara’.
b. Harta Ghair al-Mutaqawwim
Ialah sesuatu yang tidak memiliki nilai dari segi hukum syar’i.
Maksud pengertian harta Ghair al-Mutaqawwim merupakan
kebalikan dari hartamutaqawwim. Harta dalam pengertian ini,
dilarang oleh syara’ diambil manfaatnya, terkait jenis benda
tersebut dan cara memperolehnya maupun penggunaannya.
Misalnya babi termasuk harta Ghair al-Mutaqawwim , karena
jenisnya. Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri
temasuk Ghair al-Mutaqawwim, karena cara memperolehnya yang
haram.

3
2) Mal Mitsli dan Mal Qimi
a. Harta Mitsli
Dalam pembagian ini, harta diartikan sebagai sesuatu yang
memiliki persamaan atau kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan
yang pada bagian-bagiannya atau kesatuannya, yaitu perbedaan
atau kekurangan yang biasa terjadi dalam aktivitas ekonomi.
Harta mitsli terbagi atas empat bagian yaitu: harta yang ditakar,
seperti gandum, harta yang ditimbang, seperti kapas dan besi, harta
yang dihitung, seperti telur, dan harta yang dijual dengan meter,
seperti kain, papan, dan lain-lainnya.
b. Harta Qimi
Yaitu harta yang tidak mempunyai persamaan di pasar atau
mempunyai persamaan, tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan
antara kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan pohon.

3) Mal Istihlak dan Mal Isti’mal


a. Harta istihlak
Yaitu sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatnya,
kecuali dengan menghabiskannya atau merusak dzatnya. Harta
dalam katagori ini ialah harta sekali pakai, artinya manfaat dari
benda tersebut hanya bisa digunakan sekali saja.
Harta istihlak dibagi menjadi dua, yaitu istihlak haqiqi dan istihlak
huquqi. Istihlak haqiqi yaitu suatu benda yang menjadi harta yang
secara jelas (nyata) dzatnya habis sekali digunakan. Misalnya
makanan, minuman, kayu bakar dan sebagainya.
Sedangkan istihlak huquqi ialah harta yang sudah habis nilainya
bila telah digunakan, tetapi dzat nya masih ada. Misalnya uang,

4
uang yang digunakan untuk membayar hutang, dipandang habis
menurut hukum walaupun uang tersebut masih utuhm hanya pindah
kepemilikan.

b. Harta Isti’mal
Ialah harta yang dapat digunakan berulang kali, artinya wujud
benda tersebut tidaklah habis atau musnah dalam sekali pemakaian,
seperti kebun, tempat tidur, baju, sepatu, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, perbedaan antara dua jenis harta tersebut di atas,
terletak pada dzat benda itu sendiri, mal istihlak habis dzatnya
dalam sekali pemakaian dan mal isti’mal tidak habis dalam sekali
pemanfaatan (bisa dipakai berulang-ulang).

4) Mal Manqul dan Mal Ghair al-Manqul


a. Harta Manqul
Ialah segala macam sesuatu yang dapat dipindahkan dan diubah
dari tempat satu ketempat yang lain, baik tetap pada bentuk dan
keadaan semula ataupun berubah bentuk dan keadaannya dengan
perpindahan dan perubahan tersebut. Harta dalam katagori ini
mencakup uang, barang dagangan, macam-macam hewan,
kendaraan, macam-macam benda yang ditimbang dan diukur.
b. Harta Ghair al-Manqul atau Al-Aqar
Ialah segala sesuatu yang tetap (harta tetap), yang tidak mungkin
dipindahkan dan diubah posisinya dari satu tempat ke tempat yang
lain menurut asalnya, seperti kebun, rumah, pabrik, sawah, dan
lainnya. Dalam ketentuan kitab undang-undang hukum perdata,
istilah Mal Manqul dan Mal Ghair al-Manqul (al-Aqar) diartikan
dengan istilah benda bergerak dan atau benda tetap

5
5) Mal ‘Ain dan Mal Dayn
a. Harta ‘Ain
Ialah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, beras,
kendaraan, dan yang lainnya.
b. Harta Dayn
Ialah kepemilikan atas suatu harta dimana harta masih berada
dalam tanggung jawab seseorang, artinya si pemilik hanya
memiliki harta tersebut, namun ia tidak memiliki wujudnya
dikarenakan berada dalam tanggungan orang lain.

