Anda di halaman 1dari 11

c c

c   



 

Ijma¶ menurut bahasa artinya sepakat, setuju atau sependapat. Sedangkan


menurut istilah ³Kebulatan pendapat semua ahli ijtihad Umat Nabi Muhammd,
sesudah wafatnya pada suatu masa, tentang suatu perkara (hukum).

Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma¶ dalam
menetapkan suatu hukum, kerena segala persoalan dikembalikan kepada beliu,
apabila ada hal-hal yang belum jelas atau belum diketahui hukumnya.

Ijma¶ itu dapat terwujud apabila ada empat unsur.

1. Ada sejumlah mujtahid ketika suatu kejadian, karena kesepakatan (ijma¶) tidak
mungkin ada kalau tidak ada sejumlah mujtahid, yang masing-masing
mengemukakan pendapat yang ada penyelesaian pandangan.

2. Bila ada kesepakatan para mujtahid umat islam terhadap hukum syara¶ tentang
suatu masalah atau kejadian pada waktu terjadinya tanpa memandang negeri,
kebangsaan atau kelompok mereka.

Jadi, kalau mujtahid Makkah, Madihan, Irak, Hijaz saja umpamanya yang sepakat
terhadap suatu hukum syara¶ tidak dapat dikatakan ijma¶ menurut syara¶ kalau
bersifat regional. Tetapi harus bertahap internasional. Masalah mungkin terjadi
ijma¶ atau tidak, lain lagi persoalannya, karena ada diantara ulama¶ yang
mengatakan mungkin dan ada pula yagn mengatakan tidak mungkin.

3. Kesepakatan semua mujtahid itu dapat diwujudakan dalam suatu hukum tidak
dapat dianggap ijma¶ kalau hanya berdasarkan pendapat mayoritas, jika
mayoritas setuju, sedangkan minoritas tidak setuju. Berarti tetap ada perbedaan
pendapat.
_. Kesepakatan para mujtahid itu terjadi setelah ada tukar menukar pendapat lebih
dahulu, sehinga diyakini betul putusan yang akan ditetapkan.

c   

Dari definisi ijma¶ di atas dapat diketahui bahwa ijma¶ itu bisa terjadi bila
memenuhi kriteria-kriteria di bawah ini.

  

 

Para ulama¶ berselisih faham tentang istilah mujtahid.

Secara umu mujtahid diartikan sebagai para ulama yang mempunyai


kemampuan dalam mengistimbatkan hukum dari dalil-dalil syara¶. Dalam kita
³jam¶ul jawami´ disebutkan bahwa yang dimaksud mujtahid adalah orang yang
fakih.

Beberapa pendapat tersebut sebenarnya mempunyai kesamaan, bahwa


yang dimaksud mujtahid adalah orang Islam yang baligh, berakal, mempunyai
sifat terpuji dsan mempu mengistimbat hukum dari sumbernya.

Dengan demikian, kesepakatan orang awam (bodoh) atau mereka yang


belum mencapai derajat mujtahid tidak bisa dikatakan ijma¶ begitu pula penolakan
mereka, karena mereka tidak ahli dalam menela¶ah hukum-hukum syara¶.

 


  

Bila sebagian mujtahid bersepakat dan yang lainnya tidak meskipun


sedikit, maka menurut jumhum, hal itu tidak bisa dikatakan jima¶. Karena ijma¶ itu
harus mencakup keseluruhan mujtahid. Sebagaimana ulama¶ berpandangan
bahwa ijma¶ itu sah bila dilakukan oelh sebagian besar mujtahid, karena yang
dimaksud kesepakatan ijma¶ termasuk pula kesepakatan sebagian besar dari
mereka. Begitu pula menurut kaidah fiqih, sebagian besar itu telah mencakup
hukum keseluruhan.
K    !

Kesepakatan yang dilakukan oleh para ulama selain umat Muhammad


SAW. tidak bisa dikatakan ijma¶, hal itu menunjukkan adanya umat para nabi lain
yang berijma¶, adapun ijma¶ umat Nabi Muhammad SAW. tersebut telah dijamin
bahwa mereka tidak mungkin berijma¶ untuk melakukan kesalahan.

