”Barang siapa menempuh suatu jalan, yang dia tempuh jalan tersebut dalam rangka mencari
ilmu agama maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.”
Di antara jalan menuju surga adalah dengan belajar ilmu agama. Untuk bisa memuluskan
jalan tersebut menuju surga, maka kita harus memperhatikan hal-hal yang menjadikan kita
sukses atau sebab-sebab yang menjadikan kita sukses dalam menuntut ilmu agama.
Ada banyak orang di sana yang belajar ilmu agama, tapi ternyata putus di tengah jalan karena
dia tidak memperhatikan adab-adab dalam menuntut ilmu agama. Ada orang di sana yang
belajar ilmu agama tapi ilmunya tidaklah bermanfaat bagi dirinya bahkan justru menjadi
mudhorot bagi orang lain. Ini dikarenakan tidak mengerti adab-adab atau hal –hal yang
harusnya dia perhatikan selama dia menjalankan proses menuntut ilmu agama.
Pada kesempatan kali ini kami ingin menyampaikan beberapa hal yang hendaknya seorang
yang menuntut ilmu agama atau seorang tholibul ‘ilmi, dia perhatikan ketika dia menuntut
ilmu agama, agar ilmu agamanya benar-benar bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, serta
tidak mendatangkan mudhorot bagi orang lain maupun juga dirinya.
Ini adalah niat yang tidak benar. Kita belajar ilmu agama agar kita mendapatkan pahala dari
Allah Subhanahu wa Ta'ala karena dia merupakan satu bentuk ibadah. Kita belajar ilmu
agama untuk mengangkat kebodohan dari diri kita pribadi dan orang lain, khususnya
keluarga, orang tua, istri dan anak kita. Dan kita belajar agama dalam rangka membela syariat
manakala datang orang –orang yang secara sengaja atau mereka berupaya untuk
memadamkan cahaya Allah Subhanahu wa Ta'ala.
“ Barang siapa yang menuntut ilmu agama sejengkal maka nanti dia akan sombong. Barang
siapa menuntut ilmu agama satu hasta atau lebih banyak atau lebih besar dari sekedar
sejengkal maka nanti dia baru akan tahu bahwasanya dia adalah orang yang jahil. Barang
siapa menuntut ilmu agama lebih banyak lagi dari itu maka nanti dia baru akan tahu
bahwasanya ilmu itu adalah lautan yang luas, tidak ada tepinya.”
Di antara hal-hal lainnya yang hendaknya perlu kita perhatikan dalam menuntut ilmu agama,
antara lain
• Menjadikan ilmunya bukan sebagai hakim bagi orang lain
Ada orang yang menuntut ilmu agama, ilmunya kemudian mendorong dia untuk selalu
menghakimi orang lain. Dalam artian kurang lebih seperti ini;
Ada temannya sholat, dia dalam keadaan berpeci, berbaju gamis, tapi temannya mungkin
ketika itu dikarenakan masih awam memakai baju kaos. Lalu kemudian ia mudah
meremehkan temannya tersebut. “ Harusnya seperti ini, bergamis,” katanya, “jangan seperti
yang ini hanya berkaos, dan tidak pakai peci serta bercelana panjang.”
Ini adalah bentuk penghakiman. Karena bisa jadi di antara temannya itu mungkin ada yang
masih awam dan sebenarnya kalau dia belajar agama kalau ada yang mendakwahinya, ada
yang mengarahkan dia kepada ilmu-ilmu agama, ternyata nanti dia lebih baik daripada
temannya yang sudah ngaji ini,yang sudah bergamis,yang sudah berpeci ini.
Kaum muslimin…. di sana ada orang –orang yang belum belajar agama dikarenakan mereka
tidak tahu dan butuh dakwah kita. Dan ternyata ketika mereka telah mengetahuinya, rupanya
mereka ternyata lebih baik dalam mengamalkan agama ini daripada kita. Ada orang di sana
yang bersedekah seribu, seribu rupiah. Lalu ada kemudian ada di antara tholibul ‘ilmi dia
mengatakan, “Masa cuma seribu?! Seperti saya ini, kalau bersedekah dua puluh ribu, lima
puluh ribu.”