6) Mal ‘Aini dan Mal Naf’I (manfaat)


a. Harta al- ‘Aini
ialah benda yang memiliki nilai dan berbentuk (berwujud),
misalnya rumah, ternak, dan lainnya.
b. Harta an-Nafi’
ialah a’radl yang berangsunr-angsur tumbuh menurut
perkembangan masa, oleh karena itu mal al-Naf’I tidak berwujud
dan tidak mungkin disimpan.
Ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa
harta ‘ain dan harta naf’imemiliki perbedaan, dan manfaat
dianggap sebagai harta mutaqawwim karena manfaat adalag
maksud yang diharapkan dari kepemilikan suatu harta benda.

6
7) Mal Mamluk, Mubah dan Mahjur
a. Harta Mamluk
ialah sesuatu yang merupakan hak milik baik milik perorangan
maupun milik badan seperti pemerintah dan yayasan.

b. Harta Mubah
Yaitu sesuatu yang pada asalnya bukan merupakan hak milik
perseorangan seperti air pada air mata, binatang buruan darat, laut,
pohon-pohon di lautan dan buah-buahannya.
c. Harta Mahjur
Yaitu harta yang dilarang oleh syara’ untuk dimiliki sendiri dan
memberikannya kepada orang lain. Adakalanya harta tersebut
berbentuk wakaf ataupun benda yang dukhususkan untuk
masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid-masjid, kuburan-
kuburan, dan yang lainnya.

8) Harta Yang Dapat Dibagi dan Harta Yang Tidak Dapat Dibagi
a. Harta yang dapat dibagi (mal qabil li al-qismah)
ialah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan
bila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras, jagung, tepung dan
sebagainya.
b. Harta yang dapat dibagi (mal ghair al-qabil li al-qismah)
ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan
apabila harta tersebut dibagi-bagi misalnya gelas, kemeja, mesin
dan sebagainya.

7
9) Harta Pokok (ashl) dan Harta Hasil (tsamar)
a. Harta pokok
ialah harta yang memungkinkan darinya muncul harta lain
b. Harta hasil ialah harta yang muncul dari harta lain (harta pokok)
Pokok harta juga bisa disebut modal, misalnya uang, emas, dan
yang lainnya, contoh harta pokok dan harta hasil ialah bulu domba
dihasilkan dari domba, maka domba merupakan harta pokok dan
bulunya merupakan harta hasil, atau kebau yang beranak, anaknya
dianggap sebagai tsamarah dan induknya yang melahirkan disebut
harta pokok.

10) Mal Khas dan Mal ‘Am


a. Harta khas
ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh
diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
b. Harta ‘Am
ialah harta milik umum (bersama) yang boleh diambil manfaatnya
secara bersama-sama.

2. Jenis - Jenis Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam

Dalam masalah kepemilikan, individu, masyarakat dan Negara sebagai


subyek ekonomi mempunyai hak-hak kepemilikan tersendiri yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan syariah.

1) Kepemilikan Individu (al-milkiyat al-fardiyah/private property)

Kepemilikan individu adalah hak individu yang diakui syariah dimana


dengan hak tersebut seseorang dapat memiliki kekayaan yang bergerak
maupun tidak bergerak. Hak ini dilindungi dan dibatasi oleh hukum

8
syariah dan ada kontrol. Selain itu seseorang akhirnya dapat memiliki
otoritas untuk mengelola kekayaan yang dimilikinya.

Hukum syariah menetapkan pula cara-cara atau sebab-sebab terjadinya


kepemilikan pada seseorang, yaitu dengan:

a. Bekerja

b. Pewarisan

c. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup

d. Pemberian Negara

e. Harta yang diperoleh tanpa usaha apapun

Hukum syariah juga membatasi pemanfaatan harta dalam hal:


menghambur-hamburkan harta di jalan yang terlarang seperti
melakukan aktifitas suap, memberikan riba/bunga, membeli barang dan
jasa yang diharamkan seperti miras/pelacuran. Melarang transaksi
dengan cara: penipuan, pemalsuan, mencuri timbangan/ ukuran. Dan
juga melarang aktifitas yang dapat merugikan orang lain seperti
menimbun barang untuk spekulasi.

