c
Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma¶ dalam
menetapkan suatu hukum, kerena segala persoalan dikembalikan kepada beliu,
apabila ada hal-hal yang belum jelas atau belum diketahui hukumnya.
1. Ada sejumlah mujtahid ketika suatu kejadian, karena kesepakatan (ijma¶) tidak
mungkin ada kalau tidak ada sejumlah mujtahid, yang masing-masing
mengemukakan pendapat yang ada penyelesaian pandangan.
2. Bila ada kesepakatan para mujtahid umat islam terhadap hukum syara¶ tentang
suatu masalah atau kejadian pada waktu terjadinya tanpa memandang negeri,
kebangsaan atau kelompok mereka.
Jadi, kalau mujtahid Makkah, Madihan, Irak, Hijaz saja umpamanya yang sepakat
terhadap suatu hukum syara¶ tidak dapat dikatakan ijma¶ menurut syara¶ kalau
bersifat regional. Tetapi harus bertahap internasional. Masalah mungkin terjadi
ijma¶ atau tidak, lain lagi persoalannya, karena ada diantara ulama¶ yang
mengatakan mungkin dan ada pula yagn mengatakan tidak mungkin.
3. Kesepakatan semua mujtahid itu dapat diwujudakan dalam suatu hukum tidak
dapat dianggap ijma¶ kalau hanya berdasarkan pendapat mayoritas, jika
mayoritas setuju, sedangkan minoritas tidak setuju. Berarti tetap ada perbedaan
pendapat.
_. Kesepakatan para mujtahid itu terjadi setelah ada tukar menukar pendapat lebih
dahulu, sehinga diyakini betul putusan yang akan ditetapkan.
Dari definisi ijma¶ di atas dapat diketahui bahwa ijma¶ itu bisa terjadi bila
memenuhi kriteria-kriteria di bawah ini.
" #
$%
Ijma¶ itu tidak terjadi ketika Nabi masih hidup, karena Nabi senantiasa
menyepakati perbuatan-perbuatan para sahabat yang dipandang baik adna itu
dianggap sebagai syariah.
& '
( ))
1. Ê ãaitu para mujtahid pada satu masa itu sepakat atas hukum
terhadap suatu kejadian dengan menyampaikan pendapat masing-masing
mujtahid mengungkapkan pendapatnya dalam bentuk ucapan atau perbuatan
yan mencerminkan pendapatnya.
2. Ê
Sebagian mujtahid pada satu masa mengemukakan pendapatnya
secara jelas terhadap suatu peristiwa dengan fatwa atau putusan hukum. Dan
sebagian yang lain diam, artinya tidak mengemukakan komentar setuju atau
tidaknya terhadap pendapat yang telah dikemukakan.
# '
*
Para ulama berbeda pendapat tentang kemungkinan adanya ijma¶ dan
kewajiban melaksanakannya. Jumhur berkata, ³ijma¶ itu bisa terjadi bahkan telah
terlaksana´. Sedangkan pengikut Nizam dan golongan Syi¶ah menyatakan, ijma¶ itu
tidak mungkin terjadi, dengan mengemukakan beberapa argumen, antara lain:
, ijma¶ itu harus bersandarkan kepada dalil, baik yang qath¶I ataupun
yang dhanni. Bila berlandaskan pada dalil qath¶I maka tidak diragukan lagi bahwa
hal itu tidak membutuhkan ijma¶. Sebaliknya bila didasarkan pada dalil yang dzanni,
dapat dipastikan para ulama¶ akan berbeda pendapat karena masing-masing
mujtahid akan mengeluarkan pendapatnya dengan kemampuan berfikir daya nalar
mereka, disertai berbagai dalil yagn menguatkan pendapat mereka.
'
+
Menurut Al-Maidi, para ulama¶ telah sepakat mengenai ijma¶ sebagai hujjah
ygn wajib diamalkan. Pendapat tersebut bertentangan dengan Syi¶ah, Khawarij dan
Nizam dari golongan Mu¶tazilah.
Al-Hajib berkata bahwa ijma¶ itu hujjah tanpa menanggapi pendapat Nizam,
Khawarij dan Syiah. Adapun Ar-Rahawi berpendapat bahwa ijma¶ itu pada dasarnya
adalah hujjah. Sedangkan dalam kitab ³Qawa¶idul Usul dan Ma¶qidul Usul´ dikatakan
bahwa ijma¶ hujjah pada setiap masa. Namun pendapat itu ditentang oleh ³Daut´
yang mengatakan bahwa ijma¶ itu hanya terjadi pada masa sahabat.