Padahal bisa jadi dia bersedekah seribu dikarenakan ada kita di dekatnya. Dan ketika tidak
ada kita di dekatnya, dia bersedekah seratus ribu, lebih banyak daripada yang kita
sedekahkan, dikarenakan dia ingin menutupi ibadahnya. Maka, jangan sampai kemudian kita
menjadikan ilmu agama sebagai hakim bagi orang lain.
Ketika seorang belajar kepada para ulama pun, tidak ada satu orang ulama pun yang selamat
dari kesalahan. Namun hendaknya kita memaklumi kesalahan mereka dalam artian kita
menuntut ilmu agama kepada orang yang tepat dan tidak menuntut kesempurnaan.
Sebagian ulama mengatakan,” Adalah bagian dari ilmu, ketika mengatakan ‘tidak tahu’,
manakala memang tidak tahu.”
“Jangan engkau ikut-ikut sesuatu yang kamu tidak ada ilmu padanya. Berbicara kehormatan
orang lain yang engkau tidak mengetahui kondisinya. Engkau merendahkan orang lain yang
engkau tidak mengetahui perkara aslinya. Karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati kita semua nanti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala.”
“Saling tolong menolonglah dalam al birr (kebaikan ) dan juga ketaqwaan. Dan jangan tolong
menolong dalam permusuhan dan juga jangan tolong menolong dalam kemaksiatan.”
Hendaknya mereka saling tolong menolong dalam kebaikan. Ada yang mengisi pengajian,
ada yang menjadi moderator, ada yang memberikan pengumuman, ada yang mendesain
pamflet, leaflet, ada yang menjadi kameramen dan seterusnya dalam rangka menegakkan
kalimat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan ini adalah tolong menolong yang dipuji oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
Ini yang dapat kami sampaikan, kurang lebihnya kami memohon maaf. Semoga Allah
Subhanahu wa Ta'ala membimbing kita agar bisa menuntut ilmu agama dengan
memperhatikan adab-adabnya sehingga jalan menuju surganya Allah Subhanahu wa Ta'ala
janjikan bagi mereka menuntut ilmu agama akan menjadi mulus bagi kita.
Tak lupa juga saya ucapkan kepada segenap hadirin dan teman teman semua yang mana telah
menyempatkan diri untuk menghadiri dan mendengarkan pidato yang akan saya bawakan.
Hadirin yang saya cintai, dengan ilmu kebahagiaan dunia akan kita rasakan. Dengan ilmu
juga kebahagian alam akhirat pun akan kita raih. Sebagaimana termaktub dalam Hadits Nabi,
Yang Artinya : ”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya
memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya
memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”.
Semakin kita memiliki ilmu, kebutuhan dan kebahagian dunia bisa kita rengkuh, begitu pula
harapan kebagaiaan di akhirat bisa kita rasakan.
Para hadirin sekalian yang saya sayangi, kita pasti memiliki banyak keinginan di dunia ini,
tapi jika kita tidak memiliki ilmu, rasanya mustahil keinginan kita bisa tercapai. Misalnya
saja, kita ingin mendapatkan nilai yang bagus dalam ujian, tapi kita tidak pernah belajar atau
menuntut ilmu pelajaran yang akan diujikan, maka sangat tidak mungkin kita bisa meraih
nilai yang bagus. Begitu juga dengan keinginan-keinginan kita yang lain.
Oleh karena itu, hadirin sekalian, menuntut ilmu begitu sangat diutamakan. Apalagi bagi
kawan-kawan yang masih duduk di sekolah, tidak ada alasan bagi kita untuk bermalas-
malasan dalam belajar. Sebab belajar atau menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi kita
semua. Bagaimanapun, masa depan bangsa kita ini berada di pundak kita, sehingga kita
sangat dituntut untuk menuntut ilmu sedalam-dalamnya.