Islam juga menuntunkan prioritas pemanfaatan harta milik individu,


bahwa pertama-tama harta harus dimanfaatkan untuk perkara yang
wajib seperti untuk member nafkah keluarga, membayar zakat,
menunaikan haji, membayar utang dan lain-lain. Berikutnya
dimanfaatkan untuk pembelanjaan yang disunahkan seperti sedekah,
hadiah. Baru kemudian yang mubah.

Aturan Islam juga berbicara tentang bagaimana sesorang akan


mengembangkan harta. Antara lain dengan jalan yang sah seperti jual
beli, kerja sama usaha (syarikah) yang Islami dalam bidang pertanian,
perindustrian maupun perdagangan dan jasa. Dan juga larangan
pengembangan harta seperti memungut riba, judi, dan investasi di

9
bidang yang haram seperti membuka rumah bordil, diskotik dan lain-
lain.

2) Kepemilikan Publik (al-milkiyyat al-'ammah/ public property)

Kepemilikan publik adalah seluruh kekayaan yang telah ditetapkan


kepemilikannya oleh Allah bagi kaum muslim sehingga kekayaan
tersebut menjadi milik bersama kaum muslim. Individu-individu
dibolehkan mengambil manfaat dari kekayaan tersebut, namun
terlarang memilikinya secara pribadi. Ada tiga jenis kepemilikan
publik:

a. Sarana umum yang diperlukan oleh seluruh warga Negara untuk


keperluan sehari-hari seperti air, saluran irigasi, hutan, sumber
energy, pembangkit listrik dll.
b. Kekayaan yang aslinya terlarang bagi individu untuk memilikinya
seperti jalan umum, laut, sungai, danau, teluk, selat, kanal,
lapangan, masjid dll.
c. Barang tambang (sumber daya alam) yang jumlahnya melimpah,
baik berbentuk padat (seperti emas atau besi), cair (seperti minyak
bumi), atau gas (seperti gas alam).
Seperti dalam hadith riwayat Abu Dawud dan Ibn Majah:
“Manusia berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga hal: air,
padang rumput dan api "

Hak pengelolaan kepemilikan umum (milkiyah amah) ada pada


masyarakat secara umum yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh
Negara karena Negara adalah wakil rakyat. Negara harus mengelola
harta milik umum itu secara professional dan efisien.

Meskipun Negara memiliki hak untuk mengelola milik umum, ia


tidak boleh memberikan hak tersebut kepada individu tertentu. Milik

10
umum harus memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada
masyarakat luas.

Pemanfaatan kepemilikan umum dilakukan dengan dua cara


yaitu: pertama: jika memungkinkan, individu dapat mengelolanya
maka individu tersebut hanya diperkenankan sekedar mengambil
manfaat barang-barang itu dan bukan memilikinya. Missal
memanfaatkan secara langsung milik umum seperti air, jalan umum
dll. Kedua, jika tidak mudah bagi individu untuk mengambil manfaat
secara langsung seperti gas dan minyak bumi, maka Negara harus
memproduksinya sebagai wakil dari masyarakat untuk kemudian
hasilnya diberikan secara cuma-cuma kepada seluruh rakyat, atau jika
dijual hasilnya dimasukkan ke bait al-mal (kas Negara) untuk
kepentingan masyarakat.

3) Kepemilikan Negara (milkiyyat al-dawlah/ state private)

Adalah harta yang merupakan hak bagi seluruh kaum


muslimin/rakyat dan pengelolaannya menjadi wewenang
khalifah/negara, dimana khalifah/negara berhak memberikan atau
mengkhususkannya kepada sebagian kaum muslim/rakyat sesuai
dengan ijtihadnya. Makna pengelolaan oleh khalifah ini adalah adanya
kekuasaan yang dimiliki khalifah untuk mengelolanya.

Kepemilikan negara ini meliputi semua jenis harta benda yang


tidak dapat digolongkan ke dalam jenis harta milik umum (al-milkiyyat
al-'ammah/public property) namun terkadang bisa tergolong dalam jenis
harta kepemilikan individu (al-milkiyyat al-fardiyyah).

