Anda di halaman 1dari 16

HAKIKAT MUAMALAH DALAM ISLAM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama Islam


Dosen Pengampu:

Wawan Kusnawan, S.S.,M.Pd.I

Kelompok 6:
1. Mita Rosalina 21415445
2. Shalsa Fadela Aurelia 21415473
3. Muhammad Rahul 21415548

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMADDIYAH PONOROGO
2021
1
DAFTAR ISI

HAKIKAT MUAMALAH DALAM ISLAM............................1


DAFTAR ISI..............................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...........................................................3
1.1 Latar Belakang........................................................................ 3
BAB II RUMUSAN MASALAH...............................................4
1.2 Rumusan Masalah...................................................................4
1.3 Tujuan..................................................................................... 4
BAB III PEMBAHASAN...........................................................4
2.1 Hakikat Muamlah.......................................................................4-5
2.2 Pandangan Islam Tentang Kehidupan Dunia ............................ 5-6
2.3 Makna Spiritual Tentang Kejayaan Hidup.................................7
2.4 Ruang Lingkup Muamalah
2.5 Prinsip-Prinsip Bermuamalah
BAB IV KESIMPULAN............................................................8
BAB V DAFTAR PUSTAKA....................................................9

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam adalah cara hidup, dan cara hidup yang ditampilkan adalah
cara hidup yang lengkap dan sempurna. Semua tata cara kehidupan, rencana dan
berbagai  berbagai sifatnya sifatnya disandarkan disandarkan kepada al-Quran al-
Quran dan as-Sunnah, as-Sunnah, sementara sementara segala  permasalahan
permasalahan yang tidak disebut disebut secara terang atau masih diperselisihkan
diperselisihkan akan ditentukan secara ijma’ oleh para ulama yang muktabar dan
qiyas. Ulama telah memperincikan lima bidang utama dalam menetapkan kaedah
hukum yaitu: Ibadat, Jinayat (yang juga dikenal sebagai Uqubat), Munakahat dan
Mu’amalat. Dan setiap satu bidang itu mempunyai fiqih tersendiri. Pelaksanaan
yang berdasarkan atas kaidah Fiqh dan syariat inilah yang akan menghasilkan
natijah yang benar seperti akan menghasilkan natijah yang benar seperti
mengelak penindasan dan penipuan, ak penindasan dan penipuan, di samping
membentuk jati diri menjadi manusia yang jujur, amanah, adil, tulus, membantu
fakir miskin dan dari sinilah keindahan Islam dapat kita rasakan  bersama.
bersama. Dalam hidup bermasyarakat, bermasyarakat, manusia manusia selalu
berhubungan berhubungan satu sama lain, disadari atau tidak, untuk
mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Pergaulan hidup tempat setiap
orang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang-orang lain disebut
muamalat.

3
BAB II
RUMUSAN MASALAH

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu hakikat muamalah?


2. Bagaimana pandangan islam tentang kehidupan dunia?
3. Apa makna spiritual tentang kejayaan hidup?
4. Apa itu ruang lingkup muamalah?
5. Apa saja prinsip – prinsip bermuamalah?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari hakikat muamalah.


2. Mengetahui pandangan islam tentang kehidupan dunia.
3. Mengetahui apa makna spiritual tentang kejayaan hidup.
4. Mengetahui ruang lingkup muamalah.
5. Mengetahui prinsip – prinsip bermuamalah.

