Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“Muamalah, Kedudukan dan Fungsi Harta”

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

“Fkih Muamalah”

Dosen pengampu: Diah Mukminatul Hasyimi, S.E.I., M.E.SY

Disusun oleh :

1. Adelia Ananda (2051030078)


2. Fadila Sangkut (2051030057)
3. Samsul Ma’arif (2051030305)

PRODI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2021/2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan hidayah, sehingga makalah yang berjudul “Muamalah, Kedudukan
dan Fungsi Harta” ini dapat diselesaikan. Shalawat beserta salam semoga
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, para sahabatnya,
keluarganya, dan umatnya hingga akhir zaman.
Dengan segala kemampuan kami yang terbatas, makalah ini mencoba
menguraikan Muamalah, Kedudukan dan Fungsi Harta. Dan dengan adanya
makalah ini kami berharap dapat sedikit membantu teman-teman dalam
memahami Mata Kuliah ini. Demikian, apabila dalam makalah ini dijumpai
kekurangan dan kesalahan baik dalam pengetikan maupun isisnya, maka kami
dengan senang hati menerima kritik dan saran dari ibu dan teman-teman.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, kami menghaturkan ucapan


terima kasih kepada ibu Diah Mukminatul, S.E.I., M.E.SY. selaku dosen
pengampu Fikih Muamalah dan mahasiswa Akuntansi Syari’ah kelas A semester
3 yang akan bersama-sama mewujudkan tercapainya tujuan perkuliahan Fikih
Muamalah ini. Semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat kepada
semuanya. Aamiin yaa rabbal alamin.

  Lampung Barat , 10 September 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan Pembahasan..............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pegertian Akidah Pokok dan Cabang-cabangnya...........................3
2.1.1 Pengertian Muamalah..................................................................3
2.1.2 Pembagian Muamalah..................................................................4
2.1.3 Ruang Lingkup Fikih Muamalah.................................................5
2.1.4 Hubungan Hukum Islam dengan Hukum Ramawi…………..6
2.1.5 Fikih Muamalah dan Hukum Perdata………………………..12
2.2 Kedudukan Dan Fungsi Harta..........................................................14
2.2.1 Pengertian Harta………………………………………………14
2.2.2 Unsur-unsur Harta……………………………………………14
2.2.3 Keduduan Harta………………………………………………15
2.2.4 Pembagian Harta……………………………………………...16
2.2.5 Fungsi Harta…………………………………………………..19
BAB III PENUTUP………………………………………………………..21
3.1 Kesimpulan.....................................................................................21
3.2 Saran...............................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Muamalah adalah suatu kegiatan ekonomi baik itu jual beli barang atau
jasa antara perorangan atau badan hukum yang berlandaskan prinsip-prinsip
syariah, adanya kegiatan ekonomi syariah sangat membantu dalam
keselarasan kehidupan di dunia dan akhirat, nilai ekonomi syariah bukan
semata-mata kegiatan muslim saja tetapi seluruh mahluk hidup di muka
bumi.
Perkembangan ekonomi syariah sangat cepat setelah adanya Bank
Muamalat Indonesia (BMI), dibalik berkembangnya ekonomi syariah harus
diimbangi dengan fatwa-fatwa hukum syariah yang valid dan akurat, agar
seluruh produk yang ditawarkan ke masyarakat memiliki landasan yang kuat
secara syariat. Membahas ekonomi islam identik dengan lembaga keuangan
Islam, baik berupa bank, asuransi, pegadaian, maupun BMT yang semakin
luas dalam bidang penghimpunan dana dan pembiayaan modal usaha mikro
tanpa menggunakan bunga (riba). Banyak di kalangan masyarakat
menengah, yang lebih memilih lembaga keuangan syariah karena lebih
menguntungkan, salah satunya BMT. Kegiatan BMT sendiri untuk menarik,
mengelola, dan menyalurkan dana untuk mengembangkan usaha-usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi. BMT ikut
dalam wadah koperasi baik berupa Koperasi Jasa Keungan Syariah (KJKS)
ataupun Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) rasanya sangat tepat untuk
menghadapi permasalahan ekonomi makro dan juga ekonomi mikro.

