D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
1. MIFTAHUL ANAM
2. MARDIYANTI
3. MURNI ANDRIANI
Penyusun
Daftar isi
Bab II pembahasan…………………………................................................. 4
A. Kepemilikan……….................................................................................... 4
B. Aqad……………….................................................................................... 9
3. Sebab-sebab kepemilikan
Hak milik sesungguhnya menurut Hukum Islam itu, dapat diperoleh
melalui cara:
1. Disebabkan ihrazul mubahat (memiliki benda yang boleh dimiliki)
Barang atau benda tidaklah benda yang menjadi hak orang lain dan tida ada larangan hukum
agama untuk diambil sebagai milik.
2. Al Uqud (aqad)
Al-Uqud mengandung dua pengertian yaitu
1. Uqud Jabariyah yaitu akad yang harus dilakukan berdasarkan keputusan
hakim, seperti menjual harta yang berhutang secara terpaksa
2. Istimlak yaitu untuk maslahat/kepentingan umum
3. Disebbabkan khalafiyah
Khalafiyah mengandung dua pengertian yaitu.
1. Khalafiyah syakhsy’an syakhsy artinya pewaris menempati ahli waris
dalam memiliki harta yang ditinggalkannya
2. Khalafiyah syai’an artinya merusak barang orang lain atau hilang, maka wajib diganti kerugian
kerugian pemilik harta
4. Disebabkan tawallud min mamluk (beranak pinak) yaitu:
Tidak bisa diganggu oleh siapapun. Segala yang terjadi dari benda-benda yang dimilikinya.[12]
5. Keperluan harta mempertahankan hidup
Di antara sebab lain untuk kepemilikan harta adalah adanya kebutuhan untuk mempertahankan
hidup, sebab hidup adalah hak bagi setiap orang.
6. Pemberian negara kepada rakyatnya
Hak milik dapat terjadi ketika negara memberikan sesuatu kepada rakatnya untuk memenuhi
kebutuhan hidup atau memanfaatkan kepemilikan mereka, maka rakyat menjadi berhak atas
harta tersebut, meskipun hak milik ini dapat diambil kembali sesuai kebijakan negara.
7. Harta yang diperoleh tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun.
Pemberian seseorang secara Cuma-Cuma,tidak mengeluarkan harta atau tenaga seperti:
hubungan pribadi,pemilihan harta sebagai ganti rugi, berasal dari mahar, terhadap barang
temuan, dan santunan.[13]
Islam menerangkan dalam hukum kepemilikan dipandang dalam segi ekonomi sebab-sebab
kepemilikan (milkiyah) didefinisikan:
1. Sebab-sebab milik penuh
1. Mengambil harta mubah yaitu harta yang belum ada pemiliknya
2. Hasil dari milik sendiri
3. Dengan jalan pusaka
4. Dengan pemindahan hak dari perjanjian
2. Milik terbatas
1. Milik bendanya misalnya rumah dan barang-barang lainnya
2. Milik manfaat
Seperti sewa dan wasiat
3. Milik atas hak
Apa yang menjadi dasar untuk dapat memiliki sesuatu benda atau manfaat ada tingkat
nilainya mana-mana yang lebih penting kepentingan individu atau masyarakat/pemerintah.[14]
4. Hikmah kepimilikan
1. Manusia tidak boleh sembarangan untuk memilki sesuatu tanpa melihat aturan-aturan yang
berlaku.
2. Manusia akan berusaha dengan benar untuk dapat memiliki sesuatu
3. Membentengi manusia untuk dapat memiliki sesuatu dengan jalan yang tidak benar.[15]
5. Pengertian dan contoh ihrazul muhabat
Ihrozul mubahat adalah memiliki sesuatu (benda) yang menurut syara’ boleh dimiliki. Yang
dimaksud dengan barang-barang yang diperbolehkan di sini adalah barang (dapat juga berupa
harta atau kekayaan) yang belum dimiliki oleh seseorang dan tidak ada larangan syara’ untuk
dimiliki seperti air di sumbernya, rumput di tanah lapang, kayu dan pohon-pohon di belantara
atau ikan di sungai dan di laut.[16]
6. Pengertian khalafiyah
1). Pengertian Khalafiyah
Khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru ditempat yang lama yang
sudah tidak ada dalam berbagai macam hak.
2). Macam-macam Khalafiyah
adalah kepemilikan suatu harta dari harta yang ditinggalkan oleh pewarisnya, sebatas
a. Khalafiyah Syakhsyi ’an syakhsy (seseorang terhadap seseorang)
memiliki harta bukan mewarisi hutang si pewaris.
b. Khalafiyah syai’in ‘an syai’in (sesuatu terhadap sesuatu)
Adalah kewajiban seseorang untuk mengganti harta / barang milik orang lain yang dipinjam
karena rusak atau hilang sesuai harga dari barang tersebut.[17]
7. Pengertian ihya mawat al-ardl
Ihya al-mawat merupakan dua lafadz yang menunjukkan satu istilah dalam Fiqih dan
mempunyai maksud tersendiri.