4
BAB III
PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Muamalah


Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata (aamalaa,  yuamilu,  yuamilu,
muamalat  muamalat ) yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain,
hubungan hubungan kepentingan. Sedangkan pengertian harfiahnya adalah suatu
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang lain atau beberapa
orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Kata “seseorang” dalam
definisi di atas adalah orang/manusia yg sudah mukallaf, yg dikenai beban taklif,
yaitu orang yang telah berakal baligh dan cerdas.
Definisi muamalah dalam arti luas adalah aturan aturan (hukum) Allah untuk
mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam  pergaulan
social. Muamalah dalam arti luas menurut beberapa tokoh :
1. Menurut Ad-Dimyathi : “Suatu aktivitas keduniaan untuk mewujudkan
keberhasilan akhirat”
2. Menurut Yusuf Musa : “Peraturan- peraturan  peraturan Allah yang harus
diikuti diikuti dan dita’ati dita’ati dalam hidup  bermasyarakat untuk
menjaga kepentingan manu  bermasyarakat untuk menjaga kepentingan
manusia” “Segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur
hubungan manusia dengan manusia dalam kehidupannya”
Sedangkan dalam arti yang sempit adalah pengertian muamalah yaitu
muamalah adalah semua transaksi atau perjanjian yang dilakukan oleh
manusia dalam hal tukar menukar manfaat. Muamalah dalam arti sempit
menurut beberapa tokoh :
1. Khudhari Byk  “Semua akad yang membolehkan manusia saling “Semua
akad yang membolehkan manusia saling menukar menukar manfaatnya”
manfaatnya”
2. Rasyid Ridha : “Tukar menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat
bermanfaat dengan cara y ang ditentukan”
Berikut pengertian muamalah menurut beberapa tokoh :
1. Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara
yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual
beli,  perdagangan, dan lain sebagainya.
2. Menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-
peraturan  peraturan mengenai mengenai tiap yang berhubungan
berhubungan dengan urusan dunia, seperti seperti  perdagangan dan
perdagangan dan semua mengenai mengenai kebendaan, kebendaan,
perkawinan, perkawinan, thalak, thalak, sanksi-sanksi, sanksi-sanksi,
peradilan  peradilan dan yang berhubungan berhubungan dengan
manajemen manajemen perkantoran, perkantoran, baik umum ataupun
khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan
terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat
di antara mereka.
Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah
adalah segala peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik
yang seagama maupun tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya,
dan antara manusia dengan alam sekitarnya.

2.2. Pandangan Islam Tentang Kehidupan Dunia


Dunia menurut islam hakikatnya hanyalah permainan dan sifatnya fana atau
tidak abadi. Dunia adalah tempat dimana manusia hidup dan beraktifitas serta
menjalankan segala urusannya terutama untuk beribadah kepada Allah SWT.
Dunia diciptakan oleh Allah beserta isinya untuk mendukung kehidupan
manusia dan memenuhi segala kebutuhannya, meskipun demikian keindahan
dunia dan segala yang ada didalamnya justru membuat manusia lupa atas
tujuan penciptaannya dan melupakan Allah SWT. Allah SWT berfirman
dalam surat Al hadid ayat 20 bahwa dunia ini sebenarnya hanya permainan
belaka, sebagaimana yang disebutkan berikut ini

‫ب‬ َ ‫ث َأ ْع َج‬
ٍ ‫د ۖ َك َمثَ ِل َغ ْي‬Uِ ‫ال َواَأْلوْ اَل‬ ِ ‫ا ْعلَ ُموا َأنَّ َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا لَ ِعبٌ َولَ ْه ٌو َو ِزينَةٌ َوتَفَا ُخ ٌر بَ ْينَ ُك ْم َوتَ َكاثُ ٌر فِي اَأْل ْم َو‬
ٌ ‫ اآْل ِخ َر ِة َع َذابٌ َش ِدي ٌد َو َم ْغفِ َرةٌ ِمنَ هَّللا ِ َو ِرضْ َو‬U‫ْال ُكفَّا َر نَبَاتُهُ ثُ َّم يَ ِهي ُج فَتَ َراهُ ُمصْ فَ ًّرا ثُ َّم يَ ُكونُ ُحطَا ًما ۖ َوفِي‬
ۚ ‫ان‬
ِ ‫ع ْال ُغر‬
‫ُور‬ ُ ‫َو َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا ِإاَّل َمتَا‬

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan


dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan
yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.
Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu. (Qs Al Hadid ; 20)”

Sungguh dunia ini penuh dengan tipu daya dan muslihat dan membuat manusia
terlena dibuatnya. Bahkan Rasulullah SAW juga merasa khawatir apabila
umatnya terpedaya oleh dunia dan melupakan kehidupan akhirat sebagai tujuan
hidupnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut :

‫ِإ َّن ِم َّما َأخَافُ َعلَ ْي ُك ْم من بعدي ما يفتح عليكم من زهرة الدنيا و زينتها‬

“Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan pada diri kalian setelah


peninggalanku ialah dibukakannya bunga dunia dan pernak-perniknya untuk
kalian

Saat ini manusia berlomba-lomba mengejar dunia dan berusaha untuk mencari
kesenangan dunia dengan berbagai cara termasuk dengan cara-cara yang
diharamkan. Banyak manusia yang terperdaya dunia dan tidak menganggap
bahwa dunia sebenarnya hanya tempat singgah saja dan akhirat adalah sesuatu
yang harusnya dikejar. Terlalu larut dalam dunia justru akan membuat manusia
lupa dengan akhirat dan akhirnya melupakan kewajibannya kepada Allah SWT
termasuk meninggalkan shalat wajib dan ibadah lainnya. Dibandingkan dengan
dunia, akhirat adalah tempat yang kekal dan abadi jadi sudah selayaknya manusia
lebih mendahulukan kepentingan akhirat dibandingkan dengan kepentingan
duniawi.
Seringkali manusia tidak sadar bahwa ia lebih mengutamakan dunia
dibandingkan akhirat dan manusia tersebut akhirnya melalaikan kewajiban
kepada Allah SWT sebagaimana orang-orang kafir. Orang-orang kafir didunia
gemar berfoya-foya dan bersenang-senang dengan harta yang mereka miliki dan
terkadang mereka juga menertawakan mereka yang berbuat amal shaleh dan
bersabar atas segala ujian yang diberikan Allah SWT. Allah sendiri menjamin
bahwa orang-orang mukmin yang bersabar didunia untuk kehidupan diakhirat,
mereka akan mendapat balasannya diakhirat kelak demikian juga para kaum
kafir.

Sesungguhnya Allah SWT menciptakan dunia beserta isinya untuk manusia dan
dengan tujuan agar manusia beribadah kepada Allah SWT. Oleh sebab itu selama
hidup di dunia selayaknya manusia berlomba-lomba dalam kebaikan dan selalu
menjalankan kewajiban dan menjauhi larangannya sebagai bentuk rasa iman dan
taqwa kepada Allah SWT (baca fungsi iman kepada Allah dan manfaat beriman
kepada Allah). Allah SWT berfirman :
َ‫ت لِلَّ ِذينَ آ َمنُوا بِاهَّلل ِ َو ُر ُسلِ ِه ۚ ٰ َذلِك‬
ْ ‫ض ُأ ِع َّد‬
ِ ْ‫ض ال َّس َما ِء َواَأْلر‬ ُ ْ‫َسابِقُوا ِإلَ ٰى َم ْغفِ َر ٍة ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َعر‬
ِ ْ‫ضهَا َك َعر‬
‫فَضْ ُل هَّللا ِ يُْؤ تِي ِه َم ْن يَ َشا ُء ۚ َوهَّللا ُ ُذو ْالفَضْ ِل ْال َع ِظ ِيم‬

“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan


surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai
karunia yang besar” (QS Al Hadid 21)
Dunia ini memang nampak sangat menarik dan menggoda. Semoga kita
senantiasa bisa istiqomah untuk menjalankan kewajiban kita kepada Allah SWT.

2.3. Makna Spiritual Tentang Kejayaan Hidup

Secara etimologi kata “sprit” berasal dari kata Latin “spiritus”, yang diantaranya
berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas hidup, nyawa
hidup.” Dalam perkembangan selanjutnya kata spirit diartikan secara lebih luas
lagi. Para filosuf, mengonotasikan “spirit” dengan (1) kekuatan yang
menganimasi dan memberi energi pada cosmos, (2) kesadaran yang berkaitan
dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi, (3) makhluk immaterial, (4)
wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitas, kesucian atau
keilahian).
Sementara itu, Allama Mirsa Ali Al-Qadhi dikutip dalam bukunya
Dr.H.M.Ruslan,MA mengatakan bahwa spiriritualitas adalah tahapan perjalanan
batin seorang manusia untuk mencari dunia yang lebih tinggi dengan bantuan
riyadahat dan berbagai amalan pengekangan diri sehingga perhatiannya tidak
berpaling dari Allah, semata-mata untuk mencapai puncak kebahagiaan abadi.
Selain itu, dikutip pada buku yang sama, Sayyed Hosseein Nash salah seorang
spiritualis Islam mendefinisikan spiritual sebagai sesuatu yang mengacu pada apa
yang terkait dengan dunia ruh, dekat dengan Ilahi, mengandung kebatinan dan
interioritas yang disamakan dengan yang hakiki.
Spiritualitas menurut Ibn ‘Arabi adalah pengerahan segenap potensi rohaniyah
dalam diri manusia yang harus tunduk pada ketentuan syar’I dalam melihat
segala macam bentuk realitas baik dalam dunia empiris maupun dalam dunia
kebatinan.