4
Di era yang serba modern ini, banyak manusia yang berlimang harta.
Akan tetapi banyak di antara mereka yang tidak mengetahui untuk apa harta
itu sebenarnya, dan bagaimana cara menggunakannya yang sesuai dengan
syari’at islam yang sebagaimana telah diajarkan oleh rasulullah saw dan
yang telah di tuliskan oleh Allah swt dalam kitabnya Al-Qur’an.
Sehingga banyak dari mereka yang hanya menikmati harta tersebut
dengan kesenangan-kesenagan dunia yang sebenarnya hanyalah sia-sia
baginya. Akan tetapi dengan pergejolakan agama yang semakin meningkat
terutama di Indonesia ini menyebabkan masyarakat lebih kritis dalam
menghadapi dunia ini terlebih lagi dengan harta yang bersifat sangat
sensitive dan apabila tidak diperdalam ilmunya akan menyebabkan banyak
masalah di dunia maupun diakhirat kelak.
Sehingga ditekankan terutama pada para pelajar untuk mampu
memahami apa itu harta, fungsi harta hingga kedudukan harta itu sendiri di
sisi manusia, karena harta tidak bias lepas dari manusia dan saling beriring-
iringan baik yang kasat dengan mata maupun yang tidak kasat dengan mata
kita
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan Masalah sebagai berikut :
a. Apakah pengertian dari muamalah,kedudukan dan fungsi harta?
b. Apa saja pembagian muamalah unsur-unsur harta ?
c. Bagaimanakah ruang lingkup fikih muamalah dan kedudukan
harta?
d. Bagaimanakah pembagian hubungan hokum islam dengan hokum
romawi dan pembagian harta?
e. Apa sih fikih muamalah dan hukum perdata serta fungsi harta?
1.3 Tujuan makalah
a. Untuk menambah wawasan kita mengenai pengertian dari
muamalah,kedudukan dan fungsi harta.
b. Untuk memahami Apa saja pembagian muamalah unsur-unsur harta
c. Untuk memahami ruang lingkup fikih muamalah dan kedudukan
harta .

5
d. Untuk memahami Apa sih fikih muamalah dan hukum perdata serta
fungsi harta.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pegertian Akidah Pokok dan Cabang-cabangnya

2.1.1 Pengertian Muamalah

Muamalah adalah hubungan antar manusia, hubungan sosial atau


hablumminanas. Dalam syariat Islam hubungan antar manusia tidak dirinci
jenisnya,tetapi diserahkan kepada manusia mengenai bentuknya. Islam
hanya membatasi bagian-bagian yang penting dan mendasar berupa
larangan Allah dalam AlQuran atau larangan Rasul-Nya yang didapatkan
dalam As-Sunnah.Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala,
yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang
lain, hubungan kepentingan.Kata-kata semacam ini adalah kata kerja aktif
yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain

6
saling melakukan pekerjaan secara aktif,sehingga kedua pelaku tersebut
saling menderita dari satu terhadap yang lainnya. Di bawah ini dikemukakan
beberapa pengertian muamalah, yait1
Menurut Louis Ma‟luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum
syarayang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti
jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya.

Menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-


peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti
perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-
sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan manajeme perkantoran,
baik umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar dasarnya secara
umumatau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia
dalam bertukar manfaat di antara mereka.

2.1.2 Pembagian Muamalah

Pembagian muamalah menurut Ibn Abidin, fiqih muamalah dibagi


menjadi lima bagian, yaitu:
1. Muawadhah Maliyah (Hukum Perbendaan)
2. Munakahat (Hukum Perkawinan)
3. Muhasanat (Hukum Acara)
4. Amanat dan ‘Aryah (Hukum Pinjaman)
5. Tirkah (Hukum Peninggalan)

Sedangkan menurut Al-Fikri dalam kitab Al-Muamalah Al-Madiyah waAl-


Adabiyah membagi fiqh muamalah menjadi dua bagian2:
1. Al-Muamalah Al-Madiyah
Al-Muamalah Al-Madiyah adalah muamalah yang mengkaji segi
objeknya, yakni benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Muamalah
1
https://heycravings.com/muamalah-dalam-islam/
2
Hazairin, Tujuh Serangkai Tentang Hukum, (Jakarta: Tintamas, 1982), hal. 68

7
Al-Madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan
syubhat untuk dimiliki, diperjualbelikan, atau diusahakan, benda yang
menimbulkan kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia,
dan lain-lain. Jadi kita harus menuruti tata cara jual beli yang telah
ditentukan oleh syara’.Yang termasuk Mu’amalah Al-Madiyah diantaranya:

a. Jual beli (Al-bai’ at-Tijarah)


b. Gadai (rahn)
c. Jaminan/tanggungan (kafalah)
d. Pemindahan utang (hiwalah)
e. Perseroan atau perkongsian (asy-syirkah)
f. Perseroan harta dan tenaga (al-mudharabah)
g. Upah (ujral al-amah)
h. Gugatan (asy-syuf’ah)
i. Sayembara (al-ji’alah)
j. Pembagian kekayaan bersama (al-qisamah)
k. Pemberian (al-hibbah)
l. Pembebasan (al-ibra’), damai (ash-shulhu)
m. Beberapa masalah mu’ashirah (mukhadisah), seperti masalah
bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah lainnnya.
n. Pembagian hasil pertanian (musaqah)
o. Kerjasama dalam perdagangan (muzara’ah)
p. Pembelian barang lewat pemesanan (salam/salaf)
q. Pihak penyandang dana meminjamkan uang kepa
nasabah/Pembari modal (qiradh)
r. Pinjaman barang (‘ariyah)
s. Sewa menyewa (al-ijarah)
t. Penitipan barang (wadi’ah)

2. Al-Muamalah Al-Adabiyah
Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah muamalah ditinjau dari segi cara
tukar-menukar benda, yang sumbernya dari pancaindra manusia.Al-