Demikianlah pidato singkat tentang keutamaan menuntut ilmu yang bisa disampaikan pada
kesempatan ini. Semoga, kita semua bisa terus belajar tanpa merasa malas sehingga kita bisa
merasakan nikmatnya memiliki ilmu.
Akhir kata, semoga ulasan singkat ini bisa mengingatkan kita akan pentingnya menuntut
ilmu. Wallaahul muwaafiq ila aqwaamittooriq
Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu adalah kerena Allah I dan untuk negeri akhirat.
Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan gelar agar bisa mendapatkan
kedudukan yang tinggi atau ingin menjadi orang yang terpandang atau niat yang sejenisnya,
maka Rasulullah e telah memberi peringatan tentang hal ini dalam sabdanya e :
"Barangsiapa yang menuntut ilmu yang pelajari hanya karena Allah I sedang ia tidak
menuntutnya kecuali untuk mendapatkan mata-benda dunia, ia tidak akan mendapatkan bau
sorga pada hari kiamat".( HR: Ahmad, Abu,Daud dan Ibnu Majah
Tetapi kalau ada orang yang mengatakan bahwa saya ingin mendapatkan syahadah (MA atau
Doktor, misalnya ) bukan karena ingin mendapatkan dunia, tetapi karena sudah menjadi
peraturan yang tidak tertulis kalau seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi,
segala ucapannya menjadi lebih didengarkan orang dalam menyampaikan ilmu atau dalam
mengajar. Niat ini - insya Allah - termasuk niat yang benar.
Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita berniat untuk meng-hilangkan kebodohan
dari diri kita, setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita harus mengajarkannya
kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan
kepada orang lain itu dengan berbagai cara agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu
kita.
Apakah disyaratkan untuk memberi mamfaat pada orang lain itu kita duduk dimasjid dan
mengadakan satu pengajian ataukah kita memberi mamfa'at pada orang lain dengan ilmu itu
pada setiap saat? Jawaban yang benar adalah yang kedua; karena Rasulullah e bersabda :
Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu untuk
membela syari'at. Karena kedudukan syari'at sama dengan pedang kalau tidak ada seseorang
yang menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu harus membela agamanya dari
hal-hal yang menyimpang dari agama (bid'ah), sebagaimana tuntunan yang diajarkan
Rasulullah e. Hal ini tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orang yang memiliki ilmu
yang benar, sesuai petunjuk Al-Qor'an dan As-Sunnah.
4. Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat.
Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu menerima perbedaan itu dengan
lapang dada selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan aqidah, karena
persoalaan aqidah adalah masalah yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan salaf.
Berbeda dalam masalah ijtihad, perbedaan pendapat telah ada sejak zaman shahabat, bahkan
pada masa Rasulullah e masih hidup. Karena itu jangan sampai kita menghina atau
menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat dengan kita.
Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah
diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, akhlak maupun
muamalah. Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah seperti orang memiliki senjata.
Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan (digunakan).
Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat yang terjadi di
kalangan ulama. Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di
dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar
apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama.
Termasuk adab yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu adalah mencari
kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran dari berita berita yang sampai
kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika sampai kepada kita sebuah hadits misalnya,
kita harus meneliti lebih dahulu tentang keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah kita temukan
bukti bahwa hadits itu adalah shahih, kita berusaha lagi mencari makna (pengertian ) dari
hadits tersebut. Dalam mencari kebenaran ini kita harus sabar, jangan tergesa-gasa, jangan
cepat merasa bosan atau keluh kesah. Jangan sampai kita mempelajari satu pelajaran
setengah-setengah, belajar satu kitab sebentar lalu ganti lagi dengan kitab yang lain. Kalau
seperti itu kita tidak akan mendapatkan apa dari yang kita tuntut.