Menurut Islam, kebutuhan-kebutuhan fisik dan naluriah tersebut merupakan


sesuatu yang alami dan netral, tidak bisa dengan sendirinya dikatakan bahwa
kebutuhan yang satu lebih tinggi derajatnya dari kebutuhan yang lain. Justru cara
manusia dalam mengatur dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan itulah yang dapat
diberi predikat terpuji atau tercela. Dalam pandangan Islam, jika kebutuhan-
kebutuhan tersebut dipenuhi dengan perbuatan yang dijalankan sesuai petunjuk
Islam, maka ia akan menjadi perbuatan yang terpuji. Sebaliknya, jika kebutuhan-
kebutuhan tersebut dipenuhi dengan perbuatan yang melanggar tuntunan Islam
maka ia menjadi perbuatan yang tercela. Kebutuhan akan seks, misalnya, jika
dipenuhi dengan berzina maka menjadi suatu hal yang tercela, namun jika
dipenuhi dalam bingkai pernikahan yang sah maka akan menjadi bagian dari
ibadah yang terpuji. Naluri alami untuk mensucikan dzat yang lebih agung yang
mendorong aktivitas ritual keagamaan –yang sering dianggap sebagai aktivitas
ruhaniyah itu- jika dijalankan tanpa petunjuk Islam maka akan menjadi bid’ah
yang tercela, namun jika dijalankan berdasarkan petunjuk Al Qur’an dan As
Sunnah maka akan menjadi ibadah yang terpuji, berpahala dan diridhoi oleh
Allah.
Sebenarnya dalam Islam tidak ada dikotomi antara urusan dunia dengan urusan
akhirat. Pengawasan dan penilaian Allah atas seluruh amal perbuatan manusia
yang membawa konsekuensi pahala dan siksa merupakan benang merah yang
menghubungkan antara dunia dan akhirat. Semuanya adalah amalan dunia,
namun semuanya akan membawa dampak di akhirat. Dr. Abdul Qodir ‘Audah
menyatakan:
“hukum-hukum Islam dengan segala jenis dan macamnya diturunkan untuk
kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, setiap aktivitas
duniawi selalu memiliki aspek ukhrowi. Maka aktivitas ibadah, sosial
kemasyarakatan, persanksian, perundang-undangan atau pun kenegaraan
semuanya memiliki pengaruh yang dapat dirasakan di dunia akan tetapi,
perbuatan yang memiliki pengaruh di dunia ini juga memiliki pengaruh lain di
akhirat, yaitu pahala dan sanksi akhirat“
Inilah spiritualitas dalam islam. Ia adalah spiritualitas yang membumi, menyatu
dengan dinamika kehidupan manusia dalam kesehariannya. Kerohanian dalam
islam bukanlah dimensi yang berseberangan dengan kehidupan dunia. Bahkan,
ruh yang kenyataannya adalah kesadaran akan hubungan seorang muslim dengan
Allah ini harus dibawa ke mana pun seorang muslim itu pergi, dalam kondisi
apapun, dan dalam menjalani aktivitas serta urusan apa pun. Inilah makna sejati
dari dzikrullah (mengingat Allah), yakni sadar bahwa ia selalu diawasi oleh Allah
dalam segenap gerak-geriknya sehingga mendorong seorang muslim untuk selalu
hidup dengan syariat Islam tanpa lepas sedikit pun. Demikianlah cara orang-
orang yang beriman untuk mentransendensikan seluruh aktivitas mereka di dunia
dan “melayani” Allah dalam setiap urusan yang mereka kerjakan.