8
Muamalah Al-Adabiyah adalah aturan-aturan Allah yang ditinjau dari segi
subjeknya (pelakunya) yang berkisar pada keridhaan kedua pihak yang
melangsungkan akad, ijab kabul, dan lain-lain.Hal-hal yang termasuk Al-
Muamalah Al-Adabiyah adalah ijab kabul, saling meridhai, tidak ada
keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang,
penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera
manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
Pada prakteknya, Al-Muamalah Al-Madiyah dan Al-Muamalah Al-
Adabiyah tidak dapat dipisahkan

2.1.3 Ruang Lingkup Fikih Muamalah


Ruang Lingkup Pembahasan Muamalah Muamalah menurut Fiqh ada
dua macam yaitu pengertian dalam arti luas dan pengertian dalam arti
sempit. Dalam arti luas, Fiqh Muamalah artinya yaitu aturan Allah yang
3
mengatur masalah hubungan manusia dan usaha mereka dalam
mendapatkan kebutuhan jasmani dengan jalan yang terbaik. Sedangkan
dalam arti luas, Muamalah merupakan kegiatan tukar menukar suatu barang
dengan sesuatu yang bermanfaat menggunakan cara-cara yang sesuatu
aturan islam. Ruang lingkup muamalah sendiri meliputi Muamalah
Adabiyah atau muamalah yang dilihat dari pelaku ataupun subjeknya.
Muamalah ini membahas tentang Akad, harta, hak dan juga
pembagiannya.sedangkan ruang lingkup yang kedua adalah Muamalah
madiyah atau Muamalah yang dilihat dari sisi objeknya. Muamalah madiyah
ini mengatur tentang Jual beli, kerjasama, gadai, Syirkah, tanggungan atau
jaminan, utang piutang, pemindahan utang, gugatan, sayembara, sewa,
menyewa, titipan, hiwalah, ihyaul mawat atau menghidupkan tanah yang
mati, dan masalah kontemporer lainnya
Muamalah dalam islam memiliki peranan yang sangat penting, karena
muamalah berisi tentang aturan-aturan dan hukum sesuai syari’at islam yang
mengatur tentang urusan dunia. Kita harus mempelajari muamalah agar
dapat menjalani hidup yang sesuai dengan syari’at islam. Allah menciptakan

3
Zuhdi Masjfuk, Pengantar Hukum Syariah, (Jakarta: Haji Mas Agung, 1977), hal. 5

9
manusia dan dunia ini bukan tanpa aturan, ada huku-hukum yang harus
dipatuhi dalam menjalani hidup di dunia ini.
2.1.4 Hubungan Hukum Islam dengan Hukum Ramawi
1. Hukum Islam
Perkataan hukum yang kita pergunakan sekarang dalam bahasa
Indonesia berasal dari kata hukm (tanpa u antara huruf k dan m) dalam
bahasa Arab. Artinya, nama atau kaidah yakni ukuran, tolak ukur, patokan,
pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan
manusia.
Dalam sistem hukum Islam ada lima hukm atau kaidah yang
dipergunakan sebagai patokan mengukur perbuatan manusia baik di bidang
ibadah maupun di lapangan muamalah. Kelima jenis kaidah tersebut disebut
al-ahkam al khamsah atau penggolongan hukum yang lima, yaitu
1. jaiz atau mubah atau ibahah,
2. sunnat,
3. makruh,
4. wajib, dan
5. haram.

Penggolongan hukum yang lima atau yang disebut juga lima kategori
hukum atau lima jenis hukum ini di dalam kepustakaan hukum Islam
disebut juga dengan hukum taklifi yakni norma atau kaidah hukum Islam
yang mungkin mengandung kewenangan terbuka, yaitu kebebasan memilih
untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan, yang disebut jaiz,
mubah atau ibahah. Mungkin juga hukum taklifi itu mengandung anjuran
untuk dilakukan karena jelas mamfaatnya bagi pelaku, disebut sunnat.
Mungkin juga mengandung kaidah yang seyogyanya tidak dilakukan karena
jelas tidak berguna dan akan merugikan orang yang melakukannya
(makruh). Mungkin juga mengandung perintah yang wajib dilakukan
(fardhu atau wajib), dan mengandung larangan untuk dilakukan (haram).

10
Selain dari hukum taklifi tersebut diatas, Hukum Islam juga terdiri
dari hukum wadh’i yakni hukum yang mengandung ‘sebab’, ‘syarat’ dan
‘halangan’ terjadinya hukum dan kandungan hukum. Ketiga kandungan
hukum wadh’i itu adalah:
1. ‘Sebab’, yang menurut rumusannya, merupakan sesuatu yang
tampak yang dijadikan tanda adanya hukum. Misalnya kematian menjadi
sebab adanya (hukum) kewarisan.
2. ‘Syarat’ adalah sesuatu yang kepadanya tergantung suatu hukum,
misalnya syarat wajib mengeluarkan zakat harta yaitu apabila sudah sampai
nisabnya.
3. ‘Halangan’ atau mani’ adalah sesuatu yang dapat menghalangi
hubungan hukum , misalnya pembunuhan menghalangi hubungan hukum
kemarisan.4

Sejarah Hukum Islam


Secara garis besar hukum Islam terbagi menjadi beberapa priode, yaitu :
1. Hukum Islam pada masa Rasululullah, pada masa ini hukum Islam
yang berlaku bersumber dari al-Quran yang masih diwahyukan
kepada beliau dan Hadis beliau.