" # 

$% 

Ijma¶ itu tidak terjadi ketika Nabi masih hidup, karena Nabi senantiasa
menyepakati perbuatan-perbuatan para sahabat yang dipandang baik adna itu
dianggap sebagai syariah.

& '

 

 
  
   

Maksudnya, kesepakatan mereka haruslah kesepakatan yagn ada


kaitannya dengan syariat, seperti tentang wajib, sunah, makruh, haram dan lain-
lain.

( ))

Ijma¶ ditinjau dari cara penetapannya ada dua:

1. Ê    ãaitu para mujtahid pada satu masa itu sepakat atas hukum
terhadap suatu kejadian dengan menyampaikan pendapat masing-masing
mujtahid mengungkapkan pendapatnya dalam bentuk ucapan atau perbuatan
yan mencerminkan pendapatnya.

2. Ê  

  Sebagian mujtahid pada satu masa mengemukakan pendapatnya
secara jelas terhadap suatu peristiwa dengan fatwa atau putusan hukum. Dan
sebagian yang lain diam, artinya tidak mengemukakan komentar setuju atau
tidaknya terhadap pendapat yang telah dikemukakan.

# '
   *

Para ulama berbeda pendapat tentang kemungkinan adanya ijma¶ dan
kewajiban melaksanakannya. Jumhur berkata, ³ijma¶ itu bisa terjadi bahkan telah
terlaksana´. Sedangkan pengikut Nizam dan golongan Syi¶ah menyatakan, ijma¶ itu
tidak mungkin terjadi, dengan mengemukakan beberapa argumen, antara lain:

|  , sesungguhnya ijma¶ yang dimaksudkan oleh jumhur terntang


diharuskannya adanya kesepakatan semua mujtahid pada suatu masa sehingga
harus memenuhi dua kriteria:

1. Mengetahui karakter setiap mujtahid yang dikategorikan mampu untuk


mengadakan ijma¶.

2. Mengetahui pendapat masing-masing mujtahid tentang permasalahan tersebut.

 
, ijma¶ itu harus bersandarkan kepada dalil, baik yang qath¶I ataupun
yang dhanni. Bila berlandaskan pada dalil qath¶I maka tidak diragukan lagi bahwa
hal itu tidak membutuhkan ijma¶. Sebaliknya bila didasarkan pada dalil yang dzanni,
dapat dipastikan para ulama¶ akan berbeda pendapat karena masing-masing
mujtahid akan mengeluarkan pendapatnya dengan kemampuan berfikir daya nalar
mereka, disertai berbagai dalil yagn menguatkan pendapat mereka.

 '
 
    +

Jumhur ulama berpendapat, bahwa ijma¶ dapat dijadikan argumentasi (hujjah)


berdasarkan dua dalil berikut:

Hadits-hadits yang menyatakan bahwa umat Muhammad tidak akan


bersepakat terhadap kesesatan. Apa yang menurut pandangan kaum muslimin baik,
maka munurut Allah juga baik. Oleh karena itu, amal perbuatan para sahabat yang
telah disepakati dapat dijadikan argumentasi.

Ada beberapa permasalahan yang berkaitan dengan kehujjahan ijma¶,


misalnya, apakah ijma¶ itu hujjah syar¶i? Apakah ijma¶ itu merupakan landasan usul
fiqih atau bukan? Bolehkah kita menafikan atau mengingkari ijma¶?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, para ulama¶ berbeda
pendapat. Al-Qardawi berpendapat bahwa orang-orang hawn tidak menjadikan ijma¶
itu sebagai hujjah, bahkan dalam sejarahnya dia mengatakan bahwa ijma¶ itu bukan
hujjah secara mutlak.

Menurut Al-Maidi, para ulama¶ telah sepakat mengenai ijma¶ sebagai hujjah
ygn wajib diamalkan. Pendapat tersebut bertentangan dengan Syi¶ah, Khawarij dan
Nizam dari golongan Mu¶tazilah.