Di samping itu, mencari kebenaran dalam ilmu sangat penting karena sesungguhnya
pembawa berita terkadang punya maksud yang tidak benar, atau barangkali dia tidak
bermaksud jahat namun dia keliru dalam memahami sebuah dalil.Wallahu 'Alam
1.Niat
Niat dalam menuntut ilmu adalah untuk mencari ridho Allah. Hendaknya
diringi dengan hati yang ikhlas benar-benar karena Allah. Bukan untuk
menyombongkan diri, menipu orang lain ataupun pamer kepandaian,
tetapi untuk mengeluarkan diri dari kebodohan dan menjadikan diri kita
bermanfaat bagi orang lain.
2.Bersungguh-sungguh
Dalam menuntut ilmu haruslah bersungguh-sungguh dan tidak pernah
berhenti. Allah mengisyaratkan dalam firman-Nya yang berbunyi : “Dan
orang-orang yang berjuang di jalan Kami pastilah akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan Kami.”[1]
3.Terus-menerus
Hendaklah kita jangan mudah puas atas ilmu yang kita dapatkan
sehingga kita enggan untuk mencari lebih banyak lagi. Seperti pepatah
yang disampaikan oleh Sofyan bin Ayyinah : “Seseorang akan tetap
pandai selama dia menuntut ilmu. Namun jika ia menganggap dirinya
telah berilmu (cepat puas) maka berarti ia bodoh.” Allah lebih menyukai
amalan yang sedikit tapi dilakukan secara terus menerus dibandingkan
amalan yang banyak tetapi hanya dilakukan sehari saja.
4.SabardalammenuntutIlmu
Salah satu kesabaran terpuji yang harus dimiliki oleh seorang penuntut
ilmu adalah sabar terhadap gurunya seperti kisah Nabi Musa as dan Nabi
Khidr as (QS Al Kahfi : 66-70). Kita jangan cepat putus asa dalam
menuntut ilmu jika mendapatkan kesulitan dalam memahami dan
mempelajari ilmu. Allah tidak menyukai orang yang berputus asa dari
rahmat-Nya.
6.Baikdalambertanya
Bertanya hendaknya untuk menghilangkan keraguan dan kebodohan diri
kita, bukan untuk meremehkan, menjebak, mengetes, mempermalukan
guru kita dan sebagainya.l Aisyah ra tidak pernah mendengar sesuatu
yang belum diketahuinya melainkan sampai beliau mengerti. Orang yang
tidak mau bertanya berarti menyia-nyiakan ilmu yang banyak bagi dirinya
sendiri. Allah pun memerintahkan kita untuk bertanya kepada orang yang
berilmu seperti dalam firman-Nya dalam QS An-Nahl:43 yang artinya
Adab menuntut ilmu yang paling utama bagi seorang pelajar adalah ikhlas. Dia harus
memiliki niat mencari ilmu murni mengharap ridha dan pahala dari Allah ta'ala, bukan malah
ingin dipuji sebagai orang alim, ustadz dan lain sebagainya.
Jika dalam menuntut ilmu diniatkan sebagai bentuk melaksanakan perintah Allah, maka
kegiatan belajar tersebut bisa bernilai ibadah kepada Allah. Namun sebaliknya jika dalam
menuntut ilmu hanya mengharapkan gelar demi mencari kedudukan dunia atau jabatan, maka
dia pun tidak akan mendapat pahala.
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam telah bersabda, "Barangsiapa yang menuntut ilmu
syari yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Allah dengan ikhlas, namun ia tidak
melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat
harumnya aroma surga pada hari kiamat." (HR. Ahmad)
Tetapi berbeda dengan orang yang menuntut ilmu dan diniatkan untuk mendapat gelar, tapi
gelar tersebut digunakan sebagai sarana agar bisa memberikan manfaat kepada orang-orang,
seperti agar bisa mengisi pengajian atau yang lainnya, maka hal seperti itu bagus karena ini
adalah niat yang benar.