2. Hukum Islam pada Masa Sahabat, pada masa ini perkembangan


hukum Islam cukup berkembang dikarenakan banyak sahabat r.a
yang berijtihad untuk menentukan hukum yang tidak ditemukan
dalam al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw.

3. Hukum Islam pada masa Tabi’in, pada masa ini hukum Islam
ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara
implisit mendorong terbentuknya aliran hukum. Perkembangan ini
dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu perluasan wilayah dan
penggunaan ra’yu. Sedangkan sumber hukum Islam pada masa ini
al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Ijtihad.

4
Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 45

11
Hukum Islam pada masa pembentukan Madzhab, pada masa ini
perkembangan hukum Islam sangat pesat, keadaan ini ditandai dengan
banyaknya ulama dan umat Islam yang berijtihad sehingga menghasilkan
hukum yang baru faktor pendukungnya yaitu berkembangnya pemikiran dan
upaya umat Islam melestarikan al-Quran. Sedangkan sumber hukum Islam
pada masa ini ada dua yaitu muttafaq alai (al-Quran, Sunnah, Ijma, Qiyas)
dan mukhtalaf alaih ( Istihsan, Maslahah Mursalah, Istishab, ‘Urf, Madzhab
Shahabi dan lain-lain).

2. Hukum Romawi
Romawi terbawi dua yaitu:
1. Barat dengan ibukotanya Roma berdiri tahun 754 SM, bertahan 10
abad, terletak antara lautan Adriatik di Barat, Sunggah Diliyah di Timur,
Negeri tatar di Selatan dan Habasyah di timur,
2. Bizantium di Timur, ibukotanya Konstantinopel, meliputi wilayah:
Wilayah Yunani, Balkan, Asia, Suriah, Palestina, Laut Tengah semuanya,
Mesir dan semua Afrika Utara.5

Hukum Romawi yang dikenal juga dengan istilah Civil Law atau
Hukum Sipil merupakan istilah yang diambil dari sumber hukum sipil itu
sendiri pada zaman kaisar Justianus yang bernama corpus juris civilis yang
terdiri dari empat bagian.
Hukum sipil dapat didefinisikan sebagai suatu tradisi hukum yang
berasal dari Hukum Roma yang terkodifikasi dalam corpus juris civilis
Justinian dan tersebar ke seluruh benua Eropa dan seluruh dunia. Kode sipil
terbagi ke dalam dua cabang, yaitu:
1. Hukum Romawi yang terkodifikasi (Kode Sipil Prancis 1804) dan
daerah lainnya di benua Eropa yang mengadopsinya (Quebec dan
Lousiana); dan

5
Prof. Dr. Abdul Wahhab Khallaf, kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002

12
2. Hukum Romawi yang tidak terkodifikasi (Skotlandia dan Afrika
Selatan). Hukum kode sipil sangat sistematis, terstruktur yang berdasarkan
deklarasi para dewan, prinsip-prinsip umum dan sering menghindari hal-hal
detail.
Sejarah Perkembangan Hukum Sipil
Sejarah perkembangan Hukum sipil Romawi dapat dibagi ke dalam dua
tahapan, yaitu:
1. Perkembangan di Eropa
Perkembangan hukum Romawi di Eropa bisa kita tenggok di tiga daerah
yang termasuk ke dalam kekaisaran Romawi yaitu Prancis, Jerman dan
Belanda.

Dalam menerapkan hukum Romawi yang terkodifikasi, Prancis tidak


hanya memakai satu hukum tetapi juga menggunakan kebiasaan lokal atau
yang lebih dikenal dengan istilah customary Law( hukum kebiasaan).
Sehingga menyebabkan terjadinya dualisme sumber hukum yang harus
ditaati oleh penduduk Prancis ketika itu. Walaupun dua hukum yang
diterapkan, namun sistem hukum Romawi memiliki kultur yang kuat untuk
diterapkan.

Pengaruh hukum Romawi pada teritorial Jerman dapat ditelusuri sejak


tahun 1495 dengan didirikannya pengadilan tingkat banding dengan nama
Rechtkammergericht yang berlokasi di Spayer. Pengadilan ini terletak di
sebuah kota kecil Wetzlar sebelah utara Frankfurt. Pengadilan ini menandai
permulaan penerimaan hukum romawi secara massif pada teritorial Jerman.

Pengenalan hukum Romawi di Belanda hampir sama dengan


penerimaan di wilayah Jerman. Sistem hukum Belanda menganut sistem
kodifikasi sebagaimana juga kita mengenalnya dengan beberapa kitab, yaitu
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan Peraturan Kepailitan.
Sistematika yang dipakai merupakan adopsi dari hukum Napoleon. Kecuali

13
dengan beberapa pembaharuan hukum yang dilakukan setelah priode
kemerdekaan.