Al-Hajib berkata bahwa ijma¶ itu hujjah tanpa menanggapi pendapat Nizam,
Khawarij dan Syiah. Adapun Ar-Rahawi berpendapat bahwa ijma¶ itu pada dasarnya
adalah hujjah. Sedangkan dalam kitab ³Qawa¶idul Usul dan Ma¶qidul Usul´ dikatakan
bahwa ijma¶ hujjah pada setiap masa. Namun pendapat itu ditentang oleh ³Daut´
yang mengatakan bahwa ijma¶ itu hanya terjadi pada masa sahabat.

Kehujjahan ijma¶ juga berkaitan erat dengan jenis ijma¶ itu merupakan sendiri,
yaitu sharih dan sukuti, agar lebih jelas maka pendapat mereka tentang ijam¶ akan
ditinjau berdasarkan pembagian ijma¶ itu sendiri.

1. Kehujjahan  

Jumhur telah sepakat bahwa ijma¶ sharih itu merupakan hujjah secar
qath¶i, wajib mengamalkannya dan haram menentangnya. Bila sudah terjadi ijma¶
pada suatu permasalahan maka ita menjadi hukum qath¶I yang tidak boleh
ditentang, dan menjadi menjadi masalah yang tidak boleh diijtihadi lagi.
Dalil-dalil yang dikeluarkan oleh jumhur

Firman Allah SWT. dalam surat Annisa¶ ayat 115.

Artinya :

Barang siapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mu¶min, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam,
dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. An-Nisa¶: 115)

Kehujjahan dalil dari ayat di atas adalah ancaman Allah SWT terhadap
mereka yang tidak mengikuti jalannya orang-orang mu¶min. Disebutkan bahwa
mereka akan dimasukkan ke neraka Jahanam dan akan mendapat tempat
kembali yang buruk. Hal itu menunjukkan bahwa jalan yang ditempuh oleh orang-
orang yang tidak beriman itu adalah batil dan haram diikuti. Sebaliknya, jalan
yang ditempuh oleh orang-orang mu¶min adalah hak dan wajib diikuti.

2. Kehujjahan ijma¶ sukuti

Ijma¶ Sukuti telah dipertentangkan kehujjahannya di kalangan para ulama.


Sebagian dari mereka tidak memandang ijma¶ sukuti sebagai hujjah bahkan tidak
mengatakan sebagai ijma¶. Di antara mereka ialah pengikut Maliki dan Imam
Syafi¶I yang menyebutkan hal tersebut dalam berbagai pendapatnya.

Mereka berargumen bahwa diamnya sebagian mujtahid itu mungkin saja


menyepakati sebagian atau bisa saja tidak sama sekali. Misalnya karena tidak
melakukan ijtihad pada satu masalah atau takut mengemukakan pendapatnya
sehingga kesepakatan mereka terhadap mujtahid lainnya tidak bisa ditetapkan
apakah hal itu qath¶I atau zanni. Jika demikian adanya, tidak bisa dihalalkan
adanya kesepakatan dari seluruh mujtahid. Berarti tidak bisa dikatakan ijma¶
ataupun dijadikan sebagai hujjah.

Sebagian besar golong Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambal menyatakan
bahwa ijma¶ sukuti merupakan hujjah qat¶I seperti halnya ijma¶ sharih. Alasan
mereka adalah diamnya sebagian mujtahid utuk menyatakan sepakat ataupun
tidaknya terhadap pendapat yang dikemukakan oleh sebagian mujtahid lainnya,
bila memenuhi persyaratan adanya ijma¶ sukuti, bisa dikatakan sebagai dalil
tentang kesepakatan mereka terhadap hukum. Dengan demikian, bisa juga
dikatakan sebagai hujjah yang qat¶I karena alasannya juga menunjukkan adanya
ijma¶ yang tidak bisa dibedakan dengan ijma¶ sharih.
c c

+*+

'+, 

Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan


bahwa ijma¶ adalah suatu dalil syara¶ yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif di
bawah dalil-dalil nas (Al Quran dan hadits). Ia merupakan dalil pertama setelah Al
Quran dan hadits. ãang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum
syara¶.

Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma¶ dalam
menetapkan suatu hukum, karena segala permasalahan dikembalikan kepada
beliau, apabila ada hal-hal yang belum jelas atau belaum diketahui hukumnya.