2.4. Ruang Lingkup Bermuamalah


Pada ruang lingkup fiqih muamalah meliputi seluruh kegiatan muamalah manusia
berdasarkan hukum-hukum Islam, baik berupa perintah maupun larangan-
larangannya yang terkait dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Di
atas sudah dijelaskan bahwa berdasarkan aspeknya, muamalah dibagi menjadi
dua jenis, yaitu muamalah adabiyah dan madiyah.
1. Muamalah Adabiyah
Penjelasan muamalah adabiyah adalah muamalah yang berkaitan dengan
bagaimana cara tukar menukar benda ditinjau dari segi subjeknya, yaitu manusia.
Muamalah adabiyah mengatur tentang batasan-batasan yang boleh dilakukan atau
tidak boleh dilakukan oleh manusia terhadap benda yang berkaitan dengan adab
dan akhlak, seperti kejujuran, kesopanan, menghargai sesama, saling meridhoi,
dengki, dendam, penipuan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas
manusia dalam hidup bermasyarakat dalam mengelola suatu benda Pada
muamalah adabiyah memberikan panduan yang syara’ bagi perilaku manusia
untuk melakukan tindakan hukum terhadap sebuah benda. Semua perilaku
manusia harus memenuhi prasyarat etis normatif sehingga perilaku tersebut
dianggap layak untuk dilakukan.
2.  Muamalah Madiyah
Sedangkan muamalah madiyah adalah muamalah yang berkaitan dengan objek
muamalah atau bendanya. Muamalah madiyah menetapkan aturan secara syara’
terkait dengan objek bendanya. Apakah suatu benda halal, haram, dan syubhat
untuk dimiliki, diupayakan dan diperjualbelikan, apakah suatu benda bisa
menyebabkan kemaslahatan atau kemudharatan bagi manusia, dan beberapa segi
lainnya. Dengan kata lain, muamalah madiyah bertujuan untuk memberikan
panduan kepada manusia bahwa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang
bersifat kebendaan dan bersifat sementara bukan sekedar memperoleh
keuntungan semata, tetapi juga bertujuan untuk memperoleh ridha Allah SWT,
dengan cara melakukan muamalah sesuai dengan aturan main yang sesuai dengan
aturan-aturan yang ditetapkan secara syara’. Ruang lingkup muamalah yang
bersifat madiyah antara lain adalah sebagai berikut :
Jual-beli ( bai’ ), Gadai ( rahn ), Jaminan dan tanggungan ( Kafalah dan
Dhaman ), Pemindahan hutang ( hiwalah ), Pailit ( taflis ), Perseroan atau
perkongsian ( syirkah ), Perseroan harta dan tenaga ( mudharabah ), Sewa
menyewa tanah (mukhabarah), Upah (ujral al-amah), Gugatan (asy syuf’ah).

Perlu diketahui bahwa ruang lingkup muamalah juga mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia seperti bidang ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya.
Menurut Abdul Wahhab Khallaf, berdasarkan tujuannya, muamalah dalam Islam
memiliki ruang lingkup yang meliputi :
1. Hukum Keluarga (Ahkam Al Ahwal Al-Syakhiyyah)
Merupakan hukum yang berkaitan dengan urusan keluarga dan pembentukannya
yang bertujuan untuk membangun dan memelihara keluarga sebagai bagian
terkecil. Meliputi hukum tentang hak maupun kewajiban suami, istri, dan anak
serta hubungan keluarga satu dengan lainnya
2. Hukum Perdata (Al Ahkam Al Maliyah)
Merupakan hukum yang mengatur hubungan individu-individu dalam
bermuamalah serta bentuk-bentuk hubungannya, seperti jual beli, sewa-menyewa,
hutang piutang, perjanjian, perserikatan dan lain sebagainya. Jadi hukum perdata
berkaitan dengan kekayaan dan hak-hak atas pemeliharaannya sehingga tercipta
hubungan yang harmonis di dalam masyarakat.
3. Hukum Pidana (Al-Ahkam Al-Jinaiyyah)
Merupakan hukum yang berkaitan dengan segala bentuk kejahatan, pelanggaran
hukum dan ketentuan sanksi-sanksi hukumnya. Tujuannya adalah untuk menjaga
ketentraman dan keamanan hidup umat manusia termasuk harta kekayaannya,
kehormatannya, dan membatasi hubungan antara pelaku tindak pidana kejahatan
dengan masyarakat maupun korban.
4. Hukum Acara (Al-Ahkam Al-Murafa’at)
Definisi hukum acara adalah hukum yang berkaitan dengan sumpah, persaksian,
tata cara mempertahankan hak dan memutuskan siapa yang terbukti bersalah,
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pada hukum ini bertujuan untuk
mengatur dan merealisasikan keadilan di dalam kehidupan masyarakat.
5. Hukum Perundang-Undangan (Al-Ahkam Al-Dusturiyyah)
Merupakan hukum yang berkaitan dengan perundang-undangan yang berlaku
untuk membatasi hubungan hakim dengan terhukum serta menetapkan hak-hak
perorangan dan kelompok.
6. Hukum Kenegaraan (Al-Ahkam Al-Duwaliyyah)
Merupakan hukum yang berkaitan dengan hubungan antara penguasa
(pemerintah) dengan rakyatnya, hubungan antar kelompok masyarakat dalam
suatu negara maupun antar negara. Hukum ini bertujuan untuk mengatur
mengatur hubungan di antara umat Islam dengan yang lainnya yang ada dalam
suatu Negara, hubungan pemerintah dan rakyatnya serta hubungan yang terjadi
antar negara pada masa damai dan masa perang.
7. Hukum Keuangan dan Ekonomi (Al-Ahkam Al-Iqtishadiyyah Wa Al-
Maliyyah)
Merupakan hukum yang berkaitan dengan hak-hak dari fakir miskin di dalam
harta orang kaya, mengatur sumber keuangan negara, pendistribusian serta
permasalahan pembelanjaan negara dalam rangka untuk kepentingan
kesejahteraan rakyatnya.