2. Perkembangan di luar Eropa


Sistem hukum Romawi tidak hanya bertahan di benua Eropa tetapi juga
menyebar ke daerah-daerah lain di dunia termasuk ke Indonesia yang
terapkan oleh Pemerintahan Belanda ketika menjajah Indonesia dan tetap
dipakai sampai sekarang. Penyebaran ini dimulai dengan era kolonialisasi
negara-negara barat terhadap negara-negara lain di dunia.[9]
Sistem Hukum Romawi yang berlaku di dunia sekarang ini sudah
mengalami perubahan dan di modifikasi agar sesuai dengan tuntutan zaman
yaitu menyesuaikan kepada tuntutan dan kebutuhan masyarakatnya.[10]
Karakteristik Hukum Romawi
Sistem Hukum Romawi mempunyai tiga karakteristik, yaitu adanya
kodifikasi, hakim tidak terikat kepada preseden sehingga undang-undang
menjadi sumber hukum utama dan sistem peradilan bersifat inkuisitoral.[11]

3. Salah Paham Orientalis Terhadap Hukum Islam

Para Orientalis yang mempelajari Islam dan Hukum Islam mengalami


kekeliruan atau salah paham dalam memahami hukum Islam. Walaupun
mereka mempelajari dan mengadakan kajian tentang Islam dan Hukum
Islam, tetapi mereka tidak bisa terlepas dari agama yang dianutnya, bahkan
mereka menyebut Hukum Islam dengan sebutan Mohammedan Law dan
menyebut agama Islam ini dengan sebutan Mohammedanism.[12]

Diantara Orientalis yang sangat intens mengkaji tentang Hukum Islam


adalah Snouck Hurgronje, beliau adalah seorang penasehat Hukum
Pemerintahan kolonial Belanda.

Orang Orientalis mengklaim bahwa Undang-Undang Romawi


merupakan salah satu sumber Fiqh Islam/Hukum Islam. Mereka beralasan :

14
1. Undang-Undang Romawi lebih dahulu muncul daripada Fiqh Islam,
2. Adanya kemiripan antara keduanya dalam beberapa qaidah, seperti:
al-bayyinah ‘ala al-mudda’i wa al-yamin ‘ala man ankara, konsep istishlah
yang merupakan azaz mamfaat dalam Undang-Undang Romawi, fiqh=
juresprudenstia, ra’yu= opinion, nash= jus scriptum, qiyas= jus non
scriptum.
3. Aspek transformasi peradaban
4. Aspek pendidikan (madrasah Iskandariyah dan Qastaniyah di
Mesir)
Keterpengaruhan tersebut terjadi dalam dua fase:
1. Fase pembentukan dan pertumbuhan pada zaman Nabi saw, dimana
Nabi saw dituduh mengetahui Undang-Undang Romawi Bizantium ketika
dalam perjalanan dagang ke Syam
2. Fase kematangan pada masa sahabat, tabi’in dan mujtahidin,
dimana syariat Islam berasimilasi dengan Undang-Undang Romawi di
negeri-negeri yang di taklukkan kaum muslimin seperti Syam dan Mesir.
Tuduhan-tuduhan yang dilakukan oleh Orientalis tersebut bisa
disanggah bahwa:
1. Makkah dan Madinah tidak pernah dijajah oleh Romawi, walaupun
Undang-Undang Romawi sudah ada ketika itu namun penduduk Makkah
atau Madinah tidak bersinggungan dengan kebudayaan Romawi sehingga
pengaruh hukum Romawi tidak dirasakan di dua kota suci tersebut,
ditambah lagi kultur Arab yang mempunyai rasa kesukuan yang kuat dan
tidak mudah untuk menerima hal yang baru.
2. Tidak ada satu butirpun dalam piagam Madinah ditemukan yang
memuat Undang-Undang Romawi.
3. Prinsip-prinsip Islam bersumber dari al-Quran yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad saw dan hadis beliau yang otentik.
4. Fiqih diambil dari istinbath dari dalil yang terperinci.
5. Hadis lebih dahulu muncul dari pada kemenangan Islam di negara-
negara yang semula tunduk kepada Romawi.

15
Kesalah pahama terhadap Islam juga disebabkan karena (1) salah
memahami ruang lingkup ajaran Islam, (2) salah menggambarkan kerangka
dasar ajaran Islam, dan (3) salah mempergunakan metode mempelajari
Islam

2.1.5 Fikih Muamalah dan Hukum Perdata

Muhammad Yusuf Musa mengemukakan pendapat Amos, seorang


orientalis yang mengatakan bahwa hukum Islam itu tidak lain kecuali
undang-undang Romawi untuk Imperium Timur, dengan sedikit perubahan
menyesuaikan terhadap kondisi politik dalam kerajaan-kerajaan Barat6.
Selanjutnya Muhammad Yusuf Musa membantah pendapat Amos
tersebut dengan mengatakan pendukung pendapat tersebut
hanyamenyandarkan pendapatnya kepada apa yang mereka lihat, berupa
kemiripan antara sebagian Hukum Islam dengan undang-undang Romawi.
Dan mereka mengambil kesimpulan dari apa yang terjadi berupa
persinggungan kebudayaan dan adat kebiasaan antara negara penguasa,
yaitu Islam dengan wilayah yang dikuasai, yaitu bekas kekuasaan Romawi.
Namun, pendapat itu dapat dibantah karena menurut tradisi,apabila terjadi
pertemuan dua kebudayaan antara negara yang menguasai dan yang
dikuasai makayang mempengaruhi itu adalah negara yang menguasai, dan
yang dipengaruhi adalah negara yang dikuasai, bukan sebaliknya.
Muhammad Yusuf Musa juga mengemukakan pendapat ahli hukum
Mesir yang menolak pengaruh hukum Romawi terhadap hukum Islam.
Diantaranya, Dr. Ali Badawi mengatakan hukum Islamtelah mencapai
puncak pembahasan dan kedalaman pemikiran, sehingga meskipun terjadi
persinggungan peradaban antara keduanya dalam wilayah-wilayah yang
dikuasai oleh Pemerintah Islam dan sepintas terlihat adanya kemiripan,
namun hukum islam tidak akan terpengaruh oleh hukum Romawi, sebagai
bukti seperti berikut:

6
Ibid, hal. 46

16
Adanya beberapa sistm hukum dalam hukum Romawi yang tidak ada
pengaruhnya sama sekali terhadap hukum Islam, seperti sistem
pengangkatan anak (adopsi).
Adanya sistem hukum dalam fiqh (hukum) Islam yang tidak ada
landasannya dalam hukum Romawi, seperti wakaf, syuf’ah, dan larangan
perkawinan antara saudara sesususn
Banyak ketentuan-ketentuan yang sama antara hukum Islam dan
Romawi, tetapi kaidah dan tata caranya berbeda. Misalnya, aturan tentang
kewarisan, bagi rata antara anak laki-laki dan perempuan menurut Romawi,
dan dua berbanding satu menurut Islam.

Pendapat yang lainnya, Dr. Syafiq Syuhatah mengatakan,apabila


kita ingin membandingkan dari aspek kualitas sistem perundang-undangan,
maka akan kita temukan, hukum Islam telah mendahului hukum Romawi
dalam menetapkan beberapa prinsip dan asas yang penting, seperti asas
perpindahan hak milik atas kesepakatan semata. Dan Dr. Abdurrazzaq As-
Samhuri dan Dr. Hisymat Abu State Mengatakan,hukum Islam dalam
pertumbuhan dan perkembangannya tidak menempuh jalan yang ditempuh
hokum

2.2 Kedudukan Dan Fungsi Harta

2.2.1 Pengertian Harta


Harta secara terminologi bahasa Arab disebut al Mal yang berarti
condong, cenderung, dan miring. Oleh sebab itu manusia itu cenderung
ingin memiliki dan menguasai harta. Sedangkan menurut pengertian
etimologi adalah sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia, baik
berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuh-
tumbuhan, maupun manfaat dari barang seperti kendaraan, pakaian, dan
tempat tinggal.7

7
Ibid, hal. 46

17
Pada dasarnya di dalam Islam, bumi dan segala isinya adalah harta
milik Allah, sesuai dengan firman Allah di surat Al Maidah (4): 17.
Yang artinya”Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang
ada diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

2.2.2 Unsur-unsur Harta

Menurut para Fuqaha harta bersendi pada dua unsur, yaitu unsur
“aniyah dan unsur ‘urf. Unsur ‘aniyah ialah bahwa harta itu ada wujudnya
dalam kenyataan (a’yan). Manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia
tidak disebut harta, tetapi termasuk hak milik.
Unsur ‘urf ialah segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh
manusia atau sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu
kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat madiyah maupun manfaat
ma’nawiyah

2.2.3 Keduduan Harta

Kedudukan Harta Menurut Pandangan Islam dan Fungsinya


Sikap Islam terhadap harta merupakan bagian dari sikapnya terhadap
kehidupan dunia. Sikap Islam terhadap dunia adalah sikap pertengahan
yang seimbang. Materi atau harta dalam pandangan Islam adalah sebagai
jalan, bukan satu-satunya tujuan, dan bukan sebagai sebab yang dapat
menjelaskan semua kejadian-kejadian. Maka disan kewajiban itu lebih
dipentingkan daripada materi. Tetapi materi menjadi jalan untuk merealisir
sebagai kebutuhan-kebutuhan dan manfaat-manfaat yang tidak cukup bagi
manusia, yaitu dalam pelayanan seseorang kepada hal yang bersifat materi,
yang tidak bertentangan dengan kemaslahatan umum, tanpa berbuat
dhalim dan berlebihan.
Harta yang baik adalah harta jika diperoleh dari yang halal dan
digunakan pada tempatnya. Dan kekayaan adalah suatu nikmat dari Allah