Beberapa harta yang dapat dikategorikan ke dalam jenis kepemilikan


negara menurut al-shari' dan khalifah/negara berhak mengelolanya
dengan pandangan ijtihadnya adalah:

11
a. Harta ghanimah, anfal (harta yang diperoleh dari rampasan perang
dengan orang kafir), fay' (harta yang diperoleh dari musuh tanpa
peperangan) dan khumus

b. Harta yang berasal dari kharaj (hak kaum muslim atas tanah yang
diperoleh dari orang kafir, baik melalui peperangan atau tidak)

c. Harta yang berasal dari jizyah (hak yang diberikan Allah kepada
kaum muslim dari orang kafir sebagai tunduknya mereka kepada
Islam)

d. Harta yang berasal dari daribah (pajak)

e. Harta yang berasal dari ushur (pajak penjualan yang diambil


pemerintah dari pedagang yang melewati batas wilayahnya dengan
pungutan yang diklasifikasikan berdasarkan agamanya)

f. Harta yang tidak ada ahli warisnya atau kelebihan harta dari sisa
waris (amwal al-fadla)

g. Harta yang ditinggalkan oleh orang-orang murtad

h. Harta yang diperoleh secara tidak sah para penguasa, pegawai


negara, harta yang didapat tidak sejalan dengan shara'

i. Harta lain milik negara, semisal: padang pasir, gunung, pantai, laut
dan tanah mati yang tidak ada pemiliknya.

Milik Negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum


muslim yang pengelolaannya menjadi wewenang khalifah semisal harta fai,
kharaj, jizyah dan sebagainya. Sebagai pihak yang memiliki wewenang, ia
bisa saja mengkhususkannya kepada sebagian kaum muslim, sesuai
dengan kebijakannya. Makna pengelolaan oleh khalifah ini adalah adanya
kekuasaan yang dimiliki khalifah untuk mengelolanya.

Meskipun harta milik umum dan milik Negara pengelolaannya


dilakukan Negara, keduanya berbeda. Harta milik umum pada dasarnya

12
tidak boleh diberikan Negara kepada siapapun, meskipun Negara dapat
membolehkan orang-orang untuk mengambil manfaatnya. Adapun
terhadap milik Negara, khalifah berhak untuk memberikan harta tersebut
kepada individu tertentu sesuai dengan kebijakannya.

2.3 HUKUM HARTA DAN KEPEMILIKAN DALAM EKONOMI


SYARIAH

Hukum-hukum syara’ yang menyangkut masalah ekonomi, dapat disimpulkan


bahwa Sistem Ekonomi (an-nizham al-iqtishadi) dalam Islam mencangkup
pembahaan yang menjelaskan bagaimana memperoleh harta kekayaan (barang
dan jasa), bagaimana mengelola (mengkonsumsi dan mengembangkan) harta
tersebut, serta bagaimana mendistribusikan kekayaan yang ada. Sehingga
ketika membahas ekonomi, Islam hanya membahas masalah bagaimana
mengelola kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki, serata cara
mendistribusikan kekayaan tersebut ditengah-tengah masyarakat.
Adapun asas-asas yang membangn ekonomi Islam teriri dari tiga asas yakni:
• Bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut kepemilikan (al-milkiah),
• Bagaimana pengelolaan kepemilikan harta (tasharuf fil milkiyah)
• Bagaimana distribusi ditengah kekayaan masyarakat (tauzi’ul tsarwah
bayna an-naas).

1) Asas Pertama : Kepemilikan (Al-Milkiah)


Allah adalah pemilik sepenuhnya segala sesuatu. Dia adalah
pencipta alam semesta, namun bukan untuk kepentingan-Nya sendiri,
melainkan untuk manusia ecara kolektif. Manusia diberi hak milik secara
individu tetapi mereka memiliki kewajiban moral menyedekahkan
hartanya ntuk yang berhak adapun pengaturan kepemilikan kekayaannya.
Antara lain:

13
• Pemanfaatan
• Penunaian hak
• Tidak merugikan pihak lain
• Kepemilikan secara sah
• Penggunaan berimbang
Macam-macam kepemilikan
• Kepemilikan individu (private property)
• Kepemilikan umum (collective property)
• Kepemilikan Negara (state property)

2) Asas Kedua: At-Tasharruf Fi Al-Milkiyah (Pengelolaan Kepemilikan)