Kehujjahan ijma¶ juga berkaitan erat dengan jenis ijma¶ itu merupakan sendiri,
yaitu sharih dan sukuti, agar lebih jelas maka pendapat mereka tentang ijam¶ akan
ditinjau berdasarkan pembagian ijma¶ itu sendiri.
1. Kehujjahan
Jumhur telah sepakat bahwa ijma¶ sharih itu merupakan hujjah secar
qath¶i, wajib mengamalkannya dan haram menentangnya. Bila sudah terjadi ijma¶
pada suatu permasalahan maka ita menjadi hukum qath¶I yang tidak boleh
ditentang, dan menjadi menjadi masalah yang tidak boleh diijtihadi lagi.
Dalil-dalil yang dikeluarkan oleh jumhur
Artinya :
Barang siapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mu¶min, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam,
dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. An-Nisa¶: 115)
Kehujjahan dalil dari ayat di atas adalah ancaman Allah SWT terhadap
mereka yang tidak mengikuti jalannya orang-orang mu¶min. Disebutkan bahwa
mereka akan dimasukkan ke neraka Jahanam dan akan mendapat tempat
kembali yang buruk. Hal itu menunjukkan bahwa jalan yang ditempuh oleh orang-
orang yang tidak beriman itu adalah batil dan haram diikuti. Sebaliknya, jalan
yang ditempuh oleh orang-orang mu¶min adalah hak dan wajib diikuti.
Sebagian besar golong Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambal menyatakan
bahwa ijma¶ sukuti merupakan hujjah qat¶I seperti halnya ijma¶ sharih. Alasan
mereka adalah diamnya sebagian mujtahid utuk menyatakan sepakat ataupun
tidaknya terhadap pendapat yang dikemukakan oleh sebagian mujtahid lainnya,
bila memenuhi persyaratan adanya ijma¶ sukuti, bisa dikatakan sebagai dalil
tentang kesepakatan mereka terhadap hukum. Dengan demikian, bisa juga
dikatakan sebagai hujjah yang qat¶I karena alasannya juga menunjukkan adanya
ijma¶ yang tidak bisa dibedakan dengan ijma¶ sharih.
c c
+*+
'+,
Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma¶ dalam
menetapkan suatu hukum, karena segala permasalahan dikembalikan kepada
beliau, apabila ada hal-hal yang belum jelas atau belaum diketahui hukumnya.
Adapun dari ijma¶ itu sendiri harus memenuhi syarat-syarat tertentu, agar
dalam kesepakatan para mujtahid dapat diterima dan dijadikan sebagai hujjah/
sumber hukum (ijma¶)
Dan dari ijma¶ itu sendiri terdapat beberapa macam. Diantaranya:
. Dari dua versi itu lahirlah perbedaan-perbedaan dalam
pandangan ulama¶ mengenai ijma¶ itu sendiri.
Seperti ijma¶ sukuti misalkan, pengikut Imam Maliki dan Syafi¶I memandang
bahwa ijma¶ sukuti sebagai hujjah bahkan tidak menganggap sebagai ijma¶.
Sedangkan segolongan dari Imam Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambal
menyatakan sebaliknya.
c - # '-*'
Ê
v
Us
i
i
i 4
i Ê
i
i p
i p
i ë
i !
i
i p
i
i "
i "
i ï
i
i
i p
i p
i ?
i
i "
V
i p"
i p
i Ulama
i p!"
i p!
i
i #
i
i p
i
i p $ $
i %
i p
i ? !
i ?
i ?
i p
i p
4
"
"
"
"" """
" " "$ """
"'
s
)
%
*
i ¢
"
i þ+
"
þ'¢
þ'þ%,
þ'-"
,
þ'.p
þ'/ v
þ'0"
þ'1!
i -
"
ÚssÊ
p
"
" "
" "
? "'
"
""
%
'
" "
"
"
"
'
+ "
" "" """
" " "
$ """
"
" "
%
"
"
"
%
" ? "'
%
" "
""
"
%
"
"
? ""'(
" "
%
" " "
"
"
%
? " ""
"
""
"
'4 %
""
%
"
? "'
Úss
ÚsÊss
i !
"
,
¢' "$ %
h
!
%
"
'
þ'
"
h"
%
-' p
"
! " %
""
"
"
% '
.' 4
"
"
"
"
'
/' 4
" % ""
%
% '''
Úss s
"
"
%
"
%
"
"
! "
"
'
Ús
"
"
"%
"
"
"'
ÚsÊss
"
"
% """
%
% '
ÚsU
"
"
% " "" "
% "
" " "
" "" "
"
"
"
#
? '