18
sehingga Allah SWT. telah memberikan pula beberapa kenikmatan kepada
Rasul-Nya berupa kekayaan.
Pandangan Islam terhadap harta adalah pandangan yang tegas dan
bijaksana, karena Allah SWT. menjadikan harta sebagai hak milik-Nya,
kemudian harta ini diberikan kepada orang yang dikehendakinya untuk
dibelanjakan pada jalan Allah.
Adapun pemeliharaan manusia terhadap harta yang telah banyak
dijelaskan dalam al-Qur’an adalah sebagai pemeliharaan nisbi, yaitu hanya
sebagai wakil dan pemegang saja, yang mana pada dahirnya sebagai
pemilik, tetapi pada hakikatnya adalah sebagai penerima yang bertanggung
jawab dalam perhitungnnya. Sedangkan sebagai pemilik yang hakiki
adalah terbebas dari hitungan.
Berkenaan dengan harta didalam al-Qur’an dijelaskan juga larangan-
larangan yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal ini meliputi:
produksi, distribusi dan konsumsi harta:
a. Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia
b. Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan
sebagian atau keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai
bunga.
c. Penimbunan harta dengan jalan kikir
d. Aktivitas yang merupakan pemborosan
e. Memproduksi, memeperdagangkan, dan mengkonsumsi barang-
barang terlarang seperti narkotika dan minuman keras
2.2.4 Pembagian Harta
Pembagian Harta
Para ulama fiqh membagi harta dari beberapa segi. Harta terdiri dari
beberapa bagian, tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya
tersendiri. Pembagiannya sebagai berikut:8
1. Mal Mutaqawwimin dan Ghoiru Mutaqawwimin
a. Harta Mutaqawwimin ialah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya
menurut syara’. Harta ini ialah semua harta yang baik jenisnya

8
Suhendi, H. Hendi, Dr. M. Si., 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

19
maupun cara memperoleh dan penggunaanya. Misalnya kerbau halal
dimakan umat Islam, tetapi disembelih dengan cara dipukul maka
daging kerbau tersebut tidak dapat dimanfaatkan.
b. Harta ghoiru mutaqawwimin ialah sesuatu yang tidak boleh diambil
manfaatnya menurut syara’. Harta ini kebalikan dari
hartamutaqawwimin yakni tidak boleh diambil manfaatnya.
2. Mal Mitsli dan Mal Qimi
a. Harta Mitsli ialah benda-benda yang ada persamaannya dalam kesatuan-
kesatuannya, dalam artian dapat berdiri sebagiannya ditempat yang
lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai.
b. Harta Qimi ialah benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuanya
karena tidak dapat berdiri sebagian tempat sebagian yang lainnya
tanpa perbedaan.
c. Dengan pekara lain, harta mitsli adalah harat yang jenisnya diperoleh
dipasar (secara persis), dan Qimi ialah harta yang jenisnya sulit
didapatkan dipasar, bias diperoleh tetapi jenisnya berbeda, kecuali
dalam nilai harganya. Jadi harta yang ada imbangannya disebut mitsli
dan yang tidak ada imbangannya disebut qimi.
3. Harta Istihlak dan Harata Isti’mal
a. Harta Istihlak ialah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan
manfaatnya secara biasa, kecuali dengan menghabiskannya. Harta
Istihlak terbagi dua yaitu istihlak haqiqi ialah suatu benda yang
menjadi harta yang secara jelas (nyata) zatnya habis sekali digunakan.
Misalnya, korek api bila dibakar maka habislah. Selanjutnya istihlak
huquqi ialah harta yang sudah habis nilainya bila telah digunakan,
tetapi zatnya tetap ada. Misalnya, uang yang dipake membayar utang.
b. Harta Isti’mal ialah sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan
materinnya tetap terpelihara. Harta isti’mal dihabis sekali digunakan
melainkan dapat digunakan lagi. Seperti kebun, tempat tidur, pakaian
sepatu, laptop, hanphone dan lain sebagainya.
4. Harta Manqun dan Harata Ghoiru Manqul

20
a. Harta manqul yaitu segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari
suatu tempat ke tempat lain. Seperti emas, perak, perunggu, pakaian,
kendaraan dan lain sebagainya, termasuk harta yang dapat
dipindahkan.
b. Harta Ghoiru Manqul yaitu sesuatu yang tidak dapat dipindahkan dan
dibawa dari tempat satu ketempat yang lain. Seperti kebun, pabrik,
sawah, dan lain sebagainya. Karena tidak dapat dipindahkan. Dalam
Hukum Perdata Positif digunakanlah istilah benda bergerak dan benda
tetap.
5. Harta ‘Ain dan Harta Dayn
a. Harta ‘ain adalah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian,
jambu, kendaraan dan lain sebagainya. Harta ‘ain terbagi menjadi dua.
- Harta ‘ain dzati qimah, yaitu benda yang memiliki bentuk dipandang
sebagai harta karena memiliki nilai. Herta ini meliputi; benda yang
dianggap harta boleh diambil manfaatnya, benda dianggap harta tidak
boleh diambil manfaatnya, benda yang dianggap harta yang ada
sebagnsanya, benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit
dicari seumpamanya, benda yang dianggap harta yang berharga dan
dapat dipindahkan dan benda yang dianggap harta yang berharga dan
tidak dapat dipindahkan.
- Harta ‘ain ghoiru dzati qimah, yaitu benda yang tidak dapat dipandang
sebagai harta karena tidak memiliki harga, misalnya sebiji beras.
b. Harta dayn (hutang) adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab.
Seperti uang yang berda dalam tanggung jawab seseorang. Ulama
hanafiyah berpendapat bahwa harta tidak dapat dibagi menjadi harta
‘ain dan dayn karena harta menurutnya ialah sesuatu yang berwujud,
maka sesuatu yang tidak berwujud tidaklah sebagai harta, misalnya
utang tidak dipandang sebagai harta tetapi utang menurutnya adalah
washf fi al-dhimmah .
6. Mal al-‘ain dan mal an-nafi (manfaat)
a. Harta ‘ain yaitu benda yang memiliki nilai dan berwujud, misalnya
rumah, ternak, dll.