Pengelolaan kepemilikan adalah sekumpulan tatacara (kaifiyah)
yang berupa hukum-hukum syara’ yang wajib dipegang seorang muslim
tatkala ia memanfaatkan harta yang dimilikinya.
Seorang muslim wajib menggunakan cara-cara yang dibenarkan Asy-
syari’(Allah SWT) dalam mengelola harta miliknya sebab, harta dalam
pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Manusia
hanya dititipi tetapi juga untuk menguasai harta, artinya adalah hanya
melalui izin-Nya saja seorang muslim akan dinilai sah memanfaatkan
harta tersebut. Sekumpulan hukum-hukum syara’ adalah bentuk izin Allah.
Secara garis besar, pengelolaan kepemilikan mencakup dua kegiatan yaitu:
• Pembelanjaan harta
• Pengembangan harta

3) Asas Ketiga: Distribusi Kekayaan Di Tengah-Tengah Masyarakat


Distribusi adalah suatu proses pembagian (sebagian hasil penjualan
produk total) kepada faktor-faktor yang ikut menentukan pendapatannya,
yakni tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen.
Karena distribusi merupakan masalah yang sangat penting. Maka Islam
memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini.
Mekanisme ini dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab

14
kepemilikan misalnya (bekerja) serta akad-akad muamalah yang wajar
misalnya (jual beli dan ijarah).

15
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Islam mengakui fitrah manusia untuk mencintai harta, dan memilikinya,


perhatian Islam dalam masalah harta tersebut di uraikan secara jelas melalui
kalam al-Qur’an dan lisan Nabi SAW. Konsep harta harta dalam Islam sangat
komprehensif, dimana Islam tidak hanya mengatur bagaimana harta itu dapat
diperoleh dengan cara yang halal, bagaimana harta dapat dikembangkan, dan
didayagunakan, akan tetapi juga mengatur bagaiamana agar harta itu dapat
berfungsi mensejahterakan umat, yaitu dengan menggerakkan para pemilik harta
melalui instruksi Tuhan dalam al-Quran maupun melalui sabda utusan-Nya untuk
mendistribusikan harta dengan menginfaqkannya untuk memenuhi kebutuhan diri
sendiri, keluarga, serta untuk membantu kebutuhan para fuqara dan masakin.

Kaitannya dengan kepemilikan, Islam memandang bahwa pemilik hakiki


adalah Allah semata, harta yang ada di tangan manusia hanyalah titipan dan
amanat yang harus ditunaikan sesuai apa yang diinginkan sang pemilik
sebenarnya. Konsep kepemilikan dalam Islam berbeda dengan kapitalis yang
memandang harta adalah milik manusia, maka manusia bebas untuk
mengupayakannya, bebas mendapatkannya dengan cara apapun dan bebas pula
untuk memanfaatkannya atau dalam kata lain falsafah yang mereka miliki adalah
kebebasan kepemilikan, begitu juga konsep kepemilikan Islam berbeda dengan
kepemilikan sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu, harta adalah
milik Negara. Akan tetapi konsep Islam mengakui adanya kepemilikan individu,
kepemilikan umum, dan kepemilikan Negara. Ketiga macam kepemilikan tersebut
dberi batasan wewenang sesuai dengan fungsinya masing-masing. yang pada
intinya agar terjaga keseimbangan untuk menuju kesejahteraan baik individu,
masyarakat dan Negara.

16
3.2 SARAN

Ekonomi Syariah Islam telah terbukti dalam membangun ekonomi nasional jadi
pemerintah harus segera mempergunakan sistem ekonomi Islam untuk mencapai
keadilan dan kemakmuran bagi rakyat. Pemerintah jangan menghilangkan sistem
ekonomi Islam pada era sekarang ini melainkan harus terus menjaga ekonomi
Syariah Islam.Mengenai pembelanjaan harta, Islam mengajarkan agar
membelanjakan hartanya mula-mula untuk mencukupkan kebutuhan dirinya
sendiri, lalu untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya,
barulah memenuhi kebutuhan masyarakat

17
DAFTAR PUSTAKA

Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana,


Al Arif, M. Nur Rianto. 2015. Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan Praktik.
Bandung: Pustaka Setia

18

Anda mungkin juga menyukai