Semakin ia mengenal Allah maka harusnya dia semakin dekat kepada Allah, dengan
demikian akan semakin besar pula rasa takutnya kepada Allah. Diantara golongan yang takut
kepada Allah adalah para ulama. Allah telah berfirman,
"Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama.."
(QS Surat Fathir: 28)
Mengapa seorang pelajar harus takut kepada Allah? Karena thalabul ilmi adalah orang yang
memiliki ilmu tentang Islam dan mereka mengamalkannya, jadi merekalah orang-orang yang
paling mengenal Allah.
Orang yang memiliki ilmu tentang agama Allah akan paham benar kebesaran Allah,
keperkasaanNya serta paham benar pedih dan ngerinya adzab Allah. Sebaliknya, orang-orang
yang berbuat maksiat, maka mereka tidak memiliki rasa takut kepada Allah. Karena
kurangnya ilmu mereka terhadap agama Allah dan kurang mengenalNya.
Maka sangat disayangkan jika ada penghafal al-Quran namun akhlak serta adabnya jauh dari
isi al-Quran. Naudzubillah
Sebagai orang beriman kita dilarang menentang hukum Allah dan RasulNya atau mendahului
apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya.
Allah berfirman dalam (Qs. al Hujurat 1), yang intinya adalah kita dilarang mengatakan
sesuatu atau menetapkan hukum yang menyelisihi al Quran dan Sunnah, seperti masalah
penghalalan sesuatu, pengharaman sesuatu, penetapan syariat, dan sebagainya. Perkara-
perkara tersebut haram hukumnya dan seorang pelajar dilarang untuk melakukannya.
4. Selalu berdoa kepada Allah ta'ala
َّ ي الل َّ ُه
َم ََ ُسأَل
َْ ِّ ك إن ْ َنَافعاَ ع ْلماَ أ, َطَيِّباَ وَر ْزقا, ََعمَل
َ ُم َت َقبَّلَ و
"Ya Allah sesungguhnya aku mohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan
amalan yang diterima." (HR. Ibnu Majah/shahih)
Biasanya di Kuttab al-Fatih, doa-doa seperti itu selalu dibaca di setiap apel (ikrar) dan setiap
ditutup pelajaran. Ajarkan anak kita berdoa, karena itu sebagian dari adab murid kepada
Allah.
Poin kedua ini juga termasuk adab dalam bermajelis, bahkan adab kepada guru merupakan
salah satu poin yang paling penting, dan akan memudahkan kita memahami ilmu di kelas
serta menjadikan ilmu tersebut bermanfaat dan berkah.
Pembahasan ini cukup panjang, sehingga kami pisahkan menjadi pembahasan khusus.
Silahkan baca: Adab Murid kepada Guru atau Ustadz
Dalam mencari ilmu diperlukan kesungguhan. Seorang pelajar tidak boleh bermalas-malasan,
sehingga dari sini terbentuklah adab santri kepada dirinya sendiri.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam barsabda, "Dua orang yang rakus yang tidak pernah
kenyang: yaitu (1) orang yang rakus terhdap ilmu dan tidak pernah kenyang dengannya dan
(2) orang yang rakus terhadap dunia dan tidak pernah kenyang dengannya." (HR. Al-Baihaqi)
Al-Hasan berkata, "Dua orang rakus yang tidak pernah kenyang, yaitu orang yang rakus
terhadap ilmu dan tidak pernah kenyang dengannya, dan orang yang rakus terhadap dunia dan
tidak pernah kenyang dengannya."
Adab seorang pelajar adalah senantiasa menjauhi dosa dan maksiat. Sebab seseorang akan
terhalang dari ilmu yang bermanfaat dikarenakan banyak melakukan dosa dan maksiat. Selain
itu, dosa dapat mendatangkan siksa Allah.
Ilmu adalah cahaya yang menyinari hati seseorang, adapun maksiat merupakan pemadam
cahaya tersebut. Oleh karena itu, seorang yang bergelimang dengan maksiat akan kehilangan
cahaya dari ilmunya.