21
b. Harta Nafi ialah a’radd yang berangsur-angsur tumbuh menurut
perkembangan masa, leh karena itu mal al-nafi’ tidak berwujud dan
tidak mungkin disimpan.
7. Harta Mamluk, Mubah dan Manjur
a. Harta Mamluk ialah sesuatu yang masuk ke bawah milik, milik
perorangan maupun milik badan hokum, seperti pemerintah dan
yayasan. Harta mamluk terbagi menjadi dua macam, yaitu harta
perorangan yang bukan berpautan dengan hak bukan pemilik, sperti
rumah yang dikontrakan, selanjutnya harta pengkongsian atara dua
pemilik yang berkaitan dengan hak yang bukan pemiliknya, seperti
dua orang berkongsi memiliki sebuah pabrik.
b. Harta Mubah ialah sesuatu yang asalnya bukan milik seseorang, seperti
air pada mata air, binatang buruan darat, laut, pohon-poohon dihutan.
c. HartaMahjur ialah sesuatu yang tidak boleh dimiliki sendiri dan
memberikan kepada orang lain menurut syariat, adakalanya benda itu
benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat
umum, seperti jalan raya, masjid- masjid, kuburan dan lain-lain.
8. Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Harta yang dapat dibagi ialah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian
atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras tepung
dan lainnya.
Harta yang tidak dapat dibagi ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian
atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya gelas,
kursi, meja, mesin, dan lainnya.

9. Harta Pokok dan Harta Hasil


a. Harta pokok adalah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain.
b. Harta hasil ialah harta yang terjadi dari harta yang lain. Pokok harta itu
disebut modal, misalnya uang, emas dan lainnya.
10. Harta Khos dan ‘am
a. Harta khsa ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak
boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.

22
b. Harta ‘am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh diambil
manfaantnya.

2.2.5 Fungsi Harta

Fungsi harta sangat banyak, baik kegunaan dalam hal yang baik, maupun
kegunaan dalam hal jelek :9
a. Berfungsi menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang mahdah, sebab
untuk ibadah diperlukan alat-alat yang harus dimiliki demi terjadinya
kelancaran ibadah.
b. Untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
c. Meneruskan (melangsungkan) kehidupan dari satu periode ke periode
berikutnya.
d. Untuk menyelaraskan/menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat.
e. Untuk mengembangkan dan menegakan ilmu-ilmu.
f. Untuk memutarkan peranan-peranan kehidupan yakni adanya
pembantu dan tuan.
g. Untuk menumbuhkan silaturrahim.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Muamalah adalah hubungan antar manusia, hubungan sosial atau


hablumminanas. Dalam syariat Islam hubungan antar manusia tidak
dirinci jenisnya,tetapi diserahkan kepada manusia mengenai
bentuknya. Islam hanya membatasi bagian-bagian yang penting dan
mendasar berupa larangan Allah dalam AlQuran atau larangan Rasul-
Nya yang didapatkan dalam As-Sunnah.Dari segi bahasa, muamalah

9
Hasan, M. Ali, 2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

23
berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan
atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan.
Harta secara terminologi bahasa Arab disebut al Mal yang berarti
condong, cenderung, dan miring. Oleh sebab itu manusia itu
cenderung ingin memiliki dan menguasai harta. Sedangkan menurut
pengertian etimologi adalah sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh
manusia, baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak,
binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun manfaat dari barang seperti
kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal.
DAFTAR PUSTAKA

Hazairin, Tujuh Serangkai Tentang Hukum, (Jakarta: Tintamas, 1982), hal.


68
Zuhdi Masjfuk, Pengantar Hukum Syariah, (Jakarta: Haji Mas Agung,
1977), hal. 5
Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H, Hukum Islam: Pengantar Ilmu
Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2004), hal. 45
Ibid, hal. 46
Prof. Dr. Abdul Wahhab Khallaf, kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2002
Ade Maman Suherman, S.H, M.Sc, Pengantar Perbandingan Sistem
Hukum, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 56-57
Suhendi, H. Hendi, Dr. M. Si., 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Hasan, M. Ali, 2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Bably, Muhammad Mahmud, Dr., 1989. Kedudukan Harta Dalam
Kedudukan Islam. Jakarta: Radar Jaya Offset.

24
Dr. Ahmad Muhammad al-Assal, Dr. Ahmad Abdul Karim, 1999. Sistem
Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Qardawi, Yusuf, Dr. 1997. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian
dalam Islam. Jakarta: Robbani Press.
Sholahuddin, M., S.E., M.Si., 2007. Asasa-asas Ekonomi Islam. Jakarta:
PT Grafindo Persada.
Hukumonline.com, 2010. Tanya Jawab Hukum Perkawinan dan
Perceraian. Jakarta: Kataelha.

25

Anda mungkin juga menyukai