Bila diterjemahkan secara literer, ihya berarti menghidupkandan mawat berasal dari maut
yang berarti mati atau wafat.[18] Pengertian al-mawat menurut al-Rafi’I ialah:
االرض التى المالك لها وال ينتفع بها احد
“Tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak ada yang memanfaatkannya seorang pun.”
Menurut Imam al-Mawar didalam kitab Al-Iqna’ al-Khatib, yang dimaksudkan dengan al-
mawat menurut istilah adalah:
هو الذى لم يكن عامرا وال حريمالعامر قرب من العامر اوبعد
“Tidak ada yang menanami, tidak ada halangan karena yang menanami, baik dekat dari
yang menanami maupun jauh.”
Menurut Syaikh Syihab al-Din Qalyubi wa Umairah dalam kitabnya Qalyubi wa Umairah
bahwa yang dimaksudkan dengan Ihya al-mawat adalah:
4. Macam-macam aqad
1. Akad Bernama
Yang diamksud dengan akad bernama adalah akad yang sudah ditentukan namanya oleh
pembuat hukum dan ditentukan pula ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku terhadapnya dan
tidak berlaku terhadap akad lain,
Ahli hukum klasik menyebutkan beberapa jenis akad, sehingga secara keseluruhan akad
menurut perhitungan az-zarqa’ mencapai 25 jenis akad bernama, yaitu :
1. Jual beli (al-ba’i)
2. Sewa menyewa ( al-ijarah)
3. Penanggungan ( al-kafalah)
4. Pemindahan uang (al-hiwayah)
5. Gadai( ar-rahm)
6. Jual beli opsi( bai’al-wafa)
7. Penipuan (al-ida’)
8. Pinjam pakai ( al-i’arah)
9. Hibah( al-hibah)
10. Pembagian(al-qismah)’
11. Persekutuan(asy-syirkah)
12. Bagi hasil (al-mudharabah)
13. Penggarapan tanah (al-muzara’ah)
14. Pemeliharaan tanaman ( al-musaqah)
15. Pemberian kuasa (al-wakalah)
16. Perdamaian (ash-shulh)
17. Arbitrase(at-tahkim)
18. Pelepasan hak kewarisan (al-mukharajah)
19. Pinjam mengganti ( al-qardh)
20. Pemberian hak pakai rumah ( al-umra)
21. Penetapan ahli waris ( al-muawalah)
22. Pemutusan perjanjian atas kesepakatan (al-iqadah)
23. Perkawinan ( al-zawaj)
24. Wasiat ( al-washiyyah)
25. Pengangkatan pengampu ( al-isha)
5. Hikmah aqad
Ada beberapa hikmah dengan disyariatkannya akad dalam muamalah, antara lain:
a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan material.
b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
e. Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.[26]
PENUTUP
Kesimpulan
Hukum Islam telah mengatur dalam fiqh muamalah berkaitan hak milik dan akad yang sifatnya
sangat urgen sekali untuk diterapkan dalam membimbing kemasyarakatan umat manusia sebagai
kalifah di bumi. Hak milik adalah pengkhususan seseorang terhadap pemilik sesuatu benda
menurut syara’ untuk bertindak secara bebas dan bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak
ada penghalang yang bersifat syara’. Cara pemilikan harta yang disyariatkan Islam yaitu
1.melalui penguasaan harta yang belum dimiliki orang;
2.melalui transaksi;
3.melalui peninggalan seseorang;
4.hasil/buah dari harta yang telah dimiliki seseorang.
Sedangkan akad adalah pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan
penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh kepada objek perikatan.
Rukun akad terdari dari ‘aqid (orang yang berakad); ma’qud ‘alaih, (benda-benda yang
diakadkan); maudhu‘ al-‘aqd (tujuan atau maksud pokok mengadakan akad); dan shighat al-`aqd
(ijab kabul). Syarat-syarat umum suatu akad adalah
1. pihak-pihak yang melakukan akad telah cakap bertindak hukum (mukallaf) atau jika objek akad
itu merupakan milik orang yang tidak atau belum cakap bertindak hukum, maka harus dilakukan
oleh walinya;
2. Objek akad itu diakui oleh syara’;
3. Akad itu tidak dilarang oleh syara’;
4. Akad itu berfaedah;
5. Ijab tetap utuh dan sahih sampai terjadinya kabul;
6. Tujuan akad itu jelas dan diakui syara’.
Adapun syarat khusus suatu akad, yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian
akad. Macam-macam akad dilihat dari segi keafsahannya menurut syara`, akad terbagi menjadi
dua yaitu :
1) Akad sahih, ialah akad yang telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
a).Akad yang nafiz (sempurna untuk dilaksanakan);
b).Akad mawquf, ialah akad yang dilakukan seseorang yang cakap bertindak hukum, tetapi ia
tidak memiliki kekuasaan untuk melangsungkan dan melaksanakan akad.
2) Akad yang tidak sahih, yaitu akad yang terdapat kekurangan ada rukun atau syarat-syaratnya
sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang
berakad.
a) Akad batil, yaitu akad yang tidak memenuhi salah satu rukunnya atau ada larangan
langsung dari syara’.
b) Akad fasid adalah akad yang pada dasarnya disyariatkan akan tetapi sifat yang
diakadkan itu tidak jelas.