Adapun dari ijma¶ itu sendiri harus memenuhi syarat-syarat tertentu, agar
dalam kesepakatan para mujtahid dapat diterima dan dijadikan sebagai hujjah/
sumber hukum (ijma¶)

Dan dari ijma¶ itu sendiri terdapat beberapa macam. Diantaranya:  
   

. Dari dua versi itu lahirlah perbedaan-perbedaan dalam
pandangan ulama¶ mengenai ijma¶ itu sendiri.

Seperti ijma¶ sukuti misalkan, pengikut Imam Maliki dan Syafi¶I memandang
bahwa ijma¶ sukuti sebagai hujjah bahkan tidak menganggap sebagai ijma¶.

Sedangkan segolongan dari Imam Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambal
menyatakan sebaliknya.

c  - # '-*' 

Jadikanlah makalah ini sebagai media untuk memahami diantara sumber-


sumber Islam (ijma¶) demi terwujudnya dan terciptanya tatanan umat (masyarakat)
adil dan makmur. Kami sadar, dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan dan
konstruktif demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya.

Ê 
v  
        
      
      
Us 

   
  


 

i ‘ 
i 

i 4 
i Ê 
i  
i p

i p

i ë 
i !
i 

i p 

i 

i "
 
i "

i ï 


‘  

i   
i 

i p

i p 

i ?  
i 

i  " 

V   

i p"

i p  
i ‘  Ulama
i p!"
i p! 
i  
i   #

i 
 
i p

i  
i p $ $
i %

i p 
i ? ! 
i ? 
i ? 
i ‘ p  
i p  

ë"  


"&   &  " 

Ê ‘     


  

%   
  
%     %   
   
     %  
 
   ""    "  
% " 
  ‘   
    %  "      
" 
"   " '

(        " % "  


$ "
   % 
%   
  
     '

4 "
  
 " 
  "       
  
 
  ‘
  "" """ " "     "$ """ "'

 s
)   % *

i ¢    "

i þ+    "

 þ'¢  
 þ'þ%, 
 þ'- "
, 
 þ'.p 




 þ'/ v 

 þ'0 "

 þ'1!
i -
" 
Ús sÊ 
p ‘  
"          "   "  
  

     "   "
‘   ‘?  "'  "    
     "" % ‘   
  '
   "  " 

  "      "  "       ‘  
   
      

'

+ "          "    "" """ " "   " 
$ """ "     "  "   
  %    " 
  
  " " %   ‘  " ‘?  "' %  
       
"  "
  "" " %         "   ‘  " ‘
? " "'(      "  "    % "   " "   
" " %   ‘  ‘?  "   ""
   "   
""   "
'4 %  
  " "
  
 %  " 
‘
  ‘?  "'

Ús s- s 


ÚsÊ 

  " %    " %     "        "    "




        ‘  ? "     "  % " '‘ 

"    %   
        "
 " 
       "'?     
! "$ % ""        
 
   %  $  "" 
 "'

Úss

%  " %      "  %    " %  "    "


  "  
%  %          %      
  
 ! "
%          "
 
  
  'v  
    %  ! " %   "   "  "

% " % "  
""         % 

i    !    


¢' p % 
 %       %    ""
   "   % '
þ' p " 
! "! "% ! "!  %    "
   "  % '
-' 4      
%  
      )‘
 * " )?  *     %      ladh'

ÚsÊss
i    !   "
, 
¢'   "$ %   
   h
!

%     

"  
  '
þ' ‘ "       h"           

% 
-' p  "    ! " %   ""  " 
" 
% '
.' 4   "    "   " 

 " '
/' 4        "   %   ""
   %   
  % '''

Úss s

‘ 
"   "   
% "    
%   "  
 "  
         ! "  
  

 " '

Ús

‘ 
"   "    "% 
   
 " 
  "  
 "'

ÚsÊss

‘ 
"    "     %   """        %   
 
% '

ÚsU 

‘ 
"     "  
 
%   "  " "  "    %   "
" "    " "  ""  " "     "  "     
‘#  ?  '

Anda mungkin juga menyukai