Diceritakan pada suatu hari Imam Syafii pernah merasakan hafalannya sedikit berkurang dari
hari-hari biasanya.
Kemudian ia mengeluhkan hal tersebut kepada gurunya, Waqi'. Imam Syafii berkata, "Aku
mengeluhkan kepada Waqi' akan buruknya hafalanku. Maka dia membimbingku untuk
meninggalkan maksiat. Dia berkata, 'Ketahuilah ilmu adalah keutamaan. Dan keutamaan
Allah tidak akan diberikan kepada ahli maksiat."
2. Tidak sombong dan tidak malu dalam menuntut Ilmu agama Islam
Di antara adab seorang pelajar saat menuntut ilmu di kelas adalah tidak sombong dan tidak
malu dalam menanyakan ilmu. Sebab kedua hal itu dapat menghalangi semangat mencari
ilmu. Mujahid berkata, "Orang yang malu dan sombong tidak akan mau mempelajari ilmu."
Orang yang malu dan tidak mau tahu hukum Islam maka ini merupakan kesalahan besar,
bahkan bisa berbahaya. Sedangkan sombong adalah penghalang seseorang mendapatkan
ilmu. Karena hakikat sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.
Kita berlindung dari sombong, baik dalam bentuk sifat, sikap maupun perilaku. Karena
sombong menjadi penghalang masuk surga dan mendapatkan ilmu.
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda, "Tidak akan masuk surga seseorang yang
terdapat dalam hatinya sifat sombong meskipun hanya sebesar biji sawi." (HR. Muslim)
Setiap pelajar harus memiliki tujuan dan cita-cita yang tinggi. Ini adalah perkara penting bagi
para pelajar dalam menuntut ilmu. Cita-cita yang tinggi akan menjadikan kita tetap sabar
menghadapi masa-masa sulit. Sebaliknya orang yang bercita-cita rendah akan menjadi
penakut,pengecut dan mudah menyerah.
Di antara tujuan mencari ilmu adalah untuk memperbaiki diri, mensyukuri nikmat Allah
berupa akal untuk belajar dan memahami ilmu, menegakkan agama Islam dengan cara
mengamalkan perintah dan larangannya, melaksanakan hukum-hukumnya dan
menyebarkannya.
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda, "Jika engkau meminta surga, mintalah surga
Firdaus, karena Firdaus adalah surga yang paling tengah dan paling tinggi." (HR. Bukhari)
Dalam mencari Ilmu kita harus sabar, tidak terputus di tengah jalan dan merasa bosan. Sebab,
mencari ilmu itu membutuhkan kesungguhan dan usaha yang terus-menerus. Inilah yang
disampaikan oleh ayah Yahya bin Abi Katsir, ketika ia berkata, "Ilmu itu tidaklah didapat
dengan jasad yang santai."
5. Mengamalkan ilmu adalah adab menuntut ilmu paling utama
Hari ini banyak pelajar yang belajar agama hanya untuk menambah wawasan, tapi mereka
enggan mengamalkannya. Padahal seharusnya ilmu dipelajari untuk meningkatkan amalan.
Karena amalan itu adalah buah dari ilmu.
Ibnu Mas'ud berkata, "Siapa yang belajar ilmu (agama) lantas ia tidak mengamalkannya,
maka hanya kesombongan pada dirinya yang terus bertambah."
Guru adalah orang yang paling berjasa dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan
adalah ilmu agama Islam. Bahkan kata nabi, guru adalah pewarisnya, sebab Rasulullah
shalallahu alaihi wassalam tidak mewariskan harta atau yang lainnya, kecuali ilmu. Jadi
seorang pelajar sangat dianjurkan sekali menghormati gurunya dan itu salah satu adab murid
saat menuntut ilmu.