2.5. PRINSIP-PRINSIP BERMUAMALAH


Hakikat diturunkannya syari’at Islam adalah mendatangkan kemaslahatan dan
menghindarkan kerusakan, yang tercermin dalam bentuk perintah dan larangan
dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Setiap bentuk perintah yang mesti dikerjakan,
pasti di situ juga mengandung kemaslahatan bagi manusia. Sebaliknya, setiap
bentuk larangan yang mesti ditinggalkan, pasti juga mengandung kemudharatan
bagi manusia. Walaupun seringkali hikmah dari perintah dan larangan tersebut
terungkap jauh setelah dalilnya diturunkan. Demikian pula dengan ketentuan
dalam muamalah, adalah jelas untuk kemaslahatan manusia secara umum.
Ketentuan-ketentuan muamalah secara syari’at Islam yang tidak akan
mengabaikan aspek penting dalam kesinambungan hidup manusia. Secara garis
besar, terdapat dua prinsip dalam muamalah yakni prinsip umum dan prinsip
khusus.
I. Prinsip Umum
Dalam prinsip umum muamalah terdapat empat hal yang utama, yaitu :
Hukum asal dalam muamalah pada dasarnya adalah mubah kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.
Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan kemaslahatan /
manfaat dan menghindarkan mudharat dalam masyarakat.
Pelaksanaan Muamalah didasarkan dengan tujuan memelihara nilai
keseimbangan (tawazun) berbagai segi kehidupan, yang antara lain meliputi
keseimbangan antara pembangunan material dan spiritual, pemanfaatan serta
pelestarian sumber daya.
Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan dan menghindari
unsur-unsur kezaliman.
II. Perinsip khusus
Sementara itu prinsip khusus muamalah dibagi menjadi dua, yaitu yang
diperintahkan dan yang dilarang.
Adapun yang diperintahkan dalam muamalah terdapat tiga prinsip, yaitu :
Objek transaksi harus yang halal, artinya dilarang melakukan aktivitas ekonomi
atau bisnis terkait yang haram.
Adanya keridhaan semua pihak terkait muamalah tersebut, tanpa ada paksaan.
Pengelolaan dana / aset yang amanah dan jujur.
Sedangkan yang dilarang dalam muamalah antara lain :
Riba, merupakan setiap tambahan / manfaat yang berasal dari kelebihan nilai
pokok pinjaman yang diberikan peminjam. Riba juga sebagai suatu kegiatan yang
menimbulkan eksploitasi dan ketidakadilan yang secara ekonomi menimbulkan
dampak sangat merugikan masyarakat
Gharar, adalah mengandung ketidakjelasan, spekulasi, taruhan, bahaya,
cenderung pada kerusa kan.
Tadlis (penipuan), misalnya penipuan dalam transaksi jual beli dengan
menyembunyikan atas adanya kecacatan barang yang diperjualbelikan.
Berakad dengan orang-orang yang tidak cakap dalam hokum, seperti orang gila,
anak kecil, terpaksa, dan lain sebagainya.
BAB IV
KESIMPULAN

Muamalah dalam Islam merupakan aturan-aturan dan hukum yang mengatur tata
cara memenuhi kebutuhan dunia dengan cara yang benar menurut syariat Islam.
Muamalah ini akan membantu kita mengetahui mana yang haram dan mana yang
halal. Maka dari itu kita harus mempelajari apa saja syarat dan rukunnya,
sehingga upaya kita dalam memenuhi kebutuhan dunia tidak melanggar aturan
dan hukum Islam.
.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

https://subair3.wordpress.com/2020/05/07/12-muamalah/

Anda mungkin juga menyukai