Perlu diketahui bahwa semua pengajar ilmu agama Islam, baik guru iqra' sampai para ulama
besar, mereka semua itu ada dalam pesan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, beliau
bersabda, "Tidak termasuk umatku orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan
menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama." (HR. Ahmad)
Sebagai contoh, Ibnu Abbas adalah seorang sahabat yang alim, ahli tafsir umat ini. Suatu saat
ia pernah menuntun tali hewan tunggangan Zaid bin Tsabit al-Anshari dan berkata, "Seperti
inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama kami." Inilah yang dia
lakukan sebagai bentuk penghormatan kepada guru. [Kisah tersebut sudah kami tulis di
artikel, Sahabat Abdullah bin Abbas Sang Tinta Umat]
Subhanallah, sungguh mulia akhlak dan adab mereka, sehingga tidaklah heran jika mereka
menjadi ulama besar dari umat ini. Sungguh keberkahan ilmu mereka buah dari akhlak mulia
terhadap gurunya dan pengamalannya terhadap adab menuntut ilmu.
Saat sedang belajar di hadapan guru, hendaknya memperhatikan adab-adab duduk yang baik,
seperti tidak membentangkan kaki, tidak bersandar, duduk rapi, tenang, tawadhu, mata tertuju
pada guru, tidak tertawa keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi, juga tidak
membelakangi gurunya.
Di antara adab murid saat duduk di majelis ilmu adalah tidak boleh memisahkan antara dua
orang yang duduk berdampingan kecuali dengan izin keduanya. Sebab hal itu dapat
mengganggu keduanya. Biasanya di lembaga kami anak-anak seragam duduk bersilah
melingkar berhalaqoh sampai pelajaran selesai, bisa Antum lihat video di bawah ini:
Note: Jika antum pake UC Browser maka video tidak terlihat, sebab UC mem block konten
gambar dan video. Silahkan ganti browser lain.
Begitulah mereka diajarkan, mereka belajar sebagaimana dahulu ulama salaf belajar.
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda, "Janganlah duduk di antara dua orang (yang
duduk berdampingan) kecuali dengan izin keduanya." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Di dalam majelis kita juga dilarang mengusir seseorang dari tempat duduknya, lalu dia duduk
di tempat tersebut. Karena hal itu dapat menyakiti perasaan orang yang diusir dan
menimbulkan pertengkaran.
Nabi bersabda, "Janganlah seseorang mengusir orang lain dari tempatnya kemudian ia duduk
di situ, tetapi hendaklah ia melapangkan dan meluaskannya." (HR. Muslim)
Jika kita melihat ada teman yang baru datang, maka sebaiknya memberikan tempat duduk
untuknya dengan cara bergeser sedikit, supaya teman yang baru datang tadi bisa
mendapatkan tempat duduk. Sebab hal itu dapat menumbuhkan kasih sayang dan
menunjukkan sikap saling menghormati.
Apabila orang lain memberinya tempat duduk maka hendaklah kalian duduk di tempat
tersebut. Jika tidak demikian, maka hendaklah mencari tempat kosong. Apabila tidak
mendapatkan tempat kosong maka hendaklah duduk di belakang.
Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kamu mendatangi majelis dan diberikan
tempat kosong, maka hendaklah ia duduk di situ. Adapun jika tidak, maka hendaklah ia
mencari tempat yang lebih longgar yang ia lihat lalu duduk di situ." (HR. Thabrani)
Namun kita juga harus menghindari duduk di tengah halaqah (kelompok pengajian), karena
duduk di tengah halaqah dapat menghalangi pandangan temannya, sehingga dapat
mengganggu dan mengusik ketenangan teman-temannya.
Berbicara dengan guru yang telah mengajarkan kebaikan haruslah lebih baik dibandingkan
jika berbicara kepada orang lain. Adab ini telah dicontohkan oleh Imam Abu Hanifah saat
berbicara di hadapan gurunya, Imam Malik. Jika ia berada di depan Imam Malik layaknya
seorang anak di hadapan ayahnya.
Para sahabat adalah murid-murid Rasulullah shalallahu alaihi wassalam. Tidak pernah kita
dapati mereka beradab buruk kepada gurunya tersebut. Mereka tidak pernah memotong
ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya. Bahkan Umar bin Khattab yang terkenal
keras wataknya tak pernah meninggikan suaranya di depan Rasulullah. Sungguh inilah adab
mulia murid terhadap gurunya.
Kalau kita tidak mengetahui sesuatu maka kita diperintahkan untuk bertanya kepada ahlinya,
sebagaimana firman Allah dalam Qs. An-Nahl: 43.
َ ن أَر
ْس ْلنَا َومَا ََ ّل َقبْل
َْ ك م َْ اسأَلُوا ِ إلَ ْيه
ََّ م نُوحي رجَاّلَ إ ْ ل َف ْ َذ ْكرَ أ
ََ ه َْ ّل ُك ْن ُت
َْ م إ
ِّ ن ال ََ ون ُ َتَ ْعل
ََ م
"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu
kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui" (Qs. An-Nahl: 43)
Dengan bertanya maka akan terobati ketidaktahuan kita serta kita akan mendapatkan ilmu.
Dalam Islam bertanya memiliki sejumlah adab, di antaranya adalah pertanyaan itu harus
disampaikan dengan tenang, penuh kelembutan, jelas, singkat dan padat, juga tidak
menanyakan pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya.
Selain itu dilarang bertanya sampai diizinkan oleh gurunya. Tunggulah sampai ia
mengizinkan untuk bertanya. Kemudian doakanlah guru setelah mendapat jawaban darinya.
Seperti mengatakan Barakallahu fiik atau Jazakallahu khairan' atau yang lainnya.
Kasus mengabaikan penjelasan gurunya sering dilakukan oleh peserta didik, padahal
perbuatan tersebut jauh dari apa yang dipraktekan oleh para ulama. Mereka sangat
memperhatikan adab dalam belajar dengan diam dan mendengarkan penjelasan gurunya.
Bagaimana rasanya jika kita berbicara dengan seseorang tapi tidak didengarkan? Sungguh
hati ini akan jengkel karenanya. Maka bagaimana perasaan seorang guru jika melihat
muridnya tidak mendengarkan penyampaiannya? Sungguh merugilah para murid yang
membuat hati gurunya jengkel.
Kita dapat mengambil pelajaran dari Yahya bin Yahya al-Laitsi, di mana ia tak beranjak dari
tempat duduknya saat para kawannya keluar melihat rombongan gajah yang lewat di tengah
pelajaran. Ia mengetahui tujuannya duduk di sebuah majelis adalah mendengarkan apa yang
dikatakan gurunya bukan yang lain.
Ketika sedang belajar, seorang penuntut ilmu harus mencatat pelajaran, agar ilmu yang
didapatkannya tidak hilang dan terus tertancap dalam ingatannya setiap kali ia mengulangi
pelajarannya.
"Ikatlah ilmu dengan tulisan." (HR. Ibnu Abdul Barr/Silsilah Ash-Shahiihah no. 2026 )
Kita hidup di zaman sekarang yang sudah banyak buku buku tulis dengan harga murah.
Berbeda dengan zaman dahulu. Para ulama menulis ilmu dengan sarana seadanya, bahkan
ada yang menulisnya di tembok. Imam asy Sya'bi pernah berkata, "Jika dirimu mendengar
faidah ilmu, maka catatlah meskipun di tembok."
7. Mendoakan Guru Salah Satu Adab Murid kepada Gur
Adab menuntut ilmu yang terakhir adalah mendoakan gurunya, karena guru adalah orang
yang telah menyampaikan kebaikan kepada kita. Maka sebagai bentuk balasan kepada
mereka, hendaklah kita mendoakannya. Semoga Allah membalas kebaikan mereka. Orang-
orang shalih dahulu pernah menyampaikan, "Tidaklah aku mengerjakan shalat kecuali aku
pasti mendoakan kedua orangtuaku dan guru-guruku semuanya.